PERFECT MAID

An EXO Fanfiction

Pairing: HunKai, Sehun and Kai, ukeKai

Cast: Oh Sehun, Kim Jongin/Kai, Luhan, Byun Baekhyun, Park Chanyeol, Wu Xiaouliu, Byun Baekhyun

Warning: BL/YAOI, Typo

Rating: T-M

Halo ini chapter lima belas maaf atas segala kesalahan terutama typo, typo adalah hobi saya hehehe. Selamat membaca dan happy reading all…..

Previous

"Jongin!" Pekik Sehun sembari menahan lengan kiri Jongin, menyentak pemuda berkulit kecoklatan itu ke belakang. "Aku mengatakan apa yang aku rasakan. Maaf, jika aku mengulur waktu tapi kau membuatku bingung. Maafkan aku. Aku benar-benar bingung dengan perasaanku. Aku pikir, aku mencintai Luhan, aku pikir perasaanku hanya sekedar ketertarikan. Tapi aku salah…, aku tidak suka saat kau bersama Xioulu. Apa kau mengerti itu?" Sehun menatap dalam kedua bola mata bulat Jongin.

"Kau tidak mengatakan apapun, bagaimana aku bisa mengerti." Balas Jongin sembari menarik lepas tangan kirinya dari genggaman Sehun.

"Sekarang aku sudah mengatakannya." Tatapan Sehun melunak.

Jongin menelan ludah kasar. "Aku—aku tidak tahu Sehun. Malam ini aku akan menginap di rumah sewa Minseok hyung."

"Bisakah kau percaya padaku Jongin?"

"Luhan?"

"Kami tidak memiliki hubungan apapun."

Jongin tersenyum miring. "Apa karena aku? Atau kau sudah mengetahui kebenarannya?"

"Aku sudah mengetahui semuanya."

"Aku butuh waktu, aku tidak bisa menjawabnya sekarang." Sehun mengangguk pelan kemudian membiarkan Jongin melangkah pergi.

BAB LIMA BELAS

"Jongin?!"

"Ya Minseok hyung, ini aku." Jawab Jongin dengan lemah.

"Masuk Jongin!" Pekik Minseok ia menari tangan kanan Jongin dan menarik yang lebih muda masuk ke dalam rumah sewa yang dulu mereka tempati bersama sebelum Jongin bekerja. "Sebentar." Ucap Minseok. Jongin hanya mengangguk menurut.

Sementara Minseok berkutat dengan lemari penyimpanan makanan, Jongin memilih untuk duduk dan memperhatikan rumah yang belakang ini sudah sangat jarang ia kunjungi. Tiba-tiba saja Jongin diserang kerinduan yang sangat hebat, mungkin terdengar berlebihan, tapi itulah yang saat ini dirasakannya.

"Ini." Jongin menatap Minseok yang sedang tersenyum lebar menyodorkan sekaleng soda di hadapannya.

"Terimakasih Hyung."

Minseok mengangguk pelan, ia tersenyum kemudian duduk di hadapan Jongin. Hampir bersamaan keduanya membuka segel kaleng soda. Setelah menikmati beberapa tegukan air soda, Minseok mulai mengamati wajah Jongin lekat. "Ada sesuatu yang mengganggumu?"

"Bagaimana Hyung bisa tahu?!" Balas Jongin dengan nada bercanda.

"Tentu saja aku tahu. Kita tidak bertemu kemarin sore Kim Jongin. kau bukan orang yang pandai menyembunyikan masalah, kita ini sama. jadi—apa kau bersedia untuk membaginya denganku?"

"Hany masalah kecil." Elak Jongin.

"Bersedia membaginya?" Jongin mengamati kaleng soda di tangan kanannya. "Jika tidak keberatan, aku tidak memaksamu."

"Hmmm…., hanya masalah kecil di pekerjaanku. Kurasa pekerjaan ini tidak cocok untukku. Jadi aku pikir aku akan mengundurkan diri."

Minseok terkejut, ia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya itu karena terlihat jelas dari ekspresi wajahnya. "Apa kau sudah memikirkan pekerjaan lain? Atau mungkin kau sudah diterima di tempat lain?"

"Tidak juga, aku akan bekerja apapun yang ada untuk sementara."

"Hmmmm seperti itu. Apa kau tidak bisa belajar mencintai pekerjaanmu yang sekarang? Tidak bisa kau usahakan?" Jongin menggeleng pelan. "Baiklah kalau begitu terserah kau saja. Aku hanya bisa mendukungmu semoga kau membuat pilihan yang terbaik."

"Hmmm…, aku ingin tidur sekarang. Maaf tidak bisa mengobrol lama denganmu Hyung."

"Tidak masalah. Kau masih ingat letak kamar dan kasur lipatnya bukan?" Minseok bertanya dengan nada bercanda. Jongin menyungging senyum sebelum berdiri dan melangkah menuju kamar. "Bulan depan aku lulus, Jongin."

"Itu hebat!" Jongin setengah berteriak karena terkejut dan sisanya merasa kecewa. "Kenapa Hyung tidak memberitahuku lebih awal?"

"Kau sibuk dengan Sehun, beritanya menyebar dimana-mana. Fotomu ada dimana-mana."

"Hmmm." Gumam Jongin tiba-tiba kehilangan minat pada obrolannya dengan Minseok. "Aku akan tidur sekarang Hyung."

"Kurasa jika Sehun adalah sumber masalahmu, lebih baik kau selesaikan jangan pernah kabur dari masalah Jongin. Kabur dari masalah hanya akan menambah masalahmu di masa depan." Jongin tak menanggapi ucapan Minseok, ia merasa malam ini sudah cukup untuk memikirkan dan membicarakan Sehun.

.

.

.

Sehun menggigit pelan bibir bawah tipisnya. Ia berada di dalam mobil di depan rumah sewa Minseok dan Jongin, karena Jongin semalam ia sama sekali tidak bisa tidur dan di pagi buta ia sudah menunggu di depan rumah sewa Minseok dan Jongin. Hal yang selama ini tidak pernah ia lakukan pada kekasih-kekasih terdahulunya. Setelah mengumpulkan keberanian dan keyakinannya, Sehun berniat untuk keluar dari mobil untuk berjalan dan mengetuk pintu tempat tinggal Jongin untuk menyelesaikan semua urusan di antara mereka.

Mobil sedan hitam menarik perhatian Sehun dan seorang pemuda tinggi yang keluar dari dalam mobil membuat Sehun mengeluarkan sumpah serapah tidak pantas. "Untuk apa Jerapah bedebah itu datang ke tempat ini?! Bagaimana dia bisa tahu Jongin tinggal di tempat ini?!"

Tidak ingin menunggu dan kehilangan kesempatan Sehun meninggalkan mobilnya dengan tergesa-gesa mengejar langkah panjang-panjang Xioulu yang memiliki perbedaan tinggi badan cukup jauh dari tinggi badannya. Sehun sempat heran dengan Xioulu, bagaimana bisa ada laki-laki setinggi Xioulu, mengingat tinggi badannya sudah melebihi tinggi badan rata-rata laki-laki Korea.

.

.

.

"Aku ada pekerjaan di Korea jadi aku langsung menghubungimu, terimakasih kau mau pergi jalan-jalan denganku Jongin."

"Aku pernah berjanji untuk membawamu ke tempat-tempat yang menyenangkan di sini. Tapi sepertinya itu tidak akan terjadi di waktu dekat, aku sangat sibuk." Jongin tersenyum canggung diakhir kalimat. "Bagaimana kau tahu aku tinggal di sini?"

"Kau orang dekat Sehun, tidak sulit menemukan informasi tentang dirimu."

"Hmmm." Jongin hanya bergumam karena ia benar-benar bingung harus menjawab apa. Pembahasan tentang Sehun selalu membuatnya canggung.

"Bagaimana jika kita pergi ke kafe atau restoran, kau belum sarapan kan?"

"Baiklah." Jongin menjawab singkat sambil berusaha untuk tersenyum diakhir kalimat.

"Jongin tidak akan pergi kemanapun denganmu." Suara yang sarat akan kemarahan itu menarik perhatian Jongin dan Xioulu. Sehun berjalan cepat menghampiri Jongin kemudian melempar tatapan tajam pada Xioulu. "Jangan mendatangi Jongin lagi kau tidak memiliki kesempatan dengannya." Ucap Sehun sebelum menggenggam pergelangan tangan kiri Jongin dan menariknya pergi. Jongin yang masih terkejut dengan semua yang terjadi hanya bisa diam dan menuruti setiap perbuatan Sehun.

Di sepanjang perjalanan Jongin tak berani membuka mulutnya, tatapan tajam Sehun menyiutkan nyalinya. Sehun mengemudi dengan kecepatan tinggi membuat Jongin berulang kali harus memejamkan kedua matanya setiap kali Sehun bermanuver dengan serampangan mendahului truk-truk besar. Ban mobil berdecit mengerikan, nyaris menabrak tiang penyangga gedung. Sehun keluar dari mobil berlari menuju bangku penumpang, menatap tajam Jongin kemudian menarik tangan kanan Jongin.

"Sehun….,"

"Diam!" Potong Sehun tegas. Sehun menarik Jongin memasuki lift, menekan tombol dengan kasar. Jongin mencoba menarik tangannya dari genggaman Sehun namun Sehun justru mencengkeram semakin kuat.

"Apa kau benar-benar marah?" Sehun memilih bungkam.

Genggaman tangan menyakitkan itu baru berakhir ketika mereka sudah berada di dalam apartemen. "Jangan menemui Xioulu!"

"Apa hakmu?!" Jongin berteriak tidak ingin kalah. Sehun bukan siapa-siapa, mereka tidak memiliki hubungan apa-apa. Lantas apa hak lelaki di hadapannya sekarang berteriak marah dan mengatur hidupnya. Jongin melangkah cepat menuju kamarnya, ia tidak ingin bertengkar dengan Sehun itu terlalu melelahkan. Sehun bergerak cepat mengikuti langkah kaki Jongin. Berbalik menatap Sehun dengan penuh amarah. "Siapa yang menyuruhmu mengikutiku?!" Teriak Jongin.

"Kau….," desisan serta tatapan Sehun terlihat berbahaya.

"Apa?" Jongin mengangkat dagunya, jika Sehun berpikir jika dirinya lemah maka Tuan Muda Oh salah besar. Kim Jongin sama sekali tidak lemah. Dengan langkah panjang serta amarah yang tercetak jelas pada wajah nyaris sempurna Oh Sehun, ia merangsek mendekati Jongin. Mencengkeram lengan kanan si pemuda berkulit kecoklatan di hadapannya itu erat. "Kau bersikap konyol dan bodoh sekarang." Jongin membalas tatapan Sehun dengan sengit.

Sehun hanya tersenyum miring atau mungkin menyeringai, Jongin tak melihat jelas karena Sehun telah menabrakkan bibirnya dengan keras pada permukaan bibir penuh milik Jongin. Membuat Jongin mengerang karena rasa nyeri bercampur kaget. Erangan itu Sehun manfaatkan untuk melesakkan lidah basahnya ke dalam mulut Jongin, bergerak liar, menjelajah setiap sudut mulut Jongin.

Jongin gelagapan, dadanya mulai sesak, Sehun membatasi asupan oksigen. Entah karena kekurangan oksigen atau hal lain, Jongin merasa suhu tubuhnya naik dengan cepat. Ia merasa sangat haus, haus akan sentuhan Sehun. Perasaan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. "Enngggghh…," lenguhan tak sadar Jongin keluarkan. Sehun menyeringai tipis masih dalam posisi mencumbu bibir Jongin dalam. Kedua tangan Jongin melingkari pinggang Sehun sementara tangan Sehun sudah menelusup di balik sweter biru muda yang Jongin kenakan.

Sehun mendorong tubuh Jongin ke dinding, merapatkan tubuh mereka. Dada dengan dada dan panggul dengan panggul. Tangan kanan Sehun bergerak pelan dari punggung Jongin ke arah depan dalam sentuhan lembut yang menggoda. Mengusap perut datar Jongin merangsek turun. Menyentuh tulang panggul menonjol Jongin yang terbalut jins, bergerak melintang dan berhenti. Sehun menekan tubuh bagian depannya pada Jongin. "Se—Sehun." Terbata Jongin menyebut nama Sehun.

"Apa kau menginginkannya?" Sehun menundukkan wajahnya sedikit lebih rendah agar sejajar dengan telinga kiri Jongin. Hembusan napas hangat Sehun membuat rambut-rambut halus di tubuh Jongin berdiri. "Apa kau menginginkannya?" tak mendapat jawaban, Sehun mengulangi pertanyaannya. Masih tak mendapat jawaban. Sehun mendaratkan kedua bibir tipisnya pada sisi kiri leher jenjang Jongin. Menghirup aroma manis yang menguar dari tubuh Jongin, bagaimana pembuluh darah di bawah kulit leher Jongin berkedut menyambut permukaan bibirnya, memabukan. Panas dan lembab, Sehun menyukainya. Kecupan lembut dengan cepat berubah menjadi jilatan dan hisapan-hisapan liar. Warna kemerahan yang indah pada kulit Jongin bermunculan dengan cepat. Akibat ulah Sehun.

Persetan jika Jongin menginginkan atau tidak menginginkan, Sehun hanya tau satu hal. Dia menginginkan Jongin, detik ini. Sehun sedikit memberi jarak pada tubuhnya ia menarik kedua tangan Jongin. Menghempaskan Jongin ke atas tempat tidur. Jongin adalah miliknya, entah darimana pemikiran posesif itu merangsek masuk. "Se—Sehun….," Jongin kembali memanggil nama Sehun dalam sebuah panggilan yang dipenuhi desahan dan gairah. Sehun merasa sangat bahagia dengan cara Jongin memanggil namanya. Menjadi yang mendominasi memberikan suatu percikan kebanggaan kepada diri seorang Oh Sehun.

Kedua tangan Sehun bergerak cepat menarik sweter biru muda Jongin ke atas. Dan Jongin dengan pasrah membiarkan Sehun melucuti semua pakaian yang melekat pada tubuhnya. Wajah Jongin memerah, mungkin menahan malu atau mungkin menahan gairah. "Aku tau ini pertama kalinya untukmu." Sehun berbisik pada telinga kanan Jongin dengan cara yang menggoda. Jongin hanya membalas perlakuan Sehun dengan cengkeraman kuat pada kedua bahu kekar Sehun. Tangan kiri Sehun dengan serampangan bergerak ke arah nakas mengambil body lotion miliknya. Menuang isinya dengan berantakan. Untuk membasahi seluruh telapak tangan kiri miliknya.

"Sehun apa yang kau lakukan?" Jongin bertanya dengan suara rendah bergetar dan kedua mata sayunya menatap Sehun lekat. Sehun hanya tersenyum. "Sehun?" Jongin masih bingung dengan tindakan Sehun.

"Diam dan lakukan saja perintahku Kim Jongin." Sehun menyeringai ia menundukkan wajahnya menyapa bibir bawah Jongin, bukan dengan kecupan melainkan gigitan menggoda. Jongin hampir tak bisa bernapas atas perlakuan Sehun. "Lebarkan kakimu." Sehun memberi perintah dengan egois. Hanya tatapan polos yang Jongin berikan dan itu membuat Sehun geram. Ia pisahkan kedua kaki Jongin dengan kedua sikunya. Jari telunjuk Sehun masuk tanpa permisi.

"Hah!" Jongin tersentak, tidak ada seorangpun yang pernah melakukan hal ini sebelumnya. Sehun mengamati wajah Jongin dengan seksama, kedua alis yang hampir bertaut, dahi berkerut dalam, titik-titik keringat terbentuk cepat di wajah laki-laki yang kini berada di bawah kuasanya. Sehun memberikan ciuman lembut pada seluruh permukan leher jenjang Jongin. Menghisap jakun Jongin yang tak seberapa menonjol dibanding miliknya. Jari kedua merangsek masuk, perlahan namun menuntut. Penolakan kembali dilancarkan tubuh Jongin. Sehun hanya tersenyum miring. Ini menyenangkan seperti berdiri di tebing jurang, berbahaya sekaligus menggairahkan.

"Ahhh…, Sehun….," Jongin kembali melenguh. Bibir tipis Sehun terkunci rapat. Mengagumi setiap jengkal wajah indah Jongin yang terpahat sempurna membuatnya lupa untuk mendesah. Atau mungkin bukan sekarang dia mendesah, surganya belum ia dapatkan. Bibir tipis Sehun bergerak ke atas kembali menelusuri leher jenjang Jongin, mengulang jejak saliva yang ia tinggalkan. Mengecup lembut ujung dagu belah Jongin, bergerak ke kanan menelusur tulang rahang Jongin. Berakhir pada kulit bagian bawah telinga Jongin yang semakin basah oleh keringat.

Kedua telapak tangan Jongin mencengkeram sprei erat, ia melayang dengan cara yang tak bisa diungkapkan. Jari ketiga bergerak masuk kali ini lebih kasar, lebih tergesa, dan lebih menuntut, disertai kuluman pada cuping telinga kanannya. "Ah!" hanya suara itu yang mampu Jongin berikan untuk semua perbuatan Sehun. Kedua tangan Jongin mengusap kasar punggung Sehun yang masih terbalut kemeja putihnya. Ketiga jari itu ditarik keluar. Kekosongan menyeruak.

"Sabar." Sehun berbisik pelan, menggoda. "Aku akan memuaskanmu." Sehun membuka kancing kemejanya dengan tergesa, kali ini giliran Jongin yang tersenyum. Keringat membuat kulit Sehun nampak lembab, kulit bak porselen. Jongin mengalihkan pandangannya ke arah lain ketika Sehun melonggarkan sabuk yang ia kenakan. Seolah tidak sadar jika dirinya telah menunjukkan semua yang ia miliki kepada Sehun tanpa pembatas apa-apa.

Sehun menundukkan kepalanya menyapa permukaan bibir penuh Jongin. Sementara Jongin bisa merasakan bagaimana kekuatan dominasi seorang Oh Sehun pada dirinya. "Hmmmm…," erangan putus asa keluar dari bibir Jongin disela lumatan liar Sehun. Ia tidak mengerti bagaimana disaat seperti ini ia merasa putus asa. Kedua bola mata Jongin membulat sempurna, terkejut dengan sensasi asing yang ia rasakan. Beberapa saat lalu hanya jari-jari Sehun yang memasukinya, sekarang bukan jari, ya, Jongin tau apa itu. Tidak perlu menyebutnya secara gamblang.

Sehun mendorong pinggulnya cepat, melesakan kejantanannya. Dinding Jongin menyambut dan mencengkeram sangat kuat. Sekarang giliran Sehun yang hampir tak mampu bernapas. "Jo—Jongin…," lenguhnya pada telinga kiri Jongin. Kedua tangannya mencengkeram sprei di sisi kanan dan sisi kiri tubuh Jongin. Menahan hasrat yang hampir tak terbendung. Ia berusaha keras untuk membuat semua ini berlangsung lebih lama, tarikan dan hembusan napas kasar, Sehun keluarkan. Serupa ikan yang ditarik keluar dari dalam air, menggelepar tak berdaya.

Kedua kaki jenjang Jongin terangkat melingkari pinggang Sehun. Mendorong Sehun untuk lebih jauh memasuki tubuhnya. Sehun mengerti, ia bergerak pelan untuk memuaskan Jongin membuat Jongin bertemu dengan puncak kenikmatan, membuat Jongin mengerang, membuat Jongin hanya mengingat namanya seorang tak ada yang lain.

"Ahhhh….,mmmm… Sehun…," Desahan Jongin terdengar semakin sering seiring dengan gerakan Sehun yang juga semakin cepat pada setiap waktu yang mereka lewati.

"Apa kau—mengijinkan orang lain menyentuhmu?" Nada posesif kembali keluar dari bibir tipis Sehun. Jongin hanya menggeleng pelan. "Benarkah? Kim Jongin? Apa semua laki-laki yang kau kenal itu tidak pernah menyentuhmu?"

"Tidak Sehun…, Ah! Pelan-pelan!" seolah tak puas dengan jawaban Jongin, Sehun justru bergerak semakin liar. "Aku bersumpah Sehun…," Jongin berbisik pasrah.

"Chanyeol menciummu kemarin."

"Sehunhhh a—aku tidak tau itu. Chanyeol melakukannya tiba-tiba." Sehun tersenyum miring. Menghentak masuk dengan kuat. "Aaahh!" Jongin memekik kencang kedua kakinya yang melingkari punggung Sehun menekan semakin kuat. Kedua tangannya meremas kedua bahu Sehun.

"Kau menyukainya? Saat Chanyeol menciummu?" Jongin menggeleng cepat. "Benarkah?!" kali ini Jongin mengangguk. "Kenapa kau tidak menyukainya?"

Jongin menatap mata tajam Sehun, ia melihat tatapan lain dari sana, bukan sekedar tatapan menuntut namun ada kecemasan juga di balik tatapan itu. "Aku memikirkanmu." Bisiknya. Jongin sedikit mengangkat kepalanya untuk menyapa permukaan bibir Sehun.

Sehun tersenyum ia menyambut bibir Jongin dengan suka cita. Dan ia juga mengerti apa yang Jongin inginkan. Kedua tangannya yang tadi berada di sisi kanan dan sisi kiri tubuh Jongin bergerak untuk melepas tangan Jongin yang mencengkeram kedua bahunya. Menurunkan tangan itu dalam hentakan kasar menuntut. Saat lumatan di bibir berakhir Sehun menjelajah tulang selangka Jongin, mengecup dan membasahinya.

Puncak kenikmatian semakin mendekat, Sehun kehilangan kendali tubuhnya. Bergerak liar mengikuti insting primitif. "Ngghhhh… Sehun..," Jongin benar-benar kehilangan seluruh ingatannya kecuali nama Sehun.

"Jongin…," geraman rendah keluar Sehun keluarkan serupa singa jantan yang telah berhasil menaklukan mangsanya, menunjukkan dominasi serta kekuasaan. Sehun melepaskan kedua tangan Jongin, memeluk Jongin erat. Menindihnya di bawah berat tubuhnya yang menggilas. Jongin mengeluarkan suara erangan pelan, cengkeraman Sehun rasakan dengan kuat. Ia tidak bisa bertahan. "Ahhh…," Benih-benih subur telah terlepas. Sehun merasakan kepuasan dari sebuah penaklukan yang begitu nikmat.

Napas masih beradu, keduanya berpandangan. Sehun tersenyum tulus. "Terima kasih." Jongin mengangguk pelan, Sehun mengecup lembut dahi Jongin yang berhiaskan titik-titik keringat.

"Enggghhh…," Jongin melenguh pelan saat Sehun memisahkan diri. Menarik selimuti di bawah kaki mereka, Sehun lantas berbaring di sisi kiri tubuh Jongin menyelimuti tubuh polos miliknya serta milik Jongin.

"Maaf sudah membentakmu, aku tidak suka saat laki-laki lain berada di dekatmu." Sehun berucap pelan dengan suara parau saat dirinya berusaha keras untuk mempertahankan kesadarannya. Keduanya berbaring miring, Sehun berhadapan dengan punggung menawan Jongin, terbalut kulit kecoklatan dan tulung punggung menggoda yang tercetak jelas di bawah kulit indahnya.

Jongin meletakkan tangan kirinya pada punggung tangan kiri Sehun. Memainkan jari-jemari tangan Sehun dengan lembut. "Aku pikir itu tak berpengaruh untukmu."

"Kutukanmu?"

"Hmmm."

"Itu sangat berpengaruh untukku, aku hanya berpura-pura."

"Hmmm." Jongin kembali menggumam, Sehun ingin melempar protes namun ia mendengar napas Jongin melambat. Jongin terlelap. Sehun tersenyum tipis perlahan ia tarik tubuh Jongin semakin mendekat pada tubuhnya, mengecup pundak kiri Jongin singkat sebelum memejamkan kedua kelopak matanya. Menyambut mimpi seperti yang Jongin lakukan.

"Jongin." Sehun tersentak kemudian menepuk pelan puncak kepala Jongin.

"Hm?!" Erang Jongin kesal, tubuhnya benar-benar remuk dan Sehun mengganggu tidurnya yang baru berlangsung selama beberapa detik.

"Berarti kau sekarang kekasihku?"

"Mungkin."

"Katakan dengan jelas?!" Tuntut Sehun.

"Ya Serigala kelaparan. Sudah diam, aku mau tidur." Sehun tersenyum lebar, ia rapatkan tubuhnya dengan Jongin memeluk pinggang ramping kekasih barunya dengan erat. "Diam Sehun! Jangan bergerak terus aku mau tidur!" Ketus Jongin.

"Aku hanya sangat senang." Balas Sehun tanpa dosa.

"Serigala bodoh." Dan pada akhirnya Jongin memiliki nama baru untuk Sehun.

END

.

.

.

BONUS

Kedua mata Jongin menatap layar ponselnya tidak percaya, ia lantas menjawab panggilan yang selama beberapa saat ia abaikan karena keterkejutannya. "Ibu? Apa ini benar-benar Ibu?"

"Iya bodoh! Dasar anak tidak berbakti! Bagaimana kau bisa menjawab panggilan dari ibumu dengan tidak sopan seperti itu?!"

"Maaf, itu karena Ibu tidak pernah menghubungiku." Balas Jongin sambil mengerucutkan bibir penuhnya tanpa sadar.

"Ibu sibuk."

"Sibuk apa?" Jongin bertanya dengan malas.

"Ibu sibuk dengan semua wartawan yang datang dan bertanya apa hubunganmu dengan Sehun."

"Ahhh itu, maaf karena aku….,"

"Jawab!" Kalimat Jongin terpotong. "Sekarang jawab Ibu, apa hubunganmu dengan seorang Oh Sehun itu?!"

"Hmmm…., kami hanya teman biasa."

"Ibu tidak mengajarimu berbohong, jawab yang benar Kim Jongin!"

"Dia kekasihku…., mungkin."

"Kekasih atau bukan?!" Perbedaan karakter yang terlalu jauh antara Jongin dengan sang ibu tak jarang membuat banyak orang mempertanyakan status hubungan darah ibu dan anak di antara mereka. "Jongin!"

"Iya Ibu, dia kekasihku. Jangan katakan pada para wartawan itu kami ingin merahasiakannya selama mungkin."

"Bukannya itu berbahaya?"

"Setidaknya sampai Sehun siap mengungkapkannya ke publik."

"Ah baiklah Ibu tidak ikut campur masalah itu, Ibu menghubungimu untuk mengatakan sesuatu."

"Apa?"

"Rahasiamu."

"Rahasiaku? Memangnya aku punya rahasia besar? Aku ingat hidupku biasa-biasa saja bahkan cenderung membosankan, mana mungkin aku menyimpan rahasia besar yang tidak aku ketahui sendiri." Racau Jongin.

"Diam! Dengarkan Ibu bocah bodoh!"

"Ah iya maaf, lanjutkan."

"Sebenarnya Ayahmu teman dekat Ibu Sehun dan kalian bertemu karena rencana untuk mengkahiri kutukanmu."

"Kutukan?! Astaga! Aku dikutuk?! Apa aku akan menjadi katak?! Ibu katakan aku tidak akan berubah menjadi katak!" Jongin benar-benar panik sekarang.

"Diam bodoh!"

"Ehem! Maaf Ibu, lanjutkan. Semoga aku tidak berubah menjadi katak."

"Jika kau terus menggangguku kau akan menjadi katak."

"Ibu jangan jahat pada anak sendiri."

"Jadi singkatnya kau dikutuk, ah keluarga kita terkena kutukan ini secara turun-temurun. Anak laki-laki yang lahir akan disukai banyak orang dan anak perempuan yang lahir tidak akan disukai siapapun, kutukan itu dari ayahmu sebenarnya, karena itu kau tahu sekarang kan kenapa kakak dan adik ayahmu tidak menikah?"

"Ya." Setengah percaya setengah tidak pada akhirnya Jongin menjawab iya.

"Lalu ayahmu bertekad untuk mematahkan kutukan itu, jika kau menemukan seseorang yang mencintaimu dengan tulus bukan rasa ketertarikan akibat kutukan, maka kutukan itu akan lenyap dan jika kelak kau memiliki anak perempuan. Anak perempuanmu bisa menikah."

Jongin memijat pelan batang hidungnya. "Ah ya ampun ini sulit dipercaya, tapi baiklah lanjutkan Ibu. Aku tidak mau menjadi katak."

"Selama ini aku dan ayahmu selalu mengawasimu anak bodoh, kau saja yang selalu merasa seorang diri dan bersikap sok kuat. Dengar! Kenapa Kris tergila-gila padamu bahkan setelah dia akan menikah dia terus menghubungimu, kenapa Suho selalu membentakmu? Karena Suho menyukaimu dan dia bukan tipe orang yang bisa mengungkapkan perasaannya dengan cara yang tepat, lalu Chanyeol, Baekhyun, dan Kyungsoo semuanya menyukaimu, ya kecuali Minseok. Karena kalian berdua setipe."

"Maksud Ibu, Minseok hyung juga terkena kutukan?!"

"Bukan, pikirkan saja sendiri bodoh. Ibu lanjutkan, jadi singkatnya saat itu kau masih satu setengah tahun ayahmu membawamu untuk bertemu dengan keluarga Oh. Kau dan Sehun bertemu, baiklah Ibu yakin kau tidak ingat saat itu. otakmu terlalu kecil untuk mengingat hal penting."

"Ibu, aku belum pernah mendengar teman-temanku bercerita tentang pengalaman mereka saat berusia satu setengah tahun."

"Diam! Ibu belum selesai. Lalu Sehun menghampirimu dan dia memukulmu karena dia menginginkan boneka beruangmu, ahhhh itu lucu sekali!"

Bibir penuh Jongin kembali mengerucut sungguh itu bukan informasi yang menarik dan juga bukan informasi yang penting. Ditambah suara tawa ibunya yang membuat Jongin mati-matian menahan diri untuk tidak mengumpat. "Apanya yang menarik." Tanpa sadar Jongin mengeluarkan gerutuannya.

"Ibu tertawa karena senang, itu pertama kalinya kau mendapat teman sesama balita yang merebut mainanmu dan memukulmu. Balita lain akan memelukmu, menciummu, dan menangis saat kau pulang. Harapan untuk menghapus kutukan itu akhirnya terwujud."

"Apa sekarang kutukanku sudah terhapus?"

"Entahlah, hanya waktu yang akan menjawab."

"Apanya yang harapan jika Ibu saja tidak yakin jika kutukannya sudah hilang atau belum." Gerutu Jongin.

"Sudah ya, Ibu sibuk kapan-kapan Ibu akan menghubungimu lagi."

"Sibuk apa? Ibu ingat jangan mengatakan apa-apa pada para wartawan!"

"Tenang saja, mulut Ibu terkunci rapat."

"Ibu Tunggu!" Jongin berteriak sekuat tenaga membuat ibunya di seberang sana marah-marah dan Jongin hanya tersenyum pasrah sambil mendengarkan omelan merdu sang ibu. "Hmmm menurut Ibu perasaan Sehun itu tulus atau karena kutukanku?"

"Entahlah."

Sambungan terputus, Jongin menatap layar ponselnya dengan kesal. "Benar-benar tidak membantu sama sekali."

"Jongin kau siap?! Kita pergi ke Lotte world sekarang!"

"Ya!" Ketus Jongin. "Jangan berteriak di dalam rumah, telingaku masih berfungsi dengan baik." Gerutu Jongin memutar tubuhnya dan berlari menghampiri Sehun.

"Siapa yang menghubungimu?"

"Ibuku."

"Hmmm."

"Sehun."

"Apa?"

"Aku penasaran." Sehun mengerutkan kening menatap Jongin, meminta Jongin untuk menyelesaikan kalimatnya. "Apa kau jatuh cinta padaku pada pandangan pertama?" Sehun langsung tertawa keras benar-benar reaksi yang tidak Jongin duga. "Jangan tertawa, aku serius!"

"Aku juga serius, pertanyaan konyol macam apa itu?" Wajah Sehun bersemu merah akibat menahan tawa. "Tentu saja aku tidak jatuh cinta pada pandangan pertama denganmu, kau itu tidak ada bagus-bagusnya."

"Menyebalkan." Desis Jongin. "Aku mau masuk rumah hantu nanti." Ancam Jongin berharap Sehun sedikit bersikap romantis.

"Masuk saja, aku yakin dua detik kau langsung menangis. Aku tidak akan menolongmu jika kau tertinggal di dalam rumah hantu."

"Jahat sekali kau ini kekasihku atau bukan?!"

"Aku kekasihmu."

"Kenapa kau tega meninggalkan aku di rumah hantu?!"

"Aku kan kekasihmu bukan pengawalmu." Sehun menjawab santai dan Jongin harus menahan hasratnya untuk tidak memukul wajah kelewat tampan Oh Sehun.

END

Haaahhh…. Lap ingus setelah melewati masa pertapaan dan berguru pada para Master-nim NC. Akhirnya yaaaahhhh hanya ini NC yang bisa saya keluarkan dari otak jalang saya hahahaha. Maaf jika NC-nya gagal. Ya ampun, I've tried so hard. Sumpah, ini NC yang saya pelajari paling lama. Eh tiap NC saya belajar lama dan itu gak hot sama sekali hasilnya. Jika normal dua hari selesai satu chapter untuk NC bisa lima hari (curhat). Saya ingin menemukan formula tepat untuk NC (abaikan) ya menggabungkan antara insting liar dan gairah bercinta dengan sesuatu yang indah dan memabukan. Ahhh sudahlah terima kasih sudah bersedia membaca. Terimakasih sudah mengikuti cerita ini sampai akhir. Sampai jumpa di cerita lainnya. Terimakasih review kalian YooKihyun94, xodult, black fire, Siangel kai, nha shawol, LangitSenja, Athiyyah417, Lizz Danesta, miranty arinka, nnxiu9488, Lelakimkaaaaa, JeyjongJEYtaJONGin, elferani, guest, Guest, ramyeonttang, migaaa, cute, Siapa saya, Sehuniee28, Guest, liaoktaviani joaseo, Park Rinhyun Uchiha, yoo jai hyeon, issbelarine, VampireDPS, Tikha Semuel RyeoLhyun, Oh Kins, Oranyellow chan, AGNESA201, jongiebottom, Kim Jongin Kai, Elfishy326, KaiNieris, ulfah cuittybeams, geash, wijayanti628, dhantieee, MiOS, meliannairfani, Kim762, novisaputri09, SeKai Candyland, kaisaria88, jjong86, vivikim406, ArkunaKim, Baegy0408, exofujosh, firstkai94, diannurmayasari15, Jongina88.

Teaser cerita baru HunKai

REWIND

"Ka—kau siapa?" Terbata bertanya sementara laki-laki tampan yang tiba-tiba muncul di pemakaman sepi itu hanya tersenyum. "Siapa?" Mengulang pertanyaan setelah mengumpulkan sisa keberanian.

"Aku—sesuatu yang kau inginkan."

"Aku inginkan?"

"Ya, sesuatu yang kau inginkan untuk mengubah semuanya. Tapi tidak ada yang gratis. Kau harus memberiku bayaran sebagai gantinya."

"Bayaran, apa? Seperti apa?"

"Kau bersedia memberikannya?"

"Jika itu bisa mengubah semua hal buruk ini."

Laki-laki tampan itu tersenyum. "Aku meminta cintamu."

Bye Bye Bye Bye Bye Bye Bye Bye Bye Bye Bye Bye Bye Bye