Warn; boys love. maybe you'll find lot of typos and the words were not pleasing.

Disclaimer; all cast aren't mine, i just borrow their names. their properties i developed myself. so this will be very out of character if you still want to read.


Dream Lover

'The first stab of love is like a sunset, a blaze colour, oranges, pearly pinks, vibrant, purple.'


Hari itu tidak ada yang spesial namun memang sedikit berbeda. Kim Mingyu masuk SMA untuk pertama kali, datang lima belas menit lebih pagi dengan menaiki sebuah sepeda hybrid yang ditempeli banyak stiker naga, dan seragam hitam barunya yang masih beraroma pabrik. Namun, potongan rambut medium-length-texturized yang sudah dibawanya sejak SMP masih memberi kesan 'murid nakal tapi tampan' untuknya.

Mingyu terlalu optimis bahwa Ia akan kembali menjadi murid populer yang di sukai murid-murid perempuan seperti halnya Kim Mingyu sewaktu SMP. Memang tidak ada yang lebih menyebalkan daripada cowok populer yang sadar bahwa dirinya tampan. Walaupun Ia juga terkenal di kalangan guru-guru karena kenakalannya yang bahkan sampai membuat wali kelasnya menangis kala itu.


Mingyu pikir, dirinya akan menjadi pusat perhatian murid perempuan yang sedang duduk bergerombol ketika pertama kali masuk kelas B pagi itu. Dia melangkah masuk sambil mengulum senyum antara memberi kesan pertama atau ingin tebar pesona—sepertinya Mingyu benar-benar memanfaatkan ketampanannya dengan baik. Ia memang sempat diperhatikan, beberapa dari mereka di kelas itu juga balas tersenyum, namun suasana yang diharapkan Mingyu itu hanya sepersekian detik yang sangat sebentar.

Mingyu pikir, dirinya benar-benar akan menjadi pusat perhatian murid perempuan yang sedang duduk bergerombol ketika pertama kali masuk kelas pagi itu. Tapi Mingyu salah, sepertinya gadis-gadis itu lebih tertarik membicarakan hal lain.

"Apakah Jeon Wonwoo sudah datang?"

"Aku tidak menyangka bisa berbagi kelas dengan seorang juara kompetisi matematika terbuka tingkat daerah."

"Sepertinya dia akan menjadi murid kehormatan."

Mingyu menaikkan sebelah alisnya, sedikit tertarik pada pembicaraan lima gadis sepantarannya yang sedang berkumpul di satu meja dua meter di depan tempat duduknya—terselip rasa heran juga mengapa gadis-gadis itu terlihat cepat sekali akrab dan malah bergosip di pagi buta. Kata-kata 'juara kompetisi matematika' dan 'murid kehormatan' membuat Mingyu tanpa sadar merapatkan tubuhnya pada meja dan menajamkan pendengarannya.

"Tapi Jeon Wonwoo sedikit pendiam, aku pernah satu kelas dengannya sewaktu SMP dan dia hanya menghabiskan waktunya membaca buku di perpustakaan."

"Maksudmu dia seorang kutu buku?"

Mingyu tergelitik, Ia langsung membayangkan sosok anak laki-laki lemah yang memakai kacamata berbingkai tebal dengan tatanan rambut klimis yang sangat ketinggalan zaman—khas siswa pintar yang sering ditemuinya. Ia benar-benar tidak mengerti, mengapa gadis-gadis cantik di kelasnya malah lebih tertarik membicarakan 'kutu buku yang nerd' daripada 'murid keren dan tampan' seperti dirinya.

Tapi Mingyu salah. —Penyakit tahunan Kim Mingyu adalah selalu berpikir yang tidak-tidak di awal dan membuat dirinya menarik semua prasangka itu pada akhirnya.

Seorang laki-laki yang sangat asing di mata Mingyu berjalan masuk ke dalam kelas hingga menimbulkan banyak bisikan di sekelilingnya. Tubuhnya cukup tinggi dan kulitnya agak pale. Dia masuk kelas dengan wajah sedatar papan tulis, hanya derap langkahnya saja yang berbicara. Mingyu sudah akan menarik dua sudut bibirnya untuk menyapa dengan sedikit senyuman, namun anak laki-laki bertubuh kurus tinggi itu tidak melihatnya sama sekali, berjalan santai melewati Mingyu dan mengambil tempat duduk yang berjarak tiga kursi di belakang Mingyu. Raut wajah Mingyu ikut berubah datar, sedikit perasaan malu dan kesal membuat tubuhnya panas. Bagaimanapun juga Mingyu tidak pernah diperlakukan seperti itu sebelumnya.

Satu bisikan yang agak keras dari gadis-gadis penggosip itu membuat Mingyu sedikit melebarkan matanya.

"Jeon Wonwoo sudah datang."


.

.

Hari pertama sekolah di isi dengan perkenalan satu persatu murid di depan kelas. Guru Park adalah wali kelas mereka dan di lihat dari cara berbicara yang sedikit dibumbui guyonan kecil, Mingyu menyimpulkan wali kelasnya kali ini tidak terlalu buruk. Mingyu cukup antusias karena acara kenal-kenalan itu dapat mengulur banyak waktu untuk masuk pada materi pembelajaran dan tentu saja Mingyu ingin tahu lebih dekat dengan calon teman-teman sekelasnya.

Dari tujuh belas siswa dan lima belas siswi di kelas itu, beberapa yang paling Mingyu ingat adalah Kwon Soonyoung—matanya sipit seperti kuaci dan dia adalah orang pertama yang menyapa Mingyu. Hansol memiliki wajah campuran amerika sehingga Ia dengan mudah dapat Mingyu temukan—selain itu, Hansol juga pernah satu kelas dengan Mingyu sewaktu sekolah dasar. Lee Seokmin adalah yang paling semangat menyahut saat murid perempuan memperkenalkan diri. Siswa yang duduk paling depan dan sangat banyak bicara namanya Choi Seungcheol—dia juga memperoleh suara terbanyak untuk menjadi ketua kelas.

... Dan Mingyu juga ingat pada siapa yang memakan waktu hingga lima belas menit berdiri di depan kelas hanya untuk memperkenalkan diri, Jeon Wonwoo.

Ketika murid-murid di kelas B hanya dipersilahkan menyebut nama dan tempat tinggal, Jeon Wonwoo justru diminta Guru Park untuk menyebutkan prestasi-prestasinya selama Ia hidup.

.

"Nama saya Jeon Wonwoo, dari Gangnam."

Ternyata bukan hanya wajahnya, gaya bicara Jeon Wonwoo juga datar—sangat datar ditambah dengan suaranya yang berat membuat seisi kelas menghening tiba-tiba untuk memperhatikan lebih banyak pada anak itu. Banyak dari gadis-gadis sepertinya memang sudah lama menunggu giliran Jeon Wonwoo memperkenalkan diri sedangkan murid laki-laki—termasuk Mingyu mulai menyadari bahwa Jeon Wonwoo adalah spesies yang sedikit berbeda dengan mereka. Bagaimanapun juga daerah Gangnam adalah hunian orang-orang borjuis dan tentu saja keluarga Jeon Wonwoo adalah salah satunya.

"Jeon Wonwoo, bukankah kau adalah lulusan terbaik di SMP Ansan?" Pertanyaan Guru Park membuat Soonyoung yang duduk di sampingnya menggumamkan 'wow' yang di dengar Mingyu.

Jeon Wonwoo terlihat mengangguk pelan, "Ya, itu saya."

Guru Park kembali membuka suara, tampaknya tidak masalah jika ia akan menambahkan durasi perkenalan Jeon Wonwoo. "Selain itu, kudengar kau punya banyak prestasi di bidang eksakta, seperti juara kompetisi matematika daerah dan pernah meraih mendali emas dalam kontes fisika beregu? Ah—apakah ada yang lain?"

"... Haruskah aku menyebutkan semuanya?"

Sombong. Mingyu mencibir demikian saat mendengar Jeon Wonwoo berkata sesantai itu—seolah mengatakan bahwa ia memanglah siswa berprestasi yang mendapatkan banyak gelar-gelar kehormatan sedangkan tatapan yang dilemparkan Jeon Wonwoo pada tiga puluh dua pasang mata yang memperhatikannya diartikan oleh Mingyu sebagai simbol meremehkan.

Mingyu menoleh pada Soonyoung yang terlihat menopang dagu dengan bosan dan suara Seungcheol yang berisik tidak terdengar lagi. Jangan lupakan raut masam Seokmin saat melihat para murid perempuan yang tersenyum-senyum kagum pada anak laki-laki yang sedang menyebutkan prestasinya yang memang banyak di depan kelas itu.

Murid perempuan bertepuk tangan dengan semangat termasuk Guru Park yang terlihat sangat bangga. "Terimakasih sudah menjadi murid di kelasku, Jeon Wonwoo."

Huh, sepertinya hari itu memang harinya Jeon Wonwoo.


.

.

Hari ketiga Kim Mingyu menjadi murid SMA.

Sebenarnya tidak ada perbedaan yang besar antara kehidupan menjadi murid SMP dan SMA. Belajar dengan tenang lalu ujian mendadak, atau Mingyu yang setengah tertidur dibangkunya tiba-tiba di panggil ke depan untuk mengerjakan soal atau membacakan materi. Tidak ada perubahan, hanya saja durasi mereka berada di SMA bertambah satu setengah jam dibanding saat SMP. Itu artinya Ia akan terjebak di neraka lebih lama lagi dan Mingyu kembali menjadi murid frustasi.

Tapi hari ini Mingyu merasa mendapat keberuntungan. Saat Guru Im yang seharusnya mengajar Biologi tidak hadir mengajar karena alasan yang tidak terlalu penting untuk Mingyu ingat. Yang terpenting adalah mereka bebas untuk dua jam ke depan.

Sedikit kembali ke masa lalu, biasanya saat Mingyu berada dalam jam 'bebas' seperti ini, Ia dan teman-temannya akan pergi mengendap-endap melewati pagar pembatas dan berakhir duduk di game center sambil merokok. Namun sepertinya inilah perbedaan antara SMP dan SMA, saat Mingyu melihat sekeliling ruangan barunya itu dan mendapati murid laki-laki di kelasnya terlihat sibuk dengan urusannya masing-masing.

Mingyu yang pada dasarnya memang remaja sedikit aktif, mulai merasa bosan dan ia memilih untuk menyalakan smartphone-nya. Bermain Clash of Clans sepertinya tidak buruk untuk membunuh rasa bosan. Daripada ia yang harus mati kebosanan atau malah mendengarkan dua gadis yang Mingyu ketahui bernama Sejung dan Eunsuh menggosip tentang anak laki-laki yang kini sedang membaca buku biologi setebal kumulonimbus—tentu saja yang dimaksud adalah Jeon Wonwoo.

Mingyu bukan tipe laki-laki yang suka mengurus kehidupan orang, namun dua gadis yang duduk di depannya terlalu keras ketika mereka menggosip dengan berbisik soal fakta bahwa Jeon Wonwoo pergi sekolah dengan mobil Porsche mewah berwarna hitam mengkilat, lalu salah satu dari gadis itu menimpali—memuji-muji Jeon Wonwoo yang katanya sempurna karena memiliki kelebihan dalam segala aspek. Mingyu merasa jengah karena akhir-akhir ini kupingnya terus-terusan di isi oleh nama Jeon Wonwoo dan segala pujian-pujian dibelakangnya, bukan karena ia merasa iri dengan laki-laki yang setelah diperhatikan dengan seksama; memiliki mata yang sipit tapi tajam itu, hanya saja menurut Mingyu semuanya terlalu berlebihan—omongan para gadis di kelasnya dan soal 'murid kehormatan' yang seperti tiada habisnya. Para gadis itu bilang, diamnya Jeon Wonwoo adalah sebuah karisma tersendiri yang membuat jantung mereka berdebar-debar, tapi bagi Mingyu dan murid laki-laki yang lain semuanya tidak lebih dari 'si pintar kaya yang angkuh'.

Lupakan soal Jeon Wonwoo karena Mingyu sudah tidak tertarik lagi untuk memikirkan apalagi menyapa si murid kehormatan itu. Bagaimanapun juga walaupun mereka berada di kelas yang sama, selalu ada jarak yang besar antara murid pintar dan bodoh seperti dirinya.


Merasa bosan dengan Clash of Clans, Mingyu mengangkat wajahnya. Melakukan sedikit peregangan karena sedari tadi lehernya terus menunduk. Ia melihat Seungcheol yang sibuk menyusun jadwal piket di bantu oleh Hansol dan seorang murid perempuan yang Mingyu lupa namanya. Seokmin sibuk memainkan Tamagotchi yang cukup membuktikan bahwa siswa yang satu itu hanyalah laki-laki kesepian yang tidak memiliki pacar. Sedangkan Soonyoung yang duduk disamping Mingyu terlihat memejamkan matanya sambil mengangguk-anggukkan kepala, saat alunan musik mengalun dari mp3-nya melalui headset yang terpasang di telinganya.

Mingyu pikir Ia tidak akan memiliki teman di kelas barunya setelah mengetahui bahwa murid laki-laki di kelasnya terlihat sibuk dengan dunia mereka sendiri.

Tapi lagi-lagi Mingyu salah.

Ternyata mereka memiliki kesamaan untuk dibicarakan.


.

.

"Bisakah kau menggeser laptopnya sedikit ke kanan?"

Semua murid laki-laki berkumpul di meja Hansol dan berdesakkan di depan sebuah laptop yang menampilkan banyak list video—kecuali Jeon Wonwoo yang hanya melirik sekilas pada mereka dan kembali membaca buku setebal kumulonimbulusnya itu—Mingyu tidak peduli.

"Jangan putar videonya sekarang, aku akan melihat keadaan di depan pintu dulu."

Seungcheol berjalan menuju pintu dan berjinjit-jinjit untuk memastikan tidak ada Guru yang melewati apalagi masuk ke dalam kelas mereka. Beruntungnya, saat itu juga tidak ada satupun murid perempuan yang berada di dalam kelas karena mereka lebih senang bergosip di kafetaria sambil melihat kakak kelas yang bermain bola. Seungcheol mengacungkan jempolnya dari depan pintu, memberi tanda bahwa tidak ada yang perlu di khawatirkan untuk apa yang akan mereka tonton setelah ini.

"Aman!"


.

.

"Kisugi Hikari sudah terlalu tua. Desahannya telah berubah serak." komentar Mingyu dengan mata yang masih terpaku pada layar laptop. Beberapa dari murid laki-laki yang berkumpul disana mengangguk membenarkan.

"Sepertinya Hara Saori tidak buruk, walaupun dadanya tidak sebesar Yuria Satomi." Kali ini adalah suara Seokmin yang terlihat sudah mengeluarkan keringat di dahinya.

"Tidakkah kau berpikir bahwa Yuria Satomi sedikit aneh? Dia sangat kurus tapi dadanya sebesar penanak nasi." ucap Hansol sambil menaikkan volume video dan membuat atmosfer disekeliling mereka semakin panas.

Sepertinya Mingyu harus segera pergi ke toilet setelah ini.


.

.

.

Mingyu tahu pada akhirnya julukan 'anak nakal' yang sudah melekat padanya sejak duduk di bangku sekolah dasar tidak akan hilang begitu saja. Ujungnya ia akan kembali berurusan dengan guru bimbingan konseling atau yang lebih parah Mingyu dipaksa bersaksi di depan Kepala Sekolah yang terhormat.

Tapi Mingyu benar-benar tidak menyangka julukan itu akan kembali secepat hitungan hari Ia menjadi murid SMA.

Semua bermula saat Guru Park masuk ke kelas mereka pagi-pagi sekali, bel tanda pelajaran akan di mulai pun belum terdengar. Bahkan Mingyu baru saja meletakkan tas-nya dalam loker. Tidak ada yang tahu bahwa wali kelasnya itu tengah mati-matian menahan amarahnya agar tidak meledak—Mingyu pikir Guru Park sedang berada dalam kesulitan buang air besar sehingga dia masuk kelas dengan wajah sangat buruk.

Belum sempat Seungcheol memberi aba-aba untuk memberi salam, Guru Park langsung menginterupsi seluruh kelas dengan nada bicara datar yang belum pernah Mingyu dengar sebelumnya. Tidak ada yang mengerti dengan apa yang terjadi dan murid-murid mulai berbisik penuh tanya.

"Langsung saja,"

Kelas menjadi sangat hening saat Guru Park pertama kali membuka suara lalu menatap satu-persatu murid laki-laki dengan mata yang berubah tajam. Tidak ada Guru Park yang senang bercanda dan membalas candaan seperti kesan pertama mereka bertemu wali kelasnya itu.

"Siapa yang menonton film dewasa di dalam kelas?"

Mingyu dapat merasakan jantungnya berdebar keras sekali. Ia yakin bukan hanya dirinya yang merasa demikian. Bahkan dari sini Mingyu dapat melihat bahu Seungcheol yang berubah tegang dan Seokmin yang memalingkan mukanya. Sedangkan murid perempuan terlihat kebingungan dan mereka mulai saling menatap dengan perasaan curiga.

"Jawab aku atau ku panggil Security Lee untuk menyeret kalian yang tidak ingin mengaku!"

Mingyu semakin tercekat dan tak ada satupun dari mereka yang berani menjawab. Lalu Mingyu merasakan kaki Soonyoung yang menendang-nendang kecil kaki panjangnya. Mingyu menoleh pada Soonyoung sambil menaikkan alisnya, masih tidak berniat untuk bersuara.

"Apakah kelas kita memiliki kamera pengintai?" bisik Soonyoung khawatir sambil sesekali melirik pada Guru Park yang masih dalam mode yang sama.

Mingyu mengangkat bahu, Ia menilik sekeliling ruang kelas dengan hati-hati mencari 'kamera pengintai' yang di maksud Soonyoung, kemudian Mingyu hanya merespon dengan mengangkat bahunya. Menurutnya, sekolah mereka tidak semahal itu untuk memiliki sebuah kamera pengintai di setiap kelasnya, lagipula Mingyu tidak menemukan perangkat kamera apapun. Ini terdengar sangat mustahil karena saat itu Seungcheol bahkan mengunci pintu kelasnya dan Mingyu yakin tidak ada satupun Guru yang melewati atau mengintip kelas mereka saat itu.

Kecuali jika 'bahaya' itu memang datang dari dalam.

.

"Seluruh murid laki-laki, ikut aku ke ruang kepala sekolah!"

"... Kecuali Jeon Wonwoo."

Murid perempuan adalah yang paling terkejut—sangat terkejut karena murid laki-laki di kelas hampir semuanya terlibat masalah, namun juga kagum karena Jeon Wonwoo tidak termasuk dari mereka.

"Shit!"

Mingyu berdecih, menatap penuh tidak suka pada Jeon Wonwoo yang menunduk diam di kursinya.

Continued


A/N saya lagi gila meanie dan jadilah fiksi ini. lol terimakasih sudah membaca~! doain ya biar bisa update cepet hohoho. see ya