Jaehyun sampai di rumah cukup larut, sekitar pukul sembilan lebih tigapuluh dua menit. Entah apa yang dilakukannya dengan Taeyong hingga sampai selarut itu. Kencan―ralat, bukan kencan, tapi acara jalan-jalan antar teman mereka harusnya tak jadi selama itu.

Mereka hanya berkeling sebentar dan langsung membeli kado untuk Ten di dua toko pertama, padahal. Mungkin karena setelahnya Taeyong menariknya ke game center dan mereka juga sempat makan malam bersama di restoran cepat saji, ia bisa pulang hingga selarut ini. Apa jadinya jika Jaehyun menerima ajakan Taeyong untuk menonton film animasi yang sedang diputar di bioskop, mungkin akan sampai rumah lebih larut lagi. Aneh. Waktu memang terasa sangat cepat berlalu jika diisi dengan hal menyenangkan. Hm. Jadi waktumu bersama dengan Taeyong hari ini menyenangkan ya, Jaehyun?

Mengingat Taeyong Jaehyun jadi ingat akan penyakit jantungnya, belum lagi masalah perutnya yang tadi sempat terasa melilit. Apa selain kemungkinan punya penyakit jantung, Jaehyun juga punya penyakit pencernaan sekarang?

"Aku mikir apa sih?" Jaehyun menggelengkan kepalanya akan pikirannya sendiri.

Jaehyun mengetuk pintu. Lampu ruang tengah sudah dimatikan saat ia menengok dari jendela. Ibunya juga terlihat sudah siap tidur saat membukakan pintu untuknya. Menatapnya dengan pandangan curiga, tangan terlipat di dada dan alis terangkat tinggi. Anak laki-lakinya yang selalu pulang tepat waktu, baru kembali selarut ini. Melewatkan makan malam tanpa memberi kabar lebih dulu.

"Darimana Jaehyunnie? Kenapa baru pulang? Ibu juga tak bisa menelponmu dari tadi."

Salahkan Taeyong, Ibu. Itu bukan salahku.

Jaehyun membuka sepatunya cepat. Berjalan ke arah kamarnya dengan langkah lebar. Ibunya mengikuti di belakang hingga ke lantai atas karena belum mendapat jawaban atas pertanyaannya.

"Um. Aku habis kerja kelompok dengan Doyoung dan ponselku mati jadi tak sempat mengabari."

"Ah, benarkah?"

Jaehyun sudah membuka pintu kamarnya, siap masuk. Berbalik untuk menemui ibunya yang kali ini memandangnya menyelidik dengan senyum mencurigakan miliknya. Jaehyun berkeringat dingin tanpa sebab. Bertanya dalam hati kenapa ia tak bicara jujur saja. Pergi dengan teman, kan selesai. Kenapa harus pakai bohong segala? Haish.

"Ya. Ada tugas yang harus dikumpulkan besok. Tugasnya banyak dan sulit. Um, begitulah."

Ibunya masih memberi tatapan jenis itu, tapi mengangguk-angguk mengerti. Mengucapkan selamat malam lalu berbalik untuk berjalan pergi.

Jaehyun menghela nafas lega. Merasa bersalah karena sudah tak berkata sejujurnya. Tapi setidaknya dengan begini ibunya tak akan berfikir macam-mac―

"Oh iya, ibu lupa bertanya. 'Doyoung' yang mana maksudmu, nak? Aku yakin bukan 'Doyoung' yang sama yang sore tadi datang ke sini dan mencarimu, kan?" Jaehyun memasang ekspresi kaget dan itu membuat Ibunya terkekeh geli. "Selamat malam, Jaehyunnie! Sering-sering saja pergi berkencan dengan 'Doyoung'-mu itu, ya!" Suara ibunya terdengar lagi. Menatapnya dengan senyum menggoda sebelum pergi dengan langkah riang setelah mengedipkan sebelah mata padanya.

Krik.

Oke, Lupakan. Ibunya memang tak akan berfikir macam-macam. Tapi lebih buruk lagi. Ia sudah lebih dulu berfikiran seperti itu.

Jaehyun hanya bisa facepalm mendengar tawa ibunya dan suara heboh lain yang berasal dari kamar orang tuanya setelah itu. Itu suara ribut ibu yang membangunkan ayah hanya untuk mengatakan jika Jaehyun, akhirnya kini, punya someone special.

"Sayaaang! Anak kita akhirnya punya kekasih! Akhirnya Jaehyun kita sudah besar!"

Someone special apanya? Kekasih apanya? Besar apanya? Badannya?

Astaga. Mereka salah paham. Benar-benar salah paham.

.


OUR STORY

Jaehyun x Taeyong

NCT U © SM Entertaiment

BL. AU. Typo(s). OOC(s)

.


Suasana di rumah Ten sore itu ramai sekali. Saat Jaehyun tiba.

Pestanya memang dibuat dari dalam hingga ke area terbuka di belakang rumah, tempat kolam renang berada. Lingkaran pertemanan pemuda Thailand itu sepertinya tidak main-main. Banyak teman-teman satu sekolahnya yang ia kenali, baik yang ia ingat namanya dan yang tidak. Dan lebih banyak lagi wajah-wajah asing yang justru baru pertama kali dilihatnya.

Yang jelas, Jaehyun merasa tersesat di sana.

"Harusnya aku pergi dengan Doyoung tadi," gumam Jaehyun pelan, merasa sedikit menyesal. Ia melirik jam tangan yang melingkar di tangan kiri. Temannya itu entah ada dimana, Jaehyun tak bisa menemukannya sejak tadi. Diantara orang sebanyak ini, rambut orangenya harusnya terlihat mencolok sehingga gampang diidentifikasi, tapi Jaehyun belum beruntung. Ia juga tidak bisa menghubunginya karena lupa membawa ponsel. Sebuah kado kecil berbungkus kertas kado berwarna biru dan pita di tangan kirinya lah yang benar-benar ia bawa sore itu.

Di depan sana ia bisa melihat Ten, si pemilik acara sore itu. Tersenyum sangat lebar bersama orang-orang di sekitarnya. Bergantian menyambut kedatangan teman-temannya yang membanjirinya dengan hadiah dan ucapan selamat ulang tahun. Bersama adik perempuannya yang menemaninya.

Haruskah aku pergi ke sana juga?

Jaehyun memang tahu Ten. Siapa yang tidak? Pemuda itu terkenal di sekolah. Namun ia belum pernah mengenalnya secara pribadi maupun punya kesempatan untuk mengobrol dengannya untuk memperkenalkan diri dengan benar. Jaehyun saja masih harus membaca contekkan untuk menyebutkan nama asli pemuda Thailand itu, yang sangat panjang dan tidak biasa. Dan meski sudah mendapat contekannya, belum tentu juga ia bisa melafalkannya dengan benar. Bukankah akan aneh sekali rasanya jika Jaehyun tiba-tiba datang dan bertingkah akrabpadanya?

Jaehyun jadi ingin pulang saja rasanya.

Satu orang yang lewat di depan matanya lah yang membuat Jaehyun mendesah lega. Karena akhirnya ada seseorang yang yang ia kenali.

"Kapten!"

Johnny Seo berbalik dengan alis terangkat tinggi karena tak yakin yang dipanggil memang dirinya. Setahunya tidak ada 'kapten' dari klub lain di sekitarnya. Senyumnya melebar melihat Jaehyun berjalan kecil ke arahnya. "Hei, Jaehyun! Lama tak melihatmu!" Johnny mengangkat tangannya, menunggu mantan teman satu tim di klub basketnya itu menyambut, baru menabrakkan bahu mereka. Salam khas anak laki-laki. "Dan panggilan macam apa itu? Kau harus berhenti memanggilku begitu, bro."

Jaehyun hanya bisa meringis. Untuk sedetik tadi dia lupa kalau sudah berhenti dari klub. "Maaf. Kebiasaan."

Johnny mengibaskan tangannya santai, tersenyum lagi. Ia melihat sekeliling, barangkali ada orang lain yang dibawa Jaehyun bersama. "Datang dengan siapa? Sendiri?"

Jaehyun mengangguk.

"Aku kira alasanmu keluar klub untuk fokus belajar itu hanya bualan karena sibuk pacaran. Rupanya benar, ya?" Johnny tertawa keras. Santai saja melihat Jaehyun yang mulai cemberut. Johnny mengambil gelas dari nampan yang dibawa pelayan yang lewat, menawari Jaehyun dengan isyarat mata. "Minum?"

Jaehyun mengambil satu juga. Itu hanya soda dengan sedikit lemon, omong-omong. Mereka masih terhitung belum legal untuk mencicipi minuman keras. Setidaknya tidak saat ini, di jam ini dan saat pesta baru dimulai. Karena Jaehyun punya firasat semakin malam pesta ini akan menjadi semakin gila. Siapa yang tahu?

Tepat di samping panggung sana ada turntabel, mixer, dan seperangkat alat lain. Rupanya Johnny akan ikut memeriahkan malam ini dengan kemampuan DJ-nya, dia sendiri yang bilang. Tak heran melihat penampilannya yang dibuat sekeren mungkin malam itu, hingga para wanita di sekitar mereka tak bisa mengalihkan pandangan dari pesonanya. Berbeda sekali dengan apa yang dipakai Jaehyun.

7.5/10 jika sang mantan kaptennya itu bilang, Setelah melakukan Johnny Fashion Evaluation dadakan padanya barusan. Entah kenapa Jaehyun merasa kesal. Apa yang salah dengan kemeja biru langit dengan lengan digulung hingga siku, jeans gelap dan sepatunya? Jaehyun merasa baik-baik saja dengan penampilannya.

"Woojae!"

Jaehyun sedang menikmati minumannya yang kedua saat sosok dengan rambut orange akhirnya menampilkan batang hidung. Mendekat ke arahnya.

"Doyou―"

"Hai, bunny!"

Doyoung yang baru sampai di depan mereka langsung mendelik pada Johnny. "Jangan panggil aku seperti itu!"

"Tapi kau memang mirip bunny, bunny." kekeh Johnny.

Doyoung mengibaskan tangannya, tanda tak mau peduli pada salah satu orang yang sering membuatnya repot. Apalagi mengenai jatah pemakaian lapangan indoor untuk latihan klub. Sebagai kapten, Johnny Seo dan sifat suka seenaknya itu sering membuat kepalanya pusing. Entah sudah berapa kali pertikaian antara klub Basket dan klub Volly terjadi dalam seminggu ini.

Doyoung beralih pada Jaehyun. "Aku ke rumahmu tadi! Tapi kau malah sudah pergi duluan!"

"Err... iya." Jaehyun menggaruk tengkuknya canggung. Tadi dia memang semangat sekali untuk pergi sih. Entah kenapa. Memang apa yang mau dilakukannya di sini? Siapa yang mau dia temui di sini?

Lee Taey―

Uh. Tidak. Jelas bukan dia.

"Siapa yang kemarin bilang mau tidur atau mengerjakan berset-set latihan soal saja dibanding pergi ke sini, huh?" Doyoung menatapnya menyelidik. "Dan apa yang kau lakukan dengan Taeyong hingga larut? Aku bahkan mendapat telepon dari ibum―"

"Taeyong? Ada apa dengan Taeyong?"

Telinga Johnny sensitif saat mendengar nama salah satu sahabat dekatnya disebut. Padahal ia sedang mengobrol dengan anak kelas satu yang tiba-tiba menghampirinya tadi.

Jaehyun sudah menelan ludah gugup saat mendengar pertanyaan itu, terlebih ketika Doyoung mulai membuka mulutnya. "Kemarin Taeyong datang ke kelasku dan bicara pada Jaehyun lalu mereka per―Umm! Umm!"

Jaehyun dengan cepat menutup mulut sahabat baiknya itu dengan sebelah tangan. Tertawa canggung. "Tidak ada apa-apa. Jangan dengarkan Doyoung, dia sedang sedikit tidak sehat."

Johnny memandang mereka tidak percaya, sudah hendak bertanya lebih jauh. Tapi panggilan dari beberapa orang yang memanggil namanya dari kejauhan membuat perhatian Johnny beralih cepat. Pemuda blesteran Korea-USA itu bahkan pamit pergi untuk menghampiri mereka.

Jaehyun menghela nafas lega, tak sadar jika Doyoung yang sedari tadi meronta sudah mulai kehabisan nafas. Jaehyun melepaskan tangannya cepat. "Ups. Maaf."

"Bhua! Blaah!" Doyoung langsung protes. "Apa-apaan, Woojae!"

Jaehyun hanya mengangkat bahu. Pura-pura minum dari gelas ketiganya malam itu dan mengabaikan Doyoung.

.


Jaehyun berdiri di samping meja yang ada pojokan, sendiri. Bukan. Bukannya ia tak mau bersosialisasi dan menikmati pesta yang semakin ramai malam itu, tapi karena kepalanya sedikit pening. Terlalu banyak orang di sana dan Jaehyun merasa sedikit sesak. Jadi ia butuh sedikit tempat untuk sekedar mengambil nafas.

Ia sempat bertemu teman sekelasnya, mantan teman setimnya di klub basket, dan kenalannya yang lain. Tapi Jaehyun tak ada niatan bergabung meski mereka mengajaknya.

Jaehyun menjauh tepat setelah Ten selesai meniup lilin dan memotong kue ulang tahun. Pemuda Thailand itu benar-benar terlihat bahagia, jauh lebih bahagia dari biasanya, apalagi dengan kehadiran orangtua dan adik perempuannya di sampingnya. Ya, baguslah. Memang seperti itu harusnya sebagai birthday boy, kan?

Kado di tangan Jaehyun sudah diberikan, omong-omong. Tadi dia menemui Ten bersama Doyoung, dan temannya yang merupakan ketua klub sepak bola, Nakamoto Yuta. Doyoung, kali ini teman orangenya itu sudah menghilang lagi. Sibuk berkeliling untuk mengambil foto dan meliput mengenai pesta ini untuk bahan berita, katanya. Jadilah Jaehyun ditinggalkan lagi. Tsk. Teman macam apa.

"WOOOAAAH."

Bunyi intro dari lagu milik EXO - Growl terdengar.

"MARK! JAEMIN! JENO! HAECHAN! JISUNG! RENJUN! CHENLE! KYAAAAA!"

Seperti perkiraannya. Semakin malam, pesta itu memang semakin menggila. Apalagi setelah ibu dan ayah Ten pamit untuk memberikan kebebasan pada anak dan teman-temannya untuk menikmati pesta anak muda mereka.

Musik keras mulai diputar. DJ Johnny sudah standby di tempatnya untuk ikut memeriahkan suasana. Orang-orang menari dan terlonjak-lonjak diiringi musik darinya. Ten bahkan memberikan penampilan special dengan menarikan gerakan solo dancenya yang sukses membuat semua orang ternganga. Dan seakan belum cukup. Kali ini, giliran anak-anak kelas satu yang menarikan lagu Growl milik EXO di panggung sana, membuat semua orang semakin menggila saja meneriakkan nama mereka sambil ikut bernyanyi.

Jaehyun menonton dari jauh. Diam-diam berharap ada pencari bakat yang melihat ini dan merekrut adik-adik kelasnya itu lalu mendebutkan mereka jadi grup idol. Nama NCT Dream akan sangat cocok. Jaehyun terkekeh sendiri memikirkannya.

Ngomong-ngomong tentang orang yang menyuruhnya datang, dia sama sekali belum terlihat. Pemuda bernama Taeyong dengan marga Lee itu tak kunjung muncul. Jaehyun sampai bertanya-tanya, "Apa dia tidak akan datang?"

Tidak. Tidak.

Mana mungkin ia tidak datang pada pesta ulang tahun sahabat terdekatnya sendiri, kan? Dia juga sudah membeli kado bersama Jaehyun kemarin. Selain itu, Taeyong juga berjanji akan mengenalkannya pada Ten―uh. Yang itu tidak perlu sepertinya. Karena Johnny sudah memperkenalkan keduanya tadi. Meski hanya saling bertukar senyum dan nama.

Jaehyun mengecek jamnya lagi untuk kesekian kali. Menimbang-nimbang apa dia pulang saja? Karena ini sudah cukup larut dan besok harus tetap sekolah. Tapi kemudian niatannya sama sekali hilang. Dengan kehadiran sosok yang tadi ia fikirkan, di depan sana.

Bum!

Debum keras dari speaker terdengar. Disusul bunyi siiiing dari pengeras suara yang memekakkan telinga. Setiap suara di sana terhenti. Semua atensi teralih. Pada satu sosok yang muncul tiba-tiba di atas panggung, dengan outfit hitam-hitam.

Hening.

Bum! Bum!

Musik berdentum.

Seringai terbentuk.

Lirik dari Open The Door milik SR14B terdengar.

.


"YAAAAK! KEMANA SAJA KAU TAEYONG! SIAL. KENAPA KAU MENGAGETKANKU DENGAN PENAMPILAN DADAKAN AWESOME SEPERTI TADI!"

"Lepas! Lepas!" Taeyong meronta dari pelukan tak manusiawi Johnny. Pelukan beruang itu bisa meremukkan semua tulangnya yang kurang kalsium. Taeyong meminta bantuan pada Ten dalam diam lewat kontak mata tapi teman sekaligus pemilik acaranya itu malah menertawakannya. "Johnny!"

"Oke, oke! Sorry!" Johnny melepas pelukannya sambil tersenyum idiot.

"Pergi sana! Jauh-jauh! Jangan mendekatiku! Hussh! Hussh!" usirnya.

"Ya! Jahat sekali!"

Dengan kejamnya Taeyong mengabaikan rengekkan Johnny. Mengambil kotak hadiahnya yang tadi ia simpan di meja dan memberikannya pada Ten. "Selamat ulang tahun, Tennie," katanya sambil tersenyum.

"Terimakasih, Taeyong!" Ten membalas dengan senyum lebarnya yang manis lalu memeluknya. Dan kali ini Taeyong tidak menolak. Justru membalasnya sambil mengacak rambut hitam pemuda Thailand itu. "Penampilanmu tadi keren sekali!" tambah Ten.

Hal itu sontak memicu rengekan lain dari Johnny seperti "Ya! Tidak adil! Ten boleh memelukmu sedangku aku tidak!" atau "Ya! Mau sampai kapan kalian berpelukan?" dan hal lain yang semacam itu. Johnny merengek seperti bayi, sungguh mengganggu. Rengekannya baru berhenti saat Ten memeluknya juga sekaligus memujinya penampilan kerennya saat jadi DJ tadi.

Taeyong baru merasa kehilangan kehadiran satu sosok sahabatnya yang lain. "Yuta mana, hyung?"

"Toilet. Dia kebanyakan makan kue tadi." Hansol, yang merupakan teman satu rumah Yuta dan sudah mereka kenal baik, menjawab santai.

Taeyong tertawa nista mendengarnya. Ada-ada saja, pikirnya.

Matanya melihat sekeliling dan tepat jatuh pada sosok lain yang berdiri sendirian di ujung sana, yang ternyata kebetulan sedang memandang ke arahnya juga. Senyum Taeyong melebar.

.


Jaehyun tersentak di tempatnya saat itu. Jangan tanya tentang penyakit jantung dan pencernaannya, karena itu kambuh lagi. Seberapa keras keinginannya untuk mengalihkan pandangannya, tetap saja tidak bisa. Taeyong berjalan ke arahnya setelah pandangan mereka tak sengaja bertemu.

Uh. Kenapa Jaehyun tiba-tiba gugup?

Jadwal pemeriksaan kesehatan pada dokternya belum sempat ia buat. Jadi, tahan sedikit lebih lama. Jangan berdentum terlalu liar di dalam sana, jantung! Karena Jaehyun tidak mau mati muda. Dan jangan melilit juga, perut! Karena Jaehyun tak tahu di mana letak toiletnya! Sial. Sepertinya penyakitnya semakin hari semakin parah saja. Atau justru kemampuan berpikir anehnya saja yang semakin baik?

Tenang. Tarik nafas. Keluarkan. Bagus. Terus ulangi seperti itu― Jaehyun, kenapa kau tampak idiot?

Langkah Taeyong begitu cepat dan buru-buru. Hingga terkesan berlari dengan ceroboh dari tempatnya semula bersama teman-temannya agar cepat sampai ke tempat Jaehyun. Jaehyun mengikuti setiap gerak tubuhnya, setiap gerakan sederhana seperti poni rambutnya yang tertiup angin, atau bagaimana lengkungan senyumnya yang perlahan melebar menjadi senyum lima jari.

"Jaehyun!" Taeyong memanggil namanya dari kejauhan.

Jaehyun mengangguk, tersenyum tipis. Sayangnya ia tak punya kacamata untuk dibenarkan saat ini karena sedang memakai contact lens. Jaehyun balas melambai kaku. Mulai berbicara rumbling dalam hati yang kira-kira terdengar seperti ini: Hei, Taeyong. Kemana saja? Aku sudah menunggumu sejak tadi, kukira kau tidak akan datang. Aku khawatir sesuatu terjadi padamu sebenarnya. Tapi yang berhasil diucapkan hanya: "Hei."

"Kau benar-benar datang!" seru Taeyong senang.

Jaehyun berusaha keras tak tertawa saat melihat Taeyong tersandung kaki meja hingga hampir hilang keseimbangan dan jatuh karena cara berjalannya yang ceroboh sebelum berada tepat di hadapannya.

"Pft."

Hei, hei. Ini orang yang sama yang baru saja menyemburkan api dan membuat para gadis menjeritkan namanya lima menit yang lalu dengan penampilan badass-nya, kan?

Taeyong terlihat merutuki dirinya, menendang kaki meja yang menjegalnya sebelum berjalan lebih dekat pada Jaehyun. Taeyong memandangnya heran. Kepalanya sedikit dimiringkan, sebelah alisnya terangkat. "Kenapa tertawa? Kau menertawakanku?"

Jaehyun berdehem. Berusaha menyembunyikan kekehannya dalam senyum. "Tidak."

Taeyong percaya saja. Karena ia tak menanyakannya lebih jauh. "Sudah lama di sini?" tanyanya.

"Lumayan. Kau melewatkan bagian tiup lilin dan potong kuenya."

Taeyong mengangguk, bahunya turun lesu. "Iya. Sayang sekali."

Apa lagi? Pikir Jaehyun. Keheningan canggung ini harus dihentikan sekarang juga karena jika tidak suasananya akan semakin terasa tidak enak.

"Penampilan yang bagus." komentar Jaehyun. Bukan sekedar basa-basi, ia tulus mengatakannya. Taeyong yang ada di stage tadi punya pesona sendiri yang membuat semua orang enggan berpaling. Jaehyun, salah satu korbannya. Ia mungkin tak mau mengakuinya, tapi Jaehyun tanpa sadar memang menahan nafas kagum sampai akhir penampilan tadi.

Taeyong tersenyum padanya, hingga mata hitam yang menyerupai mata kucingnya, berbinar. "Terimakasih."

Lalu apa?

"Err. Aku tak melihatmu dari tadi. Kukira kau tidak akan datang." Jaehyun tertawa canggung. Tapi Taeyong tak cukup peka untuk menyadarinya. Sibuk membenarkan lengan pakaiannya dan poni rambutnya yang jatuh menutupi mata. "Aku bahkan berniat pulang tapi tertahan karena penampilan tiba-tibamu."

"Benarkah?" Taeyong terkejut. Sekaligus lega karena ia datang tepat waktu untuk menahan Jaehyun pergi. Ia tak suka ide tak bisa melihat Jaehyun malam ini. "Syukurlah kalau begitu. Sebenarnya aku sudah bersiap dari tadi, sih. Tapi sepertinya aku kebanyakan melamun hingga tak sadar jika waktu berjalan cepat dan aku sudah hampir terlambat untuk datang ke sini. Ten, Johnny dan Yuta bisa-bisa membunuhku jika itu sampai terjadi."

"Aku bisa membantu mereka, karena kau yang memaksaku datang ke sini," tambah Jaehyun. Setengah bercanda.

"Ya!" Taeyong tertawa, sambil memukul bahunya main-main.

Mereka terlibat obrolan seru setelahnya. Dari mulai bagaimana kabar semalam saat pulang dari jalan-jalan-yang-jangan-salah-paham-itu-bukan-kencan, apa saja yang Taeyong lewatkan dari pesta itu, video viral aneh yang melibatkan bunyi klakson bus di sosial media, klub sepak bola inggris, hingga penyanyi-penyanyi favorit dalam dan luar negeri yang mereka sukai. Semuanya mengalir begitu saja tanpa disadari.

Jaehyun mulai menikmati malamnya.

Apalagi saat Taeyong menarik tangannya dan membawanya mendekat pada sahabat dekatnya. Memenuhi janjinya untuk mengenalkan Jaehyun pada Ten, sekaligus Yuta dan Hansol. Meski pada awalnya cukup canggung, terutama saat Jaehyun ditanya bagaimana bisa mengenal Taeyong. Tapi setelah beberapa menit semuanya jadi lebih santai. Terutama saat Tern, adik perempuan Ten, bergabung dan mulai menceritakan hal memalukan yang pernah dilakukan sang kakak yang sama sekali belum mereka tahu. Wajah Ten sudah merah saat digoda yang lain karena fotonya yang memakai baju perempuan diperlihatkan.

"Tern kau jahat sekali! Kalian berhenti mertawakanku!"

Doyoung yang sedari tadi tak terlihat juga mendekati mereka dengan kamera di tangan. Hingga yang lain meminta foto bersama. Dari pose yang paling keren hingga paling konyol.

"Lihat wajahmu, Nakamoto! Haha."

"Sial! Aku kan belum siap! Hapus itu! Ulangi lagi!"

"Terima saja kalau wajahmu memang jelek."

"Yaaaaa! Sialan kau, Lee Taeyong!"

Hei, ini tidak terlalu buruk, pikirnya. Jaehyun menikmati semuanya.

.


Suasana kantin yang ramai menjadi semakin ramai. Terlebih pada salah satu meja yang berada di pojokan yang paling dekat dengan pintu keluar.

"Yak! Beli makananmu sendiri. Berhenti mencuri punyaku!"

"Aku minta sedikit, Ten. Jangan pelit-pelit!"

"Berisik kaliaaaan. Bisa makan dengan tenang tidak, sih?!"

"Kau juga sama berisiknya, Tae."

"Aku tidak akan berisik jika kalian tak berisik dulua-Umph!"

"Makan saja makan. Nih―" Yuta mengambil roti di tangan Taeyong dan menyuapkannya banyak-banyak pada mulut sahabatnya itu hingga penuh. Membuat Taeyong yang baru membuka mulut hendak menyelesaikan kalimatnya hampir tersedak.

Jaehyun yang duduk di sebelahnya berbaik hati menawarkan botol minumnya. Tanpa maksud lain. Sepenuhnya tulus.

"SIALAN YUTA! KAU MAU MEMBUNUHKU?!" Protes Taeyong.

Johnny tertawa keras sambil memukul-mukul meja melihat ekspresinya yang sudah seperti ikan kehabisan air. Sementara Ten kembali berteriak tak terima karena Yuta kembali mencomot makanannya. Memilih merengek pada Johnny. "Johnny~ Yuta menggangguku terus~"

Johnny menghabiskan tangannya dengan cepat. Berkata santai sementara tangannya sibuk bermain dengan ponsel, mengecek satu persatu media sosialnya. "Biarkan saja dia Tennie. Kasihan dia tak punya uang untuk beli makan siang. Hidupnya memang susah."

"SEO SIALAN! JANGAN MENGATAIKU!"

Siapa yang menyangka sejak malam itu mereka jadi bisa semakin akrab, hingga seperti ini. Maksudnya mereka ini bukan hanya tentang dirinya dengan Taeyong. Melainkan Johnny, Ten, dan Yuta juga. Saat istirahat, mereka bahkan makan bersama dalam satu meja di kantin. Kadang didatangi pengunjung tambahan―Mark dan Haechan, maupun adik kelas mereka yang lain juga.

Jaehyun jadi jarang merasa kesepian sekarang, meski Doyoung tak sering menemaninya lagi karena sibuk dengan persiapan festival sekolah. Lebih sering terlihat bersama Taeil, sang ketua OSIS mereka.

"Jaehyun."

Jaehyun menoleh pada Taeyong yang memanggilnya. Menelan sebisa mungkin makanan yang sedang dikunyahnya. Jaehyun itu food fighter sejati dan memilih sibuk dengan makanannya dibanding ikut ribut bersama yang lain. Semuanya sudah mulai terbiasa dengan kebiasaannya satu itu. Meski awalnya mereka cukup terkejut dengan porsi makannya, juga tingkahnya yang bahkan rela ber-aegyo demi makanan.

"Ya?"

"Jadi mengajariku sepulang sekolah?"

"Oke." Balasnya santai.

Taeyong ber-yeay girang. Sudah seperti anak kecil yang diberikan mainan baru. Jaehyun mulai biasa dengan itu. Meski masih belum bisa percaya jika dia orang yang sama dengan Taeyong yang ia tahu dulu.

Lee Taeyong benar-benar tsundere, kali ini Jaehyun berani menjaminnya. Tingkah dan kesan dinginnya itu hanya luarnya saja, karena di balik itu semua ia mempunyai sisi yang benar-benar berbalik seratus delapan puluh derajat.

Hampir setiap hari mereka pulang bersama, mengingat satu arah bus pulang mereka yang searah. Kadang juga akan menumpang mobil Johnny atau jemputan Ten. Kecuali jika Taeyong ada latihan dance sepulang sekolah, maka terpaksa Jaehyun pulang sendiri. Meski lebih sering dipaksa ikut, melihat dari kejauhan bagaimana Ten, Taeyong, dan anggota dari klub dance lain menggerakkan tubuh mereka saat berlatih.

Jaehyun senang-senang saja, karena itu ternyata menyenangkan. Apalagi setelahnya mereka akan datang ke restoran cepat saji untuk membeli minum atau ice cream―Ten yang teraktir. Di hari libur mereka kadang pergi ke luar bersama. Entah untuk bermain basket, sepeda, atau sekedar jalan-jalan.

Untuk masalah menginap, Taeyong mulai menjadikan kamarnya sebagai hotel pribadi. Dia akan minta menginap saat enggan pulang ke rumah dan sudah tak ada yang mau menampungnya. Sudah lama mereka meninggalkan pembagian tepat tidur, karena rasanya itu sangat konyol. Kenapa harus tidur terpisah dan berdebat untuk siapa yang tidur di lantai jika masih ada ruang tersisa dari tempat tidur Jaehyun untuk mereka berdua?

Jaehyun bahkan membeli sebuah lampu tidur yang ia taruh di meja nakas, jadi Taeyong takkan mengganggu tidurnya lagi karena takut gelap dan Jaehyun bisa tidur dengan nyaman dalam gelap dengan tubuh menghadap dinding. Keduanya menjalani tidur dengan tenang.

"Mau belajar apa?"

"Fisika."

"Oke!"

Hanya tersisa beberapa bulan tersisa hingga ujian kelulusan. Taeyong seringkali meminta Jaehyun untuk mengajarinya beberapa materi yang tak dipahami. Kadang di perpustakaan, seringnya sepulang sekolah―baik itu di kelas atau jika mereka sudah terlanjur lapar maka mereka akan pergi ke rumah Jaehyun.

Seperti saat ini. Mereka duduk berselahan di depan meja berkaki rendah yang di penuhi buku-buku dan alat tulis, di kamar Jaehyun. Ibunya baru saja pergi setelah menaruh nampan berisi camilan dan minuman untuk mereka. Mengucapkan 'selamat belajar' pada keduanya.

Jaehyun membenarkan letak kacamatanya. Ya, dia menyerah menggunakan contact lens setelah pengalaman buruk dengan matanya yang tanpa sengaja kemasukan debu tempo hari.

"Kalau yang ini bagaimana?"

Jaehyun menggeser buku Taeyong lebih dekat padanya untuk melihat soal yang ditunjuk. Mengangguk mengerti dan membuat suara 'ah' pelan. Mengambil kertas kosong dan mulai membuat coretan dibarengi beberapa penjelasan.

Taeyong akan mengangguk-angguk tanpa henti hingga Jaehyun selesai bicara lalu sibuk mengerjakan tipe soal yang sama, sambil sesekali bertanya lagi apakah pekerjaan yang dilakukannya sudah benar. Taeyong akan mendesah kecewa saat mendapatkan kesalahan kecil dan tersenyum lebar saat jawabannya benar.

Benar-benar ekspresif, pikir Jaehyun.

Jaehyun selalu mencoba menahan senyum setiap kali melihatnya. Taeyong yang sedang serius itu lucu. Apalagi dengan kacamata berframe bulatnya. Jaehyun juga baru tahu beberapa minggu kebelakang jika Taeyong punya masalah penglihatan juga.

Tapi sebanyak apapun Jaehyun mengenal Lee Taeyong. Rasanya masih belum cukup. Jaehyun masih bertanya-tanya banyak hal mengenai pemuda Lee itu. Banyak hal ganjil tentangnya. Jaehyun tak tahu apa tepatnya, tapi ini masih berhubungan dengan kejadian di atap dan halte bus waktu itu.

Kenapa pada saat tertentu Taeyong seakan punya dunianya sendiri yang tak bisa Jaehyun mengerti?

.


Taeyong melempar pensilnya ke meja. Menjatuhkan wajahnya hingga menyentuh permukaan bukunya yang masih dalam posisi terbuka. Wajahnya sampai tak terlihat karena tenggelam sepenuhnya. Pada awalnya Jaehyun sampai khawatir, bagaimana ia bernafas dengan posisi seperti itu?

Belajar dengan Taeyong memang cukup menyenangkan, setidaknya untuk satu jam dan dua jam pertama. Karena pemuda Lee itu cepat bosan, dan saat sudah bosan maka niat belajarnya akan menghilang sama seklai. Taeyong yang seperti itu akan―bagaimana menyebutnya?―cukup menggangu?

"Jaehyun~ bosan~"

Jaehyun masih sibuk dengan soal kinematika saat itu. "Kalau begitu tidur dulu saja."

"Aku bosan bukan mengantuk."

"Baca komik."

"Koleksi komikmu sudah kubaca semua."

"Kalau begitu makan saja cemilannya―"

"Aku bosan, Jaehyun. Bukan lapar. Lagipula kita baru makan siang tadi. Perutku masih kenyang."

"Oke."

"Oke?" Taeyong mengangkat kepalanya. Berharap kalimat selanjutnya dari Jaehyun tapi itu tak pernah muncul. Jaehyun masih sibuk menyelesaikan soalnya yang― keseratus? Entahlah. Yang jelas ia sudah mengerjakan banyak sekali soal sejak tadi. Jaehyun selalu bilang ingin menjadi dokter, dan untuk itu ia berusaha sangat keras belajar sekarang. Tapi tetap saja, kan?

"Jaheyun, kau tidak asik!"

Taeyong cemberut. Dari sekian banyak yang paling ia benci, Taeyong paling benci jika diabaikan. Makanya ia selalu mencari perhatian setiap orang di berbagai kesempatan. Taeyong benci saat orang lain mengabaikannya. Taeyong benci diabaikan sebanyak ia membenci saat ditinggal sendirian.

Sendirian itu menyebalkan. Rasanya mengerikan. Setiap ia sendirian maka pikirannya akan berkelana entah kemana. Membuatnya melakukan hal-hal tanpa disadari. Karena saat ia sendirian, pasti ada sesuatu yang terjadi padanya. Meski Taeyong kira semuanya hanya kebetulan, tapi kejadiannya sudah terlalu sering untuk disebut sebuah kebetulan.

"Taeyong?"

Taeyong tersentak. Tertarik dari lamunannya dan melihat Jaehyun memandangnya dengan bingung dan khawatir. Sudah berapa lama Jaehyun memandanginya seperti itu? Sudah berapa lama sejak ia menaruh pensil dan menutup bukunya?

"Ya?"

Jaehyun mematapnya lekat. "Kau melamun lagi."

"Maaf." Taeyong memasukkan buku dan alat tulisnya ke dalam tas. Cepat-cepat berdiri. "Aku baru ingat kalau aku harus pergi. Ada yang harus kulakukan."

"Aku pikir kau akan menginap di sini malam ini?" heran Jaehyun.

Taeyong menggeleng, berkata riang sambil memakai tasnya. "Aku akan pulang karena hyungku akan pulang malam ini."

Jaehyun mengangguk mengerti. Kalau begitu ia bisa apa, kan?

Jaehyun mengantar Taeyong ke depan, setelah lebih dulu pamit pada ibu Jaehyun yang terus memaksanya untuk tinggal lebih lama. Taeyong tersenyum menyesal dan berjanji untuk datang lagi lain kali.

"Baiklah. Aku pergi, ya."

"Hati-hati."

Taeyong melambai padanya sambil berlalu dari sana dengan senyum. Jaehyun membalasnya, melihat sosoknya hingga hilang di belokan lalu kembali ke atas.

Saat sampai di kamar, Jaehyun malah membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Tak ada niatan untuk kembali membuka buku, rasanya malas saja. Ia sebenarnya ingin mengajak Taeyong jalan-jalan keluar tadi, karena ia tahu Taeyong sedang bosan. Tapi saat hendak mengajaknya, temannya itu malah mengabaikannya dan sibuk melamun dalam dunianya sendiri.

Jaehyun berguling-guling di kasur. Berfikir apa yang sebaiknya ia lakukan, karena ini malam minggu dan besok libur sekolah. Tidak ada Taeyong seperti biasanya, tapi Jaehyun tetap membuka laptop untuk menonton film animasi seperti yang sering mereka lakukan saat merasa bosan, hingga begitu saja jatuh tertidur.

.


"Jaehyun!"

Doyoung? Ada apa Doyoung menelponnya sepagi ini. "Ya?"

"Aku baru mendapat kabar dari Johnny jika Taeyong masuk rumah sakit. Apa kau tahu?"

Jaehyun merasa sentakan aneh di jantungnya. "A-apa? Kenapa?"

Kemarin Taeyong masih bersamanya. Mereka belajar bersama seperti biasa. Sebelum Taeyong pamit pergi karena berkata ingat sesuatu dan harus mendatangi suatu tempat. Taeyong juga bilang hyungnya akan pulang malam itu, jadi dia memilih untuk tak menginap seperti biasa.

Apa seseorang melakukan sesuatu yang buruk padanya? Kecelakan saat perjalanan pulang? Atau―

"Dia mencoba bunuh diri."

.


To be Continued

.


A/N:

Err. Ini sudah lamaaaaaa sekali sejak terakhir update. Udah penuh lumut kayanya. Entah masih pada inget ceritanya atau enga, tapi aku cuma bisa bilang maaf dan terimakasih buat kalian semua minna-san TTTT . TTTT