BABY ON LOAN

(Remake by Liz Fielding)

.

.

.

Main Cast :

Park Chanyeol (GS) & Kris Wu

.

Other Cast :

Park Luhan & Byun Baekhyun (GS)

Oh Sehun (GS)

Do Kyungsoo (GS)

Kin Jongin

Baby! Park Taehyung

Zhang Yixing (GS)

Jesica Jung

Etc.

.

Genre:

Tentukan sendiri ^^

.

Rate:

Tentukan sendiri ^^

.

.

MAAF TYPO! SELAMAT MEMBACA... ^^

.

Chapter 9

.

Chanyeol masuk ke ruang kerja dan menutup pintu di belakangnya. Kris Wu terlalu mudah mengusik perhatiannya.

Tapi Chanyeol tetap kesulitan berkonsentrasi. Ia bisa mendengar pria itu mondar mandir di loteng. Memindahkan benda-benda yang berat. Dan Kris turun beberapa kali ke lantai tempat Chanyeol sedang bekerja.

Seandainya Kris bertekad membersihkan rumah, Chanyeol berharap pria itu mau melakukannya di lain waktu.

Chanyeol memandangi layar di hadapannya tapi sepertinya pikirannya terpusat pada Kris dan menolak untuk dialihkan oleh apa pun bahkan hal sepenting pekerjaan.

Akhirnya suara berisik itu berhenti. Tapi keheningan ini malah terasa lebih buruk, hingga Chanyeol akhirnya mengesampingkan kerumitan desain yang sedang dikerjakannya. Sebaliknya ia menelepon beberapa orang. Hanya untuk mencegah dirinya keluar dan melihat apa yang sedang Kris kerjakan. Hanya untuk menghentikan dirinya memikirkan pria itu.

.

Kris mengusap dagunya dengan bahu, mencoba menganalisis perasaan yang membanjiri dirinya. Penyesalan. Kesedihan atas kehidupan yang tidak sempat dijalani.

Ia menyentuh tempat tidur bayi yang di cat putih mengilap, mencoba mengingat bagaimana rasanya sewaktu ia membawa Jessica dan Sophia pulang dari rumah sakit. Perasaan bangga yang meledak-ledak tak tertandingi.

Bel pintu berdering.

Seandainya ia pergi bersama Jessica hari itu, bukannya tinggal di rumah untuk mengerjakan laporan barunya. Seandainya Jessica membawa Grady bersamanya...

Belnya berdering lagi dan Kris membelai kain sepanjang tempat tidur untuk terakhir kalinya dan membiarkan bayangan itu pergi. Ia tidak bisa mengubah apa pun, yang bisa dilakukannya untuk Jessica dan Sophia sekarang hanyalah menjalani hidupnya dengan baik. Mulai sekarang. Tanpa membuang-buang satu detik pun dalam penyesalan.

Chanyeol membuka pintu ruang belajar saat Kris lewat. "Oh, aku mendengar bunyi bel," ujar Chanyeol. Wajahnya terlihat agak merona dan sedikit bersalah, seperti wanita yang tertangkap basah sedang menunggu kekasih gelapnya, membuat Kris merasakan gejolak rasa cemburu menguasainya. Ia ingin Chanyeol terlihat seperti itu saat menantinya. "Aku tidak yakin kau mendengarnya juga."

"Kau sedang menunggu seseorang?"

"Tidak... aku hanya berpikir... sepertinya kau sedang kerja."

"Tidak, aku sudah selesai. Aku akan membukanya. Tadi kau bilang kau sedang sibuk, kan ?"

"Ya... Lagi pula, paling-paling tamu itu mencarimu."

Sialan. Sekarang Chanyeol tampak ketakutan. "Chanyeol..." terdengar dering panjang dan tajam. Siapa pun yang berada di depan menuntut perhatian segera.

"Ya ampun. Aku datang!" Kris memutar tubuhnya, tergesa-gesa menuruni tangga, dan membuka pintu lebar-lebar. "Ya, ada apa?" tanyanya.

"Oh." Pria yang berdiri di depan pintunya mundur selangkah, terkejut oleh responnya yang kasar. Pria itu berusia sekitar tiga puluh tahun, rambutnya tebal dan nyaris berwarna merah, tubuhnya tinggi, atletis, dan anehnya terlihat familiar.

"Well?" tanya Kris. "Apa yang anda inginkan?"

"Eh, tidak ada. Maksudku... aku mencari Chanyeol."

"Chanyeol?" jawaban itu sangat tidak terduga hingga Kris sendiri juga ikut mundur selangkah.

Tamunya yang tidak sabaran itu sepertinya menganggap gerakan Kris sebagai undangan untuk masuk. Pria itu memasuki ruang depan, mengedarkan pandangannya seakan berharap bisa melihat Chanyeol disana. "Dia meninggalkan pesan bahwa dia pindah kemari. Begini, kami baru saja kembali dari bepergian. Aku ayah Taehyung."

Lalu, saat tidak mendapatkan respon apa pun, pria itu melanjutkan lagi, "Kurasa Chan agak marah padaku, ya?"

Kris bukan pria yang kasar. Ia sudah terlalu sering berurusan dengan dampak kekerasan serta melihat penderitaan yang diakibatkannya. Tapi tidak satu pun dari hal itu berarti baginya saat ia melewati tangan yang terulur dan sebaliknya mencengkeram jaket pria itu, mengangkatnya, dan membenturkan tubuhnya ke dinding.

"Agak marah?" bentaknya. "Kaupikir dia mungkin agak marah? Setelah apa yang kau lakukan padanya? Pria macam apa kau ini?" pertanyaan itu murni retorik, Kris tidak tertarik pada alasan-alasan. "Akan kukatakan pria macam apa kau ini. Kau adalah parasit,tukang selingkuh, dan pembohong, tapi kalau kau pikir bisa masuk kembali dalam hidup Chanyeol dan mangacaukannya lagi. Kau salah besar. Sekarang dia tinggal di rumahku dan tak seorang pun... tak seorang pun... kau dengar?" desak Kris. Korbannya hanya membalas dengan mengganguk-angguk cepat. "Dia tinggal dirumahku," ulang Kris, memberi penekanan pada pesannya, "Dan tak seorang pun akan memanfaatkan kebaikannya atau menyalahgunakan cintanya lagi."

"Maaf, tapi kupikir..."

"Aku tidak peduli apa yang kau pikirkan. Apa yang kau pikirkan sama sekali tidak menarik bagiku. Aku hanya ingin kau keluar dari kehidupan Chan..."

"Kris!" Chanyeol buru-buru menuruni tangga menghampiri mereka. Saat Kris melihat ke atas, melihat wajah wanita itu, mendengar ketergesaan dalam suaranya, hatinya seolah-olah tenggelam. "Turunkan dia! Apa yang kau lakukan?"

Kris menatap pria yang dijepitnya di dinding, lalu memandang Chanyeol, wajahnya yang cantik menunjukkan kekhawatirannya. Chanyeol mungkin mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia sudah melupakan ayah Taehyung, yang jelas dia sudah meyakinkan Kris, tapi sekali melihat sudah cukup bagi Kris untuk mengetahui bahwa bagi Chanyeol semua ini belum selesai. Tak peduli seburuk apa pun sikap Jongin, pria itu hanya perlu muncul di hadapan Chanyeol untuk mendapatkan sambutan layaknya pahlawan.

"Membodohi diriku sendiri?" jawab Kris pahit. Kemudian ia melepaskan pria itu dan melangkah mundur, menabrak meja di ruang depan. Kris mengulurkan tangan untuk memegang meja itu dan melihat surat perjanjian sewa yang ditinggalkannya disana aewaktu ia pulang dipenuhi... kehidupan. Kris mengambil dan merobeknya jadi dua. "Satu kamar, penghuni satu," ujarnya saat mulut Chanyeol menganga. "Aku tidak menerima pasangan."

"Apa? Kau atau aku yang sudah gila?"

"Aku juga pernah menanyakan hal yang sama padamu. Sekarang kita tahu. Kita hampir serupa, Chanyeol, tapi karena kau yang menerima kembali parasit ini dengan tangan terbuka, kurasa kaulah yang pantas disebut gila."

"Tentu saja aku menerimanya. Aku sudah menghubunginya sepanjang hari ini. Dia datang menjemput Taehyung, Kris," kata Chanyeol hati-hati. "Untuk membawanya pulang." lalu, sambil berbalik menghadap kakaknya, Chanyeol bertanya, "Baekhyun tidak ikut bersamamu?"

Luhan berdeham. "Dia sedang mencari tempat parkir. Dan sepertinya mengulur-ulur waktu." Dia menatao Kris. "Kami tidak yakin sambutan seperti apa yang akan kami terima."

"Oh, kemarilah idiot!" Chanyeol mengulurkan lengannya dan memeluk Luhan.

"Istirahatmu cukup?"

"Aku tidak turun dari tempat tidur selama tiga hari." Lalu Luhan menyeringai. "Entah apa itu bisa disebut istirahat..." Ia mendekap Chanyeol erat-erat. "Siapa gorila itu?" gumamnya.

"Gorila?" Chanyeol langsung membayangkan gorila yang memakai wig pengacara dan toga, lalu terkikik. "Gorila itu namanya Kris. Kris Wu. Aku tinggal bersamanya saat aku diusir dari flatku..." bersamanya? Sepertinya kurang tepat, tapi penjelasan bisa menunggu. Kemudian Chanyeol berkata, "Kris?" bibir Kris terlihat pucat dan masih tetap memandang Luhan seolah-olah ingin merobohkannya dengan tangan kosong. "Kris, ini Luhan." Dia masih belum bergerak. "Dia kakakku, Luhan," tambah Chanyeol hati-hati.

"Kakakmu?" sekarang setelah Chanyeol memberitahunya, Kris menyadari kemiripan itu. Tapi... "Tapi dia bilang dia ayah Taehyung."

"Well, ya. Penjaga pintu itu sedah bilang padamu..." Chanyeol terdiam. "Kau bilang dia sudah memberitahumu."

"Dia memberitahuku bahwa kau terpaksa meninggalkan Taplow Towers saat bayi itu datang. Bahwa ayah si bayi mendadak pergi bersama istrinya."

"Ya. Luhan dan Baekhyun..." Chanyeol menatap Luhan. "Sebaiknya kau pergi mencari Baekhyun dan bilang padanya sekarang sudah aman untuk masuk."

"Aku tidak yakin," balas Luhan, sambil tetap mengawasi Kris lekat-lekat.

"Jangan bodoh. Ini hanya semacam kesalahpahaman yang konyol. Kita akan membereskannya sambil minum teh."

Luhan menunggu Kris menyetujui usul itu. Chanyeol membuka kacamata dan alisnya terangkat memberi dorongan. Kris mengangkat tangannya. "Terserah, masuk saja. Bawa istrimu. Undang seluruh keluargamu. Anggap saja rumah sendiri. Tapi lupakan tehnya, yang kubutuhkan sekarang adalah minuman keras." Kris berbalik saat seorang wanita muda yang menarik melambaikan saputangan putih dari ambang pintu.

"Sudah aman untuk masuk?"

"Baekhyun!" Chanyeol langsung berlari menghampiri wanita itu dan memeluknya sebelum kemudian menjauhkan kakak iparnya itu untuk menatapnya. "Kau tampak hebat. Istirahat itu sudah jelas manjur."

"Kau tidak marah?"

"Yah, aku lebih suka kalau kau bertanya dulu. Pasti akan lebih mudah kalau aku menginap di tempatmu. Kau tidak harus mengirim barang-barang keperluan bayi lewat paket kilat, dan aku tidak akan diusir dari rumahku." Baekhyun tidak benar-benar menatap mata Chanyeol. Luhan tiba-tiba melihat kakinya. Dan Chanyeol mendadak mengerti. "Oh, jadi begitu, ya."

"Kami harus mengeluarkanmu dari sana, Chan. Semua ketenangan itu. Kau pasti akan layu," ujar Baekhyun. Kemudian, masih belum yakin harus melihat kemana, Baekhyun melihat ke sekelilingnya. "Rumah ini indah..." Suaranya terputus dan Chanyeol akhirnya merasa kasihan padanya.

"Ya, memang. Sewanya juga sangat masuk akal. Dan pemiliknya sangat pandai dalam menangani bayi..." Chanyeol bertemu pandang dengan Kris dan tak menyukai apa yang dilihatnya. "Naiklah dan lihat Taehyung. Tunggu sampai kalian melihat giginya..."

"Chanyeol?" Kris memanggilnya dengan nada suara yang mungkin digunakannya untuk menanyai saksi yang sulit diajak kerjasama, untuk menakut-nakuti mereka. "Bisakah kau jelaskan apa sebenarnya yang terjadi disini?" Kris bergerak menghampirinya, tapi Chanyeol menarik lengan Baekhyun dan menaiki tangga, berhenti hanya untuk menepuk lengan Luhan.

"Giliranmu, kakakku sayang. Aku akan meninggalkanmu untuk menceritakan pada Kris apa yang telah kau lakukan padaku dan kenapa. Buat cerita yang bagus, karena kau sebaiknya berharap dia cukup iba padaku hingga bersedia menyatukan kembali surat perjanjian sewa itu." Chanyeol akhirnya menatap Kris lurus-lurus. "Aku suka tinggal disni."

Tatapan Luhan berpindah-pindah dari Chanyeol ke Kris, kemudian sambil tersenyum lebar, menatap adiknya lagi. "Kalau memang begitu, adik kecil, kurasa sebaiknya kau menjelaskannya sendiri. Demi amannya."

"Aku juga setuju," ujar Baekhyun. Ia mencengkram tangan suaminya dan mendorongnya menaiki tangga. "Jangan khawatirkan kami. Kami bisa mencari poci tehnya..."

"Lupakan tehnya," kata Chanyeol. "Dalam hal ini aku setuju dengan Kris." Ia menatap Kris dan sama sekali tidak menerima dukungan. "Sebenarnya sekarang mungkin saat yang tepat untuk mengeluarkan brendi yang sepertinya selalu kau paksakan padaku dalam setiap kesempatan." Ia berputar di ambang pintu lalu memandang Luhan dan Baekhyun. "Kalian akan menemukan Taehyung di lantai atas di kamar sebelah kanan..."

"Dan dapurnya di bawah," tambah Kris. "Anggap saja rumah sendiri." Lalu ia menutup pintu dan berbalik menghadap Chanyeol, sambil bersandar di pintu seolah-olah mencegah kalau-kalau Chanyeol berniat melarikan diri. Ia tidak mengatakan apa-apa.

"Brendi," ujar Cahnyeol sesaat kemudian.

Suara Kris menghentikan Chanyeol berjalan melintasi ruangan. "Taehyung bukan bayimu."

Seketika Chanyeol berbalik. "Tapi kukira..."

"Jongin bukan ayahnya."

"Bukan! Kris..."

"Kalau begitu aku hanya punya satu pertanyaan."

"Hanya satu?"

"Sebenarnya permainan apa yang sedang kau mainkan?"

"Permainan?"

"Permainan, sandiwara, sebut saja apa yang kau suka. Orang tua tunggal yang menderita dan diusir ke jalanan. Apa arti semua itu?"

"Tapi kau tahu Taehyung bukan anakku. Kau sendiri yang bilang begitu. Kau sudah pergi ke Taplow Towers..."

"Tempat aku diberitahu bahwa kau harus pindah karena bayimu. Bahwa ayahnya pergi bersama istrinya..."

"Kau pikir aku berselingkuh dengan pria beristri?" seru Chanyeol. "Bagaimana mungkin kau berpikir seperti itu?" ia tidak menunggu jawaban tapi langsung mencengkram botol brendi, menuang isinya ke dua gelas besar, lalu menegak isi gelasnya. Dan tersedak. Kris tidak melakukan apa-apa untuk menolongnya, dia hanya menunggu sampai Chanyeol bisa mengembalikan fungsi paru-parunya lagi. "Well? Itukah yang kau pikirkan?" tanya Chanyeol setelah mampu bernafas dengan normal lagi.

"Asal kau tahu, aku tak percaya semenit pun juga bahwa kau tahu pria itu sudah menikah. Kenapa kau tidak langsung memberitahuku bahwa Taehyung bukan bayimu?"

"Aku berniat mengatakannya..." Chanyeol terdiam.

Kris mengangkat bahu, merasa lebih mudah untuk melihat isi gelas yang sedang dipegangnya. "Tapi?"

"Aku hendak mengatakannya padamu di pagi pertama itu. Menjelaskan situasinya."

"Jadi kenapa kau tidak melakukannya?"

"Karena kau bilang kalau bukan karena Taehyung, kau sudah melemparku ke jalanan saat itu juga."

"Kepalaku terbentur, masih jet lag, dan berhadapan dengan penyewa rumah yang tidak kuinginkan. Kau tidak bisa mengharapkanku bersikap masuk akal, kan?"

"Aku tidak punya harapan apa pun. Sikapmu sama sekali tidak masuk akal..."

Kris menyisir rambut dengan jemarinya, berusaha menerima perubahan mendadak ini. Tidak ada Taehyung. Tidak ada bayi. Hanya Chanyeol. "Aku tidak bermaksud begitu. Tidak bersungguh-sungguh. Demi Tuhan, memangnya kau anggap aku ini monster macam apa?"

"Kau terluka, jet lag, dan keponakanmu menyewakan rumahmu tanpa izin. Mana aku tahu bahwa di balik penampilanmu yang garang seperti harimau itu terdapat hati selembut kucing."

"Seharusnya kau memberitahuku..."

"Well, ya aku tahu itu. Dan aku memang berniat memberitahumu. Lalu kau pergi ke Taplow Towers. Penjaga pintu disana tahu kejadian yang sebenarnya, semuanya. Kau sudah bicara dengannya... Demi Tuhan, tidakkah kau lihat bahwa aku terkejut karena kau begitu tenang mengnai hal ini?"

Tenang? Tidak, di dalam hatinya ia tidak tenang. "Kusangka kau ditelantarkan."

"Tidak, Taehyung-lah yang ditelantarkan. Di depan pintuku. Oleh Luhan dan Baekhyun. Dengan catatan kecil bahwa mereka sangat membutuhkan tidur."

"Well, kurasa mereka sudah mendapatkan istirahat yang cukup," ujar Kris muram.

"Bukan itu alasan mereka melakukannya, Kris. Tidakkah kau lihat betapa berat hal ini bagi Baekhyun? Mereka melakukannya demi aku."

"Demi kau?"

"Aku ingat waktu itu sempat berpikir bahwa jika mereka ingin membuatku diusir dari Taplow Towers dan mereka benar-benar berhasil melakukannya."

"Tapi kenapa mereka ingin berbuat seperti itu?"

"Aku merasa aman disana. Tak ada seorang pun di tempat itu yang akan mengetuk pintuku untuk meminta kopi dan membuatku patah hati."

"Itukah yang dilakukan Jongin? Membuatmu patah hati?"

Ada semacam kekuatan dalam diri Kris yang membuat Chanyeol menjaga jarak padahal yang diinginkannya hanyalah menghampiri pria itu, memeluknya, dan meyakinkannya. Satu-satunya yang bisa dilakukan Cahnyeol hanyalah bersikap jujur sepenuhnya. Menumpahkan seluruh isi hatinya.

"Kelihatannya begitu. Waktu itu. Parahnya lagi, dia membuatku tidak percaya pada penilaianku sendiri. Aku menyingkir dari kehidupan untuk sementara, lupa bahwa kita hanya mendapat satu kesempatan dalam hidup, tanpa latihan. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Bukankah itu yang mereka katakan?"

Kris melintasi ruangan dengan langkah-langkah lebar, mengambil gelas dari tangan Chanyeol dan menggenggam tangan wanita itu. "Chanyeol..."

Pintu di ketuk dan wajah Baekhyun muncul dari baliknya. "Maaf mengganggu, tapi Taehyung ingin minum dan ada seekor anjing besar yang kelihatannya keberatan kalau aku menggunakan dapurnya."

"Oh, ya..." Kris melangkah mundur. "Aku akan kesana dan mengeluarkannya."

Chanyeol menghentikannya. "Biar aku saja. Tetaplah disini dan mengobrol dengan Luhan."

"Kau yakin?"

Chanyeol tersenyum padanya. "Kalau aku akan tinggal disini, Grady dan aku harus saling membiasakan diri. Ayo, Baek."

"Tapi, Chan..."

"Grady jinak seperti domba," ujar Chanyeol, suaranya yang terdengar sedikit bergetar menunjukkan ketakutannya.

Kakaknya bergerak untuk mengikuti mereka, tapi Kris menghentikannya.

"Adikku takut pada anjing," ujar Luhan muram.

"Ya, aku tahu. Tapi kurasa dia lebih memilih untuk memberanikan diri. Bisakah kita memberinya kesempatan?"

Dari atas tangga mereka memperhatikan Chanyeol dan Grady yang sedang menjaga pintu dari Baekhyun.

"Duduk, Grady." Suara Cahnyeol terdengar tegas, hanya orang yang mengenal Chanyeol dengan baik yang dapat menangkap keragu-raguan di dalamnya. Grady langsung patuh, duduk sesuai perintah, lalu berbaring di lantai dapur, menumpukan kepalanya yang besar di kakinya. "Anjing pintar," puji Chanyeol. Kemudian ia membungkuk dan memegang kepala anjing itu sekilas. "Anjing pintar."

Kedua pria yang mengawasinya bernafas lega bersamaan, lalu bertukar senyum.

"Bisakah kau tinggal untuk makan malam?" tanya Kris. "Hanya makanan seadanya, tapi kau selalu diterima."

"Terima kasih. Dengan senang hati."

"Maafkan aku, Kris. Seharusnya aku mengatakan padamu yang sebenarnya sejak awal." Mereka sedang berada di dapur, bersama-sama menyiapkan makan malam dari campuran makanan India dari malam sebelumnya dan oseng-oseng daging sapi pedas buatan Kris, sementara Luhan dan Baekhyun bermain dengan bayi mereka yang pintar di ruang tengah. "Aku hanya berpikir, kalau kau tahu aku memiliki taehyung bersamaku selama beberapa hari saja, maka kau akan menentang surat perjanjian sewa itu dan mengusirku." Chanyeol menengadah. "Yang menunjukkan betapa salahnya aku."

"Tidak, kau benar. Itulah pikiran pertamaku, satu-satunya yang kupikirkan."

"Apa yang mengubah pikiranmu?"

Ciuman. Sebuah ciuman.

"Ada yang bisa kami bantu?" tanya Baekhyun memasuki dapur, diikuti oleh Luhan yang menggendong putranya. "Cantik sekali kucingnya." Mao duduk di ambang pintu, sementara Grady yang waspada tetap menjaga jarak.

"Kau suka kucing?" tanya Kris.

"Sangat." Baekhyun membungkuk untuk membelai Mao dan kucing itu menerima penghormatan itu dengan senang hati, "Sayangnya..."

"Taehyung benar-benar memujanya," ujar Chanyeol cepat-cepat, ia menatap Kris. Ia hampir bisa merasakan pria itu membaca pikirannya. Rasanya seperti disentuh secara intim. Dimiliki. Dikenal baik.

"Kalau Taehyung memujanya..." Kris balas menatapnya dan Chanyeol langsung tahu apa yang akan dikatakannya, "...Taehyung harus memilikinya."

"Oh, tapi..." Luhan mulai menolak, seperti yang Chanyeol tahu akan dilakukannya. Ketidak sukaan pada kucing memang menurun dalam keluarganya.

Chanyeol, matanya masih belum lepas dari Kris, berkata, "Aku memaksa, Luhan."

Kakaknya menelan ludah dan menyerah. "Terima kasih. Selama kau tidak memintaku membawa anjingnya juga."

"Tidak." Chanyeol juga bersikap tegas dalam hal itu. "Mao disewakan dalam jangka pendek, dan kau akan lega mengetahui bahwa pemiliknya akan menjemputnya bulan september nanti. Grady sudah punya kedudukan tetap disini." Lalu Chanyeol menyerahkan semangkuk salad pada Luhan.

"Bagaimana kalau kita makan di kebun?"

.

Kris menutup pintu di belakang tamu-tamunya. "Well. Sekarang hanya tinggal kau, aku dan Grady."

"Dua dari tamumu yang tak diundang sudah pergi," Chanyeol menyetujui.

"Dengan Taehyung yang sudah kembali, sebaiknya besok aku mulai mencari rumah." Kris tidak mengatakan apa pun. "Setidaknya kau bisa memindahkan tempat tidur Grady dari garasi karena kucingnya sudah tidak ada."

"Kau masih disini. Aku membutuhkan malam yang tenang."

Chanyeol mengangkat alisnya.

"Siapa tahu kau mau secangkir teh... atau sesuatu. Sore ini kau sangat berani menghadapi Grady, tapi tengah malam, sendirian..."

"Aku bisa mengatasinya. Baekhyun tadi ketakutan dan aku berpikir 'Jangan bodoh, Grady tidak akan menyakitimu' dan aku tahu itu benar."

"Ya sudah kalau kau betul-betul yakin."

"Aku yakin. Selamat malam, Kris."

Kris merasa seolah-olah tersapu dalam gelombang samudra luas dan muncul di permukaan, yakin bahwa terlalu cepat untuk memberitahu Chanyeol apa yang dirasakannya. Ia tahu bagaimana perasaannya, tak pernah seyakin ini mengenai apa pun seumur hidupnya. Pertama kali melihat Jessica, Kris sudah jatuh cinta padanya. Lalu, ia tidak pernah tahu apakah cinta itu akan bertahan dan berkembang. Kali ini ia bisa takin. Sesaat, Jessica memang mengaburkan situasinya, membuatnya bingung. Tapi Jessica sudah pergi dan perasaan itu tetap tinggal. Hanya Chanyeol yang selama ini membuat hatinya gelisah. Hanya Chanyeol yang bisa membuatnya merasa utuh.

Tapi pengalaman Chanyeol akan jatuh cinta pada pandangan pertama berakhir dalam kesedihan. Chanyeol perlu waktu dan Kris akan memberikannya. Waktu dan ruang. Kris senang ia sudah bersusah payah menata kamar Chanyeol. Di dalamnya terdapat semua yang dibutuhkan wanita itu, bahkan...

Ya Tuhan! Tempat tidur bayi itu! Kalau Chanyeol melihatnya, dia akan tahu...

Dia akan berpikir...

Aish! Kris melangkahi tiga anak tangga sekaligus, berharap Chanyeol mungkin memutuskan untuk bekerja sejam lagi di depan komputernya. Tapi wanita itu sedang berdiri di samping tempat tidur bayi bercat putih, jemarinya menelusuri gambar teddy bear di kaki tempat tidur.

Chanyeol menengadah, matanya cekung. "Darimana datangnya benda ini?"

"Loteng. Aku pikir tempat tidur itu akan lebih nyaman daripada boks bepergian yang digunakan Taehyung." Lalu, karena tidak tahan menghadapi keheningan yang mengikutinya. Kris menambahkan, "Itu tempat tidur putriku." Chanyeol hanya diam.

"Namanya Sophia Wu. Dia sedang bersama ibunya, bersama Jessica, waktu..." Kris membuat gerakan tak berdaya. "Umurnya baru lima bulan."

"Kris, maafkan aku. Aku tidak tahu."

"Jessica ada janji klinik, hanya salah satu pemeriksaan rutin. Jessica tidak bisa membawa Grady bersamanya dan dia berkata 'Grady akan menemanimu...' " Chanyeol mengerang pelan. "Seorang saksi dalam pemeriksaan polisi mengatakan bahwa Jessica sebenarnya tidak akan terluka, tapi dia melempar dirinya sendiri ke atas keranjang bayi..."

"Kenapa kau tidak menceritakannya padaku?"

"Aku tidak bisa. Terlalu menyakitkan." Kris mengucapkannya terpatah-patah saat berbalik menghadap Chanyeol yang langsung meraih dan memeluknya. "Kau melihat wajah orang-orang. Rasa iba. Keinginan mereka untuk berada di tempat lain... berharap seandainya mereka tidak bertanya..."

Chanyeol memeluk Kris. Ia memeluk dan membiarkan pria itu menumpahkan seluruh isi hatinya, dan berusaha tidak memikirkan apa artinya. Kamar yang hanya diisi kardus-kardus yang menyedihkan itu. Berusaha tidak memikirkan Kris yang memindahkan barang-barang bayinya yang tewas demi dirinya. Demi Taehyung. Dan akhirnya, alasan terakhir, Chanyeol tidak mau memikirkan kenapa Kris menurunkan boks bayinya dari loteng dan meletakkannya disini. Chanyeol takut ia tahu alasannya. "Ayo," ajaknya. "Kita keluar dari sini."

"Tidak, aku akan memindahkannya..."

"Besok. Lakukanlah besok." Chanyeol berjalan bersama Kris menuju pintu kamar pria itu. Lalu, karena tidak tega meninggalkan Kris sendirian bersama kenangan-kenangan yang menyakitkan itu, Chanyeol berkata, "Aku akan menemanimu malam ini."

Kris menatapnya. "Ini mulai jadi kebiasaan."

"Tidak semua kebiasaan itu buruk."

Chanyeol sepertinya melihat senyum samar yang bersinar di mata Kris.

"Berarti tidak ada seks?"

Godaan itu hampir tak dapat ditahannya. "Aku hanya ingin menemanimu. Bisakah kau mengatasinya?"

Kris mendekap Chanyeol sesaat. Ia sudah menunggu sepuluh tahun untuk memulai hidupnya lagi. Ia bisa menunggu sampai Chanyeol mempercayainya.

Kris tidak bisa tidur. Chanyeol memeluknya lama dan berbincang-bincang. Ia bercerita tentang Jessica dan Sophia, tentang kesepian yang dirasakannya dan Chanyeol memeluknya erat waktu semua itu keluar dirinya.

Chanyeol menceritakan Jongin, tapi Kris sudah tahu detailnya dari Luhan. Ia dan Luhan sama-sama berkeinginan kuat untuk mencekik Jongin sampai mati, tapi akhirnya, mereka sepakat membiarkan takdir melakukannya.

Chanyeol bergerak dan makin merapat. Chanyeol juga butuh dihibur. Butuh seorang pria yang bisa diandalkannya. Kris bisa menunggu. Ia sudah menunggu sepuluh tahun. Seminggu, sebulan, setahun... Kris menatap Chanyeol, mencium rambutnya yang berantakan. Tolong, batinnya, jangan setahun.

.

Hari masih gelap saat Chanyeol terbangun dan mendapati dirinya sedang diperhatikan Kris. Kris bertumpu pada sikunya dan entah kapan pria itu telah menanggalkan kausnya, jadi sekarang Chanyeol dihadapkan pada bahu yang lebar dan kokoh. Chanyeol mencoba tidak mencemaskan pakaian lain yang mungkin sudah ditanggalkan Kris. Sejauh yang bisa diingatnya Kris tadi hanya memakai kaus dan celana pendek abu-abu muda saat naik ke tempat tidur.

"Kau salah, tahu tidak?"

"Salah?" Kris masih memakai celana pendeknya? Tidak... tidak... "Salah tentang apa?"

"Kau pikir aku memanfaatkanmu dan Taehyung sebagai pengganti Jessica dan Sophia."

"Kris tidak apa-apa. Aku mengerti..."

Kris menyentuh bibir Chanyeol dengan jarinya. "Biar keselesaikan. Aku tidak mau ada kesalahpahaman lagi diantara kita." Chanyeol memandangnya, lalu perlahan-lahan mengangguk. Kris tidak terburu-buru. "Untuk beberapa waktu, aku tidak mengerti. Aku takut mungkin aku memang melakukannya. Mengisi kekosongan dalam hidupku dengan kehadiran ibu dan bayinya di depan pintu rumahku. Yang membutuhkanku. Aku salah."

"Bagaimana kau bisa tahu, Kris?"

"Bayinya sudah pulang tapi kau tetap tinggal. Hanya itulah yang berarti."

Kris mengusap rambut yang menutupi wajah Chanyeol, tangannya membingkai pipi wanita itu. Rasanya seperti pulang ke rumah. Dan terhindar dari jurang, ia ingin mencium Chanyeol, menunjukkan padanya bagaimana ia tahu. Tapi terlalu cepat. Keputusan ada di tangan Chanyeol. "Bagaimana dengan Jongin? Ada bayang-bayang terakhir yang ingin kau hilangkan?"

Perut Chanyeol terasa kram. Lilitan dalm perutnya ini tidak mau pergi. Sesaat Chanyeol berpikir bahwa Kris akan memeluknya erat dan membuatnya lupa. Sebaliknya Kris malah memaksanya untuk mengingat.

"Tidak juga. Dibandingkan dengan apa yang sudah kau alami itu bukanlah apa-apa. Yang pasti tidak cukup penting untuk membuang-buang waktumu." Jelas sekarang sudah saatnya untuk turun dari tempat tidur Kris. "Kenapa kau berpikir aku mau membicarakan dia lagi?" tanyanya, mencoba mengulur waktu.

"Tidak ada alasan. Aku sudah menghapus semua kenangan buruk yang terus menghantuiku. Aku juga sudah menjernihkan pikiranku untuk mulai mengambil langkah maju dalam hidupku. Berhenti hidup di masa lalu. Rasanya... tepat. Kupikir mungkin kau mau melakukan hal yang sama."

"Aku sudah melakukannya. Atau kau mau mendengar seluruh sejarah hidupku."

"Hanya kalau kau mau menceritakannya. Tapi hjangan sekarang." Menjadi pria yang bisa dipercaya Chanyeol mempersulit tekad Kris untuk melakukan semuanya menurut keinginan wanita itu. Kris perlu menjaga jarak diantara mereka. Tapi sebaliknya ia malah menurunkan selimut dan berkata, "Kecuali kau mau menceritakan kenapa kau punya tato kupu-kupu di paha kananmu?"

Chanyeol mendengus kesal, "Kenapa sih pria selalu penasaran dengan tato?"

"Aku tidak tahu. Tapi yang pasti tato itu berhasil menarik perhatianku. Saat aku masuk dan melihatmu..." Kris berhenti, menyadari apa yang baru saja dikatakannya.

"Masuk?" Chanyeol mengerutkan alis. "Tapi waktu itu kau ada disini. Aku yang masuk kesini..." dan barulah ia sadar persisnya kapan pertama kali Kris melihat tatonya. "Sialan! Kris! Aku sudah bertanya-tanya kenapa waktu itu kau tidak memakai baju." Chanyeol mencoba bergerak, tapi Kris memegang pahanya dan rasanya terlalu berat untuk digerakkan. "Aku menemukan kemejamu di keranjang cucian dan aku tahu ada sesuatu yang terlewatkan. Kau langsung masuk ke kamar mandi waktu itu kan? Melempar kemejamu dalam keranjang cucian..."

"Dan jatuh dalam nafsu."

"Nafsu!" Kris menghentikan kata-kata Chanyeol dengan jarinya, lalu menunduk untuk menciumnya, dan menghentikan keberatan Chanyeol dengan ciuman yang paling ringan. Lembut, ringan, tak terasa mengancam sedikitpun, mungkin mengundang. Bahkan mungkin sebuah janji. Oh, entahlah! Chanyeol hampir tak mengenali Kris, tapi ia bereaksi terhadap sentuhannya seperti roket di malam kembang api.

Ia sudah berbaring dalam pelukan pria itu selama berjam-jam, tapi kali ini berbeda. "Kau punya cara yang bagus untuk mengalihkan perhatian," ujar Chanyeol gemetar.

"Seandainya aku bilang bahwa aku jatuh cinta, apa kau akan mempercayaiku?"

Chanyeol mengerutkan keningnya, lalu dengan lembut menyapu rambut dari wajahnya dan menahan tangannya disana. "Kau bukan pembohong seperti Jongin. Sama sekali tidak mirip dengan Jongin dalam hal apa pun."

"Itu benar," sahut Kris. Lalu, seolah memberi Chanyeol ruang untuk bernafas dan waktu untuk berpikir, ia melanjutkan, "Apa kau akan menceritakan soal tato itu padaku?"

Chanyeol segera menanggapinya penuh semangat. "Tato itu ide Baekhyun."

"Sungguh? Apa aku tanpa sengaja masuk ke semacam perkumpulan rahasia kaum feminis?"

"Tidak juga. Kami dulu anggota tim cheerleader untuk tim basket unversitas dan menurut Baekhyun kami perlu pengalih perhatian." Chanyeol tidak bisa menahan senyum. "Percayalah, tidak ada tim basket yang punya kelompok suporter yang lebih berdedikasi dan antusias daripada kami. Kurasa Luhan tidak pernah melewatkan satu pertandingan pun saat Baekhyun tampil."

"Maksudmu saat kau melompat-lompat dengan mengenakan rok-rok pendek itu..." Kris memaki pelan. "Itu sangat..." Kris menghentikan dirinya.

"Ayolah," ujar Chanyeol, menyeringai. "Katakan saja."

"Seksi."

"Ya. Well kami baru sembilan belas dan masih polos. Tapi nafsu saja tidak cukup. Kris."

"Itu baru awalnya." Kris mencondongkan tubuh dan mencium Chanyeol. Bibirnya berlama-lama di bibir wanita itu, seolah berusaha menekankan maksudnya. "Kalau aku bilang cinta, kau tidak akan mempercayaiku. Benar, kan?"

Kali ini Chanyeol tahu, tidak mungkin baginya untuk menghindari pertanyaan itu. Mustahil ia mau menghindarinya. "Seminggu yang lalu, aku pasti akan bilang tidak tanpa berpikir dua kali."

"Dan sekarang?"

"Sekarang?" Chanyeol menatap Kris, menyentuh pipi pria itu. Lalu bibirnya. "Sekarang aku akan tetap mempercayaimu seandainya kau bilang langit berwarna hijau dan rumput merah jambu. Cium aku, Kris."

Bibir Kris begitu lembut. Chanyeol menginginkan lebih dan membuka bibirnya menyambut bibir Kris, lidahnya menggoda sepanjang bibir bawah Kris, mengisapnya, seperti ingin mengisap kehidupan, kekuatan, dan keberanian pria itu.

"Chanyeol?" suara Kris parau dan lembut.

"Sekali lagi. Supaya aku yakin."

Kali ini Kris menciumnya lebih lama. Ingin meyakinkan Chanyeol bahwa dia aman dalam pelukannya. Lama setelahnya, Kris mengangkat kepalanya dan berkata. "Well?"

"Tanyakan lagi padaku besok pagi."

.

"Kau benar-benar gila, kau tahu itu, kan? Matahari belum lagi muncul dan kalaupun Kris ada disini dia pasti masih tidur. Kalau wanita itu disini kau mungkin akan membuatnya ketakutan setengah mati."

"Aku tidak bisa menahannya, Kyungsoo. Aku sudah tidak tahan lagi menunggu kelanjutan situasi buruk ini. Setiap kali aku berbalik aku mengira akan melihat Kris di belakangku. Atau ibuku. Kau tidak perlu kembali bersamaku."

"Tentu saja aku harus. Bagaimana kalau dia menguncimu di gudang bawah tanah sampai musim panas berakhir? Siapa yang akan tahu?"

"Jangan konyol. Kris tidak akan berbuat seperti itu." Sehun memasukkan kunci ke lubang kunci di pintu, membukanya, dan menekan kode alarm keamanan. "Setelah kupikir-pikir lagi, mungkin sebaiknya kau pergi dan tunggu di mobil. Nyalakan mesinnya kalau kau mendengar keributan. Aku tidak akan lama." Kemudian Sehun berlari pelan menaiki tangga dan mengetuk pintu kamar. "Kris?"

Tidak ada jawaban. Sehun membuka pintunya beberapa senti dan mengintip. Butuh beberapa waktu sebelum ia melihat sosok-sosok tubuh yang berpelukan di tempat tidur, tapi saat melihat mereka, ia menyeringai, menutup pintu dengan sangat pelan, dan berjalan keluar rumah.

"Well? Apa yang dikatakannya?" desak Kyungsoo saat Sehun duduk lagi di kursi penumpang.

"Tidak ada. Dia sedang tidur."

"Kita menyewa mobil dan jauh-jauh menyetir dari Perancis kesini hanya untuk itu?"

"Kita sama sekali tidak rugi, percayalah padaku. Ayolah, kita mungkin bisa mengejar kapal feri pertama kalau kita cepat-cepat."

.

.

.

.

END

Belum kok ^^

Scroll bawah ya, ada Epilognya ^^

.

.

.

.

.

.

EPILOG

"Pria itu mengerikan. Benar-benar mimpi buruk. Apa sih yang dipikirkan Sehun?"

"Dia tidak berpikir. Dia sedang jatuh cinta." Kris berhenti mondar mandir cukup lama untuk mengekspresikan pendapat kasarnya tentang pacar keponakannya. "Kris!"

"Maaf, sayang," Kris mencium kepala putrinya yang berambut ikal. Somi terus merengek di pundak Kris. "Kita harus melakukan sesuatu, Chanyeol. Sehun benar-benar buta. Pria itu pengangguran, dia hanya memanfaatkan Seh.."

"Dia sangat tampan."

"Dan pria itu pasti sangat menyadarinya. Aku bertaruh dia pasti mencium bayangannya di cermin sebelum tidur."

"Kurasa dia tidak perlu melakukannya. Tapi berwajah tampan kan bukan dosa, Kris."

"Memang bukan, tapi bukan hanya itu." Kris ragu-ragu. "Sepertinya Sehun menanggung biaya hidup pria itu."

Chanyeol yang sudah setengah tertidur dan nyaris menyerah pada rasa kantuknya, tiba-tiba terjaga sepenuhnya. "Sehun bilang begitu padamu?"

"Aku ditelfon ayahnya. Sehun minta uang padanya."

"Ayahnya! Pasti itu pertama kalinya."

"Tepat. Sehun tidak minta padaku karena dia tahu apa yang akan kukatakan."

"Kalau begitu, kau benar. Kita harus melakukan sesuatu." Chanyeol berguling turun dari tempat tidur. "Sini, berikan dia padaku. Otakku bekerja lebih baik saat aku bergerak." Ia mengambil Somi dari Kris dan meneruskan ritual mondar mandir tengah malam itu. "Oh, sayang," bujuknya. "Apa gigi-gigi nakal itu menyusahkanmu?"

"Sayang, gigi-gigi itu menyusahkan kita semua."

"Betul," renungnya. Lalu, selagi memutar tubuhnya Chanyeol berkata, "Mungkin itu jawabannya."

"Apa?"

"Pacar Sehun keenakan. Flat yang nyaman, makan tiga kali sehari, dan tidak ada kebutuhan mendesak untuk mencari pekerjaan, dengan Sehun yang selalu ada setiap kali dia merasa ingin."

"Chanyeol, tolong!"

"Kita harus membuatnya merasa tidak nyaman," kata Chanyeol sambil menengadah, menunggu sampai suaminya bisa menangkap maksudnya. "Membuatnya susah." Chanyeol mencium putrinya yang berharga. Akan sangat sulit, benar-benar sulit membiarkan putri mereka yang masih bayi lepas dari pandangannya, bahkan untuk beberapa hari saja. Tapi Baekhyun pernah melakukannya demi aku, pikir Chanyeol.

"Kau tidak menyarankan..." sesaat Kris tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. "Kau tidak benar-benar menyarankan kita meninggalkan Somi di depan pintu Sehun, kan?" ketika Chanyeol tidak menjawab, Kris berkata, "Kau serius. Sayang, apa kau yakin? Sehun tidak tahu apa-apa tentang bayi. Bagaimana dia mengatasinya?"

"Sulit, dia pasti tidak punya waktu lagi untuk melayani si Mr Hebat itu. Satu minggu tanpa tidur, tanpa makanan, tanpa... kegiatan ekstra?"

"Aku mengerti. Kau yakin?"

"Oh, ya, aku yakin. Dan lebih cepat lebih baik."

"Besok?"

"Pagi-pagi sekali. Kita harus datang saat Sehun sedang tidak berpakaian."

"Dan kemana kita akan pergi?"

Tangan Chanyeol terulur menyentuh pipi Kris. Mencium suaminya dengan lembut. "Kesuatu tempat dimana Sehun tidak bisa menemukan kita. Suatu tempat yang tenang." Chanyeol tersenyum. "Tempat yang memiliki tempat tidur besar."

.

.

.

.

.

END

.

.

Yuhuuu,, akhirnya FF ini tamat juga. Maaf ya kalau endingnya kurang memuaskan. Terima kasih yang selalu setia baca ceritaku dan selalu kasih review. Dan aku minta maaf kalau ada yang belum sempat ku balas reviewenya, tapi aku selalu baca review kalian kok. *bow *Muach

.

.

Thanks to :

Invhayrani, soshine, Kim Sohyun, yousee, KimYijoon, fixme92, Parkchan1027, minami Kz, windaii5, nandha0627, mun-chang, thedolphinduck, channie, Tyongie, yehethun, KimSora94, Guest, yeollahandayani , krisyeolotp, Rahma993, RLike, exochanxi, yongchan, Guest, yeoliwu, Castaliaa, hk, yellowfishh14, gustinawati.