Brother

LeoN

Hakyeon, Taekwoon, Jisoo

Hyuk, Wonshik

Sojin, Inguk

Jaehwan, Hongbin

Yaoi

M

Romance and Hurt

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Sebuah mobil baru saja pergi dari Rumah Sakit dimana Hakyeon tengah dirawat. Mobil tersebut melaju kencang menuju kesebuah daerah yang sering mereka kunjungi, mereka, Wonshik dan Jaehwan kembali lagi ke rumah Sojin.

Mereka segera masuk kedalam rumah dan melaporkan informasi yang mereka dapatkan. Sojin yang ternyata sudah menunggu di ruang tamu segera berdiri menyambut mereka.

"Bagaimana ?"

Wonshik dan Jaehwan segera duduk di sofa berhadapan dengan Sojin. "Dia masih belum sadar"

"Bagus kita langsung bunuh saja dia" ucap Sojin bersemangat.

"Tidak. Kita harus menunggunya bangun"

"Itu terlalu lama"

"Kau ingin dia merasakan apa yang kau rasa kan ? Kita harus menunggu.."

"Tidak perlu. Aku hanya ingin dia mati. Lebih cepat dia mati lebih baik untukku"

Wonshik menghembuskan nafasnya berat dan jatuh bersandar pada sofa. "Oke, terserah kau saja"

"Lalu apa rencanamu ?"

"Kita akan bergerak tengah malam. Dan disini tugasmu menyiapkan keperluan kita untuk pergi"

"Kita akan pergi kemana ?" Jaehwan menoleh pada Wonshik yang tampak begitu serius.

"Kita bertiga harus pergi jauh dari sini hingga situasi aman. Setelah Orang itu mati, semua polisi pasti bergerak cepat. Kita harus segera kabur"

"Aku akan mengurus semuanya"

Wonshik mengangguk mengerti. Dia menggenggam tangan Jaehwan yang masih saja menatapnya khawatir.

"Kalian ingin minum apa ?" Sojin berdiri beranjak menuju dapur tidak jauh dari tempat mereka mengobrol.

"Apa saja" Jawab Wonshik dan kembali menatap Kekasihnya itu. "Ada apa ? Kenapa menatapku seperti itu"

"Kau yakin, perasaanku tidak enak"

Wonshik menganggukan kepalanya seraya mengusap lembut tangan Jaehwan. "Kita harus menyelesaikan apa yang kita mulai. Jika tidak, ini semua tidak akan berakhir"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

00.10 a.m

Wonshik dan Jaehwan baru saja keluar dari lift di lantai atas. Mereka mengenakan jaket hitam, topi, sarung tangan dan masker hitam berupaya agar kamera tidak menangkap identitas mereka. Seperti yang sudah direncanakan, Wonshik menuju di kamar VIP tempat Hakyeon dirawat.

"Disini ?"

Wonshik mengangguk, dia menoleh kesana kemari mencari bahwa tidak ada orang yang melihat mereka. Dengan aba - aba nya pada Jaehwan, mereka mengeluarkan pistol yang mereka sembunyikan didalam saku.

Wonshik membuka pintu sepelan mungkin, ruangan tersebut tampak gelap nan sepi, bahkan diatas kasur tersebut hanya ada seseorang yang tidur menghadap samping.

"Tidakkan ini tampak aneh" Jaehwan menatap ragu sekeliling ruangan yang tampak sepi. "Tidak ada yang berjaga disini"

"Ini bagus Hyung, kita bisa langsung membunuhnya"

"Tidak, tunggu" Jaehwan menarik lengan Wonshik yang hendak menuju kearah kasur pasien. "Ada yang tidak beres Wonshik-ah, percayalah padaku, kita kembali saja"

"Hyung, dia ada dihadapan kita. Hanya menembaknya tepat dikepala, dan kita akan langsung pergi darisini" Wonshik mengusap pundak Jaehwan, menenangkan kekasihnya yang tampak gelisah. "Kau tunggu disini saja, biar aku yang selesaikan"

Jaehwan mengangguk perlahan, dia menunggu di dekat pintu dengan pistol yang sedang dalam mode siaga.

Sementara Wonshik bergerak maju mendekati seorang pasien yang tengah tidur menyamping. Wonshik mengaktifkan pistolnya, menodongkan pistol itu tepat kearah kepala pasien tersebut.

Wonshik bersiap menekan pelatuknya, "Mati kau" Ucapnya pedas dengan seringainya.

GREEEEPP

"Angkat tangan !"

Namun sayang, hampir saja pelatuk itu ditekan, seseorang yang tengah tertidur itu membalikan badan dan langsung menahan tangan Wonshik seraya menodongkan pistol miliknya. Tidak hanya itu, ternyata dibeberapa tempat, seperti lemari dan kamar mandi, polisi tengah bersembunyi dan sekarang menodongkan pistolnya pada Wonshik dan Jaehwan.

Wonshik menatap sengit pria dihadapannya kini, seorang pria yang ternyata bukanlah Hakyeon.

"Kenapa ?! Kau mencari Hakyeon ?" Sindir pria dengan pakaian pasien yang mana dirinya juga terlibat dalam kecelakaan tersebut. "Ini memang kamarku, kau salah masuk kandang singa, Kim Wonshik" ucap pria itu yang juga bertugas sebagai detektif swasta, Seo Inguk. "Kau telah membuat aku seperti ini, dan aku telah menangkapmu"

"Coba saja" Tantang Wonshik yang langsung memutarkan kakinya sehingga mengenai tepat lengan Inguk yang terluka, dirinya menahan tangan Inguk yang memegang pistol dan menyandera Inguk agar polisi tidak berani menembak.

"Coba lawan aku" Wonshik berbisik sadis tepat di telinga Inguk. Dia menarik paksa Inguk turun dari kasur dan membawanya berjalan perlahan mendekati pintu dimana Jaehwan juga berada disana. "Hyung buka pintunya"

Jaehwan langsung menuruti perintah Wonshik. Pintu terbuka, Wonshik tampak bersiap menembak pelatuk dimana pistol itu berada tepat dikepala Inguk. Wonshik tersenyum dan langsung menembakan pistolnya kearah dua polisi yang berada didepannya, dia menendang Inguk dan langsung berlari keluar bersama Jaehwan.

Inguk yang terjatuh merintih kesakitan. "Kejar mereka !" Perintahnya pada polisi lain yang tidak terluka. Inguk mendekati beberapa polisi yang terkena tembakan. "Sialan kau Kim Wonshik" Umpatnya seraya memegangi lengannya yang tampak sangat sakit.

Dilain tempat, Wonshik dan Jaehwan berlari menuju lift, namun sialnya saat lift itu terbuka disana ada beberapa polisi yang menodongkan pistolnya bersama Jisoo yang juga membawa pistol. "Menyerahlah, kalian tidak bisa pergi lagi darisini"

Wonshik mendecak sebal, dia menembakan pistolnya kearah tombol lift dan membuat tombol itu rusak hingga pintu menutup. Dia menarik tangan Jaehwan dan berlari berbalik arah menuju sisi gedung.

Namun sayang dari sana, dia melihat Taekwoon tengah berlari bersama beberapa polisi menuju kearahnya.

"Bagaimana ini Wonshik-ah ?"

Wonshik kembali berdecak. Dia tampak kebingungan, setiap tempat ada polisi, mereka tidak bisa bergerak. "Disana" Tanpa aba - aba, dia langsung menarik tangan Jaehwan saat dirinya menemukan tangga darurat. Mereka segera masuk dan berlari menaiki tangga. Menyusuri tangga itu, ternyata mengarah pada atap rumah sakit. Wonshik mengunci pintu atap dan berlari seraya mencari jalan keluar. Namun sayang, atap tersebut buntu. Jikapun mereka ingin kabur, mereka harus loncat ke bawah.

"Bagaimana ini ?" Jaehwan terlihat mulai panik. "Kita kalah jumlah Wonshik-ah"

"Aku tau, kita tidak boleh menyerah Hyung, aku tidak ingin dipenjara"

"BUKA PINTU NYA !" Suara Taekwoon terdengar dibalik pintu seraya mengedor pintu tersebut.

"Mereka sudah ada disini, kita harus kemana"

"Kita harus kabur" Wonshik menuju batas atap sehingga dapat melihat ke bawah.

"Kau ingin loncat ?! Gila apa ?! Kau bisa mati !" Jaehwan menarik tubuh Wonshik agar menjauh dari sana. "Kita menyerah saja"

"Aku tidak ingin dipenjara Hyung !"

"BUKA PINTUNYA KIM WONSHIK ! AKU BENAR - BENAR AKAN MENDOBRAK INI BRENGSEK !" Taekwoon semakin terlihat emosi, dia berusaha mendobrak pintu yang dikunci dari luar oleh Wonshik.

"Tidak apa - apa, kita dipenjara bersama."

"Kau pikir berapa lama Hyung ?! Kita bisa dipenjara seumur hidup !"

"Lantas ? Apa yang akan kau lakukan ?!"

"Ck" Wonshik menjambak rambutnya, dia memang tidak tau apa yang harus mereka lakukan sekarang. Mereka benar - benar tersudut.

BRAAAKKKK

Taekwoon mendobrak pintu bersama para polisi, dan sekarang mereka menodongkan pinsol secara bersama ke arah Wonshik dan Jaehwan.

"Letakan senjata kalian" ucap salah seorang polisi.

Jaehwan menghembuskan nafasnya berat, dan melempar pistolnya kedepan, dia mengangkat tangannya keatas dan berlutut.

"Apa yang kau lakukan Hyung ?!" Bisik Wonshik tak percaya kekasihnya itu menyerah begitu saja.

"Lakukan seperti ku Wonshik"

"Kau, letakan senjatamu !" Perintah sang Polisi kepada Wonshik. Namun, Wonshik masih terdiam, dia tetap memegang pistolnya erat - erat. "Kau" Sang Polisi beralih pada Jaehwan. "Berjalan perlahan kemari"

Jaehwan berdiri dan menoleh kebelakang. "Sudahlah" pintanya pada Wonshik dan langsung berjalan kedepan kearah para polisi.

Melihat Jaehwan semakin dekat, beberapa polisi langsung menangkap dan memborgol Jaehwan. Sementara Wonshik masih terdiam disana.

"Letakan senjatamu !"

"Sudahlah Kim Wonshik, menyerah saja" ucap Jisoo yang berusaha mendekati Wonshik.

"Jangan bergerak" Sayangnya Wonshik malah menodongkan pistolnya pada Jisoo.

"Kim Wonshik !" Taekwoon sudah tidak bisa menahan dirinya lagi. "Jatuhkan pistolnya !"

"Aku tidak mau dipenjara !"

"Wonshik menyerahlah!" Kini Jaehwan berusaha membujuk kekasihnya.

"CK ! Lama !"

"Ya Jisoo !" Teriak Taekwoon saat Jisoo berlari kearah Wonshik, dan benar saja, Wonshik langsung menembak Jisoo tepat dikakinya. Melihat itu membuat para polisi bertindak cepat dengan menembaki Wonshik.

Wonshik berupaya menembak - membak para polisi sembarangan disaat peluru satu per satu menembus tubuhnya.

"Tidak ! Kim Wonshik !" Jaehwan mencoba melawan para polisi dan berlari kearah Wonshik, alhasil peluru itu mengenai tubuhnya.

Wonshik yang sekarang jatuh berlutut menatap tidak percaya Jaehwan yang kini berdiri didepannya dengan peluru yang masih menembus tubuhnya satu persatu. Tubuh kekasihnya itu berdiri berusaha melindunginya dari peluru dan membuat tubuh itu bersimbah darah.

"Hentikan tembakan !" Pinta Taekwoon yang sekarang memegangi tubuh Jisoo yang terluka. "Hentikan tembakan !" Namun para polisi masih saja terus melayangkan peluru pada Jaehwan dan Wonshik.

"Hyung" Wonshik berusaha berdiri dan menangkap tubuh Jaehwan yang sudah sangat parah. Namun, Jaehwan masih sanggup tersenyum dengan tangis di wajahnya.

"Kita sudahi ini" ucap Jaehwan parau, saat para Polisi menghentikan tembakannya.

Bibir Wonshik bergetar menangis, dia mendekap begitu erat tubuh Sang kekasih. "Maafkan aku.. maafkan aku hiks ini salahku hiks salahku"

Tangan Jaehwan berusaha terangkat menghapus air mata Wonshik, bibir itu tetap tersenyum walau menyakitkan. "Tidak apa - apa" ucap Jaehwan penuh usaha menahan sakit tubuhnya yang terus mengeluarkan darah. "Ini ... sudah berakhir"

Wonshik menggelengkan kepalanya dan segera menangkap tangan Jaehwan yang terjatuh. Kedua mata kekasihnya itu terlihat begitu sayup dan perlahan - lahan tertutup rapat. "Hyung~~!" Wonshik membersihkan cipratan darah di wajah Jaehwan. "Jangan hiks jangan begini hiks Hyung ! Hiks jangan tinggalkan aku hiks.. Hyung! hwaaaaaa Lee Jaehwan ! Banguuuuun ! Hiks Jaehwan-ah !"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Setelah kejadian mengerikan di Rumah Sakit, para pelaku kejahatan atas pembunuhan Dokter Jung telah di tangkap dan Hakyeon terbebas dari segala tuduhan.

Walaupun begitu, semua belum bisa berakhir bahagia, jika pemeran utama masih terbaring kaku disana. Begitu pun Taekwoon yang selalu berdiri di depan kaca mengamati sang kekasih yang enggan membuka matanya. Walapun ini sudah berlalu 5 hari dari kejadian itu, namun dirinya masih belum puas dengan apa yang terjadi pada para pelaku.

Memang berat, terlebih lagi setiap hari dirinya harus menyaksikan sang kekasih yang terus diperiksa dan di kontrol para dokter namun hasilnya tetap sama. Tidak ada respond dari syaraf Hakyeon.

"Hyung, kau tidak makan ?" Jisoo berjalan perlahan dengan tongkat bantunya. Terlihat bagaimana kaki Jisoo yang di gips dan mendapat balutan perban putih itu. Dia tidak bisa berjalan normal sebelum luka bekas tembakan waktu lalu sembuh.

"Aku tidak lapar"

Jisoo berdiri disamping Taekwoon ikut mengamati sang kakak yang masih saja tertidur. "Dia akan sembuhkan ?"

Taekwoon menoleh pada Jisoo yang terlihat khawatir. "Kau.." Jisoo menoleh pada Taekwoon yang belum melanjutkan ucapannya, Taekwoon terdiam menatap Jisoo yang mengerutkan keningnya. "Kau masih suka dengannya ?"

Bibir Jisoo tersenyum miring, dia menatap pada sang kakak kembali. "Tentu, aku masih sangat menyukainya"

Kening Taekwoon mengerut ketika mendengar ucapan yang lolos tanpa dosa itu.

"Tapi aku akan coba melupakan perasaanku" Jisoo menatap Taekwoon kembali. "Sebenarnya, sudah lama aku sadar bahwa perasaanku salah. Aku hanya tidak tau harus bagaimana membuang semua ini. Dia adalah cinta pertamaku, dan dia Hyung-ku, tapi, dia mencintaimu" Jisoo terkekeh menceritakan perasaanya sendiri. "Dan aku sadar, aku akan kalah darimu"

Taekwoon terkejut dalam diam, dia menoleh pada Hakyeon yang tertidur disana.

"Hyung-ku sangat mencintaimu, bahkan saat kecelakaan itu, aku begitu khawatir dan menggenggam erat tangannya, namun bukan aku yang dia cari" Jisoo tersenyum begitu lembut pada Taekwoon yang masih serius mengamati Hakyeon. "Hyung, terus memanggil namamu hingga dia tak sadarkan diri. Dan aku begitu kecewa, kau tau. Sangat kecewa"

Taekwoon menoleh pada Jisoo yang terkekeh sendirian, dia mengerti bagaimana sakitnya hati Jisoo, bagaimana beratnya Jisoo menerima ini. Tapi dia juga tau, Hakyeon mencintainya dan dia sangat mencintai Hakyeon.

"Kau harus menjaganya Jung Taekwoon"

"Aku tau"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

3 Tahun Kemudian.

"Selamat Pagi Tuan" Para pelayan rumah membungkuk pada Taekwoon yang baru saja turun dari kamarnya.

"Ini jadwal untuk rapat hari ini Hyung" Hyuk yang masih setia menjadi manager itu memperlihatkan schedule pada Taekwoon yang tampak berjalan terburu - buru kesebuah ruangan.

"Apa dia sudah bangun ?"

"Hah ? Ini dilihat dulu, kita akan sangat sibuk"

Taekwoon menyingkirkan berkas itu dan membuka sebuah pintu yang terbilang cukup besar. "Nanti saja" Kedua matanya bersinar ketika menangkap sosok orang yang tengah bersama para perawat pribadi. Dirinya langsung berlari meninggalkan Hyuk yang tampak mengelus dada.

Tanpa basa basi, Taekwoon langsung memeluk orang itu dari belakang. Sosok orang yang tengah terduduk di kursi rodanya dengan baju santai yang begitu pas di tubuhnya. Perawat lainnya pun tampak gembira melihat sepasang kekasih yang setiap hari begitu bahagia.

"Aewoon" Panggil Hakyeon agak sulit mengucap nama kekasihnya. Hakyeon yang kini sudah berada dirumah, tidak betul - betul sembuh, menurut Dokter setelah tidur panjangnya selama dua Tahun ini, merupakan keberuntungan bagi Hakyeon karena dia tidak mengalami kelumpuhan otak ataupun kekosongan otak. Seluruh syarafnya hanya perlu dilatih, dia masih belum dapat berjalan, belum dapat menggunakan syaraf kerjanya dengan baik, dan untuk berbicarapun Hakyeon harus berlatih. Selama setahun ini, Taekwoon lah yang menggantikan Hakyeon di Perusahaan hingga kekasihnya itu dapat hidup normal seperti sedia kala.

"Hmm, kau salah mengucapkan namaku lagi" Taekwoon berpindah dan berjongkok didepan Hakyeon.

Kedua tangan Hakyeon mengusap lembut wajah Taekwoon dengan senyum manisnya. "Tampan"

Taekwoon tersenyum lebar. "Tentu saja"

Hakyeon terkekeh pelan, dia memberi isyarat pada para perawat agar keluar dari kamarnya, tanpa basa basi mereka segera keluar dan menutup pintu kamar. "Woon, mau kerja pergi ?" (Woon, mau berangkat kerja ?)

Taekwoon mengangguk seraya tersenyum manis, kedua tangannya mengusap lembut kepala Hakyeon. "Kenapa, masih merindukanku ?"

"Senang lihat Woon bisa" (senang bisa melihatmu) "Tampan Woon sangat" (kau sangat tampan)

"Kalau begitu aku tidak usah kerja saja" Taekwoon memeluk perut Hakyeon dan meletakan kepalanya manja di kaki kekasihnya. "Biar kita bisa bersama lebih lama"

Hakyeon mengusap lembut rambut Taekwoon yang sekarang sudah terlihat lebih rapi. "Harus kerja", namun Taekwoon terlihat enggan beranjak dari sana.

Taekwoon memang sangat bahagia atas kesembuhan Hakyeon, namun dirinya yang sibuk kerja hanya bisa bertemu dengan Hakyeon saat pagi saja jika pun malam hari Hakyeon pasti sudah tertidur. Waktu mereka sangat sedikit, terlebih lagi Hakyeon harus banyak terapi syaraf agar dia dapat hidup normal seperti biasanya.

"Soo ?"

Taekwoon mengangkat kepalanya dan bertumpu pada paha Hakyeon. "Kenapa ? Kau merindukannya ?"

Hakyeon terlihat mengangguk.

"Biar aku lihat, disana seharusnya masih malam" Taekwoon mengecek ponselnya dan mencoba melakukan Video Call dengan Jisoo yang sekarang tengah berada di Amerika untuk bersekolah.

"Eoh, Ada apa Taekwoon Hyung ?"

"Hyung-mu sudah merindukanmu lagi" Taekwoon bergeser disamping Hakyeon yang memperlihatkan Jisoo yang berada di Amerika.

Begitu melihat Video Call Jisoo, Hakyeon langsung tersenyum begitu lebar. "Soo"

"Hyung~! Aku merindukamu~~! Bagaimana kabarmu, sehat saja bukan ? Jangan lupa makan, Istirahat teratur, jangan sampai sakit, jangan malas melakukan terapi. Eoh~ Aku benar - benar mencemaskanmu disini"

"Ya ! Bocah ! Kau tanya satu - satu, Hyung-mu ini masih sulit bicara"

Hakyeon terkekeh "Hyung baik, Soo bagaimana ?"

"Aku baru saja sampai Apartemen Hyung, hari ini melelahkan, aku akan segera lulus dan pulang. Hyung harus menungguku ya"

"Tunggu Soo pasti"

"Aku mau mandi dulu, nanti aku telvon lagi Hyung"

Hakyeon tersenyum dan mengangguk.

"Bye~~ Aku sayang Hyung" Jisoo melambaikan tangannya begitupun Hakyeon, setelah panggilan itu berakhir Taekwoon memasukan ponselnya dan tersenyum pada Hakyeon.

"Sudah puas ?"

Hakyeon hanya terkekeh pelan. "Woon"

"Hmm ?"

"Jin nuna?"

"Hmm Sojin ?"

Hakyeon mengangguk menjawab pertanyaan Taekwoon.

"Ada apa ? Ingin bertemu dengannya ?"

Hakyeon kembali mengangguk.

"Aku juga ingin menjenguk Wonshik, kita bisa pergi bersama"

Hakyeon kembali menganggukan kepalanya. "Pergi kita sekarang"

"Hmmm" Taekwoon memegang kursi roda Hakyeon dan mendorong kekasihnya keluar dari kamar. "Kita pergi sekarang"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Mobil Taekwoon dan Hakyeon berhenti di sebuah Penjara Pusat Kota, dimana Taekwoon memakirkan mobilnya tidak jauh dari gedung tahanan tersebut.

"Tunggu disini saja ne" ucapnya lembut pada Hakyeon yang mengangguk tersenyum. Taekwoon segera turun dari mobil dan berjalan masuk kedalam gedung. Disana dia langsung bertemu dengan penjaga penerima tamu dan melaporkan bahwa dirinya hendak bertemu Tahanan bernama Kim Wonshik. Penjaga itu mengantarkan Taekwoon masuk kesebuah ruangan dimana disana juga ada beberapa tahanan yang tengah mengobrol dengan keluarga mereka. Taekwoon duduk di sisi tamu menunggu Wonshik yang tengah di panggil. Dari sisinya dan Wonshik yang terbatas kaca itu dia bisa melihat sahabatnya kini telah masuk dan duduk di hadapanya. Dengan wajah sendu itu, Wonshik selalu memasang wajah penyesalan pada Taekwoon.

"Bagaimana kabarmu ?"

"Seperti biasa"

"Aku membawa sesuatu" Taekwoon memberikan sesuatu yang telah di bungkus kain pada Wonshik lewat lubang yang berada di kaca tersebut. "Itu makanan kesukaanmu" Taekwoon menunjukan senyum lebar seperti biasanya. Melihat itu Wonshik juga itu tersenyum dan terkikik pelan.

"Terimakasih" Wonshik membuka bungkus dan menatap lezat makanan dihadapannya. "Bagaimana Hakyeon Hyung ?"

"Seperti biasa, dia masih melakukan terapi. Setelah ini aku akan mengantarnya menemui Sojin"

Wonshik menatap terkejut Taekwoon dalam makannya. "Kau membawanya menemui Sojin ? Bukankah Sojin sekarang ..."

Taekwoon mengangguk serius, "Dia harus tahu keadaan Sojin sekarang. Sojin juga keluarganya"

"Tidakkah Sojin akan mengamuk ?"

"Orang gila mana yang mengamuk pada musuhnya. Aku sudah sering menjenguknya"

"Apakah dia benar - benar..." Wonshik tidak melanjutkan ucapanya namun dia memberikan isyarat tubuh.

Taekwoon mengangguk sedih.

"Ckckckck, kasian"

"Kau ini juga, hidupmu akan membusuk di penjara bodoh"

Wonshik melanjutkan makannya seraya mencibir ucapan Taekwoon. "Hanya 30 tahun"

Melihat sahabatnya itu makan dengan lahap membuat Taekwoon mengulas senyumnya, hubungan mereka kembali seperti sedia kala, hanya ada senyum dan tawa. Tidak lagi tatapan penuh benci. Semuanya kembali lagi.

"Hyung"

"Hmmm"

"Jangan lupa kunjungi Jaehwan Hyung. Kau masih harus menggantikanku mengunjunginya sampai aku keluar darisini"

"Iya, aku tau"

"Jangan lupa, bunganya Tulip kuning"

"Iya, aku tau"

"Jangan langsung pergi, kau harus berdoa juga"

"Aku tau Kim Wonshik. Sudah, habiskan makanmu"

.

.

.

.

.

Taekwoon berjalan keluar dari gedung tahanan dan segera masuk kedalam mobil. Disana Hakyeon langsung menyambut dengan senyumnya.

"Bagaimana ?"

"Seperti biasa, dia selalu bersemangat"

Hakyeon tersenyum mendengar ucapan Taekwoon. "Apa aku mencarikan pengacara ?" tawar Hakyeon ragu.

"Tidak usah, dia juga akan menolaknya" Taekwoon menoleh pada Hakyeon dan mengusap rambut kekasihnya lembut. "Dia harus bertanggung jawab dengan perbuatanya. Kau mengerti ?"

Hakyeon mengangguk pelan. Namun segera Taekwoon mendaratkan kecupan pada bibir Hakyeon. Hakyeon hanya terdiam tersipu.

Melihat Hakyeon yang terus menatapnya tersipu membuat Taekwoon mengulas senyum evilnya. "Jangan menatapku terus, nanti naksir" goda Taekwoon dan mulai melajukan mobilnya menuju tempat selajutnya.

Hakyeon terus menggulum senyum manisnya selama perjalanan bersama Taekwoon.

.

.

.

.

.

.

"Kenapa sini Woon ?" Tanya Hakyeon pada Taekwoon yang terus mendorong kursi rodanya ke Sebuah ruangan di Rumah Sakit Jiwa Seoul.

"Bertemu Sojin"

"Kerja sini ?"

Taekwoon terdiam dan terus mendorong Hakyeon hingga dirinya menemukan sebuah pintu dengan marga Park. Tanpa pikir panjang Taekwoon membuka pintu itu. Karena sudah sering kesini untuk menjenguk, Taekwoon sudah diberi leluasa untuk keluar dan masuk. Perlahan Taekwoon mendorong Hakyeon masuk kedalam kamar yang serba warna itu, disana ada seorang wanita yang tengah terduduk dikasur menghadap jendela. "Tunggu disini" Taekwoon berjalan mendekati wanita yang tengah menggenggam bunga yang tampaknya sudah mulai layu. "Nuna" Panggil Taekwoon pelan. Wanita itu berbalik dan langsung tersenyum cerah melihat Taekwoon. Ekspresi yang sangat polos bak anak kecil, melihat itu malah membuat Hakyeon terkejut bukan main. Di kasur yang di tempati Sojin, terdapat nama Park Sojin dengan nomer pasien. Disini jelas, berarti Sojin adalah pasien Rumah Sakit jiwa.

"Ada yang ingin bertemu denganmu, lihat" Taekwoon menunjuk pada Hakyeon. "Dia dongsaengmu"

Hakyeon menatap iba Sojin yang juga menatapnya.

"Dongsaeng ?" Sojin berjalan perlahan mendekati Hakyeon, dia terus menatap Hakyeon penuh arti. "Dongsaeng" ucapnya dan Sojin langsung tersenyum polos.

"Nuna" panggil Hakyeon sendu. Tangan Hakyeon terulur menyentuh tangan Sojin yang tengah bermain - main dengan bunga mawar merah tersebut.

Sojin dengan senyumnya memberikan bunga itu pada Hakyeon, saat Hakyeon hendak mengambilnya, Sojin menariknya kembali dan tertawa polos. "Ini Hongbin-ku" ucapnya seraya kembali berjalan dan duduk di kasur.

Melihat itu membuat hati Hakyeon terasa teriris, begitu sakit melihat bagaimana keluarganya kini. Bahkan Sojin menganggap bunga itu adalah Hongbin. Dia tidak mengerti kenapa keluarganya menjadi seperti ini, kenapa mereka menjadi seperti ini.

"Tidak apa - apa" Taekwoon menggenggam tangan Hakyeon ketika melihat kekasihnya itu mulai menangis mengamati bagaimana keadaan Sojin sekarang.

"Karena aku"

"Stttt" Taekwoon memeluk tubuh Hakyeon erat. "Ini bukan salahmu, seperti ini lebih baik untuk mereka"

"Hiks Karena aku hiks semua hiks karena aku"

Taekwoon terus mendekap kekasihnya saat tangis Hakyeon semakin terisak. Dia tau mungkin berat bagi Hakyeon melihat seperti ini, namun Hakyeon harus tau karena bagaimanapun mereka tetap keluarga.

.

.

.

.

.

"Hakyeon-ah" Taekwoon menggenggam tangan Hakyeon saat kekasihnya itu terus saja menatap gedung Rumah Sakit Jiwa, disaat mereka sudah didalam mobil dan hendak pergi.

Hakyeon terdiam dengan isakan yang masih terdengar. "Harus lagi sini" (Kita harus kesini lagi)

"Pasti love~" Taekwoon mengecup pelan kepala Hakyeon. "Ayo, kita harus ketempat berikutnya"

Hakyeon mengangguk mengerti, dia menghapus air matanya dan kembali tersenyum manis pada Taekwoon. Melihat senyum Hakyeon membuat Taekwoon merasa lebih baik dan segera menyalakan mesin mobil bergerak menuju tempat ketiga.

Mobil itu melaju sedikit jauh dari kedua tempat yang mereka kunjungi. Tempat yang juga sedikit berbeda dari kedua tempat lainnya. Taekwoon harus mengantar Hakyeon ketempat makam Hongbin sedangkan ditempat yang sama dia akan mengunjungi makam Jaehwan atas permintaan Wonshik.

Setelah sampai di pemakaman, Taekwoon terlebih dahulu mengantar Hakyeon menemui Hongbin yang berada di pemakanan tanah. Sojin tidak ingin adiknya dibakar dan ditempatkan di makam abu. Maka dari itu kini mereka berada di tempat yang penuh dundukan tanah yang sudah tersusun rapi dengan bunga - bunga yang menghiasi tiap makam.

Taekwoon mendorong Hakyeon ke makam Hongbin yang terdapat papan nisan dengan bahan beton itu terpahat nama Park Hongbin dengan tanggal kematiannya.

Hakyeon meletakan rangkaian bunga yang dia bawa di atas makam Hongbin. Dengan ekspersi sedih, Hakyeon berusaha tegar dan berdoa. Dia tidak mengingat bagaimana perlakuan mereka padanya dulu, karena itu hanya masa lalu dan kini Hongbin sudah beristirahat dengan nyaman disini. Kini tugas Hakyeon hanya mendoakan Hongbin atas segala dosa yang dia perbuat.

Setelah selesai berdoa, Taekwoon mendorong Hakyeon menuju makam abu untuk mengunjungi Jaehwan yang juga berada di pemakaman ini.

Tanpa di tanyapun, Hakyeon sudah tau makam siapa ini. Sebuah foto Jaehwan diletakan rapi di lemari abu. disana juga ada bunga - bunga dan benda kesayangan Jaehwan. Taekwoon hanya mengganti bunga yang lama dengan bunga yang baru dan mulai memanjatkan doa seperti yang dilakukan Hakyeon.

"Ayo kita pergi" ajak Taekwoon, dan segera mendorong Hakyeon keluar dari pemakaman.

Taekwoon tidak langsung mengajak Hakyeon kembali ke mobil namun mereka berjalan - jalan dahulu disekeliling daerah. Menikmati waktu berdua mereka bersama.

"Kau ingin kemana lagi ?" Tanya Taekwoon seraya menatap Hakyeon yang tampak begitu tenang mengamati suasana alam disekitar.

"Woon"

"Hmm" Taekwoon berhenti dan berpindah berjongkok di depan Hakyeon. "Ada apa, kau lapar ?"

Hakyeon menggeleng pelan, tangannya terulur meraih tubuh Taekwoon dan menariknya kearahnya, memeluk erat tubuh Taekwoon yang begitu dia rindukan.

"Kenapa Hakyeon-ah ?"

"Seperti ini" Hakyeon mengeratkan pelukanya. "Biarkan seperti ini"

Taekwoon tersenyum lembut dan membalas dekapan Hakyeon. Memeluk balas kekasih yang juga sangat dia rindukan. "Hakyeon-ah"

"Hmm"

"Ayo kita menikah"

Hakyeon melepas pelukanya dan menatap terkejut Taekwoon yang tengah memasang senyum tampan itu.

Taekwoon merogoh saku jasnya dan mengambil sebuah kota berwarna emas. "Maukah kau hidup bersamaku selamanya ?" Taekwoon membuka kotak itu yang ternyata disana tersemat cicin tanpa ambal - ambal berlian namun tetap terlihat begitu anggun nan kharismatik. Taekwoon menatap memohon Hakyeon yang masih terlihat seperti tidak percaya.

Sedikit ragu dengan ucapan Taekwoon, namun Hakyeon segera tersenyum manis dan menganggukan kepalanya. "Tentu"

"Kau mau menikah denganku ?"

Hakyeon kembali mengangguk lebih semangat. Melihat jawaban Hakyeon, langsung membuat Taekwoon memeluk kekasihnya itu dengan bahagia. Kebahagian dan rasa cinta mereka berdua tidak pernah tergantikan oleh apapun. Takdir telah mempertemukan mereka dari sebuah masalah yang timbul dan bersama - sama mereka hadapi semua itu. Takdir mempertemukan mereka dari apa yang tidak logis menjadi masuk akal. Karena pertemuan mereka Hakyeon telah menemukan Adik semata wayangnya, karena Taekwoon kini Hakyeon mampu melihat indahnya dunia dan merasakan kembali kebahagiaan yang sempat terenggut darinya.

Bukan sebuah kisah Romeo dan Juliet yang berakhir tragis tanpa restu kedua belah pihak. Ini hanya kisah mengenai dua orang yang saling mencintai dan menjaga satu sama lain, akhir dari kisah bahagia Cha Hakyeon dan Jung Taekwoon.

.

.

.

.

.

.

END

.

.

.

Yuhuuuuuu HAPPY ENDING !

Sesuai janji, akan berakhir di chapter ini. Dan untuk akhir kisahnya aku harap nggak ada yang komen yah he he he. Karena ini uda akhir paling baik menurut aku, baik bagi tokoh jahat maupun LeoN nya, yah walapun di chapter ini harus ada yang mati lagi wkwkwk, biar lah sebagai karma juga hoho.