4th Plate: How to 'get' the Girl! Part 3
Gyaaa! Maafkan saya yang telat update! Karena masih liburan ditambah lagi baru saja selesai bulan Ramadhan, saya jadi tidak punya kesempatan untuk update (karena harus bantu emak beres-beres dan sebagainya). Uhm, ya sudah, langsung ke cerita saja ya. Tapi sebelum itu saya mau mengucapkan, Selamat Hari Raya Idul Fitri, 1437 H! Mohon maaf lahir dan batin semua~! :D
Happy Read! XD
"Hoaamm…"
"Eh? Tidak biasanya kau tampak lesu begitu, Gempa?" Tanya Taufan heran melihat salah satu adik kembarnya yang biasanya terlihat kalem dan tenang tampak begitu malas-sedikit mengingatkannya pada Boboiboy Ice yang kini di tinggal di rumah untuk yang kesekian kalinya.
"Umm…soalnya kemarin aku begadang buat kerjain PR bahasa yang aku lupakan," Jawab Gempa dengan suara serak.
"Eh? Kak Gempa lupa buat PR?" Kaget Blaze dengan reaksi kelewat lebay.
"Habis…aku bertaruh hari ini akan menjadi hari kerja paling melelahkan dalam hidupku…" Gumam Gempa.
"Memangnya kenapa? Ah…aku baru ingat, katanya Ejo jo hari ini akan pergi keluar kota ya?" Ucap Taufan.
"Dan katanya general manager akan datang bersama dengan Chief," Sambung Halilintar yang sejak tadi hanya mendengarkan percakapan adik-adiknya.
"Hee…aku jadi penasaran seperti apa general manager kita itu," Komentar Blaze antusias.
"Dia masih kerabatnya manager Ejo jo sih…tapi dia masih lebih muda. Usianya sekitar…20 tahunan gitu," Ucap Gempa.
"Aku harap dia tidak se-aneh Ejo jo. Karena menurutku Ejo jo itu contoh yang paling buruk di antara semua manager restoran yang pernah aku dengar," Canda Taufan.
"Maa, semakin cepat kita sampai, akan semakin cepat kita tau siapa general manager itu," Ucap Halilintar sambil mengangkat bahu.
"Gempa, mungkin sebaiknya kau istirahat di rumah saja," Saran Taufan yang merasa prihatin melihat kondisi kembar Boboiboy ketiga yang tampak seperti mayat hidup tersebut.
"Nggak apa-apa, Kak Taufan…aku baik-baik saja kok. Makasih ya," Tolak Gempa berusaha untuk memasang senyum manis meskipun pada akhirnya senyum yang dihasilkannya malah mirip seperti cengiran vampir.
"Maa…Kak Gempa memang seperti biasa selalu tampak begitu perfeksionis," Komentar Blaze sambil tertawa kecil, karena menurutnya di antara semua saudara-saudaranya, Gempa adalah kembarannya yang paling normal dan mungkin 'waras'.
Dan tidak seperti kedua kakaknya yang lain, Gempa seperti tidak mengalami kesulitan atau masalah di tempat kerjanya (masalah Yaya yang sering memukul laki-laki disekitarnya itu lain cerita).
~Working!~
"Yo, semua!" Seperti biasa, Taufan adalah orang yang menyapa staff yang lain mewakili saudara-saudaranya yang lain.
"Yaya belum datang ya?" Tanya Gempa begitu menyadari staff yang berkumpul di ruang istirahat hanya Ying, Gopal, dan Fang.
"Yaya katanya akan sedikit telat…dan itu membuatku khawatir," Jawab Ying.
"Khawatir?" Ulang Taufan tidak mengerti.
"Gimana yah…selama ini Yaya selalu datang lebih awal dari kami semua baik itu mau ke sekolah atau ke tempat kerja…itu semua dia lakukan agar bisa terhindar dari laki-laki," Jelas Ying.
"Biar ku koreksi, maksudnya laki-laki yang terhindar darinya," Sambung Halilintar tanpa sedikit pun menampakkan ekspresi.
"Kak Hali ternyata masih belum bisa menerima kenyataan ya?" Komentar Taufan sweatdrop.
"Yah…semacam itu lah. Aku sudah menghubunginya tadi dan katanya sih, dia akan baik-baik saja karena dia tidak akan berangkat sendiri," Jelas Ying.
"Kalo begitu tidak usah di cemaskan. Ah…bagaimana dengan general manager itu?" Tanya Blaze yang tampak penasaran mengenai seperti apa atasan dari Ejo jo tersebut.
"General manager akan tiba sebentar lagi. Bagaimana jika kita segera membuka restorannya saja," Usul Gopal dan langsung di setujui oleh staff yang lain.
~Working!~
"Halo, semua. Sepertinya tempat ini masih belum banyak berubah ya," Seorang pria berperawakan seperti seorang pegawai kantoran dengan surai kehijauan datang memasuki restoran dengan sebuah koper yang ditenteng di tangan kanannya.
"Adu du!" Kaget Gopal karena saat ini pria bernama Adu du itu muncul tiba-tiba di saat dirinya sedang mengepel lantai.
"Apa Ejo jo sudah pergi?" Tanya Adu du tanpa menggubris teriakan Gopal.
"Yah…baru 5 menit yang lalu. Kenapa lama sekali?" Tanya Ying.
"Ada sedikit kesalahan teknis dengan mobilku. Probe tidak mengisi bensinnya semalam," Jawab Adu du sambil mengangkat bahu.
"Hmm…sepertinya ada beberapa hal yang ku lewatkan ya?" Adu du mengangkat alisnya begitu melihat ada tiga orang dengan wajah persis dengan Boboiboy Gempa.
"Ya, mereka pekerja baru. Halilintar, Taufan, dan Blaze. Mereka saudara kembarnya Gempa," Jelas Ying.
"Hmm…aku mengerti," Adu du menganggukkan kepalanya dengan tangan yang menggosok bawah dagunya.
"Oh? Jadi dia general manager itu?" Gumam Taufan.
"Dia lebih muda dari Ejo jo, tapi kok bisa ya menjadi atasannya Ejo jo?" Tanya Blaze bingung.
"Ceritanya agak rumit. Tapi katanya sih, yang membangun tempat ini memang manager Adu du sih," Jelas Gempa.
"Hooaamm…aku sedikit mengantuk. Karena aku harus melakukan perjalanan dari KL ke sini dengan system kebut semalam…aku jadi kurang tidur," Desah Adu du sambil menguap lebar-lebar.
"Jika kalian menginginkan sesuatu, silahkan hubungi aku…mm…2 jam lagi," Ucapnya kemudian menghilang di balik ruangan Ejo jo dan sedetik kemudian, suara dengkuran mulai terdengar samar-samar.
"Apa-apaan? Kemana perginya sikap berwibawanya tadi?" Komentar Taufan sweatdrop.
"Ehehehe…Adu du memang seperti itu. Well, meski masih muda, Adu du cukup sibuk kalian tau," Jelas Ying sambil tertawa kecil.
"Hee…jarang juga bisa menemukan tipe orang seperti dia, yang bisa sukses di usia muda begitu," Komentar Blaze.
"Ehm…bukan itu maksudku," Ucap Ying sambil mengibas-ngibaskan tangannya.
"Eh, lalu? Memangnya jika bukan karena bisnis, Adu du itu sibuk karena apa?" Tanya Taufan.
"Aha…yah…Adu du itu sibuk mencari isterinya yang menghilang. Kalo tidak salah sih, sudah lebih dari setahun Adu du terus mencari isterinya tapi nggak ketemu-ketemu. Makanya Adu du jarang berada di restoran," Jelas Gempa sambil cengengesan.
"Lha? Apa-apaan itu?" Taufan dan Blaze pun sweatdrop berjamaah, tapi sedikit memakluminya, karena Adu du itu juga masih berkerabat dengan Ejo jo yang sampai sekarang tidak jelas tingkah lakunya.
~Working!~
"Ah…sudah saatnya istirahat," Gumam Gempa ketika matanya tak sengaja menatap jam dinding yang termpampang tidak jauh dari counter.
"Kalo begitu pergi lah. Aku yakin Blaze bisa menggantikan pekerjaanmu dengan baik," Ucap Ying.
"Yep, serahkan saja padaku, Kak Gempa!" Ucap Blaze dengan pose hormat ala tentara-tentara militer.
"Maa, baiklah. Setidaknya itu masih lebih baik daripada kau hanya harus berdiri di samping pintu masuk seharian," Tukas Gempa sambil mengangkat bahu kemudian berjalan menuju belakang counter.
"Ah, Gempa. Aku ikut," Taufan yang juga sudah menyelesaikan tugasnya buru-buru berlari menyusul adik pertamanya tersebut.
"Hmm…setelah dipikir-pikir, kau itu hebat juga ya, Gempa," Gempa menoleh ke arah kakak keduanya itu dengan bingung.
"Maksud Kakak?" Tanya Gempa sambil mengerutkan keningnya.
"Yah…jika dibandingkan dengan aku atau mungkin Kak Hali, kau tampaknya bisa leluasa bekerja disini padahal restoran ini cukup aneh menurutku," Jelas Taufan dengan nada bercanda.
"Biasa saja, kok. Aku sudah terbiasa dengan suasana ini. Lagipula…yang harus aku lakukan hanya bekerja saja seperti biasa meskipun yang lain memang…umm…tampak agak aneh," Gumam Gempa di selingi tawa kecil kemudian tangannya membuka pintu ruang staff yang sejak tadi tertutup rapat.
"GEMPA~!"
"UWAAA!"
Gempa reflek langsung melompat ke pelukan Taufan-membuat Taufan otomatis menggendongnya ala bridal style-dengan wajah panik seperti sedang melihat pocong lagi kejar-kejaran sama tuyul(?).
"Oy, Gempa…ada apa?" Tanya Taufan bingung karena ini kali pertama dirinya melihat adiknya tampak begitu panik dan ketakutan.
"Lama tidak berjumpa~!" Sapa seorang gadis berambut panjang sepunggung sambil tersenyum manis.
"Uh…kau mengagetkan ku," Gumam Gempa masih merasa sedikit syok kemudian dengan perlahan turun dari gendongan kakaknya tersebut.
"Hehehe…kangen padaku?" Tanya gadis itu disertai senyum lebar di parasnya yang cantik.
Gempa tidak menjawab, hanya menghela napas sambil mengurut pelipisnya-terlihat sepertinya Gempa sudah terbiasa dengan situasi ini.
"Umm…Gempa, siapa dia?" Tanya Taufan yang menyadari gadis di hadapannya ini mengenakan seragam yang sama dengan yang dikenakan Ying, menandakan gadis ini juga merupakan staff dari ATthree.
"Ehm…dia chief restoran ini," Jawab Gempa dengan nada ogah-ogahan.
"Yahoo! Aku Hanami, panggil saja aku Hana. Yoroshiku~!" Gadis bernama Hanami itu memperkenalkan diri dengan sedikit bersemangat seperti gaya seorang penyanyi yang sedang mengadakan live konser.
"Hanami…?" Taufan memiringkan kepala bingung.
"Yah…Hana itu keturunan Jepang jadi begitulah," Jawab Gempa sambil mengangkat bahu.
"Hee…keren sekali. Kau juga tampaknya seusia kami tapi sudah jadi Chief?" Kagum Taufan.
"Biasa saja kok. Aku bisa dibilang sudah kenal lama dengan manager Ejo jo jadi aku jadi chief disini deh," Jelas Hanami sambil mengibas-ngibaskan tangannya.
"Gitu ya? Ejo jo punya banyak kenalan juga rupanya…" Batin Taufan sedikit sweatdrop.
"O iya ngomong-ngomong, wajahmu kok bisa mirip sama Gempa ya?" Tanya Hanami.
"Ah…ya, aku saudara kembarnya, Boboiboy Taufan. Tapi panggil saja aku Taufan," Ucap Taufan.
"Oh…kalo begitu salam kenal, aku pacarnya Gempa, Hanami desu!" Taufan speechless, Gempa facepalm, sedangkan Hanami masih memasang senyum manis seolah kata-katanya itu memang sudah biasa.
"T-tunggu…Gempa, kau punya…punya pacar?" Taufan menoleh patah-patah ke arah sang adik yang masih terdiam di sampingnya.
"K-kakak salah paham! Dia bukan pacarku, dia hanya seniorku yang membimbingku saat aku pertama kali bekerja disini," Jelas Gempa buru-buru dengan wajah panik.
"Benarkah? Karena rasanya sangat aneh jika kau bisa mendapat pacar mendahului aku," Tuntut Taufan sambil berkacak pinggang.
"Suer, Kak Taufan. Hana itu hanya seniorku di tempat ini! Kau juga, jangan ngomong yang tidak-tidak dong," Ucap Gempa sambil menatap Hana dengan cemberut.
"Aw…kau manis sekali, Gempa. Tapi kenapa kau tidak mau jadi pacarku?" Tanya Hanami sambil bergelayut manja di lengan Gempa yang kini wajahnya sudah berubah biru.
"Duh…Kak Taufan, tolongin," Pinta Gempa dengan nada memelas.
"Eh…memangnya aku harus bagaimana?" Tanya Taufan bingung sambil menggaruk tengkuknya.
"Hana, hentikan. Jangan membuat kesan yang tidak baik di hadapan pekerja baru, dong," Yaya yang baru keluar dari ruang ganti menatap temannya tersebut sambil menggelengkan kepala.
"Memangnya kenapa, Yaya? Kau iri karena tidak bisa sedekat ini dengan laki-laki?" Cibir Hana dengan senyum yang sedikit mengingatkan Taufan pada Fang ketika sedang mengganggu Halilintar.
"B-bukan begitu! Lagipula, kau itu sudah kelewatan tau!" Elak Yaya dengan wajah memerah.
"Oy, sebenarnya ini kenapa sih?" Taufan akhirnya menyuarakan pikirannya.
"Umm…dia chief restoran, Hanami. Well…dia sudah mengambil cuti selama kurang lebih sebulan ini karena suatu kendala…dan dia juga kayaknya mengidap Gempa complex atau semacamnya," Jelas Yaya.
"Aku tau adikku ini memang menawan, tapi aku tidak menyangka dia memiliki penggemar fanatik seperti ini…" Komentar Taufan setengah bercanda.
"Hah? Aku bukan penggemarnya. Aku memang sudah ditakdirkan untuk hidup bersama Gempa~" Hanami kembali bergelayut manja di lengan Gempa.
"Hana, hentikan. Gempa mau istirahat, kalo kau mengganggunya terus, waktu istirahatnya bisa terbuang dan cepat sana melapor sama Adu du," Ucap Yaya sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Huh…nggak asik…" Hanami mendesah kemudian dengan ogah-ogahan melepaskan cengkramannya dari lengan Gempa dan segera berlalu menuju ruang manager-tentunya setelah memberi 'kiss bye' pada Gempa yang makin specchless.
"Wow…apa dia selalu seperti itu?" Tanya Taufan sambil menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah laku gadis yang menurutnya lumayan manis tapi ternyata memiliki sifat yang agak aneh seperti itu.
"Maaf, Hana sungguh sangat terobsesi dengan Gempa. Itu semua berawal saat dirinya mendapat tugas untuk menjadi pemandu Gempa ketika Gempa baru pertama kali bekerja disini. Dan seiring berjalannya waktu, sepertinya Hana jadi kegirangan sendiri jika berdekatan dengan Gempa," Jelas Yaya.
"Well…ini bukan pertama kalinya ada yang menyukai adikku jadi aku tidak akan memikirkannya. Yang membuatku sangat kagum adalah…" Taufan yang kini sedang duduk bertopang dagu terdiam kemudian kedua netranya menatap Yaya yang masih berdiri di depannya dengan wajah watados.
"Hebat sekali bisa berbicara denganku sesantai ini padahal Kak Hali masih saja kena bogem 3 kali sehari," Wajah Yaya langsung memerah ditambah lagi Taufan-yang memang bermaksud menggodanya-kini memasang senyum ala Saitama dari fandom sebelah.
"Mou! Kalo kau tidak mengingatkanku mungkin aku akan baik-baik saja…" Gerutu Yaya kemudian tanpa buang-buang waktu langsung tancap gas keluar dari ruang staff meninggalkan Taufan yang masih memasang senyum songong dan Gempa yang sweatdrop dengan kebiasaan kakak keduanya tersebut.
~0~0~0~
"Halo, Fang! Lama tak berjumpa!" Fang yang sedang menumis sayur sedikit tersentak dengan suara cempreng dari belakangnya yang baru saja menganggu kosentrasinya.
"Hana…kau lupa minum obat lagi ya?" Tanya Fang setengah kesal.
"Hey…jangan kasar dong, nanti gantengnya ilang lho~" Goda Hana sambil mengedipkan sebelah matanya dan hanya mendapat respon putaran bola mata bosan dari Fang.
"Kenapa kau tidak pergi kedepan dan bantu Ying sana? Daripada kau hanya mengganggu disini," Ucap Fang kembali focus pada pekerjaannya.
"Ayolah, aku kan hanya ingin menyapa. Jangan dingin begitu dong," Sahut Hana tanpa sedikit pun bergeser dari tempatnya berdiri.
"Tidak, aku serius…sebaiknya kau pergi dan jangan tengok ke belakang. Ah…tapi kalo mau keluar kau harus membalikkan badanmu yah…" Gumam Fang tidak jelas dan lebih kepada dirinya sendiri.
Hana yang tidak mengerti hanya memiringkan kepala bingung kemudian tanpa mempedulikan ucapan Fang, Hana langsung menolehkan kepalanya ke belakang, dan langsung terdiam melihat seorang pemuda berpakaian koki dengan topi hitam-merah sedang berdiri di hadapannya dengan aura-aura gelap di sekitar tubuhnya.
"A-ano…" Hana tersenyum gugup sambil perlahan-lahan mundur kebelakang.
"Kau…" Halilintar memperhatikan gadis bersurai kecokelatan tersebut dengan mata yang menajam.
"Siapa…?" Lanjutnya.
"Ah…aku Hanami, tapi panggil saja aku Hana. Oh iya…wajahmu mirip dengan Taufan dan Gempa…" Gumam Hana.
"Jadi kau sudah bertemu Taufan? Aku saudara kembar mereka, Halilintar," Ucap Halilintar yang kini sudah tidak mengeluarkan aura-aura gelap lagi.
"Halilintar? Wah…kalian sebenarnya kembar berapa sih?" Kagum Hana.
"Lima," Jawab Halilintar singkat, padat, dan jelas.
"Serius? Ada empat orang yang wajahnya sama kayak Gempa…" Wajah Hana mulai memerah dengan aura-aura blink-blink bertebaran di sekitarnya.
"Kalo begitu sekali lagi, perkenalkan, namaku Hanami. Aku chief di restoran ini, dan aku juga pa-hmmmmppphh!" Fang dengan cepat langsung membekap mulut Hana sebelum gadis itu meracau lebih jauh lagi dan membuat kekacauan di dapurnya.
Halilintar yang tidak mengerti dengan tingkah laku kedua rekannya tersebut hanya mengerutkan kening,
"Woy…kalo masih mau melihat esok hari, mending jangan ngibul di depan Halilintar deh. Dan sebaiknya cepat ke depan saja sana," Bisik Fang cepat dan langsung mendorong Hana yang belum selesai mencerna ucapan Fang tersebut keluar dari dapur, meninggalkan tanda Tanya pada Halilintar yang memutuskan untuk tidak ambil pusing dan kemudian men-cap chief restoran tersebut sebagai orang aneh juga.
~Working!~
"Akhirnya aku punya waktu untuk mengistirahatkan punggungku~!" Blaze mendobrak pintu masuk ruang staff dengan kasar kemudian langsung melakukan peregangan setelah masuk.
"Bisa tidak santai sedikit? Kau mengagetkanku," Ucap Taufan sambil memijit kepalanya yang terasa nyut-nyutan dan hanya di balas cengiran watados dari sang adik.
"Oh? Sudah jam segini ya?" Gempa segera berdiri dari duduknya dan kemudian berjalan keluar dari ruang staff.
"Kak Taufan juga sana, waktu istirahat kakak sudah selesai kan?" Ucap Blaze sambil mendudukkan dirinya di kursi yang sebelumnya di duduki Gempa.
"Eh..kepalaku sakit apa aku tidak boleh dapat despensasi?" Tanya Taufan sambil memegangi kepalanya dengan dramatis.
"Kak Taufan di cariin Ying tuh. Sana pergi ah," Usir Blaze tanpa menggubris acting Taufan.
"Poo! Blaze payah…eh…tapi Ying ada urusan apa denganku…?" Gumam Taufan yang kemudian berdiri dari duduknya dan berjalan keluar meninggalkan Blaze yang kini mulai masuk ke dalam dunia mimpinya.
~Working!~
"Gempa! Kau sudah kembali~~~!" Hana yang baru saja selesai mengantar makanan ke meja pelanggan langsung melompat memeluk lengan Boboiboy ketiga tersebut secara tiba-tiba.
"Uh…tolong aku…" Gumam Gempa dengan wajah yang berubah biru.
"Hana, Gempa baru saja selesai istirahat. Jangan ganggu dia terus dong," Nasehat Ying yang merasa agak kasihan dengan Gempa yang selalu menjadi sasaran peluk chief ATthree tersebut.
"Tidak masalah kan? Toh Gempa juga tidak keberatan~~~" Ucap Hana tanpa sedikit pun bergeser dari tempatnya.
"Masalahnya…kalo Halilintar melihatmu…aduh…" Ying sendiri sampai kehabisan kata-kata untuk menghentikan kebiasaan Hana tersebut.
"Oy, ada pelanggan disini. Jangan hanya berdiri disana, kalian!" Teriak Gopal yang tampak kewalahan mengurus pelanggan di tiga meja yang berjauhan sekaligus.
"Ah…aku akan segera kesana. Hana, tolong lepaskan," Gempa dengan pelan mendecakkan lengannya sampai cengkraman dari gadis keturunan Jepang tersebut terlepas kemudian bergegas menuju ke tempat Gopal.
"Mou…Gempa, seharusnya kau jangan malu-malu gitu dong," Ucap Hana sambil tersenyum geli kemudian berlari menyusul Gempa.
"Wow…ternyata chief itu serius mengincar adikku?" Komentar Taufan yang baru datang sambil tersenyum sweatdrop.
"Begitulah. Sebenarnya sebelum kalian bekerja disini, tingkah laku Hana itu jauh lebih parah dibandingkan sekarang," Gumam Ying.
"Benarkah? Aku jadi tidak ingin membayangkannya," Canda Taufan sambil tertawa kecil.
"Ngomong-ngomong, ada perlu apa mencariku?" Tanya Taufan mengganti topic.
"Eh? Tidak kok. Aku tidak mencarimu," Jawab Ying sambil mengibaskan tangannya.
"Hah? Tapi kata…oh, Blaze…dia menipuku…" Gumam Taufan sambil tersenyum geli meskipun guratan kesal sudah bermunculan di pelipisnya serta kedua tangannya terkepal erat.
"Apa…Blaze melakukannya karena kau tidak mau keluar, hmm?" Sindir Ying.
"Yah…memang sih. Tapi kenapa dia harus menggunakan namamu? Dan kenapa juga aku malah bereaksi ketika dia menggunakan namamu?" Tanya Taufan sambil menggosokkan jari telunjuk dan jempolnya di bawah dagu.
"Entah…mungkin…" Ying dan Taufan saling bertatapan di saat yang bersamaan, dan dalam 3 detik, wajah Ying langsung memerah seketika.
"T-tidak…i-itu hanya kebetulan. Ya! K-kebetulan!" Seru Ying sambil menjentikkan jarinya.
"Hah? Kau bicara apa? Dan kenapa wajahmu merah gitu? Kau demam ya? Kenapa tidak istirahat saja?" Tanya Taufan bertubi-tubi dan secara perlahan wajahnya mendekat ke arah Ying yang makin salah tingkah.
"A-aku sehat kok! A-ada pelanggan tuh, aku p-pergi dulu ya. Bye!" Ying-masih dengan wajah merahnya-buru-buru tancap gas menuju ke arah pelanggan yang baru datang.
"Lha…kenapa dia?" Gumam Taufan tidak mengerti sambil menggaruk belakang lehernya.
~Working!~
"Dengan tidak adanya Ejo jo, persediaan di dapur menjadi lebih tahan lama. Entah kenapa aku mensyukuri hal itu," Ucap Fang sambil mengangguk-anggukkan kepalanya dengan bangga.
"Kau daritadi ngomong apa sih?" Halilintar yang sedang membersihkan gelas sweatdrop seketika dengan tingkah laku aneh dari seniornya tersebut.
"Kau sebagai junior mending diam saja. Jika kau sudah pro sepertiku, pasti kau bisa merasakan bagaimana kemerdekaan dapur yang tidak dikuasai oleh manager sableng berambut hijau," Sahut Fang masih dengan nada bangganya.
"H-halilintar, pesanan dari meja 6,"
"Ck! Aku kan sudah bilang, aku bukan juniormu!" Bentak Halilintar kesal.
"Tapi bukankah Gempa sendiri yang mengatakan itu padamu? Sudahlah, terima saja kenyataannya. Ngomong-ngomong, ada pesanan tuh," Ucap Fang santai.
"Aku tidak terima punya senior berotak tidak beres seperti mu! Aku…"
Halilintar terdiam, karena tangannya yang baru saja mengambil kertas pesanan dari meja counter merasa seperti memegang sesuatu yang lain.
"Ehm…biasanya memang kalo dikejar oleh anjing, orang akan reflek melihat kebelakang," Ucap Fang tidak nyambung.
"Hah? Apa maksud-" Halilintar membeku di tempat karena begitu melihat kebelakang, tampak Yaya yang berdiri di depan counter dengan wajah semerah saus sambal.
"T-ta-ta-tangan…" Gumam Yaya berusaha keras untuk berbicara normal. Halilintar baru saja menyadari, yang memberikan kertas pesanan tersebut kepadanya adalah Yaya, dan hebatnya, Halilintar saat ini masih dalam keadaan memegang tangan Yaya tanpa sadar karena sibuk berdebat dengan Fang tadi.
"Author sialan…apanya yang hebat…?" Batin Halilintar kesal bercampur panik, tapi anehnya tangannya sama sekali tidak bergerak dari atas tangan Yaya.
"H-halilintar…maafkan aku…!" Yaya dengan cepat menarik tangannya dan kemudian tangannya yang satu lagi terayun dengan cepat ke arah Halilintar yang pasrah.
~Working!~
"Oke…sepertinya kata-kataku terbukti," Komentar Fang datar setelah melihat Yaya kabur dari counter meninggalkan Halilintar yang jatuh terkapar di bawah meja.
"S-sial…aku benar-benar akan membunuhmu nanti, senior brengsek!" Umpat Halilintar setelah susah payah bangkit.
"Wah,wah…coba lihat siapa yang baru saja mendapat pengakuan dari juniornya?" Goda Fang dengan senyum songongnya.
"S-sialan kau…!" Halilintar meremas pinggiran meja counter hingga retak, tak lupa aura-aura horror mulai menguar dari tubuhnya.
"KUBUNUH KAU, LANDAK BRENGSEK!"
"Aduh…aku harus melihat apa yang terjadi di dapur sana," Ucap Ying sambil facepalm.
"J-jangan, Ying…nanti kau tidak akan selamat," Cegah Blaze dramatis.
"Jangan khawatir, aku akan baik-baik saja, tapi mungkin dapur dan Fang tidak. Aku pergi ya," Ying buru-buru lari ke arah dapur sebelum anak pertama dari Boboiboy bersaudara tersebut menghancurkan seisi dapur.
"Itu semua gara-gara aku. Hwaa…kenapa aku tidak bisa menghilangkan phobia aneh ini, sih?!" Umpat Yaya sambil mengacak-acak kerudungnya.
"Sudahlah, Yaya. Itu bukan kesalahan mu, hanya saja mungkin bukan takdirmu untuk bisa dekat dengan laki-laki. Iya kan, Gempa~?" Ucap Hana sambil menyergap lengan Gempa untuk yang kesekian kalinya.
"Hana, aku mohon lepaskan. Aku tidak bisa bekerja kalo seperti ini," Keluh Gempa.
"Baik,baik, tapi aku tetap akan menunggumu, Gempa~!" Hana melepaskan pelukannya dan kesempatan itu digunakan Gempa untuk pergi sejauh-jauhnya dari chief restoran tersebut.
"Hana, apa kau tidak terlalu berlebihan?" Tanya Yaya.
"Berlebihan apanya?" Tanya balik Hana.
"Maksudku…kau terus-menerus menempel ke Gempa. Aku pikir itu hanya membuat Gempa merasa risih," Ucap Yaya.
"Tapi…aku kan menyukainya, kenapa tidak?" Ucap Hana santai.
"Tapi kalo kau seperti itu terus, lama-kelamaan Gempa bisa membencimu, lho," Ucap Yaya, sedikit membuat Hana terdiam.
"T-tidak mungkin. Gempa kan baik, tidak mungkin dia akan membenciku," Elak Hana sambil mengibas-ngibaskan tangannya.
"Kau yakin?" Tanya Yaya yang semakin memperburuk isi pikiran Hana.
"T-tentu saja. Nah, aku pergi dulu, ada pelanggan," Hana bergegas pergi meninggalkan Yaya yang masih menatapnya dengan iba.
~Working!~
"Ini dia, satu nasi goreng tomat dan satu teh tarik, silahkan dinikmati," setelah membawakan pesanan kepada pelanggan di meja nomor 4 dan undur diri, Hana bergegas menuju meja lain untuk menanyakan pesanan dari penghuni meja tersebut.
"Ah…Gempa," Hana kebetulan berpapasan dengan Gempa yang baru saja mau menuju dapur.
"Uh…hai. Tolong jangan ganggu aku untuk sementara waktu oke," ucap Gempa sambil tersenyum-meski terlihat jelas senyum tersebut dipaksakan-kemudian kembali melanjutkan perjalanannya menuju dapur.
"Gempa…" Hana menatap punggung Gempa yang semakin menjauh dengan lesu. Mendadak kata-kata Yaya tadi kembali terngiang di kepalanya.
"T-tidak! Kau harus tetap optimis, Hana…" batin Hana pada dirinya sendiri.
~Working!~
"Hmm…" Adu du yang kini sedang berada di ruangannya (ruangan Ejo jo lebih tepatnya) tampak memperhatikan tumpukan kertas di atas meja dengan intens.
"Sepertinya Ejo jo melakukan suatu tindakan yang tidak benar…dan kenapa juga dia malah meminta Halilintar untuk menjaga si Yaya itu…" Adu du bergumam-gumam sendiri sampai tidak sadar ada seseorang yang baru saja membuka pintunya.
"Incik Boss!"
"Huwaa!"
Adu du yang sedang berkosentrasi pun langsung terjungkal dari kursinya karena baru saja di kagetkan oleh pria-seperti seusia Ejo jo-bersurai ungu yang muncul tiba-tiba.
"Woy! Kau ini kan aku bilang kalo mau menemuiku ketuk pintu dulu!" sembur Adu du sambil mengelus belakang kepalanya yang terlihat membengkak.
"Hehehe…maaf, Incik Boss…habis ini penting sih," pria ungu tersebut hanya cengengesan sambil membetulkan sunglasses merah miliknya.
Adu du pun hanya memutar mata dan kembali ke tempat duduknya, "Jadi, Probe…ada perlu apa? Dan dimana mobilnya?" tanya Adu du.
Asistennya yang bernama Probe itu kemudian memasang senyum cerah, "Aku berhasil menemukan petunjuk dimana isteri Incik Boss berada!" serunya kelewat antusias.
"Hah?! Kau menemukan petunjuk tentang keberadaan Ki kita?! Kalo begitu katakan!" seru Adu du ikutan antusias.
"Ini, anda bisa melihatnya di kertas ini," ucap Probe sambil menyerahkan secarik kertas yang berisikan alamat.
"Aduh…tempat ini jauh sekali. Aku tidak bisa pergi jika Ejo jo belum ada disini," desah Adu du.
"Jangan risau, Incik Boss. Ejo jo bilang pekerjaannya hari ini ternyata di pending dan kemungkinan Ejo jo sudah bisa kembali lusa," lapor Probe lagi.
"Hmm…boleh lah, kalo begitu kau siapkan saja mobilnya. Kita berangkat lusa pagi nanti," titah Adu du.
"Siap, Incik Boss!" Probe membungkuk hormat kemudian melangkah menuju pintu keluar, meninggalkan Adu du yang kini sedang menatap langit sambil tersenyum-senyum tidak jelas ala ABG di mabuk cinta(?).
~Working!~
Hana menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, tapi tampak bahwa gadis keturunan Negeri Sakura tersebut murung sepanjang hari. Taufan yang bertugas sebagai kasir, tentu saja bisa melihat jelas perubahan mood setiap pelayan restoran tersebut dengan mudah.
"Hana, kau tampak murung. Ada masalah?" Taufan memutuskan untuk bertanya ketika Hana kebetulan lewat di dekatnya.
"Eh? Umm…nggak kok. Apa aku menganggu?" tanya balik Hana berusaha untuk tersenyum.
"Hmm…apa ini ada hubungannya dengan Gempa?" Hana tidak menjawab, tapi dilihat dari raut wajahnya, Taufan sudah tau benar apa jawabannya.
"Aneh, padahal tadi kau bersemangat sekali dan nempel-nempel ke Gempa terus. Kau lagi kena mood-swing?" tanya Taufan lagi dengan nada bercanda.
"Aku hanya…umm…aku hanya mencoba untuk menjauhi Gempa untuk sementara…karena…a-aku…aku tidak ingin dia membenciku…" jawab Hana dengan sangat pelan, tapi cukup untuk di dengar Taufan.
"Lha? Kenapa berpikir begitu? Gempa tidak akan membencimu, tenang saja," ucap Taufan santai.
"Eh?" Hana mengangkat kepalanya dan memandang kembaran Boboiboy kedua tersebut berniat mencari kepastian.
"Hehehe…Gempa itu…dia itu anak yang baik, sopan, perhatian, dan pokoknya gentleman lah. Dia tidak akan membencimu hanya karena kau terlalu terobsesi dengannya. Bahkan, semarah apapun, sekesal apapun Gempa terhadap kami, saudara-saudaranya, Gempa tidak akan pernah membenci kami," jelas Taufan sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Malah…aku pikir Gempa lagi mencarimu tuh. Dia mungkin merasa aneh karena kau tidak mencoba untuk mendekatinya," sambung Taufan dengan jempol menunjuk ke arah Gempa yang sedang bercakap-cakap dengan Halilintar di dapur.
"Oh…"
Hana memandang pujaan hatinya itu dari jauh dengan tatapan yang sulit diartikan, sampai akhirnya memasang senyum manisnya, "Terima kasih, Taufan! Langgeng ya, dengan Ying!" ucap Hana senang sebelum berlari menuju dapur.
"Huh? Apa maksudnya?" Taufan memiringkan kepala bingung dengan ucapan terakhir dari gadis bersurai hitam tersebut.
"Kau membantu percintaan seseorang, ironisnya kau sama sekali tidak sadar dengan masalahmu sendiri. Lucu sekali," komentar Fang-yang mendengar semua percakapan Taufan dengan Hana-kemudian berlalu menuju dapur.
"Hah? Mereka ngomong apa sih?" gumam Taufan gagal paham sambil menggaruk pipinya.
~Working!~
"Umm…Gempa?" Gempa yang baru saja mau menyusul saudara-saudaranya keluar restoran segera menoleh ke arah sang gadis Jepang yang baru saja memanggilnya.
"Hana? Ada apa?" tanya Gempa tenang.
"Umm…anu…" Hana terdiam, dan suasana pun menjadi hening di dalam ruang staff yang memang kebetulan tinggal mereka berdua di dalam sana.
"Umm…aku…"
"Maaf ya,"
Hana mengerjapkan matanya bingung, karena tiba-tiba pemuda di depannya ini malah minta maaf duluan.
"Kenapa…kenapa kau minta maaf?" tanya Hana tidak mengerti.
"I-itu…itu karena sepertinya aku membuat mu merasa tidak enak sampai kau tidak lagi mendekatiku kan? Aku tidak bermaksud begitu. Hanya saja…aku agak sedikit terganggu saat bekerja tadi," jelas Gempa sambil mengalihkan wajahnya ke arah lain.
"Oh…tidak kok. Harusnya itu kalimatku. Aku juga tidak bermaksud mengganggumu, aku hanya…s-suka…suka berada dekat denganmu! A-aku tidak mau kau membenciku," ucap Hana cepat dengan wajah semerah tomat.
Dirinya merasa aneh, padahal biasanya gadis itu bisa mengucapkan kata suka ke Gempa dengan mudah, tapi kenapa sekarang rasanya begitu memalukan?
"Eh? Aku tidak membencimu. Aku sebenarnya senang kok, jika kau merasa nyaman di dekatku. Tapi lain kali, jangan berlebihan ya," ucap Gempa sambil tersenyum manis kemudian tanpa sadar tangannya terangkat dan mengelus surai hitam gadis yang tingginya mencapai dagunya tersebut.
"Ah…baiklah!" Hana tersenyum manis-mendadak membuat wajah Gempa ikut merona dan dengan cepat menarik tangannya yang masih setia mengelus rambut gadis tersebut.
"Uh…s-sekarang sudah sepi…aku mau pulang dulu ya," ucap Gempa berusaha menyingkirkan kecanggungannya.
"Uh…iya. Sampai jumpa besok, Gempa," sahut Hana masih setia dengan senyumnya.
Gempa mengangguk dan kemudian keduanya keluar dari ruangan tersebut dan berpisah arah tepat setelah keluar dari halaman belakang.
"Hah…aku kenapa sih…" desah Gempa setelah berhasil meredakan detak jantungnya yang terasa seperti di hantam terus-menerus oleh golem tanah(?).
"Ehm…jadi gimana?"
Gempa tersentak kaget melihat ketiga saudara kembarnya berdiri di samping tiang listrik yang tidak jauh dari restoran.
"Kalian…aku pikir sudah pulang," kaget Gempa.
"Ehehehe…aku menantikan PJ, Kak Gempa~!" seru Blaze sambil menadahkan kedua tangannya. "PJ apa? Jadian aja nggak," ucap Gempa cemberut.
"Lha? Kau belum menembaknya?" tebak Taufan.
"Kenapa, kak? Aku pikir dia suka Kak Gempa," sambung Blaze.
"Uh…aku tak yakin mau pacaran dengannya atau enggak. Lagian kan menjalin hubungan bagi sesama staff itu dilarang," desah Gempa.
"Lho? Beneran?" kaget Blaze.
"Yah…itu aturan yang sudah ditetapkan oleh Ejo jo," jawab Gempa sambil mengangkat bahu.
"Yah…sayang sekali, padahal Kak Hali sudah punya rencana," goda Taufan sambil mengerling jahil ke arah Halilintar yang sejak tadi hanya diam.
"Tch! Kau bisa diam tidak?!" ketus Halilintar sambil membuang muka-tanpa ada yang menyadari rona merah tipis di kedua pipi kembaran tertua tersebut.
"Sudah,sudah. Aku sedang tidak ingin membahasnya," desah Gempa yang kemudian mempercepat langkahnya menuju rumah.
"Hahaha…untuk beberapa alasan, aku merasa Gempa itu mirip dengan Kak Hali di saat-saat tertentu," komentar Taufan sambil tertawa.
"Ya, aku setuju," sambung Blaze sambil mengangguk-anggukkan kepala sedangkan Halilintar sendiri hanya memutar mata melihat kelakuan kedua adik hyperactive nya tersebut.
~Working!~
"Kak Gempa," Gempa sedikit terkejut melihat Ice saat ini sedang duduk di sofa ruang tamu dengan TV yang menyala.
"Ice? Tumben kau belum tidur," tegur Taufan ikut merasa aneh melihat kembaran termuda Boboiboy tersebut tidak terlelap apalagi hari sudah larut malam.
"Hmm…aku hanya menunggu kalian," jawab Ice sekenannya.
"Menunggu kami?" ulang Blaze tidak mengerti. "Pasti ada maunya nih," sambung Halilintar sambil melipat tangan di depan dadanya.
"Ah…bukan itu," Ice mematikan TV-nya kemudian menatap keempat kakak kembarnya yang masih berdiri di ambang pintu, tampak menunggu apa yang akan Ice sampaikan pada mereka.
"Kak…aku…aku mau ikut bekerja," ucap Ice mantap. Sepertinya hal ini sudah dipikirkannya selama berhari-hari.
"Hee?" Taufan memiringkan kepala bingung, Halilintar mengangkat alis, Gempa mengerjap-ngerjapkan matanya, dan Blaze hanya melongo, berusaha mencerna apa maksud dari perkataan adik terkecilnya itu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"HEEEEE?!"
Dan dari situlah Ice menyadari, keempat kakaknya itu punya satu persamaan…
Mereka sama-sama lebay.
! T B C !
Oke…sekarang saya bingung, apa-apaan dengan endingnya? Hahaha…maaf jika ada yang berpikir bahwa Ice akan bekerja di chapter ini. Sayang sekali, karena chapter ini focusnya ke Gempa, jadi Ice saya putuskan untuk bekerja di chapter berikutnya. Tapi, chapter depan nggak bakalan focus ke Ice lho. Lebih tepatnya, nggak bakalan focus ke siapa pun karena untuk yang menjadi pasangannya Blaze dan Ice nanti akan muncul entah kapan… *plak!* huh…kenapa Gempa saya pasangin sama OC? Karena karakter cewek di Boboiboy memang terbatas dan saya nggak mungkin bikin genderbender karena rasanya aneh… *tertawa garing*. O iya, bagusnya Thorn sama Solar di adain nggak di fict ini? Saya mungkin bisa melakukannya jika saya sudah tau seperti apa sifat mereka. Ah, tapi dari yang saya dengar, katanya Solar itu narsis ya? Ehm, Baiklah, itu saja…saya nggak jamin bisa update cepat, tapi akan saya usahakan deh. All right, time for preview!
Preview:
ATthree Family Restaurant dapat pekerja baru lagi! Dia adalah kembaran termuda Boboiboy, yaitu Boboiboy Ice. Kenapa sampai Ice bisa diterima? Itu masih jadi misteri. Namun sama seperti Boboiboy yang lain (termasuk Gempa), Boboiboy Ice itu juga memiliki sisi tak terduga di dalam dirinya. Dan seperti apakah ATthree dengan kehadiran Boboiboy Ice? Apa akan membantu para staff atau hanya akan merepotkan mereka saja? Yang pasti para staff hanya harus menarik napas dalam-dalam karena kini ATthree Family Restaurant pasti akan menjadi lebih ramai! ^^
Next Plate: Ice Cream in the Counter
Okay, segitu saja. See ya in the next plate~!
Review Onegai?