EMBRACE THE CHORD (KaiHun)

Cast :

- Jongin as Jongin

- Sehun as Sehun

Dis: Cerita ini bukan millik aku, ini milik Santhy Agatha. Saya tidak merubah apapun kecuali diperlukan. Jika ingin membaca cerita aslinya silahkan kunjungi blognya Santhy Agatha.

Warn : Gs buat Uke. Typo bersama-sama dengan kalian.

"Kau memang jahat!"

Perempuan berambut pirang panjang itu berdiri setengah menggebrak meja, menatap ke arah Jongin yang hanya bersedekap tenang dan dingin. Mata perempuan itu berkaca-kaca, hampir menangis. Sementara itu Jongin malahan melirik tak peduli.

"Aku memang jahat." lelaki itu tersenyum manis, wajahnya tampan tetapi sekarang terlihat penuh kebencian, "Kalau kau sudah puas melampiaskan kemarahanmu, kau boleh pergi."

Sebuah tamparan dari jemari lentik berkuku merah berkilauan itupun melayang, mengenai pipi Jongin dengan kerasnya, luapan emosinya akibat perlakukan kejam Jongin kepadanya. Jongin menerimanya dengan tenang, dia sudah terbiasa. Perempuan-perempuan emosional biasanya akan berusaha menyakiti lawannya ketika dia disakiti, itu memberikan kepuasan, rasa yang sepadan bagi mereka.

Mata Jongin berkilat, dan setengah tersenyum kepada perempuan di hadapannya,

"Sudah puas?"

Perempuan itu tidak bisa berkata-kata lagi, air matanya berlelehan di pipinya, tak tertahankan. Kemudian dengan tangis terisak-isak, perempuan itu pergi setengah berlari meninggalkan Jongin.

Jongin mengusap pipinya yang terasa panas, menyadari beberapa mata terarah kepadanya di cafe itu. Yah, orang-orang itu pasti tertarik dengan kejadian dramatis seperti syuting drama di depan mata mereka. Jongin tahu, Yoona pasti marah ketika dia memutuskannya dengan kejam, tetapi Jongin tidak pernah mengira Yoona akan bersikap sedramatis itu, kalau saja Jongin tahu, dia pasti akan memilih tempat yang lebih pribadi untuk melakukannya.

Dengan tenang, Jongin menjentikkan jarinya, memberi isyarat kepada pelayan yang langsung tergopoh-gopoh mendatanginya,

"Kopi hitam, jangan pakai gula. Satu." gumamnya tenang lalu duduk menunggu. Seperti kebiasaannya, setelah mematahkan hati perempuan, Jongin akan meminum satu cangkir kopi hitam, untuk menghormati momennya.

Lama kelamaan ini jadi kebiasaan. Jongin mengernyit. Sepertinya Jongin tidak akan pernah bisa menjalin hubungan dengan perempuan, tanpa dia tergoda untuk menyakiti perempuan itu. Dan pada akhirnya, itulah yang memang selalu dilakukannya.

Oh, jangan ditanya, Jongin adalah kekasih yang baik hati dan mempesona. Dia akan memperlakukan semua kekasihnya seperti ratu, mereka akan dimanjakan dengan penuh kasih sayang, diberikan prioritas waktunya dan pasti akan merasa menjadi wanita paling bahagia di dunia... hingga akhirnya Jongin menghempaskannya ketika dirasa waktunya sudah tiba.

Kopi hitamnya datang. Jongin menyesapnya dan mengernyit merasakan kepahitan dan asam khas kopi yang kental. Dia lalu merenung. Semua perempuan itu seperti tidak pernah jera, mereka selalu datang dan datang lagi, mengharapkan cintanya. Padahal reputasi Jongin sebagailadykiller sudah begitu terkenal, mereka malahan menganggap Jongin sebagai hadiah yang harus dimenangkan, merasa bisa menaklukkan Jongin pada akhirnya.

Senyum sinis mengembang di bibir Jongin. Huh! Mereka semua bermimpi.

Jemari Jongin mencengkeram gelasnya dengan erat, terbawa perasaannya. Kebenciannya kepada ibunya telah menyeruak, jauh begitu dalam ke dasar jiwanya yang kelam. Apa yang dilakukan ibunya kepadanya, kepada ayah dan adiknya, memisahkan mereka begitu saja, itu adalah dosa yang tak termaafkan, Jongin tidak akan pernah memaafkan ibunya untuk hal yang satu itu. Tidak akan pernah! Karena kalau ibunya tidak merenggutnya lalu meninggalkannya begitu saja, Jongin seharusnya masih mempunyai kesempatan untuk melewatkan hari-harinya bersama ayahnya. Ayah yang kemudian tidak pernah bisa ditemuinya lagi bahkan sampai hari terakhir ayahnya hidup di dunia.

Setidaknya, pada akhirnya Jongin dipertemukan kembali dengan adik kandungnya, Luhan setelah bertahun-tahun terpisahkan tanpa jejak. Entah itu takdir Tuhan, atau memang Tuhan selalu mendengarkan doa Jongin setiap malamnya, adiknya itu yang sekarang sudah dewasa dan cantik, secara kebetulan menjadi anak asuh dari mama sahabatnya, mereka dipertemukan tanpa sengaja, tetapi dari pandangan pertama, Jongin langsung tahu. Meskipun Luhan tidak bisa mengingatnya karena ketika mereka terpisah usia Luhan masih sangat kecil, Jongin langsung mengenali adiknya itu. Siapa pula yang bisa melupakan wajah lucu yang menatapnya dengan tatapan mata memuja, menguntitnya kemana-mana dan selalu meneriakkan namanya dengan bahagia di kala mereka kecil itu?

Sayangnya takdir yang sama tidak menyentuh Jongin dan ayahnya. Dari kisah Luhan, Jongin tahu, kehidupan ayahnya begitu sulit bersama Luhan, ayahnya - seorang pemain biola kelas dunia yang begitu terkenal yang kemudian terpuruk karena cacat di tangannya - bahkan sampai harus bekerja menjadi tukang bangunan untuk menghidupi dirinya. Pada saat yang sama, Jongin hidup berkelimpahan dengan keluarga angkatnya. Rasa bersalah itu terus menyeruak semakin dalam ke dalam jiwanya, semakin dalam dan kelam, membuatnya merasa pahit dan penuh penyesalan.

Seharusnya Jongin ada bersama ayahnya meskipun mereka harus hidup susah, Jongin anak laki-laki, setidaknya dia bisa bekerja membantu ayahnya. Dan penyesalan Jongin yang paling mendalam... seharusnya dia bisa memeluk ayahnya di saat terakhirnya, mengantarkan jasadnya ke persemayaman terakhirnya. Itu semua tidak bisa dia lakukan dan itu membuatnya merasa pilu. Pilu dan benci, benci kepada ibunya yang telah membuatnya kehilangan semua saat berharga yang seharusnya bisa dirasakannya.

Ibunya sekarang sudah menerima ganjarannya. Akibat usaha penculikan amatirnya demi mendapatkan harta, ibunya itu harus mendekam di penjara selama beberapa lama. Yah. Tempat yang paling cocok untuk perempuan seperti itu memang di penjara. Jongin mengernyit. Kehidupan sudah mengarah ke jalan yang tenang sekarang, Luhan sudah hidup bahagia dengan suaminya yang begitu memujanya, Jongin sendiri seharusnya sudah bisa meletakkan dendamnya yang berkepanjangan.

Tetapi dia tidak bisa. Dendam itu masih membara, kepada semua perempuan yang mengejar-ngejarnya hanya karena melihat ketampanannya, atau melihat harta dan kemampuan bermain biola. Jongin tidak menyukai mereka semua. Mereka pada akhirnya akan sama saja seperti ibunya. Mungkin nanti, ketika Jongin kehilangan kemampuannya bermain biola, kehilangan harta dan ketampanannya, para perempuan itu akan mencampakkannya, sama seperti ketika ibunya mencampakkan ayahnya.

"Bagimana konsermu di austria?"

Mr. Taemin, salah satu mantan mentornya ketika dia masih belajar di akademi ini tersenyum menatap Jongin yang baru saja datang berkunjung. Jongin adalah muridnya yang paling brilian. Lelaki ini membawa bakat jenius permainan biola ke dalam tangannya, seorang pemakin biola berbakat alami yang diimbangi dengan teknik tingkat tinggi.

Ketika kedua orangtuanya, yang merupakan sahabat Mr. Taemin membawa Jongin kepadanya, semula Mr. Taemin sama sekali tidak punya bayangan apa-apa. Yang datang kepadanya adalah seorang anak lelaki kurus dan cantik - Mr. Taemin semula mengira dia anak perempuan - berumur sekitar enam atau tujuh tahun, memeluk sebuah biola berwarna merah gelap yang sepertinya kebesaran untuk anak seumurannya.

Tetapi ketika anak kecil itu memainkan biolanya, Mr. Taemin terpana. Dia langsung tahu, anak kecil ini bisa disebut 'prodigy' dalam permainan biolanya. Anak sekecil itu, dengan biola yang kebesaran, tetapi memainkan biola bukan hanya dengan teknik yang sempurna, tetapi cara bermain yang mempesona. Tidak ada duanya, apalagi untuk ukuran anak sekecil itu!

Tanpa pikir panjang Mr. Taemin langsung mengajukan diri untuk membimbing Jongin secara khusus. Dia adalah seorang komposer, mantan pemain biola dan guru musik di Akademi ini, dia punya banyak sekali kenalan orang-orang terbaik di dunia musik klasik. Maka, Jonginpun masuk ke dalam akademi ini, ke dalam kelas bimbingan khusus, dalam sesi-sesi tertentu, untuk mengembangkan bakatnya, Jongin dikirim ke sekolah-sekolah musik terkenal di berbagai negara, dan itu membuatnya semakin terkenal.

Ketika lulus, Jongin semakin sering menghabiskan harinya di luar negeri, mengikuti konser dengan berbagai orkestra terkenal dan juga melakukan konser solo. Lelaki itu sangat sukses dalam bermusik, dan tentu saja hal itu karena permainan biolanya yang jenius.

Dan pantas saja, ternyata Jongin adalah anak kandung dari seorang pemain biola jenius lainnya, yang dulu begitu terkenal tetapi menghilang begitu saja tanpa jejak, sebuah kehilangan besar di dunia musik. Lelaki itu ternyata menurunkan bakatnya kepada anak lelaki sulungnya ini.

"Seperti biasa, melelahkan." Jongin menyandarkan tubuhnya di sofa dan tersenyum tipis, "Bolehkah aku menggunakan ruanganku yang biasa untuk berlatih?"

Mr. Taemin sudah menganggap Jongin seperti anaknya sendiri, dan dia adalah salah satu orang istimewa di akademi ini. Ada sebuah ruangan khusus di ujung sayap kiri akademi yang tersembunyi dan tertutup yang selalu digunakan oleh Jongin untuk berlatih diam-diam. Ruangan itu tentunya selalu ada untuk Jongin meskipun sudah lama sekali Jongin tidak menggunakannya karena perjalanannya ke luar negeri. Dan karena sekarang sepertinya Jongin memilih untuk beristirahat beberapa lama dari konsernya yang melelahkan, lelaki itu pasti akan sering memakai kembali ruangan itu.

"Kau bisa ke sana kapan saja, Jongin."

Jongin meletakkan tehnya, dan menganggukkan kepalanya, "Aku akan ke sana, terimakasih Sir."

Jongin berjalan dalam diam. Melalui lorong di sayap paling sepi Akademi musik terbesar itu, dan menghela napas panjang.

Sepi.

Sepi itu menyayat jauh ke dalam jiwanya. Yah. Dia kesepian. Kadangkala dia merindukan tubuh hangat untuk dipeluk, seorang perempuan yang tidak jahat, seorang perempuan yang tidak hanya mencintai bagian luarnya... seorang perempuan yang tidak seperti ibunya.

Tetapi apakah perempuan seperti itu ada? Jongin tersenyum pahit. Kalaupun ada, perempuan-perempuan itu bukanlah jodohnya, karena sampai sekarang Jongin belum pernah menemukannya.

Dia sampai di ruangan berlatih khususnya. Sebuah ruangan besar, dengan jendela kaca di semua sisinya, memantulkan cahaya matahari yang redup, karena sekeliling luar ruangan itu adalah pepohonan yang rimbun dan sangat besar.

Jongin berdiri di tengah ruangan, dan kemudian membuka tempat biolanya. Dia menghela napas dan memejamkan mata, lalu memainkan biolanya, dalam nada yang tiba-tiba terlintas di benaknya.

Suara alunan biola yang menyayat dengan penuh keahlian itu mengalun melewati lorong aula akademi musik itu. Sehun mengenali nada itu bahkan ketika dia mendengarkannya samar-samar, Itu"Introduction et Rondo Capriccioso", dimainkan dengan sangat ahli di gesekan setiap nadanya, membawa perasaan ke dalam naik turunnya gesekan biola itu... dan siapapun yang memainkannya, dia pasti sangat brilian.

Sehun berjalan mengernyitkan keningnya, mengikuti arah suara itu. Dia merasa terbawa ke alam lain, dalam keheningan diiringi alunan musik yang membawakan emosi yang aneh dan naik turun, ada kepedihan di sana, ada kesakitan... ada kesepian dan yang terutama... ada kemarahan di sana, semua emosi itu dibalut dengan indah dalam teknik bermain biola yang mendekati jenius... menghasilkan nada yang luar biasa.

Dia melangkah dengan hati-hati ke ujung lorong akademi itu. Menyadari bahwa jantungnya berdebar kencang... seharusnya dia tidak boleh jalan-jalan sendirian sampai ke tempat ini. Mamanya pasti akan mencarinya dan kebingungan. Tapi suara alunan biola ini menariknya tanpa dapat ditahankan, membawanya ke area terlarang - Disebut area terlarang karena katanya, di akademi ini sedang kedatangan seorang pemain biola kenamaan, yang dalam usia semuda itu, begitu sukses dalam setiap konsernya di luar negeri dan begitu diakui di sana. Sang pemain biola terkenal ini sekarang sedang beristirahat setelah masa konsernya yang panjang di Austria, dan menikmati waktu pribadinya di sudut khusus akademi ini, tempat dia biasa berlatih - Dan karena dia adalah alumni yang sangat istimewa, maka pihak akademi menyediakan tempat khusus untuknya, dimana tidak ada seorangpun yang boleh mengganggu.

Suara alunan biola itu semakin keras, semakin menyentuh hingga ke dalam dada. Sehun terus berjalan, dengan hati-hati berpegangan kepada dinding, melangkah pelan, hingga akhirnya dia sampai di sebuah pintu, di dalam ruangan itulah nada yang begitu indah berasal...tanpa sadar, Sehun berdiri di ambang pintu itu dan terpaku.

Sang pemain biola tampaknya selama beberapa lama tidak menyadari kehadirannya, tetapi lama kelamaan dia menyadari keberadaan Sehun, alunan biola yang indah itu berhenti begitu saja, membuat Sehun mengerutkan keningnya karena kehilangan nada-nada indah yang sempurna itu.

"Mainkan lagi." Tanpa sadar Sehun meminta. Alunan biola itu begitu indahnya sehingga menciptakan rasa seperti 'ketagihan' bagi pendengarnya.

Sang pemain biola menghentikan permainannya, suara yang dikeluarkannya kemudian sangat tajam dan ketus, sangat bertolak belakang dengan permainan biolanya yang indah,

"Apa yang kau lakukan di sini gadis kecil? Tidak tahukah kau bahwa ini area terlarang?"

.

.

.

TBC

.

.

.

Haiii.. Esy dateng lagi bawa ff remake by Kak Santhy.

Dari semua karya kak Santhy yag paling aku suka adalah Embrace The Chord. karna itu aku baerniat buat meremake novel ini.

Semoga kalian suka yah^^

Jangan lupa juga buat review. Aku terima saran atau kritik yang pedes-pedes. asalkan itu bukan bashing. :)

Bye Bye^^