dulunya hubungan wonu sma hyunsung apasih sampe gitu? trus wonu udh mulai suka sma mingyu ya? (kimxjeon) di bawah ntar di ceritain. Kalau wonu yg mulai suka Mingyu…. Hmm…. Aku pun tidak tau haha, lupa, hehe

Makin penasaran sebenernya hyunseung itu siapanya wonu.? Kenapa kyknya dia obsesi bgt sm wonu. Mantan pacar wonu.? Apa emng dia tergila-gila ama wonu.? (Itsmevv) begitulah. Dibaca saja.

Eh apa dulu Wonwoo juga pernah diperkosa sama Hyunsung? Terus Wonwoo hampir membunuh Hyunsung karena itu juga? Flashback dong! (Rie Cloudsomnia) aku tidak suka flashback. Membacanya juga menulisnya kadang bikin sebel. Jadi aku menceritakannya lewat orang lain. Oke. Dibaca aja ya!

Enjoy!

You Idiot

Coffey Milk

Meanie Couple

Mingyu/Wonwoo

Rate T+—M

Warn! OOC, Typos, RnR, DLDR,Sho-ai

AU, Hurt/Comfort, Romance, Drama

Ch 8

Wonwoo's Story, Sex, Dinner

.

.

.

Sore hari, Mingyu mendapati koki kepala menyuruhnya pergi ke meja nomor delapan. Dia tidak mengerti kenapa, tapi tetap melakukannya. Untung saja pelanggan hari ini tidak terlalu banyak jadi ia tak perlu resah soal kekurangan koki, koki di restaurant ini tidak di bilang sedikit dan mereka cukup cekatan.

Ia melangkahkan kakinya menuju meja nomor delapan dan mendapati seorang pemuda mungil—Mingyu merasa familiar—dan seseorang… pria? Atau wanita? Mingyu bingung. Rambutnya panjang diikat, seperti wanita, wajahnya juga cantik tapi lebih tegas daripada wanita.

Ia lalu duduk di depan mereka dengan pandangan bertanya-tanya, "Selamat sore," sapanya.

Keduanya mengangguk dan menjawab sapaanya bersamaan, "Selamat sore." Dan dari suara mereka, Mingyu tahu kedua-duanya pria.

"Mm… ada yang bisa saya bantu?" tanyanya.

"Apa kau mengingatku?" tanya si pemuda mungil.

Mingyu mencoba mengingat-ingat, lalu pemuda mungil itu berkata, "Aku Lee Jihoon. Aku pernah meminta bantuanmu jika kau melihat Wonwoo."

"Ah! Aku ingat!" seru Mingyu lalu tersenyum, "maaf."

"Tidak apa. Dan ini Jeonghan, kami…. Teman Wonwoo."

Mingyu menatap keduanya penuh selidik, ia mengingat cerita Wonwoo. Teman? Wonwoo mengatakan, semua orang membencinya dan mengusirnya. Lalu apa yang mereka berdua inginkan?

"Jadi… ini tentang si Wonwoo itu?" tanya Mingyu tenang.

"Wonwoo itu?"

"Apa kau mengenal Wonwoo?"

Mingyu terdiam sejenak, mencoba berpikir. Jika mereka ingin meminta Wonwoo, maka ia tidak ingin menjawab ia mengenal Wonwoo. Mingyu tak akan menyerahkan pemuda malang itu pada mereka. Tapi di lain pihak, dia ingin tahu apa yang terjadi pada Wonwoo, semuanya.

"Kami tidak akan meminta Wonwoo," Ucap Jeonghan, seolah tahu apa yang dipikirkan Mingyu, "tapi kami ingin meminta tolong padamu. Kau.. kenal Wonwoo kan?"

Mingyu tersenyum, "Ya."

"Dia sudah menceritakan apa padamu? Kulihat kau tidak ingin menyerahkannya pada kami jika kami memintanya, terlihat di wajahmu." Ucap Jeonghan.

"Bercerita…" Mingyu mengetuk-ngetuk meja, menerawang, lalu kembali menatap pada keduanya, "dia bercerita. Setelah mencoba bunuh diri dan aku memaksanya untuk bercerita."

Keduanya menutup mulut.

"Jadi?"

"Apa saja yang ia ceritakan?" tanya Jihoon.

"Hm… kesedihannya. Kejadian saat ia menolong anak didiknya dan berujung tanpa sengaja membunuh seseorang." Jawab Mingyu, "ia terlihat sangat putus asa."

Lalu ketiganya terdiam sejenak.

"Hanya itu?" tanya Jihoon.

Mingyu menaikkan alisnya, "Hanya itu? aku tahu masih ada yang dia sembunyikan. Dia belum menceritakannya padaku dan aku tidak bisa memaksanya lagi. Dia sangat terguncang." Lalu menunduk sedih mengingat keadaan Wonwoo.

"Terguncang?" tanya Jeonghan, "dia tidak baik-baik saja? Apa yag terjadi padanya? Aku lihat kemarin saat dia mengejarmu, ia terlihat baik-baik saja!"

Mingyu meliriknya, lalu menerawang, "Aku lalai. Keadaanya sangat buruk."

Jihoon berdebar keras, ia menggebrak meja, "Katakan apa yang terjadi padanya!"

Mingyu terdiam sejenak, menatap wajah Jihoon dan Jeonghan yang khawatir, "Dia… tadi malam… seorang pria brengsek 'menyentuhnya'."

Wajah Jihoon dan Jeonghan langsung merah menahan amarah, "Hyunsung keparat! Aku akan membunuhnya!" desis Jihoon dan menggertakkan giginya.

"Lalu.. lalu apa yang kau lakukan?"

"Tentu saja menolongnya, aku lalu menghajar pria itu." Mingyu menjawab, matanya berkilat-kilat marah mengingat kejadian tadi malam.

"Kita terlambat…" ucap Jeonghan, "tapi terimakasih sudah menolongnya dan menghajar si brengsek itu."

"Tidak perlu berterimakasih padaku," ucap Mingyu, "pria itu pantas mendapatkannya."

Ketiganya lalu terdiam. Mingyu teringat Wonwoo, entah kenapa ia merasa ingin pulang lebih cepat lagi. Perasaannya tak enak, ia takut Wonwoo melukai diri sendiri dan mencoba bunuh diri lagi, tapi ia belum mendengar cerita sesungguhnya tentang apa yang menimpa Wonwoo.

"Ceritakan padaku apa yang terjadi padanya." Ucap Mingyu, "semuanya." Tekannya.

Jihoon dan Jeonghan saling tatap.

"Aku berhak untuk tahu karena sudah melihatnya seperti itu." tambah Mingyu.

Jihoon mengangguk dan mulai bercerita.

Wonwoo seorang guru matematika, merangkap sebagai wali kelas di sebuah kelas satu. Lalu, ada seorang anak tertindas di kelas yang diajarkan Wonwoo. Namanya Jiho. Wonwoo selalu menolongnya. Tapi guru yang lain menganggapnya bersalah karena telah membuat anak-anak didiknya menjadi penindas.

Dia sabar dan tetap meneruskan ajarannya. Kemudian kejadian itu terjadi. Saat dimana Jiho melarikan diri karena tidak tahan akan penindasan dan Wonwoo mengejarnya. Ia berhasil menolong Jiho, namun seorag gadis tak dikenal mati karena kejadian itu.

Ia dicap sebagai pembunuh, dikeluarkan dari pekerjaannya dan ditahan. Semua orang membencinya dan mengusirnya, bahkan tak ada yang mau menjenguknya. Tak ada yang tau itu sebetulnya kejadian tidak sengaja dan Wonwoo merasa depresi.

Lalu ia dikeluarkan beberapa hari kemudian, semua orang heran dan semakin mengolok-oloknya. Wonwoo semakin depresi, ia berkali-kali mencoba bunuh diri.

Ada seorang guru dari sekolah dimana dulu Wonwoo mengajar yang sebenarnya merasa puas Wonwoo di penjara. Dia Hyungsung, guru kesenian. Pria yang pernah menyatakan perasaan pada Wonwoo dan ditolak mentah-mentah yang berujung sakit hati.

Ditengah keheranan semua orang dan depresi Wonwoo, pria itu mendatanginya, mengejar-ngejarnya, dan memperkosanya. Wonwoo tidak terima dan di tengah tindak asusila yang menimpanya itu, ia mendapatkan benda tajam tidak jauh darinya dan menusuk Hyunsung berkali-kali lalu kabur. Seseorang tidak sengaja melihatnya berlari keluar dari balik semak dengan sangat cepat dan orang itu bingung, lalu menemukan Hyunsung tidak sadarkan diri dengan darah menggenang.

Hyunsung dilarikan ke rumah sakit dan koma. Wonwoo kembali ditangkap dan semua orang kembali membencinya karena mencoba untuk membunuh orang.

Jihoon terisak, merasa sangat bersalah. Mingyu sendiri merasa sangat marah.

"Lalu? Kenapa kau menceritakan ini padahal seharusnya kau tidak tau?!" tanyanya murka.

"Kami awalnya tidak tau apapun," Jeonghan berkata lirih, "lalu setelah dua minggu, Wonwoo dikeluarkan dari tahanan." Ia gantian menceritakan.

"Kami semakin heran dan bingung, lalu mulai protes pada pihak berwajib. Dari situ kami tahu bahwa dia sama sekali tidak bersalah, gadis yang mati itu sebetulnya sudah berkali-kali ditemukan akan bunuh diri dan mereka menunjukkan sebuah rekaman CCTV pada kejadian itu, gadis itu sendiri yang menjatuhkan dirinya ke jalan dan Wonwoo tidak menyentuhnya sama sekali…" Jeonghan mengambil napas sejenak.

"Lalu mereka menunjukkan rekaman CCTV yang lain saat Hyunsung ditemukan sekarat. Dia… dia… menyerang Wonwoo. Wonwoo hanya membela dirinya dari pria bejat itu. Akhirnya kami menyadari bahwa kami telah melakukan hal yang salah…"

"Disaat kami meminta maaf, kami menemukannya akan terjun dari atap dan saat kami mencoba untuk menghentikannya dia menghilang."

Ketiganya lalu terdiam. Mingyu merasa senang ia sudah menghajar pria itu. Pria itu sanggup mendapatkannya. Namun, ia teringat sesuatu.

"Bukankah pria itu koma? Lalu mengapa ia bisa menyerang Wonwoo tadi malam?" tanya Mingyu.

"Dia sudah sadar seminggu yang lalu dan kabur. Padahal seharusnya, setelah sadar ia akan di jebloskan ke penjara…. Tapi ternyata dia… dia.." Jeonghan tidak ingin melanjutkan saat ia ingat ucapan Mingyu tadi.

Ketegangan meliputi mereka, Mingyu sendiri tidak bertanya apapun lagi, kali ini merasa bodoh karena tidak melaporkan pria itu tadi malam.

Lalu sebuah tepukan membuatnya menoleh dan mendapati Jun berbisik padanya, "Waktunya sudah habis, kau harus balik ke dapur."

"Oke," Mingyu menjawab lirih, Jun terkejut melihat keceriaan hilang dari wajah sahabatnya itu, ia lalu melihat dua pengunjung di depan Mingyu yang kini mencoba berhenti terisak.

"Maaf, aku sudah harus kembali bekerja. Terimakasih sudah menceritakannya padaku." Ucap Mingyu.

"Oh, baiklah!" ucap Jeonghan, "terimakasih juga karena sudah meluangkan waktumu. Maafkan kami."

"Maaf untuk apa?" tanya Mingyu bingung.

"Wonwoo…"

"Kalau itu kalian harus minta maaf pada orangnya langsung. Lebih baik kita bicara lain waktu soal ini." Mingyu berdiri.

"Baiklah. Terimakasih sudah melindungi Wonwoo."

Mingyu tersenyum.

Jun mengikuti langkah Mingyu ke dapur, "Apa yang kau lakukan? Kau membuat dua orang menangis?" bisik Jun.

"Oh, aku tidak membuat mereka menangis kok," jawab Mingyu,

"Lalu, apakah ada sesuatu yang buruk telah terjadi?" tanya Jun.

Mingyu tersenyum kecut, "Yah. Seperti itu."

Jun mengernyit bingung, tapi ia tak bisa bertanya lebih lanjut karena Mingyu harus segera kembali bekerja.

.

.

Mingyu masuk kedalam unit-nya. Keadaannya gelap lagi. Rasa khawatir menyergapnya. Ia segera menyalakan seluruh penerangan dan memanggil-manggil Wonwoo.

"Wonwoo hyung!"

"Wonwoo-hyung!"

Tak ada jawaban sama sekali dan Wonwoo tidak ada. Bahkan sarapan Wonwoo tadi pagi ditinggal mendingin disana seharian. Mingyu masuk kedalam kamar dan tidak ada Wonwoo disana. Ia lalu keluar kamar dan mencari Wonwoo di ruangan lain. Mingyu cemas sekali. Wonwoo tak ada dimanapun.

Ia lalu menyadari pintu kamar mandi tertutup dan mendobrak masuk. Wonwoo disana, duduk berendam di bathup. Menunduk dalam dengan baret merah di kulitnya, terlihat menyedihkan.

"Hyung!"

Wonwoo meliriknya. Mingyu bisa melihat matanya membengkak, memerah dan pipinya basah oleh air mata. Mingyu dengan cepat menariknya dari bathup.

"Kau gila?! Kau ingin sakit?!" seru Mingyu, ia menggenggam tangan Wonwoo yang kulitnya berkerut karena terlalu lama berada di air.

Wonwoo malah menangis, "Ini menjijikkan… jejaknya tidak menghilang…"

Mingyu mendesah lelah. Ia memijit kepalanya yang berdenyut, "Hyung.. itu akan hilang nantinya…."

"Harus hilang sekarang! Aku tidak mau ini di tubuhku!" Wonwoo berteriak histeris.

Mingyu lalu mengambil handuk dan mengeringkan tubuhnya.

"Bersihkan…. Hilangkan… kumohon…." Ratap Wonwoo.

Mingyu terdiam. Ia mengeringkan rambut Wonwoo dengan handuk kecil dan berpikir keras tentang permintaan pemuda itu.

"Kumohon… kumohon…" Wonwoo terisak-isak, mencengkram baju depan Mingyu, "bersihkan… bersihkan aku…"

Selama beberapa menit, Mingyu hanya mengeringkan tubuh itu lalu memberikannya bathrobe. Ia lalu menarik Wonwoo untuk keluar dari kamar mandi dan Wonwoo berontak melepaskan diri. Mingyu menggertakkan giginya dan mendesis. Ia lalu menarik Wonwoo dalam pelukannya dan mengecup bibirnya. Mendapati bibir Mingyu di bibirnya membuatnya terdiam dan berhenti menangis, namun kemudian ia teringat dengan malam kemarin dan tubuhnya gemetar ketakutan.

Mingyu menyadari hal itu, ia melepas ciumannya dan bertanya, "Kau yakin dengan ini? Kau ketakutan. Aku tak akan memaksa."

Wonwoo diam sejenak, menatap mata Mingyu dan mengangguk perlahan, "Lanjutkan saja…"

"Tapi…"

"Kumohon… bersihkan…" ia lalu menempelkan bibir mereka dan Mingyu menerimanya.

Mingyu lalu memperdalam ciumannya, satu tangannya menekan kepala Wonwoo. Wonwoo terisak dan dengan ragu mengalungkan tangan di leher Mingyu. Mingyu menciumnya dengan lembut dan dalam.

Mingyu lalu melepaskan ciuman Wonwoo, turun keleher, menjilat, mengemut, dan mengigit. Awalnya, Wonwoo terlonjak, ia mulai panik. Namun, Mingyu menenangkannya dengan bisikan lembut di telinga. Dia lalu kembali ke leher Wonwoo, menghilangkan tanda orang itu dengan menumpuknya dan membuat tanda yang baru di bagian lain. Ia juga menyentuh lembut baret merah yang Wonwoo timbulkan dan mengecupnya.

"Ahh…"

"Emmm…"

Wonwoo mendesah tertahan. Membiarkan lidah Mingyu bermain di dadanya. Lalu Mingyu mengangkatnya keluar kamar mandi dan masuk ke kamar. Membaringkannya diatas tempat tidur dan kembali larut dalam kegiatan mereka. Wonwoo kembali gemetar ketakutan dan mencoba untuk menghilangkan ketakutannya. Ia mulai menggigit bibirnya kuat-kuat. Mingyu yang melihat itu menggelengkan kepalanya dan mengecup bibirnya dengan lembut.

"Jangan gigit bibirmu…."

Wonwoo menatapnya dengan sorot mata ketakutan, Mingyu akhirnya bangkit dan menyingkir.

"Lebih baik kita hentikan.."

Wonwoo menggeleng, ia menahan lengan Mingyu untuk pergi. Air matanya kembali meleleh dan ia mengisyaratkan Mingyu untuk melanjutkan dengan gerakan bibir.

Mingyu sedikit ragu, tapi ia menurut. Ia kembali berada di atas Wonwoo, memeluknya sebentar untuk menenangkannya. Wonwoo kemudian mendesah dibawahnya, saat ia kembali menciumnya dalam lalu kembali turun dan turun. Sesekali ia bertanya, dimana saja pria itu menyentuhnya dan menghapus jejaknya.

"Apakah dia menumpahkannya di dalammu?"

Wonwoo menggeleng, Mingyu mengangguk, merasa lega karena ia tak perlu melakukan hal yang sama jika pria itu melakukannya. Ia lalu melanjutkan kegiatan mereka dan terus larut dalam aktivitas panas mereka hingga Mingyu tanpa sadar sudah memasuki miliknya dalam lubang Wonwoo.

Mingyu bahkan sudah tidak ingat prinsipnya, benar-benar tidak ingat. Desahan Wonwoo dan tubuhnya membuatnya seolah mabuk kepayang, melupakan segalanya dan terus melanjutkan aktivitas mereka. Tidak hanya Mingyu, Wonwoo pun seakan melupakan ketakutannya. Desahan mereka menjadi satu, menciptakan melodi yang memenuhi ruangan beserta suara derit kasur dan kulit mereka yang bertabrakan.

Hingga keduanya mengeluarkan cairan mereka bersama-sama dengan disertai desahan Mingyu dan jeritan Wonwoo, barulah Mingyu tersadar apa yang sudah ia lakukan. Ia segera melepaskan diri saat mengingat kembali prinsipnya dan wajahnya berubah pucat, Wonwoo menatapnya dengan pandangan bingung dan wajah yang memerah. Tubuh Mingyu bergetar, ia menggeleng kuat dan segera menutup tubuh telanjang Wonwoo dengan selimut.

"Maaf. Maaf. Aku harusnya tidak melakukan ini.. aku melakukan hal yang sama seperti si brengsek itu lakukan…"

Wonwoo terdiam. Wajahnya memanas. Merasa malu dengan tindakan kekanakannya memaksa Mingyu membersihkannya dan apa yang telah mereka lakukan.

"M-Mingyu.. aku…"

"Tidurlah… ini sudah malam… kau harus istirahat. Maafkan aku.." lirih Mingyu, lalu bangkit dari kasur, memakai celananya dan keluar dari kamar.

Wonwoo mengerjap. Memandangi pintu yang perlahan tertutup dalam diam, air matanya meleleh lagi.

.

Mingyu masuk ke kamar mandi, mencuci tangannya dan membasuh wajahnya. Ia kembali teringat apa yang sudah ia lakukan dan melemparkan sumpah serapah pada dirinya sendiri karena tidak bisa mengendalikan diri.

.

.

Mingyu merasa segar setelah mandi dan begitu ia kembali ke kamar, ia mendapati Wonwoo sedang merapikan kasur. Wonwoo yang melihatnya masuk dengan hanya memakai celana tanpa memakai atasan segera memalingkan wajahnya yang merona.

"Kenapa belum tidur?" tanya Mingyu, lalu berjalan menuju lemari dan mengambil sebuah kaus lengan pendek dari sana.

"Ehm… ya.. belum…" lirih Wonwoo, dengan malu-malu melirik Mingyu yang kini memakai kaus itu.

Mengingat kejadian tadi, Wonwoo merasa canggung untuk tidur di kamar itu. Jadi ia melangkahkan kakinya keluar dari kamar.

"Mau kemana?" tanya Mingyu saat melihatnya membuka pintu.

Wonwoo berhenti sejenak, "Aku haus…" lalu ia keluar.

Mingyu terdiam sambil mendudukkan dirinya diatas kasur. Ia menghela napas panjang dan mengusak rambutnya. Wajahnya merah padam. Kembali merutuk berkali-kali mengapa ia bisa hilang sadar dan menikmati aktivitas mereka tadi, padahal tugasnya hanya untuk menghilangkan jejak pria brengsek itu dari tubuh Wonwoo.

Mingyu kembali menghela napas lagi dan membaringkan tubuhnya. Jarum jam yang berdetik terdengar jelas di kamar itu. Ia lalu mengernyit, kenapa Wonwoo tidak kembali? Ia lalu bangkit dan berjalan menuju pintu.

Kemudian ia tersadar akan sesuatu. Ia menemukan Wonwoo di kamar mandi tadi. Melihat kondisinya, pemuda itu sepertinya berada di sana selama setengah hari, tanpa makan. Dengan cepat ia keluar dan pergi menuju dapur, mendapati Wonwoo duduk di depan counter sambil memegang gelas kosong dan melamun.

"Apa kau lapar?" Wonwoo memekik kaget saat tiba-tiba Mingyu bertanya.

Wonwoo menggeleng, "Tidak."

Mingyu diam, ia tidak seharusnya bertanya itu karena tahu Wonwoo memang benar-benar lapar. Ia lalu teringat saat mereka melakukannya tadi, sekilas ia mendengar suara perut yang berbunyi, bukan miliknya, tapi milik Wonwoo.

Mingyu lalu membuat beberapa potong sandwich karena hanya itulah makanan yang paling cepat ia buat dan menghidangkannya pada Wonwoo. Melihatnya makanan yang tersaji di depannya, membuat perut Wonwoo kembali berbunyi. Mingyu terkekeh.

"Makanlah."

Wonwoo mengangguk dan segera mengisi perutnya. Mingyu sendiri lalu sibuk membuat dua cangkir teh. Setelah itu, ia menaruh salah satu cangkir berisi teh tadi di depan Wonwoo dan satu lagi untuknya. Ia pun duduk berseberangan dengan Wonwoo.

"Kalau hyung lapar, bilang saja padaku… aku akan memasak apa saja untukmu." Ucap Mingyu.

Kata-kata Mingyu sebenarnya sederhana, tapi Wonwoo tersedak mendengarnya. Dengan panik ia memukul dadanya dan meraih cangkir teh untuk minum.

"Eh, hyung itu—"

"Panas!" ringis Wonwoo saat merasakan lidahnya terbakar, karena tidak hati-hati, ia menumpahkan teh itu ke tangannya dan menghentakkan cangkir itu ke meja.

"Astaga, hyung." Mingyu lalu mengambil gelas Wonwoo yang kosong tadi dan mengisinya dengan air putih, lalu memberikannya pada Wonwoo yang segera menerimanya dan menenggaknya langsung.

"Tidak perlu terburu-buru, hyung." Mingyu tersenyum geli saat melihat wajah Wonwoo memerah malu. Ia lalu mengambil serbet dan membersihkan tangan Wonwoo yang basah karena teh.

Wonwoo merasa malu luar biasa karena perbuatan bodohnya.

"Lanjutkan lagi makannya, hyung."

Wonwoo mengangguk dan mulai menghabiskan sandwich-nya. Ketika tinggal satu sandwich yangtersisa, ia melirik Mingyu yang asyik mendongak menatap atap dapur. Ia lalu menatap pada sandwich dan melirik lagi pada Mingyu.

"Mingyu-ya."

Mingyu menoleh, Wonwoo lalu memberikan sandwich yang tersisa padanya. Mingyu lalu menggeleng.

"Tidak hyung, itu untuk mu."

Wonwoo menggeleng, "Kau juga harus makan."

"Aku tidak lapar, hyung." Jawab Mingyu.

"Aku tidak peduli kau lapar atau tidak, makan." Ucap Wonwoo, menempelkan sandwich itu ke bibir Mingyu.

"Hyung…" Wonwoo lalu menatapnya tajam. Mingyu menyerah, ia lalu membuka mulutnya dan menggigit sandwich lalu mengunyahnya.

"Sudah, hyung. Habiskanlah." Ucap Mingyu.

Wonwoo terdiam, menatap sandwich—terutama bagian bekas gigitan Mingyu—ditangannya dengan wajah merona. Apakah ia harus memakannya? Ia lalu melirik Mingyu yang bertopang dagu sambil menatapnya bingung. Dengan ragu dan tangan gemetaran ia memasuki sisa sandwich itu ke dalam mulutnya. Mingyu tersenyum senang melihatnya.

"Terimakasih makanannya." Ucap Wonwoo setelah menelan makanan yang ada di mulutnya.

"Sama-sama."

Lalu keduanya terdiam canggung, tidak tahu harus membicarakan apa. Wonwoo menunduk dalam, memainkan jari-jarinya dan menggigit bibirnya. Mengingat kembali apa yang sudah mereka lakukan, kali ini Wonwoo jadi tidak berani menatap mata Mingyu. Kilas balik kejadian tadi membuat dadanya bergemuruh dan wajahnya memanas.

Wonwoo tidak tahu mengapa.

Ia sangat jijik dan benci saat Hyungsung menyentuhnya, tapi setelah itu dengan histeris dia memintanya pada Mingyu walau dalam hal yang berbeda. Sentuhan lembut Mingyu membuatnya lupa diri, melupakan segalanya, bahkan perbuatan Hyunsung.

Wonwoo rasanya ingin berteriak gila sekarang. Rasa malunya sudah mencapai ubun-ubun.

"Hyung."

Wonwoo tersentak, "I-iya?"

"Maafkan aku." Ucap Mingyu, sukses membuat Wonwoo meliriknya bingung.

"Maaf karena aku tidak bisa mengendalikan diri. Aku seharusnya hanya menghilangkan jejak si brengsek itu darimu… tapi… aku… aku…" Mingyu menghembuskan napas panjang, wajahnya memerah malu, "maaf…"

Wonwoo diam, menatap Mingyu yang menunduk dengan tatapan yang tidak bisa di jelaskan.

"Mingyu… aku lah yang harusnya minta maaf…" lirihnya, "aku sudah memaksamu, seharusnya aku tidak memintanya…" Wonwoo meneguk ludahnya.

Mingyu mendongak menatap Wonwoo yang mengigit bibirnya dan menatap kearah lain juga wajah yang memerah malu.

Ah.

Melihat Wonwoo yang seperti itu jadi membuat Mingyu merasa déjà vu, saat mereka melakukan itu pun, Wonwoo juga seperti itu. Mingyu merasa badannya panas dan ia menahan diri kuat-kuat untuk tidak menerjang Wonwoo sekarang juga.

Keheningan menyelimuti mereka dan itu menyiksa Mingyu, ia tidak bisa tenang sekarang. Ia mengepalkan jari-jarinya, mengigiti bibirnya dan mencoba merilekskan dirinya yang sudah merasa tegang.

"H-hyung."

Wonwoo menoleh sedikit, dengan malu-malu. Mingyu tahu ia tidak sengaja melakukan itu tapi itu menggoda Mingyu. Ia semakin panik, apalagi setelah melihat mata Wonwoo yang menatapnya polos.

"H-hyung. I-ini sudah sangat ma-malam. Lebih baik hyung segera ti-tidur." Ucapnya terbata dan bangkit dari kursi, ia lalu menarik kursi Wonwoo agar yang lebih tua beranjak dari duduk.

"Kau benar."

Keduanya lalu meninggalkan dapur kecil Mingyu dan Wonwoo berjalan menuju sofa untuk membaringkan tubuhnya. Ia benar-benar malu harus kembali menjejakkan kaki di kamar Mingyu.

"Tidurlah di kamar, hyung. Di sini dingin."

Wonwoo menggeleng keras, "T-tidak usah, aku di sofa saja… itu—" tapi Mingyu segera mendorongnya masuk kedalam kamar dan menjatuhkan Wonwoo diatas kasur.

"M-Mingyu!"

Mingyu merasa tubuhnya terbakar saat menyentuh Wonwoo dan ia berusaha menahan dirinya lebih kuat lagi. Apalagi Wonwoo yang saat ini terbaring di kasur membuatnya benar-benar ingin menerjangnya.

"H-hyung tidur disini, aku yang akan t-tidur di sofa." Ucap Mingyu kembali terbata dan segera keluar dari kamar.

"Tapi—"

"Ja-jangan menolak!" tambahnya sebelum menutup pintu kamar dan menghembuskan napasnya yang memburu.

"Oh God." Lirihnya dan segera berlari ke kamar mandi dengan terbirit.

.

.

.

Tbc

Haaiiii~

Sudah sebulan kan ya? atau lebih? :3 long time no see~

Maafkan daku update super ngaret. Waktu kosong sebetulnya banyak, tapi tugas menumpuk, keinginan buat lanjut cerita ada, tapi begitu udah di depan laptop ntah kenapa aku malah jadi ngantuk dan memutuskan untuk tidur haha :DD lempar saja saya dengan hape kalian, gpp kok XP

BTW, ujian kuliah itu kadang nyebelin. Materinya banyak 5 bab gitu, eh, yang keluar Cuma 3 soal atau 5 soal. Kan nyesek ya. soalnya yg keluar gak keinget sama otak u,u

Tapi menyenangkan kalau udah belajar dikit, pas masuk, ujiannya gajadi/gaada. Bebas deh XDD

Udah ah, curhatannya. Btw, maafkan diriku kalau ch ini aneh dan tidak memuaskan atau membingungkan. Soalnya yg nulis juga bingung haha. Terutama waktu bagian mereka ena-ena. v_v

Thanks banget buat yang udah review : Park RinHyun-Uchiha, Rie Cloudsomnia, thisxthat, rossadilla17, Itsmevv, bubblegyu, kimxjeon, kookies, meaniemeanie, egatoti, Khasabat04, monwii jeonwii, boobeepboo, exoinmylove, chajaewan56, Guest, Ara94, Twelves, Wonu nikah yuk, bolang, Beanienim, Mrs. EvilGameGyu, parksungrin1004, equuleusblack, XiayuweLiu, wonuyaaawn, BumBumJin, wonwo love mingyu, cynthiaaryani97, Gigi onta, itsathenazi, shifasyaxx, siVO14, Xi lingling, whchan, shmnlv, Didi aje

A/N : meanie couple makin bertebaran aja momentnya. Bikin hati degeun-degeun, teriak histeris, senyum bahagia sehari semalam. Efeknya luar biasa y.

Udah gitu aja. Babaaaayyy~/tebarflyingkiss

Review yes