Title : Love is Never Gone
Cast : Kim Jongin, Oh Sehun, Park Chanyeol
Other Cast : Wu Yi Fan, Lu Han
Genre : Romance, angst
Chapter : 1/?
A/N : Shout out to ma babies yg udh baca My Beautiful Past & Baby, I'm So Sorry. Ini sequelnya. The last part of MBP trilogy. Babies yg blm baca MBP and BISS silakan baca itu dulu, kalau ga baca nanti kalian ga akan ngerti, babies.
" Tuan Kim." Guncangan pelan kerap menghampiri bahu pria yang tengah tertidur pulas di meja kerja ruang kantor yang megah ini. Wajah tampannya masih terlihat muda namun telah menyiratkan kelelahan yang amat sangat. Melihat kondisinya yang tertidur di atas meja kerja komplit dengan kemeja, dan jas yang masih melekat di tubuhnya tampaknya pria ini tertidur setelah lembur semalaman.
" Tuan Kim, tuan Kim.." Sementara pemuda yang tampak berumur awal dua puluhan berseragam office boy itu masih setia mengguncang tubuh atasannya guna membangunkan lali-laki itu dari lelapnya.
" Tuan Kim." Guncangan yang lebih keras dari si pesuruh kantor akhirnya berhasil membuat mata pria itu terbuka seutuhnya, kontan terduduk tegap di kursinya dan mengerang pelan. Efek kaget dari bangun tidur yang langsung membuat kepalanya pening untuk sesaat.
" Maaf tuan tapi saya harus membangunkan anda. Sekarang sudah pagi dan saya harus membersihkan ruangan ini." Sang pesuruh kantor mencicit takut.
" Ya, ya, aku mengerti." Bos muda itu mendesah lelah seraya mengusap wajahnya untuk mengusir kantuk.
" Maaf menggangu tidur anda tuan." Si pesuruh membungkuk sopan dan mulai membersihkan ruangan megah ini sementara atasannya masih belum beranjak dari kursi kekuasaannya.
" Tak apa. Jam berapa sekarang?"
" jam 07.30 tuan."
" Hmmmm..."
Sang pesuruh kantor perlahan mencuri pandang ke arah bosnya hanya untuk mendapati bahwa atasannya sudah kembali tertidur dengan posisi kedua siku menyangga di meja dan telapak tangan menutupi wajahnya. Pemuda berseragam office boy itu menggeleng pelan kemudian kembali mengerjakan pekerjaannya tanpa banyak kata.
Sebenarnya dia merasa kasihan sekaligus bingung dengan bosnya. Punya rumah besar dan bagus tapi entah kenapa lebih suka tidur dikantor. Ini bukan yang pertama kalinya dia mendapati sang atasan tertidur di ruangannya sendiri dengan pakaian kerja yang masih komplit. Padahal bosnya itu masih sangat muda baru berumur 28 tahun tapi entah kenapa dia sangat gila kerja. Bosnya bisa menginap dikantor sampai tiga hari hanya untuk meyelesaikan pekerjaannya. Padahal dia bisa saja meminta anak buahnya untuk membantu, atau paling tidak membawa pekerjaannya kerumah untuk diselesaikan. Tapi entah apa alasannya dia tidak mau membawa pekerjaannya pulang kerumah dan lebih memilih untuk terus berada di kantor.
Oh, satu lagi hal yang membuatnya bingung. Bosnya tidak pernah terlihat berkencan dengan siapapun. Rasanya dia tidak pernah melihat siapapun berjalan berdampingan atau makan siang dengan bosnya selain kakak sepupunya sendiri yang juga salah satu orang penting di perusahaan ini. Ini tentu hal yang sangat aneh. Mengingat bosnya adalah pria muda yang tampan dan sukses. Bukankah sudah sewajarnya kalau bosnya punya pacar atau bahkan sekedar selingan? Maksudnya, bukankah itu adalah hal yang selalu dilakukan oleh pria-pria muda yang tampan dan sukses? Tapi pemimpin perusahaan ini sama sekali tidak seperti itu. Alih-alih bergonta-ganti pacar, pria muda nan sukses ini malah kerap terlihat kesepian karena selalu sendiri dan terlalu sibuk tenggelam dalam urusan bisnisnya. Si pesuruh kantor berdecak pelan menanggapi angannya. Mencuri pandang ke arah atasannya sekali lagi, pemuda itu menggeleng pelan saat masih mendapati bosnya terlelap dengan posisi yang –masih- sama. Pemuda itu menimbang sesaat, berpikir apakah harus membangunkan bosnya, atau membiarkannya dan menyelesaikan pekerjaannya yang lain. Pemuda itu menatap figur bosnya yang masih tertidur. Wajah tampannya, yang kini tersembunyi di balik telapak tangannya yang lebar. Bahu lebarnya yang terlihat lelah. Punggung kokohnya yang terlihat berat dan menyedihkan, membuatnya memutuskan bahwa bosnya perlu waktu untuk beristirahat. Si pesuruh kantor akhirnya keluar dari ruangan. Memilih meninggalkan bosnya yang tanpa suatu alasan jelas tampak menyedihkan di matanya. Melihat atasannya membuat pemuda itu berpikir, harta dan jabatan rupanya belum tentu mampu memberikan kebahagiaan.
Drtttt... Drttt...
Ponsel canggih diatas meja mahogani berpelitur mewah itu bergetar keras membuat pemiliknya yang tengah tertidur terbangun secara perlahan. Pria itu menurunkan kedua tangan yang menutupi wajahnya sejak tadi. Diraih ponselnya dan dimatikan alarm yang memang sengaja dia nyalakan. Diliriknya Rolex silver yang melingkar manis di pergelangan tangannya.
08.30.
Pria itu menguap pelan, menggeliat di kursinya dan melonggarkan ikatan dasi yang mengungkungnya. Manik gelapnya mencari satu benda yang ada diatas meja kerjanya dan begitu benda itu berhasil tertangkap matanya, senyum manis mengembang tanpa bisa dia kendalikan.
" Pagi Huna." Ujarnya seraya menatap lembut foto yang ada dalam bingkai perak itu. Dia tersenyum lembut menatap foto pria yang tengah tersenyum manis dalam bingkainya. Pria itu merunduk, melipat kedua tangannya diatas meja dan menaruh dagunya diatas lipatan tangannya kemudian tersenyum sendu menatapi foto pria manis itu.
" Masih seperti kemarin Huna. Aku masih terus merindukanmu." Bisiknya lembut dengan sorot mata yang menyiratkan rindu yang sangat dalam. Namun tak hanya rindu yang tampak dimatanya. Luka dan perih juga terlukis jelas didalam sana. Hening beberapa saat. Pria itu hanya menatapi foto dihadapannya dalam diam sampai suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya dan membuatnya menoleh.
" Masuklah." Ujarnya seraya memperbaiki duduknya. " Oh, rupanya kau hyung." Gumamnya pelan saat melihat kakak sepupunya memasuki ruangan.
" Pagi Jongin." Yifan tersenyum pada Jongin.
" Pagi." Gumam Jongin seraya menguap pelan.
" Kau tidur disini lagi?" Yifan berjalan ke arah Jongin seraya memperhatikan kemeja dan jas Jongin -yang masih sama seperti kemarin-, sebelum berhenti disamping kursi Jongin dan menyenderkan panggul kokohnya pada tepian meja. Jongin mengangguk pelan dan meneguk sedikit kopinya yang ditaruh office boy saat dia masih tertidur.
" Jonginah, sudah kubilang berkali-kali. Berhenti membenci rumahmu hanya karena Sehun tak lagi ada disana." Tegur Yifan seraya melipat tangannya diatas dada. Dia tampak seperti seorang ayah yang tengah menegur anaknya.
Sudah lebih dari tiga tahun Jongin berpisah dengan Sehun tapi sampai detik ini Jongin masih belum mampu melupakan pemuda manis itu. Yifan tidak tahu apa yang membuat Jongin begitu sulit untuk beranjak dari masa lalunya yang satu itu. Berkali-kali Yifan mengenalkan Jongin dengan gadis-gadis cantik atau pria-pria semanis Sehun tapi Jongin tidak pernah tertarik. Susah payah Yifan mencarikan Jongin sekertaris yang cantik dan menarik –berharap perhatian Jongin akan teralih- tapi Jongin malah mengacuhkannya. Semua usaha yang dilakukan Yifan terhempas sia-sia karena Jongin tak akan merespon siapapun yang tidak berwujud seperti Sehun.
" Aku tidak membenci rumah itu hyung." Jawab Jongin pelan. " Hanya saja—berada didalam rumah itu tanpa Sehun disisiku membuat dadaku terasa sesak. Rasanya sakit. Berada dalam rumah itu dan teringat saat-saat yang kulalui bersamanya di sana. Hanya bisa mengingat." Jongin menatap sendu foto Sehun yang terpajang manis diatas meja kerjanya.
Yifan menghela napas pelan. Selalu seperti ini. Wajah Jongin akan berubah sesendu ini setiap mereka membicarakan Sehun dan Yifan akan melunak kalau melihat adiknya yang dulu selalu tampak tegar tiba-tiba berubah menjadi tak berdaya seperti saat ini. Jongin banyak mengalami hal buruk dalam tiga tahun terakhir ini. Putusnya dia dengan Sehun membuatnya terpuruk. Tapi kematian ayahnya yang tiba-tiba membuatnya hampir tak bisa bangkit dan tersenyum lagi. Jongin harus meninggalkan karirnya sebagai pengacara dan banting stir jadi pebisnis untuk meneruskan perusahaan ayahnya.
Bisnis sama sekali bukanlah passion Jongin tapi pria itu rela melakukannya demi mengenang sang ayah. Meninggalkan cita-citanya sebagai pengacara terhebat di Seoul dan menenggelamkan dirinya dengan segala urusan perusahannya demi mempertahankan apa yang telah ayahnya lakukan selama ini. Yifan ada disana. Yifan menyaksikan bagaimana Jongin terpuruk dalam luka dan dukanya. Tertatih agar bisa kembali bangkit dan meneruskan hidupnya meski luka itu tak pernah sembuh tanpa Sehun disisinya.
" Sudahlah Jonginah. Kalau dia memang jodohmu kalian pasti akan bertemu lagi." Yifan berusaha menghibur adiknya. Jongin mengangkat kepalanya dan tersenyum miris menatap Yifan.
" Hmm. Terimakasih hyung."
" Aku sudah menyuruh sekertarismu membelikan sarapan. Lebih baik sekarang kau mandi. Kita ada meeting satu jam lagi." Ujar Yifan seraya bangkit dari posisinya dan menepuk bahu Jongin. Jongin mengangguk pelan sebelum meregangkan otot-ototnya yang kaku dan beranjak bangun menuju kamar mandi yang disediakan di ruangannya. Bersiap menyambut hari yang panjang untuk dilalui tanpa Sehun yang menemani harinya.
" Sehun."
Pria manis berkulit seputih susu itu kontan mengalihkan matanya dari berkas-berkas yang sedang dibaca saat merasa ada yang memanggil namanya.
" Oh, Yamamoto ada apa?" Sehun langsung berdiri dan membungkuk memberi hormat saat melihat kepala divisinya –yang selalu memaksa Sehun untuk memanggil namanya tanpa embel-embel pak- menghampiri mejanya.
" Ini untukmu." Ujarnya seraya menyerahkan Sehun setangkai mawar merah dengan wajah penuh senyum membuat Sehun mengernyit bingung.
" Ungg, terimakasih Yamamoto. Tapi apa maksudnya—"
" Tidak ada maksud apa-apa. Aku tadi melihatnya di toko bunga saat aku berangkat ke kantor. Melihatnya, aku ingin membelinya untuk kekasihku tapi setelah kubeli aku baru ingat kalau aku tidak punya kekasih. Jadi untukmu saja. Hahahaha." Potong Yamamoto cepat dan berjalan ke ruangannya meninggalkan Sehun yang kebingungan begitu saja.
Rekan-rekan kerja Sehun yang melihat kejadian tadi terkikik pelan. Sementara Sehun hanya tersenyum kecil menanggapi mereka dan kembali duduk membaca berkas-berkasnya.
" Dia benar-benar payah." Satu kepala mungil tiba-tiba saja menyembul cantik kedalam bilik milik Sehun.
" Husshh. Jaga bicaramu." Sehun mengingatkan Luhan, teman akrabnya selama di Jepang.
Luhan sama sepertinya. Sama-sama orang asing yang merantau ke Jepang dan sama-sama bekerja sebagai transletor di perusahaan ini. Perusahaan ini bergerak di bidang gadget. Kepemilikannya berasal dari Korea Selatan yang sudah merambah ke seluruh wilayah Asia dan beberapa negara di Eropa dan Amerika. Jadi perusahaan ini membutuhkan transletor untuk kenyamanan berbisnis dan berkomunikasi. Omong-omong, Luhan adalah salah satu hal terbaik dalam hidup Sehun setelah dia pindah ke Jepang. Sehun mengenal Luhan secara tak sengaja beberapa bulan setelah dia menetap di Jepang. Ceritanya panjang, tapi yang pasti Luhan banyak membantunya dalam banyak hal. Bahkan pekerjaan ini pun dia dapatkan atas bantuan Luhan satu setengah tahun yang lalu. Sehun banyak berhutang budi dengan pria berdarah Cina tersebut.
" Memang benar kan dia payah. Kalau dia memang suka harusnya bilang saja." Ledek Luhan lagi membuat Sehun tersenyum simpul.
Mau tak mau Sehun mengakui kalau cara Yamamoto menunjukan perasaanya sedikit aneh. Sehun –dan seluruh pegawai divisinya- memang sudah menangkap gelagat kalau atasannya itu tertarik dengannya tapi Sehun tidak pernah ambil pusing. Toh apa yang dilakukan Yamamoto sampai saat ini masih dalam batas wajar. Jadi Sehun merasa tenang-tenang saja dengan tingkah laku atasannya padanya.
" Dia kan tahu kalau aku sudah ada yang punya. Makanya mungkin dia jadi segan." Jawab Sehun seadanya.
" Pria sejati itu, kalau dia benar-benar mencintai tidak akan tanggung-tanggung. Kemanapun, apapun, dan kapanpun pasti akan dikejar." Bantah Luhan membuat Sehun terdiam.
Perkataan Luhan tak sengaja mengingatkan Sehun pada masa lalunya. Masa lalu yang selalu ingin dia kubur dalam-dalam. Masa lalu yang selalu ingin dia hapus dan lupakan. Sehun menggeleng pelan saat bayangan masa lalunya terlintas dibenaknya.
Sehun menarik napas pelan. Menatap bingkai diatas meja kerja yang menunjukan potret dirinya yang tengah berada dalam rengkuhan pria tampan dengan senyum bahagia. Sehun tersenyum kecil, sebelum akhirnya kembali meneruskan aktifitasnya yang sempat tertunda.
' Aku bahagia sekarang. Aku tak perlu mengingatnya lagi.'
To be continue...
A/N : Hi babies, Aku pulang kampung ke ranah KaiHun. Hehehehe. Here's the sequel of My Beautiful Past and Baby, I'm So Sorry. I've said that ini adalah project trilogi dan ini adalah part terakhirnya. Aku bwt part terakhirnya ini secara berchapter ga kyk sebelumnya yg cm 1/2S. Don't ask me why, i just did. Fyi, ini jg mash ff aku yg aku remake sendiri. And, i just wanna say that i'd like to say thx to you that have support me, and keep asking me to write, and that u missed my work so much. That's very sweet of you guys. Massive thank you. Love you a whole lot, babies. So, yeah, reviews, subscribes, and followers are vey much love. Till next time, paipai^^
SALAM CINTA DARI RANAH KAIHUN xoxo