IT'S YOU

CheolSoo / Minshua

Hong Jisoo

Choi Seungcheol

Kim Mingyu

(Rate: M / 18+)

Two/Three-Shoot (Part 1)

"Katakan 'Aaa'~"

"Aaaam" Seungcheol memakan kimbab isi kepiting kesukaannya.

"Makan yang banyak sayang~"

"Terima kasih." Seungcheol tersenyum lebar ke arah lelaki cantik berambut pirang sebahu di hadapannya.

"Kau tidak makan?"

"Melihatmu makan dengan lahap sudah membuatku kenyang."

"Jeonghan-ah, mana mungkin kau bisa kenyang dengan hanya melihatku makan?" Seungcheol mengambil sumpitnya dan mulai menyuapi kekasihnya.

"Ayo makan."

"Baiklah kalau kau memaksa. Aaa~" Jeonghan pun memakan kimbab yang diarahkan padanya. Jeonghan memakan kimbabnya dengan senyum lebar yang tak pernah lepas sedari tadi dari wajahnya. Mereka seakan tak peduli dengan pandangan orang-orang disekitarnya yang memandang geli maupun iri melihat kemesraan mereka. Tak jauh dari tempat mereka makan, ada lelaki manis dengan mata dan bibir kucing memandang gerah ke arah mereka. Ia benar-benar menyesal karena telah datang ke restauran ini untuk makan siang dan mem-black list nya dari daftar restauran langganannya setelah melihat kejadian ini. Dadanya begitu sesak hingga ia kehilangan selera dan tidak menyentuh makanan dihadapannya sama sekali. Ia membuang nafasnya kasar sebelum akhirnya memilih meninggalkan restauran keluarga ini. Saat si pria manis keluar dari pintu, Seungcheol memandangi kepergiannya sebentar.

"Ada apa chagiya~?"

"Ah, tidak apa-apa." Seungcheol kembali menaruh pandangannya kepada pria cantik dihadapannya dan menyunggingkan senyum plus lesung pipinya.

"Kau ini, datar sekali."

"Eh?"

"Sayang! Panggil aku dengan kata sayang!" Jeonghan mem-pout kan bibirnya.

"I-iya. Sa-sa-" Seungcheol menghela nafasnya pelan. "Sayang."

Jeonghan tersenyum lebar.

"Nah gitu dong. Kita kan menikah sebulan lagi, setidaknya kau harus terbiasa memanggilku sayang. Ok?" Seungcheol pun hanya memangguk kikuk.

.

.

.

Keduanya telah menutup mata menikmati momen mereka. Seungcheol mencium bibir itu lembut, melumatnya penuh cinta secara perlahan, menikmati tiap detik yang seakan membuatnya melayang semakin tinggi hingga ke langit ke tujuh. Ia semakin mengeratkan pelukannya ke pinggang ramping kekasihnya, memeluknya seerat mungkin seakan takut kekasihnya akan lari kalau ia tidak mendekapnya erat. Ciuman mereka semakin dalam, ditandai dengan lidah mereka yang mulai bermain dengan lincahnya. Suara cipakan dan desahan memenuhi apartemen bergaya minimalis dengan nuansa hitam putih ini. Seungcheol mulai memasukkan tangannya ke dalam baju kekasihnya, meraba tiap senti punggung mulus kekasihnya.

"Ahh, Seungh-" kekasihnya pun tak kalah melayangnya karena sentuhan lembut Seungcheol di punggung dan bibirnya. Yakinlah, mereka akan dengan hati melakukan hal ini atau lebih dari ini sampai pagi kalau alarm itu tak berbunyi. Si pria manis mencoba melepaskan kungkungan Seungcheol saat alarm itu terus berbunyi. Namun, Seungcheol benar-benar terhanyut akan rasa manis dari bibir plum yang menggairahkan ini dan tidak berniat melepaskannya.

"S-seungh-" Si pria manis mengeluarkan seluruh tenaganya yang tersisa untuk mendorong dada bidang lelaki dihadapannya hingga terbuka sedikit jarak di antara mereka yang sekaligus melepas ciuman mereka.

"Kau harus pulang."

"Sebentar lagi." Seungcheol kembali akan mencium bibir plum itu kalau saja tangan kekasihnya tidak menahan dada bidangnya untuk tidak mendekat lebih. Si pria manis memindahkan tangannya dari dada bidang ke kedua pergelangan tangan Seungcheol dan melepaskannya dari pinggangnya. Ia hanya menunduk sebelum berbalik arah mematikan alarm di ponselnya yang tergelatak di meja sebelum berdiri menatap keluar jendela besar apartemennya. Melihat kerlap-kerlip kota Seoul di tengah malam.

"Pulanglah. Bukannya mulai besok kalian sudah harus mempersiapkan pernikahan kalian."

"Jisoo..." panggil Seungcheol lirih. Ia memandang punggung kekasihnya sendu. Pantulan wajah kecewa kekasihnya terlihat samar-samar dari kaca di depannya. Ia berjalan pelan mendekati Jisoo hendak memeluknya saat Jisoo membalikkan badannya.

"Waktumu sudah habis Seungcheol-ah." Seungcheol terdiam di depan Jisoo.

"Pulanglah." Jisoo tak memandang lelaki di hadapannya sama sekali. Ia hanya melipat kedua tangannya di depan dananya dengan sesekali menghela nafasnya pelas, menahan kepedihan di dadanya yang mulai semakin sesak. Seungcheol meletakkan kedua tangannya di pundak kekasihnya yang lebih pendek beberapa senti darinya. Mengecup pipi kanannya beberapa detik lamanya sebelum memandang wajah manis kekasihnya.

"Aku temani tidur, hm?"

"Tidak usah. Lebih baik aku melihatmu pergi selagi mataku masih terbuka, daripada melihat sebelah ranjangku kosong di pagi hari." Seungcheol terdiam. Ia melihat Jisoo yang menggigit bibir bawahnya. Seungcheol memeluknya erat, menenggelamkan wajah kekasihnya di dadanya.

"Aku akan kembali, sayang." Ia membisikkan kata-kata itu dengan nada rendah di samping kuping kekasihnya sebelum mengecup singkat bibirnya. Seungcheol berbalik mengambil mantelnya di kursi dan menuju pintu keluar. Jisoo mengangkat wajahnya memandangi punggung Seungcheol yang perlahan tapi pasti, menghilang dari pandangan.

Sekarang hanya ada ia sendiri di sini, di ruang tengah memeluk dirinya sendiri, masih memandangi pintu keluar sendu, masih menggit bibir bawahnya, masih memikirkan Seungcheol, masih merasakan pelukannya, masih merasakan ciumannya, masih mencintainya, dan masih menunggunya kembali. Menangis dalam diam merutuki dirinya sendiri yang masih saja tak bisa melepaskan Seungcheol, walaupun pikirannya selalu mengatakan untuk menakhirinya, tapi hatinya selalu menang.

"Mau sampai kapan seperti ini?"

.

.

.

"Bos, tadi ada pesanan baru untuk pernikahan sekitar sebulan lagi. Mereka minta meeting siang ini."

"Ok."

"Bos, client yang pernikahannya akan dilaksanakan minggu depan sudah datang ingin melihat rancangan tempatnya."

"Oh, baiklah, suruh tunggu di ruangan meeting ya."

"Bagaimana kalau di kafe saja."

"Eh?" Jisoo yang sedari tadi berkutik dengan laptopnya mengalihkan pandangannya ke ambang pintu. Pria tinggi sudah bersender nyaman disana dengan senyum menggoda kearahnya. Jisoo terkejut melihatnya. Ia membuka kacamata bacanya untuk memastikan ia sedang tidak berhalusinasi.

"Mingyu?"

.

.

.

Jisoo meminum americano pesanannya. Sedangkan Mingyu di depannya hanya menatapnya sedari tadi dan tak menyentuh espresso pesanannya.

"Jadi kakakmu yang akan menikah? Hah, aku benar-benar kaget karena kukira kau yang akan menikah minggu depan."

"Kenapa? Kau kecewa kalau aku akan menikah dengan orang lain?" Jisoo tersedak. Ia terbatuk karena americanonya salah jalan ke saluran pernapasannya.

"Yak! Pelan-pelan mangkanya." Mingyu mengambil botol air dari tasnya dan berlari ke samping Jisoo. Bertumpu dengan lututnya, ia mengelus punggung Jisoo pelan dan menyerahkan botolnya yang telah ia buka. Jisoo meminumnya perlahan.

"Jangan-jangan kau masih suka padaku ya?" Jisoo memberi glare nya dan mencubit pipi Mingyu kasar.

"Jangan asal ngomong!"

"Aaakh!" Mingyu mengelus pipinya yang memerah. Mingyu hanya tertawa pelan melihat wajah masam Jisoo, walau masam justru ia terlihat tambah manis menurut Mingyu dengan bibirnya yang mengerucut. Mingyu mengambil tisu di meja dan melap bibir plum Jisoo yang terdapat sisa air minumnya. Jisoo terkejut dengan perlakuan Mingyu dan membelalakkan matanya melihat wajah Mingyu yang entah sejak kapan jadi sedekat ini dengan wajahnya. Wajahnya masih tampan seperti dulu.

"Wajahmu merah tuh."

"Eh?" Jisoo pun tersadar dari lamunannya dan mendorong Mingyu menjauh, sedikit kencang membuatnya tersungkur di lantai.

"Kau masih sama seperti dulu ya."

"Berisik!"

"Apa hatimu juga masih sama seperti SMA dulu?"

"Tidak!"

"Benarkah? Apa karena kau sudah punya kekasih baru? Memangnya ada gitu yang mau dengan tukang cubit yang ngambekan sepertimu?"

"Tentu saja a-" Jisoo tidak meneruskan kata-katanya. Ia sendiri bingung sebenarnya Seungcheol itu masih kekasihnya apa bukan.

"Hm?" Mingyu menatap bingung.

"Kau punya pacar?" Jisoo menatap tajam Mingyu.

"Aku kesini bukan untuk nostalgia denganmu. Kalau kau mau melihat tempat resepsinya lebih baik sekarang kita berangkat. Nanti siang aku sudah ada janji." Mingyu berdiri dan mengulurkan tanganya ke arah Jisoo.

"Ayo berangkat, princess."

"Ck! Jangan pernah memanggilku dengan nama itu, lagi!" Jisoo berdiri dan mencubit perut Mingyu, kecil tapi menyakitkan. Mengabaikan tangan terulur mingyu dan berlalu ke parkiran.

"Dia masih manis seperti dulu."

.

.

.

Setelah melihat tempat resepsinya, Mingyu mengantar Jisoo kembali ke kantornya. Ia membukakan pintu Jisoo dan dibalas gelengan gerah dengan kelakuan Mingyu.

"Besok pakaiannya jadi, jadi sebaiknya kakakmu dan pasangannya datang mencoba, biar bisa diperbaiki kalau tidak pas."

"Aku boleh datang?" Jisoo memutar bola matanya dan mengalihkan pandangannya malas.

"Terserah!"

CUP!

Mingyu mencium pipi Jisoo lembut. Jisoo yang kaget hendak mencubit pipi Mingyu (lagi) saat tangannya ditahan oleh Mingyu lalu diciumnya punggung tangannya yang langsung dihempaskan Jisoo.

"Kau ini! Apa-apaan sih?" Jisoo mengepalkan tangannya hendak memukul kepala Mingyu namun terhenti saat terdengar suara memanggilnya.

"Kau Jisoo kan?" Jantung Jisoo seakan berhenti berdetak saat dilihatnya wajah-wajah tak asing di depannya.

"Jisoo?" panggil sekali lagi pria cantik dihadapannya menyadarkannya.

"I-iya. Aku Jisoo."

"Oh, syukurlah. Tadinya kami sudah mau pulang karena kau tidak juga datang."

"Eh?"

"Kami client yang akan menikah bulan depan." Demi dewa! Kenapa dari sekian banyak WO di Seoul, Seungcheol dan Jeonghan memilih ke tempatnya? Apa Seungcheol benar-benar ingin membunuhnya perlahan?

"Sepertinya kau sibuk, kalau begitu aku pergi dulu ya princess." Mingyu mengacak rambutnya pelan sebelum menundukkan kepalanya ke arah pasangan didepannya dan memasuki mobil.

"Sudah kubilang jangan memanggilku dengan nama itu." Ucap Jisoo pelan sebelum mencubit lengan Mingyu yang dijawab rintihan sang empunya lengan. Seungcheol menyipitkan matanya dan memberi glarenya kepada pemandangan merusak mata dan hatinya itu.

.

.

.

"Silahkan diminum dulu kopinya."

"Terima kasih." Jeonghan menyeruput kopinya sedikit dan meletakkannya kembali di meja.

"Tadi itu pacarmu?"

"Eh?" Jisoo memandang Seungcheol yang terlihat kesal sesaat sebelum kembali ke Jeonghan.

"Bukan. Hanya teman saja."

"Benarkah? Tapi kalian terlihat mesra sekali. Bahkan ia mencium pipimu mesra tadi." Jeonghan terkekeh.

What the - , jadi mereka melihat semuanya?

"Jeonghan-ah, kau mau mengobrol atau merencanakan pernikahan kita? Aku masih ada meeting setelah ini."

"Iya, iya sayang. Kau ini, tidak ada salahnya kan bersikap akrab. Lagian, kita kan akan lebih sering bertemu dengannya nanti untuk membicarakan pernikahan kita." Jisoo hanya bisa tersenyum seadanya.

Lebih sering bertemu dengan mereka? Seungcheol brengsek! Dia benar-benar ingin menyiksaku perlahan. Kenapa harus kesini sih?

.

.

.

Jisoo hendak tidur ketika ia terkejut dengan dobrakan pintu kamarnya yang keras.

"Seungcheol?!" Seungcheol langsung mencium Jisoo agresif. Ia mendorongnya hingga menabrak dinding cukup keras. Seungcheol melumat bibir Jisoo kasar. Jisoo mengerahkan tenaganya untuk mendorong Seungcheol menjauh, tapi Seungcheol malah makin mengeratkan pelukannya di pinggang Jisoo di salah satu tangannya dan tangan satunya menekan tengkung Jisoo. Seungcheol menjilat bibir Jisoo agar ia membuka mulutnya, namun Jisoo menutupnya rapat. Jisoo, tidak suka dengan Seungcheol yang mabuk dan kasar seperti ini. Sekali lagi, ia memukul dada Seungcheol keras hingga ia menjauh terhunyung ke belakang hampir jatuh ke lantai.

"Lebih baik kau pulang."

"Aku akan menginap!"

"Menginap?" Jisoo menghela nafasnya kasar.

"Bahkan sejak bertunangan dengannya kau tidak pernah sekalipun menginap. Dan kini saat kau akan menikah sebulan lagi kau akan menginap?" Seungcheol duduk di pinggiran ranjang.

" Besok pagi bukannya jadwalmu memantau proyek di Busan? Sebaiknya kau cepat pulang dan istirahat. Kau tidak pernah datang di hari ini dan kenapa kau sekarang datang dengan mabuk seperti itu, hah?" Jisoo menarik tangan Seungcheol hendak mengusirnya keluar dari kamarnya, dari apartemennya!

"Pokoknya aku mau menginap!" Seungcheol hendak membaringkan tubuhnya di kasur saat Jisoo menarik semakin keras.

"Aku tidak mau mengurus orang mabuk!" Jisoo menarik Seungcheol hingga ia berdiri terpaksa.

"JADI KAU TIDAK MENCINTAIKU LAGI, HAH? APA INI KARENA MANUSIA GENTER ITU? KAU SUDAH BERPINDAH HATI? SECEPAT ITUKAH?" Jisoo terhenyak.

"Aku akan panggil taksi, kau tidak bisa menyetir dengan keadaan mabuk seperti ini." Jisoo berbalik hendak mengambil ponselnya saat tangan Seungcheol mencegahnya.

"APA JANGAN-JANGAN KAU SUDAH BERPACARAN DENGANNYA SELAMA INI? JADI KAU MENDUAKAN AKU, HAH? JAWAB JISOO! JAWAB!" Seungcheol mengguncangkan tangan Jisoo dan menggenggamnya kasar yang lantas dihempaskan Jisoo.

"Mendua? Kau tidak punya kaca, hah?! Kau yang sudah menduakanku! Bahkan sekarang kau membuatku seakan selingkuhanmu walaupun kau lebih dulu bersamaku!" Jisoo menggigit bibir bawahnya.

"Kau lakukan semua itu agar perusahaanmu bisa berkembang lebih pesat kan? Kau ingin berbakti pada orangtuamu kan? Kalau begitu apa yang kau lakukan malam-malam begini disini? Apa yang kita lakukan selama ini? Pergi!"

"Aku takkan pergi! Aku takkan membiarkan siapapun menyentuhmu apalagi menciummu seperti tadi. Kau milikku!" Seungcheol kembali memeluk Jisoo dan mendorongnya menempel tembok. Ia mencoba menciumnya lagi tapi tangan Jisoo menghalangi bibir Seungcheol agar tidak menyentuhnya. Seungcheol yang kesalpun menggenggam kedua tangan Jisoo.

"Kenapa kau tidak mau kucium? Bukannya kau selalu suka?"

"Ini bukan dirimu Seungcheol-ah. Kau sedang mabuk."

"AKU TIDAK MABUK!" Seungcheol berteriak keras, lebih keras dari tadi. Dan dari jarak sedekat ini, Jisoo benar-benar terkejut.

"Siapa tadi itu, hah?! Siapa pria genter itu?!"

"Teman." Jisoo mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Teman?! Menciummu mesra begitu?! Tidak mungkin seorang teman melakukan itu. Dia gay juga kan?! Dia suka padamu?!"

"A-aku tidak tau dia suka padaku atau tidak."

"Bohong!"

"Aku benar-benar tidak tau!" Jisoo kini menatap mata Seungcheol tajam.

"Oke, dia mantanku saat SMA, tapi sejak masuk kuliah aku putus dengannya begitu saja karena dia sekolah di luar negeri. Lalu aku bertemu denganmu, dan sekarang hanya ada kau dihatiku."

"Hanya aku?" Seungcheol menunjukkan smirk nya.

"Siapa yang tau kau bertemu dengan lelaki lain di luar sana saat aku tak ada?"

"Seungcheol-ah..."

"BERAPA BANYAK LELAKI YANG KAU KENCANI DI LUAR SANA SELAIN AKU?! SIAPA LAGI MANTANMU YANG KAU TEMUI DAN MENCIUMMU MESRA SEPERTI ITU?! ATAU JANGAN-JANGAN KAU JUGA SUDAH TIDUR DENGAN SALAH SATU DARI MEREKA?!"

PLAKK!

Jisoo tak bisa lagi menahan air matanya.

"Sepertinya... semuanya benar-benar harus diakhiri hari ini. Pulanglah, lalu menikah dengan Jeonghan. Kau beruntung bisa mendapatkan lelaki cantik yang sangat mencintaimu sepertinya, bukan lelaki murahan sepertiku yang bahkan dengan bodohnya mau dijadikan selingkuhan hanya karena sangat mencintai kekasihnya." Jisoo mendorong Seungcheol kasar. Ia mengambil mantelnya di sofa kamar dan pergi meninggalkan apartemennya, meninggalkan Seungcheol yang masih mematung ditempatnya.

.

.

.

Seungcheol berputar memandangi isi kamar Jisoo. Ia mengingat kembali bagaimana biasanya ia akan masuk dari pintu itu dengan menggendong Jisoo dengan kedua tangannya dan Jisoo melingkarkan tangannya di leher Seungcheol sambil sesekali mengecup bibir kucing Jisoo. Lalu, ia akan menghempaskan Jisoo dikasur king size itu dan mulai mencumbunya, dan saat ia akan membuka baju Jisoo, Jisoo akan kabur dari dekapan Seungcheol dan ia harus mengejar kucing manisnya. Mengitari sofa merah itu dan akhirnya baru bisa menangkapnya saat kucingnya telah terpojok di dekat jendela kamarnya. Lalu ia akan memeluk pinggang ramping Jisoo dan menciumnya mesra lagi, takkan melepaskan bibir itu hingga Jisoo melingkarkan kakinya di pinggang Seungcheol dan menggendongnya hingga ke kasur. Mereka akan semakin memperdalam ciuman mereka hingga akhirnya mereka menghentikannya saat Jisoo mulai mencubit kedua pipi Seungcheol kasar. Cubitan Jisoo benar-benar mematikan. Lalu dengan nafas yang terengah-engah dan wajah memerah, Jisoo akan memandang kedua mata Seungcheol penuh cinta dengan mata kucing cantiknya yang membuat Seungcheol tidak akan tahan untuk tidak mengatakan 'aku mencintaimu' yang selalu berhasil membuat senyum di bibir manis Jisoo sambil mengatakan 'aku juga mencintaimu' hingga akhirnya mereka akan meneruskan kenikmatan indahnya malam hingga ke langit ketujuh dengan desahan sambil memangil nama satu sama lain dan kata-kata cinta serta flirty dari bibir Seungcheol.

Seungcheol menangis terduduk di pinggiran ranjang, mengusap wajahnya kasar, merutuki dirinya sendiri atas perbuatan dan perkataannya yang telah menyakiti hari orang yang sangat dicintainya. Jisoo tak pantas diperlakukan seburuk ini olehnya.

Is it really the end of us?

.

.

.

Seokmin memasuki kantornya yang berupa ruko tingkat tiga itu pagi-pagi sekali. Sebagai sekretaris dan orang kepercayaan bosnya ia harus menunjukkan sifat rajinnya. Saat membuka kantor bosnya hendak menghidupkan ac, ia terkejut karena mendapati bosnya meringkuk di sofa.

"Bos? Bos Hong?" ia mengguncangkan bahu bos manis nya itu pelan.

"Emm." Jisoo pun membuka matanya perlahan, mengerjapkannya beberapa kali sebelum akhirnya terduduk. Rambutnya berantakan, matanya sembab karena menangis semalaman. Ditandai degan banyaknya tisu yang bertebaran di sekitar sofa dan meja bosnya.

"Jam berapa ini?"

"Jam 7 bos." Bosnya hanya mengangguk-angguk sambil menutup matanya kembali.

"Maaf bos, tapi, kenapa bos tidur disini? Apartemennya kenapa?"

"Sepertinya aku harus pindah, Min."

"Hah? Kenapa? Bukankah apartemen disana bagus."

"Bagus sih, tapi... sudah tak nyaman disana. Lingkungannya membuatku gerah."

Tentu saja membuatnya gerah. Dari pertama pindah di apartemen itu tiga tahun lalu, semua yang ada disana hanya mengingatkannya pada Seungcheol. Sejak kejadian semalam, Jisoo berencana untuk memulai hidup baru. Salah satunya dengan mencari apartemen baru dengan suasana baru.

"Tolong carikan aku info tentang apartemen yang agak jauh dari sini dan apartemenku yah, Min."

"Baik bos."

"Tapi sebelumnya, bisa pinjam bajumu dulu?"

"Eh?"

"Aku tidak mau kembali dulu kesana." Seokmin mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Tapi, bajuku tidak ada yang bagus bos." Kekehnya.

"Boleh tidak?" kini Jisoo meliriknya tajam.

"Boleh bos." Seokmin langsung memberikan kunci apartemennya beserta passwordnya.

"Aku numpang mandi sekalian tak apa kan?" Seokmin hanya menggangguk-anggukan kepalanya. Jisoo pun tersenyum dan keluar dari ruangannya.

"Memangnya ada apa dengan apartemennya? Padahal apartemennya mewah dan sangat nyaman. Apa ada sasaeng yang mengejar bos ku? Ia memang manis sih, siapapun pasti akan jatuh hati padanya. Atau jangan-jangan ada tetangganya yang sering mengganggunya dengan meminta nasi setiap pagi? Ah.. kau ini. Itumah Soonyoung tetanggamu. Tetangga bos kan orang kaya semua." Seokmin mengakhiri monolog nya dengan memunguti tisu di ruangan bosnya.

Jisoo dengan sepatu olahraga dan piyama tidur pink dibalut mantelnya keluar dari kantornya. Ia mengeratkan mantelnya dan mulai berjalan cepat ke apartemen Seokmin yang untungnya tidak jauh dari tempatnya. Ia menundukkan kepalanya, menahan malu berharap tidak ada yang mengenalinya. Ia merutuki dirinya sendiri kenapa juga disaat seperti ini ia harus memakai piyama pink motif beruang pemberian ibunya. Kalau saja bukan ibunya yang memberikan ini, Jisoo pasti sudah membakarnya.

"Hei manis~" Jisoo menghentikan langkahnya saat didengarnya suara berat itu.

Mampus! Gak mungkin kan itu dia. Sepagi ini? Disini? Ngapain?

Jisoo mempercepat langkah kakinya, tapi suara yang memanggilnya semakin keras dan dekat.

"Princess!" Jisoo merasakan seseorang mendekapnya erat dari belakang.

"Mingyu!" Jisoo melepas pelukannya dan berbalik menatap Mingyu.

"Sedang apa disini?"

"Tadinya mau mengejutkanmu dengan memberimu sarapan pagi bibimbab." Mingyu mengangkat sebelah tangannya menunjukkan bungkusan yang dibawanya.

"Tapi sepertinya aku yang malah terkejut melihatmu dengan piyama itu. Sangat manis my princess~" smirk Mingyu. Jisoo memberikan glare nya.

"Aku tidak menyangka ternyata kau tinggal di kantormu?" Mingyu melirik ruko tingkat tiga dibelakangnya.

"Eh? Ti-tidak. Aku tinggal di apartemen dekat sini."

"Lalu? Apa biasanya kau langsung kesini setelah bangun tidur? Takut kantormu telah hilang dipindah ufo gitu?" Jisoo memukul lengan Mingyu keras.

"Sudah, ah. Aku pergi!"

"Tunggu." Mingyu menarik tangan Jisoo mendekat kearahnya. Ia memandangi wajah Jisoo lama. Membuat Jisoo kebingungan. Mingyu mengambil sesuatu dari kantongnya dan memberikannya pada Jisoo. Membuat Jisoo tambah bingung.

"Tisu basah?"

"Iler dan belek mu tuh." Jisoo yang memerah malu langsung mengambil tisu basah tersebut dan melap mukanya sambil memunggungi Mingyu.

"Wah, sepertinya kau benar-benar takut kantormu dipindah ufo, huh? Bahkan tanpa mencuci mukamu kau langsung kesini."

"Berisik! Itu karena aku tidur disini semalam."

"Tidur disini? Kenapa?"

"Aku mau pindah."

"Pindah ketempatku saja." Jisoo berbalik memandang Mingyu dengan tatapan apa-kau-sudah-gila.

"Tidak mau!"

"Hah! Dasar bodoh!" Mingyu mengacak rambut Jisoo yang sudah acak-acakan.

"Maksudku pindah ke gedung apartemen yang sama denganku. Bukan ke apartemenku. Gedungnya masih cukup baru, jadi belum banyak terisi."

"Oh.."

"Nah! Jadi kau benar-benar berfikir tinggal bersamaku?" goda Mingyu.

"Eh? Ti-tidak!" Jisoo menghela nafasnya berkali-kali.

"Aku pergi!"

"Aku ikut!" Mingyu merangkul bahu Jisoo. Jisoo menatapnya tajam.

"Aku sudah jauh-jauh kesini membawakan sarapan untukmu. Ayo temani aku makan. Ini bibimbab dengan banyak daging kesukaanmu. Buatanku sendiri." Jisoo pun mengalah. Ia pikir tidak ada salahnya juga. Lagian kasian juga dia pagi-pagi kesini. Jisoo pun jadi sedikit teringat saat dulu SMA, Mingyu selalu membawakannya bekal buatannya sendiri.

"Baiklah."

Jisoo dan Mingyu, yang terus saja merangkul bahu lelaki mungil disampingnya, berjalan kaki menuju apartemen Seokmin. Seungcheol yang memandangi mereka dari dalam mobilnya yang terparkir tak jauh dari sana mengepalkan tangannya erat dan memukul kemudi didepannya dengan keras berkali-kali, membuat tangannya memar.

.

.

.

Setelah sarapan pagi dan merapikan dirinya di apartemen Seokmin, Jisoo kembali ke kantor. Lalu Mingyu? Mingyu duduk di sofa di kantor Jisoo menengadahkan dagunya dengan salah satu tangannya di pinggiran sofa, memandangi lelaki berambut coklat tua yang sedang sibuk dengan laptopnya. Kacamata yang dipakainya dan sweater sedikit kebesaran membuat Jisoo sangat menggemaskan.

"Berhenti menatapku."

"Lalu aku harus menatap apa?" Jisoo menghentikan ketikannya, memandang malas lelaki di depannya.

"Kau ini tidak punya kerjaan, hah?" Mingyu menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Jauh-jauh kuliah ke luar negeri kau tidak bekerja?"

"Aku yang punya kantornya, kok. Jadi aku bebas mau ke kantor kapan saja."

"Huh?"

"Aku buka kantor periklanan. Kalau kau mau mengiklankan usahamu, aku beri diskon 50%. Bagaimana?" Jisoo terkekeh pelan.

"Terima kasih atas tawarannya, tapi aku tidak butuh."

"Hmm, benar juga. Usaha Wedding Organizer mu sudah cukup terkenal. Bahkan kau sudah melayani banyak pejabat."

"Kau tau darimana?"

"Ah, itu karena-" Mingyu terdiam.

"Karena?"

"Karena..."

Tring~ Tring~ Tring~

Suara ponsel Mingyu menyelamatkannya. Ia mengangkat panggilannya, dan Jisoo berkutat kembali ke pekerjaannya.

"Aku harus meeting. Nanti aku datang lagi ya."

"Tidak usah repot-repot." Jisoo menjawabnya tanpa melihat ke arah Mingyu.

"Mana mungkin aku repot sih princess."

"Jangan panggil aku begitu!" Jisoo masih fokus pada pekerjaannya.

"Aku pergi~ bye bye~"

"Bye"

"See you~"

"See you"

"I love you~"

"I lo-" Jisoo memberi glare nya pada Mingyu yang hanya terkekeh diambang pintu sambil memberi flying kiss nya sebelum benar-benar menghilang dari pandangannya. Jisoo juga jadi ikut terkekeh dan geleng-geleng geli dengan tingkah Mingyu yang masih sama seperti dulu. Kekanak-kanakan.

"Dasar Kim bodoh!"

"Siapa yang bodoh?"

"Siapa lagi kalau bukan si.." Jisoo menelan ludahnya kasar saat melihat siapa yang masuk ke kantornya.

"Tuan Jeonghan datang mau melihat rancangan pernikahannya, bos!"

"Baiklah." Seokmin pun permisi keluar. Jisoo bangkit menuju Jeonghan.

"Silahkan duduk."

"Jadi bagaimana rancangannya?" Jisoo menunjukkan laptopnya untuk gambaran pernikahannya.

"Seperti yang kau minta, pesta kebun dengan nuansa putih. Dengan bunga-bunga mawar putih segar dan masakan ala barat kualitas nomor satu. Untuk toxedo-nya, kau bisa pilih siapa desainernya. Lalu, musik pengiringnya. Kau mau musik seperti apa?"

"Menurutmu calon suamiku akan suka musik apa?"

"Eh?" Jisoo tertegun dengan pertanyaan lelaki cantik disampingnya yang kini menampakkan smirknya.

"Ma-maksudnya?" Jisoo sedikit berhati-hati ditiap ucapannya.

"Aku belum terlalu lama mengenalnya. Tiga bulan? Kurasa baru tiga bulan lalu aku mengenalnya dan langsung berunangan. Sedangkan kau, kau sudah mengenalnya lima tahun lalu sejak kuliah. Terlebih, kau sudah menjadi kekasih gelapnya selama tiga tahun ini, atau tiga bulan sejak aku hadir dihidupnya menggantikanmu?" Jisoo menundukkan kepalanya tak mampu menatap Jeonghan. Ia terus saja menggigit bibir bawahnya sejak awal Jeonghan mulai memasuki ruangannya.

"Jadi menurutmu musik apa yang dia suka?" Jisoo masih terdiam dengan kepalanya yang tertunduk.

"Hm? Kenapa kau tidak menjawabku?" Jeonghan menghela nafasnya pelan. Ia melipat kedua tangannya di dadanya sambil menyilangkan kakinya ditambah senyum puas yang setia terpajang diwajahnya sedari tadi.

"Kenapa diam saja? Hey! Selingkuhan!"

"Jawab?!" Jeonghan sedikit membentak.

"Orkestra. Dia ingin pernikahannya diiringi musik orkestra."

"Ternyata kau benar-benar memahaminya."

"Aku sudah memberikan detailnya kemarin. Dan sepertinya kau juga bekerja dengan baik. Untuk bajunya, biar kami urus sendiri. Jadi, selebihnya aku serahkan padamu." Jeonghan berdiri dari duduknya dan menuju pintu keluar.

"Anggap saja pekerjaan ini sebagai hadiahmu untuk pernikahan Seungcheol dan aku. Dan juga.." Jeonghan membalikkan badannya menatap Jisoo yang masih menunduk sedari tadi.

"Terima kasih karena telah mengakhiri hubungan kotormu dengan calon suamiku, setidaknya, aku tidak perlu bersusah payah untuk memintamu pergi dari hidupnya. Karena kau juga ternyata sudah dapat penggantinya. Hah! Hebat ya kau, Tuan Hong Jisoo. Hebat dalam merebut hati lelaki, ataupun kekasih orang." Jeonghan keluar dari ruangan Jisoo dengan senyum kemenangan. Ia keluar dari kantor Jisoo dan berbalik sebentar menatap papan nama diatas gedung 'White Wedding'.

"Apa bagusnya sih dia? Lebih menarik juga aku kemana-mana. Aku bisa menjadi tampan dan cantik dalam waktu bersamaan. Sedangkan dia? Ceking begitu. Seungcheol bodoh!"

.

.

.

Jisoo menggigit bibir bawahnya cukup keras hingga sedikit terluka. Butiran bening mulai mengalir di kedua pipinya, terjatuh ke punggung tangan yang terletak di atas pahanya. Ia mengacak rambutnya kasar. Sesekali menengadahkan kepalanya ke atas untuk meredam air mata agar berhenti, namun gagal. Tangisnya makin menjadi, kala mengingat semua kenangan indah bersam Seungcheol. Bagaimana dulu ia dan Seungcheol pertama kali bertemu di klub basket universitas, pertama kali berciuman di kelas Jisoo yang kosong, pertama kali ia menjamahnya di anniversary mereka yang pertama di apartemen Jisoo, dan pertama kalinya Seungcheol mengatakan ia akan dijodohkan dengan anak teman ayahnya untuk kelangsungan perusahaan ayahnya, serta pertama kalinya Jisoo menyetujui permintaan Seungcheol untuk mereka tetap melanjutkan hubungan mereka meski Seungcheol telah bertunangan.

'Kekasih gelap'

'Selingkuhan!'

'Anggap saja pekerjaan ini sebagai hadiahmu untuk pernikahan Seungcheol dan aku'

'Terima kasih karena telah mengakhiri hubungan kotormu dengan calon suamiku'

Cukup! Sudah cukup Jisoo merasa benar-benar terhina dan direndahkan seperti ini. Meninggalkan Seungcheol adalah keputusan terbaik.

.

.

.

"Jisoo..."

"Pergilah." Tanpa menengok pun Jisoo sudah tau siapa yang datang.

"Sayang.." Seungcheol memandangi punggung kekasihnya yang sedang menatap keluar jendela. Ingin sekali ia memeluk pinggang ramping itu lagi, mengistirahatkan dagunya di pundak itu sambil sesekali mengecup leher jenjangnya. Tapi sikap dingin Jisoo menghentikan langkahnya. Tapi ia juga tidak bisa menyalahkan Jisoo, karena ini semua memang kebodohan Seungcheol.

"Dia, pasti mengatakan sesuatu kan?" Sengcheol dapat mendengar jelas helaan nafas Jisoo.

"Aku harap, kau tidak menghiraukan apapun yang dikatakannya. Tampangnya memang seperti malaikat, tapi jelas kata-katanya tidak bisa dikatakan baik. Ia selalu bicara semaunya tanpa memikirkan perasaan orang lain. Maka dari itu, aku hanya mencintaimu. You're my real angel."

"Choi Seungcheol."

"Sayang.."

"Pertama, tidak baik menjelek-jelekkan calon suamimu. Kedua, apa yang dikatakannya semuanya benar dan dia punya hak serta alasan mengatakan hal-hal itu kepadaku. Sedangkan aku? Aku tak punya hak apa-apa atas dirimu."

"Sayang, kenapa kau berbicara begitu?"

"Ketiga.." Jisoo membalikkan badannya.

"Kita sudah berakhir. Jadi, jangan temui aku lagi selain dengan urusan pernikahanmu. Aku akan tetap bersikap profesional dengan menangani pernikahanmu sebagai..."

'Anggap saja pekerjaan ini sebagai hadiahmu untuk pernikahan Seungcheol dan aku'

"... sebagai hadiah pernikahanku untukmu."

"Sayang.." Seungcheol memandang sendu kekasihnya.

"Dan lagi, berhenti memanggilku sayang. Karena aku bukan sayangmu lagi Tuan Choi Seungcheol. Lebih baik kau gunakan itu untuk memanggil tunanganmu."

"Tapi.." Belum sempat Seungcheol menyelesaikan kata-katanya, Jisoo sudah buru-buru mengambil pouch nya, berdiri di dekat pintu mempersilahkan Seungcheol untuk pergi.

"Kami sudah mau tutup, jadi silahkan temui kami besok untuk membahas pernikahanmu."

"Sayangku." Seungcheol mencoba mendekati Jisoo untuk memeluknya. Sumpah! Seungcheol sangat merindukan tubuh mungil kekasihnya. Ia bisa gila menahan untuk tak menyentuh kekasih manisnya sedaritadi. Namun teriakan Jisoo menghalangi niatnya.

"PERGI!"

"Apa kau benar-benar ingin mengakhirinya?" Jisoo melirik sembarang arah.

"Tatap mataku dan katakan kalau kau tidak menginginkanku lagi." Jisoo langsung menatap mata Seungcheol dalam. Seungcheol kini bisa melihat dengan jelas wajah manis kekasihnya. Matanya yang sembab karena pasti menangis atas perkataan Jeonghan tadi siang yang entah apa tapi pasti menyakitinya karena ia sangat tau watak tunangannya itu walau baru mengenalnya tiga bulan. Lalu, bibir kucingnya, yang can- , terluka? Jisoo pasti menggigiti bibir bawahnya lagi. Ia selalu seperti itu kalau menahan tangis.

"Bibirmu." Seungcheol hendak mengusapnya dengan jempolnya namun di tepis kasar oleh Jisoo.

"Kita berakhir Choi Seungcheol. Sekarang, per-gi!" Jisoo menggigit bibirnya lagi.

"Jangan menggigiti bibirmu lagi. Nanti lukanya semakin parah."

"PERGI!" Jisoo langsung mematikan lampu ruangannya saat Seungcheol sudah berada di luar ruangannya. Ia lalu mengunci pintu ruangannya dan mendorong Seungcheol kasar agar keluar dari kantornya. Seungcheol pun dengan terpaksa meninggalkan Jisoo. Ia tidak mau Jisoo menggigiti bibirnya lagi walau itu artinya ia harus meninggalkan Jisoo yang pasti akan menangis saat ia pergi. Dan benar saja, Jisoo langsung lemas menyender pintu ruangannya sambil menangis dalam diam.

.

.

.

Mingyu datang lagi ke kantor Jisoo. Walau hari sudah larut, tapi ia tetap kekeh ingin kesana walau hanya melihat kantornya saja dari luar. Dan benar saja, kantornya sudah gelap gulita. Ia tersenyum sambil memandang lantai paling atas tempat ruangan Jisoo berada, membayangkan Jisoo dengan sweater kebesarannya tadi. Sangat manis. Namun, senyuman itu seketika luntur saat ia keheranan melihat seseorang yang rasanya tak asing keluar dari pintu utama kantor Jisoo.

"Sedang apa si brengsek itu kemari?" Mingyu dengan wajah seriusnya menghampiri Seungcheol.

"Sedang apa kesini? Memangnya client berkonsultasi sampai tengah malam begini?" Seungcheol tak kalah kesalnya melihat tampang Mingyu tiba-tiba nongol didepannya.

"Apa urusanmu? Mau aku datang tengah malam atau pagi buta, apa hakmu?" Seungcheol meletakkan kedua tangannya dipinggangnya, seakan menantang pria yang lebih tinggi dihadapannya ini.

"Sekarang memang bukan urusanku. Tapi sebentar lagi, akan jadi urusanku."Seungcheol menyipitkan matanya.

"Karena aku akan menjadikannya hanya milikku, lagi!"

"Apa?!"

"Jadi setiap hari, aku bisa menatap wajah cantiknya yang terlelap di pagi hari, membangunkannya dengan memberi kecupan singkat di bibir manisnya, menatap mata indahnya sebelum berangkat kerja yang akan selalu mengingatkanku untuk cepat pulang. Lalu, tentu saja memeluknya erat saat pulang ke rumah dan memberi kecupan lagi di bibirnya dan mem-"

BUGG!

Mingyu terhunyung ke belakang akibat pukulan keras di pipi kirinya. Ia tertawa pelan saat melihat darah dari sudut benar-benar naik darah hanya dengar memikirkan Jisoo hidup bersama orang lain selain dirinya. Ia tidak rela. Ia tidak akan pernah rela Jisoo nya disentuh orang lain selain dirinya.

"Kenapa kau marah? Kau kan bukan kekasihnya."

"Aku kekasihnya!"

"Kekasih macam apa yang menjadikan manusia sebaik Jisoo sebagai selingkuhannya, hah?"

"Kau, bagaimana kau tau?"

"Tidak penting aku tau darimana." Mingyu mendatangi Seungcheol dan menarik kerah bajunya.

"Yang terpenting adalah, Jisoo pantas mendapatkan yang terbaik, yang menjadikannya prioritas nomor satu di atas segala-galanya. Bukannya disakiti dengan menjadikannya kekasih gelap hingga direndahkan oleh orang lain!" Mingyu pun menghajar wajah Seungcheol dengan tinjunya. Jadilah, adu tinju-tinjuan di depan kantor Jisoo.

Jisoo yang hendak pulang pun kaget melihat pemandangan brutal dihadapannya.

"BERHENTI!" sepertinya teriakan Jisoo tidak membuat mereka berhenti memukuli dan menariki kerah lawannya. Jisoo pun mencoba meleraikan mereka dengan menarik Seungcheol menjauhi Mingyu, namun tenaga mereka berdua jauh lebih kuat dibanding ia seorang diri.

"Seungcheol-ah, Mingyu-ah, hentikan! Apa-apaan kalian ini?"

"Aku akan menghajar brengsek satu ini yang telah menyakitimu, my princess."

"Jangan memanggilnya princess! Dia itu sayangku!" Jisoo benar-benar dibuat gerah oleh tingkah laku kedua orang ini. Moodnya sedang tidak baik sedari pagi, dan kini saat menjelang bergantinya hari ia harus mengurusi dua orang gila ini.

"Kubilang hen-"

BUG!

"Ah!" Jisoo tersungkur ke tanah. Ia memegangi pelipis sebelah kirinya yang terkena sikutan Seungcheol cukup keras. Hampis saja, pukulannya mengenai matanya. Bisa-bisanya ia kehilangan sebelah penglihatannya kalau itu terjadi.

"Jisoo!" Teriak mereka berdua bersamaan. Mereka langsung melepaskan cengkraman mereka menghampiri Jisoo.

"JANGAN MENDEKAT!" Jisoo mencoba bangkit dengan tenaganya yang tersisa walau sempat akan jatuh lagi beberapa kali.

"Ini semua karenamu!" bentak Mingyu ke arah Seungcheol.

"Jisoo, maaf, aku tak sengaja."

"Aku antar pulang, ya, my princess."

"Tidak usah!" Jisoo menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali, mencoba mengusir rasa sakit di pelipisnya yang membiru.

"Kalau kalian memang ingin membantuku, sekarang pulanglah ke rumah kalian masing-masing."

"Sayang.."

"My princess.."

"Pulang!" Mingyu dan Seungcheol memberi glare ke lawannya seakan seperti ada aliran listrik tegangan tinggi yang menyanbar dari mata mereka dengan tatapan ini-semua-salahmu. Lalu mereka pun berbalik pergi.

BRUGH!

Mingyu dengan kaki panjangnya berhasil lebih dulu sampai disamping Jisoo yang tiba-tiba terjatuh dan langsung mendudukkannya di pangkuannya. Seungcheol pun ikut memandangnya khawatir di samping Jisoo.

"Jisoo, kau kenapa? Jisoo, wajahmu pucat sekali."

"Jisoo, maaf karena pukulanku cukup keras, ya."

Jisoo meringis memegangi kepalanya.

"Aku memang sudah tidak enak badan sejak tadi pagi. Aku tak apa." Ucap Jisoo lirih sambil masih menutup matanya.

"Aku akan mengantarmu pulang." Seungcheol memegang Jisoo dan hendak mengambilnya dari dekapan Mingyu saat tangannya dihentikan oleh Mingyu.

"Biar aku yang mengantarnya."

"Memang kau tau tempatnya?" Mingyu terdiam.

"Biar Mingyu saja." Seketika ucapan lembut dari bibir Jisoo menghujam tepat di jantung Seungcheol.

"Kau pulanglah. Aku tidak mau berurusan dengan lelaki yang sudah bertunangan." Mingyu langsung memberikan smirknya pada Seungcheol. Kalau saja Jisoo tidak disini, Seungcheol pasti akan mematahkan taringnya.

"Tolong antarkan aku pulang, Gyu. Nanti kuberitahu arahnya."

"Tentu, my princess." Mingyu langsung menggendong Jisoo dengan gaya bridal ke mobilnya. Menaruhnya di kursi depan dan menutup pintunya perlahan. Lalu memutar ke kursi pengemudi. Ia menampilkan smirk nya yang terakhir kali ke arah Seungcheol sebelum berlalu pergi dengan mobilnya.

"Aku mencintaimu Jisoo, only you. It's always been you." Seungcheol memejamkan matanya yang membuat seketika air mata yang sedari tadi tergenang di pelupuk matanya terjatuh bebas di kedua pipinya.

TBC

Note: Wah, kira-kira Jisoo cocoknya sama siapa ya? Seungcheol atau Mingyu? Cheolsoo atau Minshua? Bingung~

Karakter ditokoh ini hanya hayalan penulis semata, dan menghayal adalah hak setiap manusia. Jadi, No bashing! No hate! Enjoy aja~~~~