IT'S YOU, AGAIN

.

.

.

TYPO DAN BAHASA AMBUREGUL!

.

.

.

.

.

Itu dia.

Berdiri tegap dengan wajah menawannya yang masih sama seperti enam tahun yang lalu.

Itu dia.

Menatapku dengan pandangan sendu yang sama, yang ia berikan padaku enam tahun yang lalu saat aku menghianatinya.

Itu dia.

Seseorang yang membuat jantungku berdetak kencang enam tahun lalu dan bahkan

.

.

.

sampai saat ini.

.

.

.

Itu dia.

.

.

.

.

.

Choi Seungcheol.

.

.

.

Mata kami masih saling menatap dari beberapa menit yang lalu tanpa berpaling. Tatapan matanya yang dulu hangat dan penuh cinta, kini berubah sendu. Dan akupun yakin, tatapan yang aku berikan padanya saat ini tidaklah jauh berbeda dari yang ia berikan padaku sekarang.

Kami hanya terdiam. Menatap satu sama lain tanpa menghiraukan kendaraan yang lalu lalang diantara kami. Aku melihat bibirnya terbuka seakan ingin mengatakan sesuatu. Tapi, tak ada satupun kata yang terucap. Aku melihat ia mulai melangkahkan salah satu kakinya ke depan. Namun, ia menariknya kembali.

Hatiku sudah bergegup tak karuan selama beberapa menit kami hanya bertatapan. Choi Seungcheol. Namanya terus terulang tanpa sadar dari bibirku pelan.

Karena ia tak juga memberi tanda akan mengambil langkah maju, aku pun memberanikan diri untuk menghampirinya. Namun, baru dua langkah berjalan, aku pun berhenti.

"Hyung, ayo kita pulang. Semuanya sudah terbeli."

Dan saat kulihat pemuda itu datang, saat itu pula aku memutuskan tatapan kami.

.

.

.

Author POV

Jisoo segera mengalihkan pandangannya saat melihat seorang pemuda datang bergelayut manja di lengan Seungcheol. Mereka segera berjalan menjauh dan meninggalkan Jisoo yang kembali menatap Seungcheol sendu di seberang jalan. Entah kenapa Jisoo merasa sedikit 'terganggu' dengan kehadiran pemuda tersebut.

Mungkinkah, dia pemuda yang dibicarakan Seungcheol di suratnya waktu itu?

Jisoo yang sedang berkutat dengan opininya langsung kembali ke alam sadarnya saat tangannya ditarik oleh bocah lelaki berumur enam tahun. Ia tersenyum ketika anak itu mulai rewel memintanya untuk segera pulang.

"Omma! Kenapa berdiri disini terus? Ayo pulang~ Aku lapar~"

Jisoo mengelus surai hitam bocah tersebut sebelum akhirnya menggenggam salah satu tangannya.

"Maaf Jimin sayang. Ayo, kita pulang."

Dan akhirnya Jisoo pun sadar apa yang membuat Seungcheol tidak menghampirinya tadi.

.

.

Jimin

.

.

Anak buah cinta nya dengan Mingyu di sampingnya. Seorang anak yang kehadirannya menjadi penyebab perpisahan mereka enam tahun lalu. Anak yang mau tidak mau kehadirannya akan mengingatkan mereka tentang pahitnya berkorban.

Tidak! Baik Jisoo maupun Seungcheol tidak pernah menyalahkan Jimin atas apa yang terjadi pada diri mereka, karena mereka sadar, ini adalah takdir mereka. Namun tetap saja, setiap melihat bocah manis berambut coklat tua itu, rasa sakit di hati Seungcheol kembali terasa.

.

.

.

"Aku akan ke Busan untuk mengawasi resepsi siang nanti dan mungkin akan pulang larut."

"Kau pergi dengan apa?"

"Aku akan bawa mobil sendiri."

Jisoo menghentikan sejenak kegiatan berkemasnya saat merasakan dada suaminya yang menempel dipunggungnya.

"Kenapa tidak suruh Seokmin saja yang membawanya? Aku tidak mau kau kelelahan, princess." Mingyu makin mengeratkan lingkaran tangannya di pinggang istrinya. Mencium harum aroma segar jeruk dari perpotongan leher Jisoo.

"Seokmin sudah berangkat lebih dahulu. Aku kesiangan karena kau tidak membiarkanku bangun dari tempat tidur." Jisoo membalikkan tubuhnya, sedikit mendongakkan kepalanya dengan melipat tangan di dada.

"Jadi salah siapa aku harus menyetir sendiri, hm?" Mingyu hanya terkekeh. Ia mengecup kening istrinya kemudian menaruh kepalanya di pundak sempit itu dengan memeluknya erat.

"Ini kan hari libur, aku hanya ingin bermlas-malasan denganmu."

"Kau memang libur. Tapi justru di hari sabtu dan minggu aku sedang sibuk-sibuknya bekerja."

"Bagaimana kalau aku dan Jimin ikut ke Busan?" Mingyu mengangkat kepalanya dan tersenyum cerah. Berharap istrinya itu akan mengizinkannya ikut kali ini. Tapi nyatanya? Jisoo menggelengkan kepalanya.

"Tidak! Kau ingat terakhir kali kau dan Jimin ikut aku bekerja? Kalian hampir membakar tempat resepsinya karena bermain kembang api. Jadi, no way Mr. Kim!"

"Come on, Mrs. Kim~"

Jisoo menggoyangkan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri, membuat Mingyu mengerucutkan bibirnya.

"Yasudah ya. Aku harus segera berangkat kalau tidak mau terjebak macet." Jisoo segera melepaskan pelukan suaminya dan menyelempangkan tas kerjanya. Ia mengecup kening anaknya yang masih terlelap di kamarnya sebelum menuju pintu keluar.

Mingyu mengikutinya dari belakang dan Jisoo yang sudah hafal rutinitasnya sebagai seorang istri Kim Mingyu langsung mencium bibirnya sebelum berpamitan.

"Jangan lupa ajak Jimin jalan-jalan keluar ya nanti, Gyu."

"Eum. Besok kita jadi ke taman bermainnya?"

"Tentu. Jimin sudah menantikannya."

Dan Mingyu pun melihat Jisoo hingga ia masuk ke dalam lift. Entah kenapa, rasanya hari ini ia berat sekali melepas Jisoo bekerja.

.

.

.

"Terima kasih ya Jisoo! Ini benar-benar pesta pernikahan impianku. Sangat sesuai dengan yang aku bayangkan."

"Sama-sama Seungkwan-ah. Aku senang kalau kau menyukainya."

"Wah, ternyata hyung benar-benar tepat merekomendasikanmu."

"Eh? Hyung?"

"Sepupunya suamiku Vernon yang merekomendasikan kami memilihmu sebagai WO pernikahan kami."

"Siapa sepupunya Vernon?"

"Oh, dia datang kesini kok. Dimana ya eh, itu dia."

Dan Jisoo tidak tau, apakah ini memang takdir, atau tuhan memang sedang mempermainkan dirinya. Di tengah kerumunan keramaian, mata mereka kembali bertemu.

Choi Seungcheol.

Takdir mempertemukan mereka kembali. Namun berbeda dari sebelumnya yang mereka hanya terdiam dengan saling pandang. Kali ini, Seungcheol tanpa ragu datang menghampirinya. Dan setiap langkah yang ia ambil, membuat jantung Jisoo berdegup kencang berkali-kali lipat seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja.

"Jisoo."

Hanya satu kata. Cukup hanya dengan satu kata bernada rendah dan terdengar manis itu. Dunia Jisoo seakan runtuh seketika. Hingga akhirnya ia terkulai tak sadarkan diri di sepasang lengan yang mendekapnya hangat itu.

.

.

.

Jisoo terbangun di sebuah ruangan kecil dengan sedikit pening di kepalanya. Ia teduduk di atas sofa yang ia tiduri tadi, menyebabkan sebuah jas hitam yang menyelimuti tubuh bagian atasnya terjatuh. Saat mengambilnya, Jisoo tanpa sadar menghirup aromanya.

Wangi maskulin yang familiar. Walau sudah bertahun-tahun, Jisoo tidak akan pernah lupa wewangian yang keluar dari tubuh seseorang yang selalu memanjakannya enam tahun silam itu. Wangi maskulin yang wewangiannya akan semakin tercium kuat di bagian daerah dada bidangnya. Jisoo tersenyum pada dirinya sendiri. Gila! Bahkan Jisoo masih sangat hafal detail tiap inci tubuhnya.

"Kau sudah bangun?"

Tanpa sadar, bibir Jisoo sudah membuat lengkungan cantik di wajahnya. Dan tanpa sadar pula, ia menatap wajah tegas itu terlalu lama dari yang seharusnya.

"Iya." Jisoo pun menganggukkan kepalanya.

Seungcheol duduk di samping Jisoo dengan sepiring makanan di tangannya.

"Makanlah." Ucapnya sambil menyodorkan piring berisi nasi dan beberapa lauk pauk di atasnya.

"Ada ayam dan bola-bola daging. Aku juga menambahkan capcay seafood. Semuanya, kesukaanmu." Lagi-lagi Jisoo tersenyum. Entah kenapa, segala sesuatu yang Seungcheol lakukan saat ini selalu menakjubkan bagi Jisoo.

"Terima kasih." Jisoo mengambil piringnya dan mulai memakannya perlahan.

.

.

Rasanya, mereka berharap waktu berhenti saat itu juga.

.

.

"Maaf." Jisoo menghentikan kegiatan makannya dan menatap Seungcheol. Tapi Seungcheol hanya menghadap kedepan dengan kedua tangan mengenggam kedua lututnya erat.

Dia gugup?

"Waktu itu, aku tidak sempat menyapamu. Aku ingin menghampirimu, tapi "

"Tapi kau sedang bersama kekasihmu." Sambung Jisoo.

"Eh? Kekasih?" Seungcheol mengerutkan keningnya memandang Jisoo dan sedetik kemudian bibirnya membulat tanda mengerti.

"Bukan. Yang kemarin itu sepupuku, adiknya Vernon. Aku menemaninya membeli jas untuk pesta pernikahan Vernon."

"Aah~" dan entah mengapa Jisoo merasa lega.

Tidak! Kau tidak seharusnya merasa lega Hong-Kim Jisoo.

"Lalu, kau sudah menikah?" Seungcheol menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Kekasih?" dan Seungcheol pun kembali menggelengkan kepalanya.

"Aku single." Perjelas Seungcheol.

Kini giliran Jisoo yang mengerutkan keningnya. Lalu surat itu?

"Kalau kau memikirkan isi dari surat yang kuberikan padamu waktu itu. Anggap saja hubungan kami tidak berhasil." Dan Seungcheol pun tidak akan pernah bisa jujur kalau semua itu, hanyalah karangannya belaka.

Seungcheol mungkin berhalusinasi atau itu memang sebuah kenyataan yang ia harapkan atau... itu memang kenyataan? Setelah penjelasannya tadi, sekilas ia bisa melihat sebuah senyuman kecil di wajah Jisoo. Seakan mengisyaratkan bahwa ia merasa senang bahwa Seungcheol masih sendiri. Seungcheol sempat berfikir bahwa mungkin, mungkin Jisoo masih mencintainya. Mungkin, masih ada kesempatan untuk dirinya.

"Jisoo."

"Hm?"

"Mau pulang ke Seoul bersama?"

"Maaf, tapi aku... bawa mobil sendiri."

.

.

Dan Jisoo lagi-lagi berfikir, kenapa takdir senang sekali bermain dengan dirinya.

.

.

"Mobilku kenapa Seokmin?"

Jisoo terheran melihat ban mobilnya di bagian samping kanan, dua-duanya kempes. Padahal ia yakin bahwa mobilnya masih dalam keadaan baik-baik saja pagi tadi. Bahkan ia berhasil mengendarainya dari Seoul ke Busan dengan selamat.

"Sepertinya, bos parkir di tempat yang salah. Di sini ada beberapa paku."

"Apa?!"

Jisoo mengurut keningnya. Kenapa dari sekian luas lahan parkir yang tersedia di lapangan belakang gereja ini, harus mobilnya yang terkena sial. Oh iya benar, Jisoo lupa bahwa takdir sedang senang-senangnya bermain dengan dirinya saat ini.

"Jadi, pulang denganku?" dan Jisoo tersadar bahwa Seungcheol masih ada di sampingnya. Karena takut kalau darah rendah Jisoo kambuh dan dia pingsan lagi, Seungcheol menemaninya hingga ke parkiran.

"Kalau tidak keberatan." Melihat senyuman Seungcheol, tiba-tiba hati Jisoo yang gundah gulana terasa teduh kembali.

"It's my pleasure."

.

.

.

Senyuman tidak henti-hentinya terukir di wajah tampan seorang Choi Seungcheol sejak bertemu Jisoo tadi siang.

Akhirnya.

Akhirnya ia bisa dekat dengan Jisoo lagi. Ia sempat tertegun saat beberapa hari yang lalu bertemu Jisoo. Tapi ia masih belum siap untuk berbicara dengan Jisoo. Apalagi ada bocah lelaki anak Jisoo dan Mingyu di sampingnya. Maka saat sampai di rumah, ia malah menyesal karena melewatkan kesempatannya.

.

.

Namun, kali ini ia akan memanfaatkan kesempatan yang ia punya untuk bersama Jisoo dengan sebaik-baiknya.

.

.

Jisoo terbangun dari tidurnya. Ia terkejut karena tidak mendapati Seungcheol di bangku kemudi. Ia menghela nafasnya kasar karena ketiduran, padahal ia sudah berusaha sebaik mungkin untuk tetap terjaga tadi.

Dilihatnya ternyata Seungcheol ada di luar duduk bersandar di bagian depan mobilnya sambil meminum sekaleng minuman. Tanpa pikir panjang, Jisoo langsung menghampirinya.

"Oh, kau sudah bangun? Maaf aku berhenti untuk beli kopi karena sedikit mengantuk."

Jisoo menggelengkan kepalanya "Tak apa." Lalu ikut bersandar di samping Seungcheol.

"Bukankah bintangnya indah?" Jisoo yang sedari tadi memperhatikan Seungcheol mengalihkan pandangannya ke atas. Benar saja, langit sedang cerah sekarang. Tampak cantik dengan taburan bintang yang berkilauan.

Kini giliran Seungcheol yang memperhatikan Jisoo. Wajah tersenyumnya yang sedang memandang bintang seperti ini, mengingatkannya pada wajah dan kenangan yang terdapat di wallpaper ponselnya.

"Seperti masa lalu ya." Dan Seungcheol tidak menyangka kalau Jisoo akan tertawa pelan mendengar ucapannya barusan.

"Iya. Seperti masa lalu." Saat Jisoo mengalihkan pandangannya menatap Seungcheol, pria berambut hitam legam itu pun sadar-

.

.

-ia tidak akan pernah bisa berhenti mencintai Jisoo.

.

.

Seungcheol makin mendekatkan wajahnya ke arah Jisoo. Mungkin karena suasana malam yang tenang, atau udara sejuk di sekitar sungai Han yang menenangkan, atau mungkin memang Jisoo yang masih memiliki rasa untuk Seungcheol? Seungcheol bersyukur karena Jisoo hanya diam menerima.

Tinggal beberapa senti lagi, maka Seungcheol akan berhasil merasakan manisnya bibir plum itu lagi. Jisoo pun sudah menutup matanya. Tetapi Seungcheol malah teringat pertemuannya dengan Jisoo beberapa hari lalu dengan anak lelaki di sampingnya.

.

.

Jisoo heran karena ia tidak juga merasakan apa-apa setelah menutup matanya. Saat membuka matanya, ia bingung karena Seungcheol sudah tidak ada di sampingnya dan malah berdiri di dekat sungai Han.

"Seungcheol..."

"Maaf karena sudah lancang." Ucapnya setelah membalikkan badannya. Jisoo menghela nafasnya kasar. Ia tahu bahwa yang Seungcheol lakukan itu benar.

.

.

Tapi ia malah kecewa.

.

.

"Aku akan pulang naik taksi."

Jisoo berjalan cepat memasuki mobil Seungcheol. Ia membuka kursi belakang dan masuk ke dalamnya untuk mengambil tas dan barang bawannya yang lain. Saat hendak keluar, ia terkejut karena Seungcheol malah masuk dan mengunci pintunya. Ia lebih terkejut lagi saat Seungcheol menangkup wajahnya dan langsung melumat bibirnya penuh nafsu. Dan seketika itu-

.

.

-Jisoo membalas ciumannya.

.

.

Seungcheol tau apa yang ia lakukan salah; mencintai seseorang yang sudah menikah dan memiliki anak. Jisoo tau apa yang ia lakukan salah; menikmati kecupan hangat dari seseorang yang bukan miliknya, lagi. Tapi mereka juga sama-sama tau, kalau masih ada cinta yang tersisa diantara mereka.

Jisoo mendesah pelan saat merasakan kecupan, hisapan, dan gigtian lembut di sekitar lehernya. Ia mengeratkan genggaman kedua tangannya di rambut lelaki di atasnya. Genggamannya makin erat dan desahannya makin sensual saat tangan-tangan nakal membuka satu persatu kemeja yang ia pakai dan merayap bebas di atas tubuhnya.

"Seungcheol~" seperti mantra, kata itu terus terucap dari bibirnya yang mulai bengkak.

.

.

.

Pria manis itu menundukkan kepalanya. Ia mengusap wajahnya kasar dan memandangi pantulan dirinya di cermin yang ada di dalam mobil berkali-kali.

He is fucked up! Ia tidak bisa pulang ke apartemennya dengan keadaan berantakan seperti ini. Selain bibirnya yang bengkak, lehernya penuh dengan tanda-tanda kemerahan hingga kebiruan, dan Jisoo pun yakin kalau di bandannya, khususnya bagian dadanya terdapat banyak bekas yang sama.

"Aku tidak bisa pulang dengan keadaan seperti ini." Ucapnya memecah keheningan. Seungcheol pun hanya memandanginya tanpa mengatakan apapun.

Setelah melakukan hot make out session di jok belakang mobilnya, akhirnya mereka berhenti saat Seungcheol hampir melepas celana yang dipakai Jisoo "Jangan Cheol-ah. Jangan!" Maka mereka pun berhenti dan kembali melajutkan perjalanan mereka dalam keheningan.

"Lalu?" tanya Seungcheol akhirnya. Jisoo memandangi apartemennya dari luar jendela mobil. Ia terus memaki dirinya karena melakukan tindakan laknat seperti ini; berselingkuh. Tapi toh, ia dulu bisa bersama Mingyu karena menyelingkuhi Seungcheol, kan? Lagi-lagi, ia mengutuk dirinya sendiri.

"Antarkan aku ke hotel, Cheol-ah. Aku akan tidur di sana malam ini. Setidaknya besok mungkin bekasnya sudah tidak terlalu ketara atau aku akan tutupi dengan cream."

"Bagaimana kalau menginap di apartemenku saja?" ucap Seungcheol tenang. Ia bahkan dengan santai menggenggam sebelah tangan Jisoo erat.

Jisoo pun jadi berfikir, apa Seungcheol tidak sadar bahwa ia baru saja melakukan skandal dengan istri orang lain di backseat mobilnya tadi dan sekarang dengan kasual menawarkan tinggal di apartemennya.

Jisoo masih sangat hafal dengan arti dari tiap gerak tubuh Seungcheol. Dari tatapan mata dan usapan lembut di tangannya saat ini, Jisoo tau bahwa Seungcheol tidak hanya sedang sekedar menawarkan untuk 'tidur' biasa di apartemennya.

.

.

Gila! Bodoh! Rendahan! Murahan! Penghianat!

.

.

Jisoo lagi-lagi mengutuk dirinya sendiri. Ia tau bahwa ia seharusnya sejak awal menolak ajakan Seungcheol pulang bersama tadi. Ia seharusnya menampar Seungcheol saat ia mencoba menciumnya tadi. Ia seharusnya ingat dengan cincin emas putih dengan permata kecil di tengahnya yang melingkar di jari manisnya. Ia seharusnya ingat dengan suami dan anaknya yang mungkin ketiduran di sofa karena menunggunya pulang di rumah. Ia seharusnya mengabaikan tawaran Seungcheol.

.

.

Tapi, ia malah mengabaikan semua yang seharusnya ia lakukan.

.

.

"Bagaimana, Jisoo?"

.

.

.

.

.

"Kalau kau tidak keberatan."

.

.

.

Dan lagi-lagi, Jisoo kehilangan akal sehatnya karena senyuman seorang Choi Seungcheol.

.

.

.

"It's my pleasure."

.

.

.

Jisoo pun sadar, bahwa bukan takdir yang sedang mempermainkannya. Tapi, ia sendirilah yang menikmati bermain-main dengan takdir.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Oh, Tuan Kim. Bos Jisoo sudah pulang sejak sore tadi. Mobilnya rusak, jadi saya bawa ke bengkel dulu. Tadi ia pulang dengan kawan lamanya itu loh Tuan Kim, yang dulu pernah jadi client kami tapi tidak jadi menikah, yang dulu juga pernah datang ke kantor dengan marah-marah, yang penampilannya... "

"Mobil apa yang ia pakai?"

"Eh? Emm.. kalau tidak salah sedan hitam."

Mingyu yang melihat sedan berwarna hitam melajukan kendaraannya dari jendela kamar apartemennya, merasakan jantungnya seakan tercekat.

.

.

Udaranya, seakan diambil paksa.

.

.

Di tengah percakapannya dengan Seokmin, Mingyu merasakan ponselnya bergetar tanda pesan masuk. 'My lovely princess' terpampang di layar ponselnya. Segera ia baca pesan tersebut, dan dirasakannya dadanya makin sesak.

"Seokmin, besok kalian ada jadwal jam berapa?"

"Besok? Kebetulan sekali besok Bos mengosongkan jadwalnya. Katanya, mau pergi jalan-jalan dengan Jimin kan?"

"Oiya, benar. Aku lupa. Kalau begitu, terima kasih Seokmin-ah."

"Memangnya Bos Jisoo belum pulang ya, Tuan Kim?"

"Mungkin, mungkin ia mampir dulu. Aku yakin Jisoo pasti pulang. Sekali lagi terima kasih Seokmin-ah."

"Ya, sama-sama Tuan Kim."

Bip

Mingyu menjatuhkan tangannya dari depan telinganya. Tangannya yang lain ia gunakan untuk meremas dada sebelah kirinya yang berdenyut sakit.

Ia berjalan perlahan ke tempat tidur dan meletakkan ponselnya di nakas tempat tidur. Kemudian, memandangi wajah Jimin yang sedang terlelap di kasurnya bersama Jisoo.

Mingyu naik ke atas tempat tidurnya. Mendekap Jimin erat dipelukannya. Sekuat tenaga ia menahan isakan yang hendak keluar dari bibirnya. Tapi tidak dengan air matanya yang beberapa jatuh di pucuk kepala anaknya.

.

.

.

Jisoo pasti kembali. Kata-kata itu yang terus dikatakan hati seorang Kim Mingyu. Ia yakin, kalau Jisoo tidak akan mungkin meninggalkan mereka. Setidaknya, ia tidak akan meninggalkan Mingyu.

.

.

.

.

.

Tidak selama ada Jimin diantara mereka.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

From: My lovely princess

Maaf sayang, karena ada keperluan mendesak aku akan lembur di kantor hingga besok. Maaf juga besok aku tidak bisa ikut ke taman bermain. Kita tunda minggu depan ok? Tolong titip kecupan maaf untuk Jimin. Besok juga mungkin aku akan pulang larut.

Maafkan aku ya sayang. Aku mencintaimu dan Jimin.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

End

.

.

.

.

.

.

.

.

Sebenarnya ini bagian dari 5 FF special untuk ulang tahun Jisoo kemarin, yang kesemuanya udah Nana post di Wattpad.

Nana menutuskan untuk update disini juga karena FF IT'S YOU itu adalah FF special yang Nana mulai dari awal di FFn dan diakhiri juga di FFn.

Semoga suka.

Silahkan yang mau menghujat dan mencaci maki Nana terima dengan lapang dada ^^

Warning: Minshua shippers harap tidak membaca! ^^