Normal POV

Siapa yang tidak mengenal Uchiha Sasuke?

Seorang pria yang terkenal akibat eksistensinya sebagai guru muda di SMA Konoha. Ia adalah salah satu sosok seorang Uchiha yang dikenal dan diakui oleh seluruh masyarakat benua. Pria itu dikenal sebagai si bungsu Uchiha, adik satu-satunya Uchiha Itachi, dan merupakan pria populer dengan berbagai nilai positif yang pantas ia dapatkan.

Karena Sasuke adalah seorang Uchiha.

Ia memiliki martabat, wajah tampan, kepintaran, serta darah biru yang mengalir di nadinya merupakan nilai tambah bagi Sasuke. Pria itu benar-benar sempurna di mata semua orang. Karena itulah, dirinya adalah salah satu kandidat pemuda yang diincar oleh para siswi di SMA tempat ia bekerja.

Di usianya yang baru 19 tahun, Sasuke berhasil menyelesaikan pendidikannya dan berniat bergabung ke perusahaan sang ayah, mengingat ia tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan di usianya yang terbilang muda. Namun, ada suatu penawaran yang membuatnya tertarik. Sebuah permintaan khusus dari Itachi untuk Sasuke—menjadi guru magang di sebuah SMA biasa yang ada di Jepang.

Entah mengapa, Sasuke si serba sempurna itu menyetujuinya. Bahkan Itachi yang awalnya berniat untuk bercanda, malah menjerumuskan adiknya yang tidak peka itu ke candaan tak masuk akal.

Hingga beberapa minggu kemudian, disinilah dia.

"Sasuke-sensei ... selamat pagi."

"Hn."

Gemasan para gadis, gumaman tak jelas dari arah gerbang, serta beberapa pasang mata para pria yang memicing ke arahnya. Itu merupakan pemandangan biasa dan sudah menjadi peristiwa sehari-hari bagi Uchiha Sasuke. Pria itu dengan tenang berjalan ke ruangannya. Sebelum masuk kelas, Sasuke berniat mengecek ulang tes matematika yang barusan diadakan untuk anak kelas sebelas minggu lalu.

Dan saat ia berniat berbelok ke tangga yang menghubungkan koridor dengan lantai dua, ia berhenti melangkah.

Iris hitam melirik seseorang.

"A-Ampuni aku, Sakura-chan! Sungguh, aku tidak bermaksud—"

"Hentikan omong kosongmu, sialan! SHANNA—!"

"Haruno-san."

Dua pasangan beda kelamin itu menoleh, melotot tak percaya pada pria tinggi yang sudah berdiri tegap tak jauh dari posisi mereka sekarang. Haruno Sakura yang sudah berniat melayangkan tinjunya pada pria berambut pirang tiba-tiba kembali ke sedia kala—pose anak teladan dengan senyum manis terkembang di wajah.

"O-Ohayou, sen—"

"Saya mendengar teriakanmu," Sasuke memicingkan mata, begitu datar namun menyeramkan. "Minus lima untukmu, Haruno-san. Akan ada peringatan khusus karena sudah berteriak tidak jelas di lorong kelas."

Sakura tercengang, sedangkan pria di sampingnya melotot tak percaya.

Bahkan tanpa mereka sadari, guru mereka itu sudah pergi dari sana—meninggalkan duo idiot yang mematung di tengah persimpangan kelas.

Sasuke yang masih menapaki tangga terus berjalan, mengabaikan teriakan menggelegar dari salah satu siswinya di lantai bawah. Dalam kesunyian, ia menghela napas. Lirikan tajam bagai elang tengah tersampir di kedua mata.

Yang mengganggap Sasuke itu sempurna ... adalah orang bodoh.

Meski dia adalah seorang Uchiha, tetap saja itu mustahil baginya. Sasuke adalah manusia, seorang pria yang terlahir karena sebuah kepercayaan. Ia sadar bahwa dirinya tidak sempurna, tidak seperti yang dibayangkan orang-orang. Pria itu hanyalah seorang manusia yang beruntung karena tengah ditakdirkan menjadi seorang Uchiha. Karena itulah, ia bukanlah seorang arogan, melainkan sosok yang berhasil melakukan pendirian dan membuat dirinya diakui oleh semua orang.

Tunggu, kenapa kalian membuatku berkata seperti itu?

Sudah jelas. Tentu saja.

Sasuke bukanlah sosok sempurna.

Ia menghela napas kala sampai ke puncak lantai dua.

Angin berhembus menerbangkan helai hitam miliknya, kacamata tanpa minus itu terus bertengger di hidung, dan pria itu pun mendengus. Senyum tipis terukir di bibir kala dirinya mengingat sesuatu. Satu sosok yang terus terpikir dalam otak, seseorang yang membuat Sasuke tergila-gila—

"S-SENSEI!"

Pria itu berhenti berpikir, menoleh, dan mendapati salah satu siswanya yang sedang menekuk lutut di hadapannya. Rambut pirangnya terlihat lepek, keringat muncul di pelipis, dan kulit tan itu semakin bersinar kala terkena mentari pagi.

"Ada apa, Uzumaki-san?"

Seorang lelaki yang lebih muda namun lebih tinggi darinya itu menegapkan tubuh, menatap serius Sasuke yang kini masih diam membisu. "S-Saya mohon dengan segala hormat, t-tolong batalkan hukuman yang Anda berikan pada Sa—m-maksud saya Haruno-san, sensei!"

Sang Uchiha memiringkan kepala.

"Kenapa saya harus melakukan itu?"

Si kepala pirang tiba-tiba menciut. Ia terlihat gugup. "E-Etto ... itu k-karena..." Menegup ludah, Uzumaki Naruto menatap gurunya dengan pandangan nanar. "H-Haruno-san tidak pantas mendapatkannya! Yang salah itu saya, sensei! Jadi saya mohon—hukumlah saya, bukan Haruno-san!"

Sasuke memandangi Naruto dengan tatapan datar. Tidak ada yang berubah. Hanya begitu-begitu saja. Seketika, Naruto sadar bahwa permohonannya yang memalukan ini sama sekali tidak berguna.

"Saya tidak peduli," Sasuke beranjak. Ia meninggalkan Naruto di lorong yang sepi. "Cepat pergi ke kelasmu, Uzumaki-san. Ini perintah."

Naruto dapat merasakan sebuah ketakutan. keringat mulai muncul di pelipis kepala, menatap punggung gurunya itu dengan pandangan mengerikan.

Ah, ini memang hari tersialmu, Uzumaki Naruto.

.

.

.

HOMOES

A Last Project by forbeingaselfish at 2015

Naruto by Masashi Kishimoto

[Naruto U. & Sasuke U.]

AU Alternate Universe

.

.

first hello, arrogant teacher!

.

.

Naruto hanya bisa menatap ramen yang dihidangkan dengan pandangan lemas. Ia sedang tidak berselera. Di tengah istirahat kantin yang ramai, selama ia hidup di dunia ini, ia belum pernah merasakan peristiwa miris seperti sekarang.

Ia barusan dihajar dan dimarahi oleh Haruno Sakura, gadis impiannya. Perempuan itu memang begitu baik pada semua orang, namun ada dendam pribadi yang membuat Sakura selalu memaki Naruto bila mereka berpapasan berdua. Entah itu memang Naruto-nya saja yang selalu sial, atau Sakura yang terlalu emosi bila melihat lelaki berambut pirang mencuat itu.

Ironis sekali.

Inuzuka Kiba, hanya bisa memandangi sahabatnya dengan penuh rasa iba. Ia memakan yakisoba dengan sekali suap, lalu menatap Naruto dengan pandangan kasihan. Ia sadar kalau gadis yang bernama Sakura ini begitu berarti untuk Naruto. Hanya saja, pria itu tetap berusaha meski ditolak jutaan kali. Tidak peduli pernyataan cintanya yang melibatkan jatuhnya harga diri, gadis berambut merah muda itu tetap saja menolak Naruto yang sudah menggunakan segala cara dengan setulus hati.

"Naruto, hentikan," Kiba bersuara. Ia menepuk pipi Naruto dengan sedikit kekuatan. "Jangan pasang muka aneh begitu, kau memuakkan!"

Yang dimaksud tidak membalas. Ia terlalu lelah. Naruto meletakkan kepalanya ke permukaan meja. Dia menghela napas. "Kenapa sih Sakura-chan tidak mau menerimaku?"

"Sudah jelas, karena kau bodoh." Naruto tertohok. "Lupakan dia, Naruto. Masih banyak gadis lain yang mau menerimamu. Jangan yang ada dipikiranmu itu hanya Sakura, Sakura, dan Sakura! Kau tidak akan mati hanya karena jika dia menolakmu lagi, Aho!"

Air mata imajiner keluar dari kedua mata biru itu. "T-Tapi ... tapi—"

"Ada Hyuuga Hinata, adik kelas kita. Kudengar dia menyukaimu, lho. Apa sih yang kurang darinya? Badannya seksi, baik hati, pintar, dan dadanya besar, Naruto!" Kiba terlihat berapi-api. "Apalagi sikap pemalunya yang membuat para pria bergairah! Kau baru saja meloloskan target yang bagus, tahu!"

Naruto menatap nanar Kiba. "T-Tapi aku ... tidak bisa move on, Kiba..."

Kiba menepuk jidatnya. "Satu-satunya cara move on yang ampuh adalah cari gadis yang lain, Naruto! Gadis lain!" Kiba mengguncang bahu Naruto kuat-kuat. "Jadi berhentilah mengharapkan Haruno itu menoleh padamu! Semua orang tahu kalau dia mengincar Uchiha-sensei!"

"T-Tapi 'kan—"

Pembicaraan dua sahabat itu langsung berhenti tatkala suara gadis-gadis di kantin bersorak-sorai menyambut satu sosok yang barusan datang dari kantin. Bersama temannya, Uchiha Sasuke pergi ke meja yang berada di sudut, menjauhi para siswi yang menjerit dan berbisik-bisik gemas. Tanpa memedulikan itu semua, Sasuke bersama Hatake Kakashi duduk disana, makan berdua tanpa menggunakan gerak-gerik mencurigakan.

Diam-diam, Naruto menatap gurunya itu dengan tatapan tajam. Oke, ia sadar kalau dirinya hanya murid disini. Tapi begini-begini dia juga punya harga diri! Peristiwa tadi pagi membuat hatinya tak lagi mengakui Sasuke sebagai seorang guru. Pria itu baru saja mempermalukannya, bahkan di depan Sakura. Apa lagi yang membuat Naruto tak benci padanya?

Meski hanya kejadian kecil, tapi sangat membekas di hati seorang pemuda Uzumaki.

.

.

- naruto uzumaki -

.

.

"Jadi, apa yang kau pikirkan?" Di tengah keriuhan kantin, Kakashi menatap Sasuke dengan pandangan biasa. "Apa kau tahan dengan situasi seperti ini? Kusarankan untuk pindah, Sasuke."

Uchiha Sasuke mendengus pelan. Ia meneguk jusnya dengan tenang. "Aku tidak peduli dengan mereka. Statusku di sini hanya guru. Mengajar mereka merupakan kewajibanku. Untuk masalah lain, aku tidak peduli."

Kakashi menghela napas, "Aku tidak akan selamanya berada di sampingmu, 'kan? Meski Itachi meminta, itu tidak mungkin."

"Apa maksudmu?" Alis Sasuke mengerut. "Jadi selama ini kau hanya menuruti perintah kakakku?"

"Menjagamu memang merupakan kesenangan, tapi dia mencemaskanmu." Kakashi menekan-nekan pipi Sasuke imut. "Lagipula, dia tidak mau ada apa-apa dengan adiknya yang manis ini, 'kan?"

Sasuke mendengus, ia menepis tangan Kakashi. "Jangan menganggapku anak kecil, kau memuakkan."

Kakashi tertawa.

"Mereka terlalu menilai dari luar," Lanjut Sasuke. "Tipikal anak muda, terlalu percaya dengan apa yang mereka lihat."

Kakashi diam sebentar. Meski dari bagian hidung hingga dagunya ia tutupi dengan masker, lelaki yang ada di depannya ini sadar kalau ia sedang tersenyum. "Ah, apa sekarang kau sedang membicarakan dirimu?" Kakashi mendengus. "Kalau mereka anak muda, kau apa? Orang tua?"

Sasuke menggeleng-gelengkan kepala. "Terserahmu sajalah," Ucapnya kemudian. "Jangan memancingku membahas hal ini, Kakashi."

"Baik baik, kalau itu kemauanmu..."

Dalam keramaian kantin, mereka makan makanan masing-masing dalam keheningan. Namun tak lebih dari itu, Kakashi menyadari sesuatu. Manik hitamnya terus terkunci pada sosok Sasuke yang diam-diam mencuri pandang kepada seseorang. Ya, salah satu murid favorit guru muda itu ternyata berada di tempat yang sama dengan mereka. Meski tidak ada yang percaya walau sudah diberitahu jutaan kali pun, murid pertama yang mencuri perhatian dan menjadi favorit Sang Guru Biologi adalah Uzumaki Naruto, seorang murid terbodoh dan suka membuat onar.

Lucu sekali? Ah, tidak juga.

"Melirik-lirik Uzumaki-kun lagi?"

Sasuke tersentak, wajahnya langsung memerah. "B-Berisik ..." Kakashi tertawa. "Berhenti mengejekku, Kakashi!"

"Aku tidak mengejekmu," Kata Kakashi. "Aku hanya tertawa." Ia menunjuk-nunjuk Sasuke dengan sendok kopi miliknya. "Jujur pada perasaanmu, Sasuke. Kau menyukainya. Kau suka pada Uzumaki Naruto."

Sasuke terdiam. Wajahnya terlihat kesal. Pipinya memerah hingga telinga, mata menyipit dan bibir mengerucut sebal. "A-Aku tidak suka padanya, memang salah kalau aku melihatnya?"

"Jangan membohongiku, ini sudah kedelapan kalinya dalam minggu ini," Pria bermasker itu menyeringai dalam hati. "Kau menyukainya, Sasuke."

Ingin marah, tidak bisa. Ingin memaki, banyak siswa-siswi di sini yang bertebaran. Dan akhirnya Sasuke pun hanya bisa menunduk dan mendengus seadanya. "Dia berbeda, Kakashi. Tidak sepertiku."

Mendengar penuturan juniornya itu, membuat pembicaraan mereka terhenti begitu saja. Kakashi memandangi Sasuke yang kembali melanjutkan acara makan siang mereka. Guru muda itu tidak terlihat bersedih, dari penuturannya juga seperti itu. Ia biasa saja. Berbeda dengan seniornya yang tiba-tiba baperan. Dan akhirnya pun, Kakashi hanya bisa membiarkan pembicaraan mereka tenggelam begitu saja. Namun entah di detik ke berapa, suara garpu Sasuke yang sedang memotong daging itu berhenti ketika ia mendengar penuturan sang Hatake—

"Dia bukan gay. Begitu maksudmu, Sasuke?"

.

.

- sasuke uchiha -

.

.

Masih ingat apa yang kukatakan kalau Uchiha Sasuke bukanlah sosok yang sempurna?

Pada kenyataannya, itu benar.

Banyak yang berkata bahwa dia adalah jelmaan seorang Dewa. Pintar, kaya, dan benar-benar tipe wanita yang ada di dunia. Ia sempurna dengan garis wajah tampan dan badan yang lumayan. Meski banyak yang beranggapan kalau Sasuke juga cukup cantik bila dijadikan cosplay karakter perempuan, ia tetaplah seorang pria yang dipuja-puja keberadaannya.

Namun, itu tidak semua benar.

Ada satu yang tidak diketahui oleh semua orang. Termasuk keluarganya, terkecuali Kakashi.

Uchiha Sasuke yang kalian banggakan itu adalah seorang gay.

Atau bisa dibilang, dia homo. Penyuka sesama jenis—maho.

Ia menyadari ini ketika mulai beranjak SMA. Sasuke sadar kalau dia sama sekali tidak tertarik dengan wanita. Ia sudah membaca majalah porno dan tidur dengan kaum hawa, tapi tetap saja... rasanya berbeda. Ada sesuatu yang membuatnya tidak bergairah. Bahkan Sasuke rela membayangkan tubuh-tubuh perempuan yang setiap hari dibanggakan oleh kaumnya. Hanya saja, ia memang berbeda di antara semua teman-temannya. Uchiha bungsu itu tidak tertarik, ia bersumpah kalau kali ini ia benar dan tebakannya tepat.

Dia seorang homo.

Mengapa ia bisa menyimpulkan hal tabu seperti itu?

Sasuke adalah orang yang jenius. Ia tidak mudah menyerah. Maka dari itu ia mencari ilmu dari berbagai sumber yang ada di internet, bertanya-tanya penyakit mematikan apa yang menyerang tubuhnya. Apa hormonnya terganggu hingga ia tidak terlalu bergejolak setiap kali dirinya melirik perempuan? Atau alat kelaminnya mengalami kelainan? Atau jangan-jangan dia salah gender—tubuhnya berbentuk seperti laki-laki tapi hatinya mengatakan kalau dia perempuan? Tebakan terakhir memang hampir tepat, namun ada satu yang membuat dia hampir pingsan begitu saja.

Suatu sore di pertengahan musim semi. Sasuke yang sedang iseng membuka internet pun tiba-tiba merasa bosan. Ia masih melanjutkan penelitiannya mengenai 'penyakit' yang ia derita. Namun karena lelah atau apa, tiba-tiba kursor mengarah ke arah yang salah. Tangannya menekan sebuah situs iklan yang tertampil begitu saja di situs yang sedang dia buka. Di saat itulah, mata pria itu membulat. Jantungnya berdegup cepat.

New tab memunculkan sebuah video yang tak lagi asing di matanya. Hentai

—bukan, tapi boyvid.

Sasuke terdiam.

Layar monitor yang tidak terlalu lebar itu menampilkan sepasang pria yang sedang berciuman. Bibir mereka saling memagut penuh kasih sayang dan mesra. Posisi mereka pun sedikit ambigu di mata sang pemuda; terduduk di pinggir kasur dengan salah satu lelaki terduduk di paha laki-laki yang lain. Pria yang terduduk itu saling meraba, meremas, dan menyentuh sesuatu yang tengah menindih kedua pangkal pahanya. Tanpa ada rasa malu sedikit pun, lelaki yang rela disentuh mengerang.

Ketika mendengar rintihan itu, ada suatu hal yang membuat Sasuke tersadar begitu saja.

Tahu-tahu di pangkal celananya, ada 'sesuatu' yang mulai tegak.

Sesuatu yang tegak.

"—suke."

"Sa—ke..."

"Sasuke!"

Sasuke tersentak. Ia menoleh ke samping, mendapati wanita cantik berpakaian ketat sedang menyipit ke arahnya. Tangan mulus perempuan itu memegang beberapa kertas. Karin menghela napas, ia letakkan berkas-berkas yang diberikan oleh kepala sekolah di meja khusus milik si Uchiha. "Apa yang kau pikirkan? Ada masalah?"

Mengabaikan Karin, Sasuke malah mengambil berkas yang tadi wanita itu bawa dan membacanya. "Dari Tsunade-sama. Terima kasih sudah mengantarnya."

"Aku tidak butuh itu, aku ingin jawabanmu." Karin mendekati Sasuke. Dengan kasual, tangan wanita itu mulai menyentuh dasinya pelan. "Apa yang kau pikirkan?"

"Jangan memulai, aku tidak suka ini." Sebelum Karin merecoki kancing bajunya lagi, Sasuke sudah menghempas tangan wanita itu dengan sopan. "Pergilah, aku harus memeriksa ujian murid-murid."

"Ck, kenapa sih? Kau belum punya pacar, 'kan?" Karin tidak menyerah. Dan ia tidak akan menyerah. "Kenapa kau menolakku? Apa aku kurang cantik di matamu, hm?" Wanita itu mendekatkan bibirnya di telinga Sasuke. "...satu malam atau pun lebih, boleh saja—"

"Bertindak lebih dari ini, kulaporkan kau, Karin."

Karin tersentak, ia menggeram pelan. "Kenapa kau tidak mau bermain sebentar sih!?"

Sasuke menghela napas. "Aku tidak suka bermain. Apalagi denganmu."

"A-Apa!?" Karin tersentak. Harga dirinya sebagai perempuan tengah direndahkan. "Kurang ajar—ck! Pria sepertimu memang menjengkelkan!"

Suara bedebum pintu ruangan pribadi milik Sasuke pun terdengar. Pemiliknya hanya bisa menghela napas.

Langit musim semi terasa cerah di luar. Sasuke memperhatikan awan-awan yang bergerak dengan pelan. Pemuda itu hanya menatapnya datar, sebelum kembali memeriksa berkas kepala sekolah yang tengah dikirimkan padanya.

.

.

- naruto uzumaki -

.

.

Pukul satu malam. Sudah mulai beranjak pagi tapi Uzumaki Naruto masih bertahan di depan layar televisi. Posisinya sedang setengah berbaring dan manik biru masih berfokus pada talkshow yang tertampil setiap hari. Tangan mencari edukasi, mencoba mendapatkan satu spekulasi berupa kentang dengan balado yang tertaburi.

Setelah acara tak jelas itu selesai, Naruto bangkit dan beranjak ke dapur. Ia hanya bisa menghela napas tatkala sadar bahwa ramen cup kesukaannya sudah habis. Jadilah tanpa pikir panjang, ia segera mengambil jaket dan pergi keluar rumah, berniat untuk pergi mencari sesuatu yang layak dimakan untuk malam ini atau keesokan hari.

Toko itu tidak terlalu jauh, buka setiap hari, pas 24 jam, dan cukup lengkap isinya. Naruto menyukai Ichiraku Market karena ketersediaan stok makanan yang tak pernah habis. Segera ia ambil beberapa ramen bungkus dan minuman botol jenis jus dan susu, membayar di kasir, dan keluar dari tempat itu dengan beberapa kantong belanja di tangan.

Bersiul-siul asal, Naruto mengadah ke atas. Ia lihat malam yang gelap dengan taburan bintang. Ia sendirian. Tidak ada siapa-siapa. Semenjak SMP, dia sudah sendirian. Dirinya tak memiliki seseorang yang bisa ditemani di rumah.

Baginya, hidup ini keras. Uzumaki Naruto yang dulunya masih berusia sebelas tahun itu harus menerima fakta pahit; orang tuanya tewas akibat kecelakaan mobil. Jadilah tepat detik itu juga, ia resmi menjadi yatim piatu. Ia sendirian. Dia tidak pandai bergaul, inilah sebab dirinya tak punya teman saat masa-masa seperti itu.

Pergi meninggalkan Oto, yang merupakan daratan terpencil sebelah utara, ia pun memutuskan untuk pergi ke daerah yang lebih besar, Tokyo. Hingga sekarang lah ia masih bertahan, akibat kerja kerasnya dan masih berniat untuk melanjutkan sekolah.

Naruto menghela napas, ia pun lanjut berjalan.

Tapi ketika dirinya ingin berbelok ke kanan, matanya menangkap sesuatu yang janggal.

Di tengah keremangan malam, Naruto mendapati satu sosok yang mengejutkan.

"A-Apa-apaan kau? Jangan menyentuhku!"

"Aku tahu orientasimu, kau tertarik pada pria. Benar begitu?"

"Jangan bicara omong kosong! L-Lepas—hng!"

Naruto membatu di tempat. Ia bahkan sudah tak sadar kalau kantong belanjaannya sudah jatuh di tengah jalan.

Sosoknya, suaranya...

Naruto ingat jelas. Ia tahu itu wujud siapa.

Dan ... dua orang di sana sama-sama pria, 'kan? Lalu mengapa mereka berciuman?

Uchiha Sasuke dan pemuda asing, tengah bercumbu mesra di depan rumah sederhana milik Naruto Uzumaki.


to be continued


A/N: hai, saya balik lagi. err ... masih ingat saya? di akun ini saya baru dua kali publish fik, dan kali ini multichapter. doakan cepat update ya, soalnya akun sebelah juga banyak fanfik mc-nya. hehe.

ada lemon di chapter selanjutnya, tapi gatau chapter berapa. tunggu saja ya! stay tuned, guys!