Seorang pria berpipi chubby bersandar di sebuah pohon besar. Wajahnya terlihat sedikit cemberut sambil menatap pintu gerbang sekolah yang dilalui banyak murid. Sesekali ia melirik layar ponselnya dan menghela nafas, menit sudah berjalan daritadi, beberapa murid yang mengenalnya sudah menyapa dan mengajaknya masuk kelas, dan entah sudah berapa kali pria chubby itu hanya tersenyum menolak ajakan mereka.

"Lama sekali... pintu gerbang bahkan sudah hampir ditutup..." gumam pria itu sambil kembali menyalakan layar ponselnya. Jam 7, ia rasa sudah 1 jam ia berdiri disana.

Merasa bosan, pria itu mulai mengetikkan sederet kata-kata dan mengirimnya pada seseorang. Pria itu menghela nafas dan kembali bersandar pada pohon di belakangnya. Ia kembali memikirkan keanehan yang muncul sejak kemarin. Pesan tidak dibalas, telfon tidak diangkat, tidak ada kabar, dan tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupannya. Ada apa dengan Jungkook sebenarnya?

"Tsk, kenapa dia tidak membalas" ucap pria itu yang kemudian segera menghubungi kontak yang baru saja ia kirim pesan itu, tapi sialnya telfon itu malah tidak aktif. "Ponselnya juga tidak aktif, ukh, dasar menyebalkan!"

"Hei Jimin, apa yang kau lakukan disini?" Ucap seorang pria saat melihat pria bernama Jimin itu hampir membuang ponselnya.

Jimin mengerjapkan matanya menatap lima orang pria yang juga menatapnya bingung. Ia segera memasukan ponselnya kedalam saku celananya, "ah... aku... sedang menunggu seseorang hehe"

"Hoo... apa masih lama? Ayo kita ke kelas, sebentar lagi kelas dimulai" ajak pria itu diikuti dengan teman-temannya yang juga mengajaknya untuk ke kelas. Jimin menatap pintu gerbang yang sudah ditutup kemudian menatap ponselnya dengan sedih.

Jimin menghela nafas, mungkin ia akan menemuinya saat istirahat saja. "Hah... baiklah, ayo" ucap Jimin sambil menghampiri kelima orang itu dan beralan menjauhi tempat itu, meninggalkan seorang pria yang menatap kepergiannya.

*. Skip

Seorang pria membuka matanya saat merasakan sebuah sinar mengenai matanya. Ia bangun perlahan dan melihat sekeliling kamarnya yang sepi. Ia menengok ke samping dan melihat sisi kasurnya kosong, dengan segera ia melihat ke arah jam dan membulatkan matanya dengan sempurna saat melihat angka 10 disana. Sudah berapa lama ia tidur? Kenapa tidak ada yang membangunkannya untuk ke sekolah? Ah sekolah, seketika ia ingat sederet acara ujian hari ini di sekolah ia segera menyingkap selimut dan—

"Sial! Agh—"

—kembali duduk di kasurnya saat merasakan sakit yang luar biasa pada bagian bawahnya. Seketika ia ingat kalau semalam saudara kembarnya yang baru pulang dari Jepang mengamuk dan menghajarnya habis-habisan. Ia mengumpat dalam hatinya, mengingat bagaimana saudaranya itu menggagahinya tanpa ampun. Rasa bencinya semakin tumbuh saat mengingat kejadian sebelumnya yang membuatnya memalingkan wajah bahkan saat perpisahannya dengan saudaranya itu bandara.

Ia ingat saat pertama kali kakaknya menggagahinya dengan segala macam kegilaan di kepala kakaknya itu, dengan segala kata-kata manis dan kenikmatan yang dapat ia rasakan pertama kali. Membuatnya jatuh cinta karena orang yang pertama kali melakukannya adalah saudaranya sendiri yang selalu menjaga dan menyayanginya. Tapi semua pemikirannya itu hilang seketika saat kejadian ia melihat kakaknya bermain dengan seseorang.

Semua rasa kepercayaannya hilang begitu saja. Kim Jungkook, pria itu meremas selimut yang menutupi bagian bawahnya. Ia benar-benar benci saudara kembarnya sekarang. Tapi tak bisa ia pungkiri kalau ia juga merindukan saudaranya itu.

Tapi kenapa saudaranya itu harus datang disaat yang tidak tepat. Saat ia sudah melupakan segala perlakuan baik dan buruk yang pernah di lakukan kakaknya, dan menaruh hatinya pada seorang pria polos yang menjabat sebagai kakak kelasnya, saudara kembarnya justru datang dan kembali menjadi tembok transparan antara dia dan Jimin.

Tunggu, Jimin. Ya, Park Jimin. Pria itu pasti menunggunya di sekolah, Jungkook mengambil ponselnya dan mengumpat saat melihat benda persegi panjang itu kehabisan baterai. Tunggu, ia belum menghubungi Jimin dari kemarin, pria itu seharusnya sedang menunggunya di depan kelas atau di depan gerbang. Ah jika ia tidak di sekolah sekarang, bagaimana dengan Jimin?

"Sial!"

Dengan tergesa-gesa Jungkook bangun dari tempat tidurnya, mengabaikan semua rasa sakit dan nyeri yang ada di bagian bawahnya. Beberapa kali ia harus mengganti ringisan menjadi pekikkan saat ia memaksakan tubuhnya bergerak. Tepat saat Jungkook ingin mendekati pintu, seseorang membukanya dan langsung membopong Jungkook kembali ke kasur.

"Tuan muda, apa yang kau lakukan?"

"Jack, J-jimin—"

Pria bernama Jack itu mendudukan kembali Jungkook di kasur setelah mendengar nama Jimin keluar dari mulut tuan mudanya itu. Ia menatap iba pada Jungkook yang sekarang sedang menatapnya panik.

"Jimin baik-baik saja, aku sudah menyuruh beberapa orang untuk mengikutinya" ucap Jack seakan mengerti apa maksud dari tatapan Jungkook.

Jungkook menunduk, ada sedikit perasaan lega tapi juga ia masih khawatir karena tidak ada yang menjaga Jimin jika ia tidak di sekolah hari ini. "Jack, aku ingin ke sekolah"

"Tidak bisa, kau tau hari ini adalah hari pertama Taehyung masuk sekolah"

"Jika aku tidak disana—"

"Jika kau tidak disana, semakin kecil kemungkinannya Taehyung menemukan Jimin. Jika Taehyung melihatmu bersama Jimin, maka akan lebih mudah bagi Taehyung untuk menghajar Jimin"

Jungkook terdiam, mungkin apa yang dikatakan oleh Jack ada benarnya juga. Jika ia ke sekolah dan Jimin selalu mendekatinya, pasti Taehyung akan dengan mudah menemukan Jimin. Tapi rasa khawatirnya makin menjadi saat sebuah pikiran terlintas di pikirannya kalau Jimin bisa saja digagahi oleh Taehyung dengan kasar. Ia ingin sekali mengurung Jimin di rumahnya.

"Hari ini aku melihatnya menunggumu di gerbang" ucap Jack sambil mencampurkan sabun cair ke dalam bak mandi Jungkook.

"Apa Taehyung melihatmu?"

"Tidak, aku memperhatikannya dari lantai atas, kakakmu sudah di sekolah sebelum Jimin datang"

Jungkook menghela nafas lega. Setidaknya Taehyung tidak begitu memperdulikan Jack di sekolah, ia hanya mengawasi Jungkook. Tapi ia masih merasa khawatir, takut jika Taehyung menangkap Jimin, karena yang ia tau, Taehyung selalu berbuat seenaknya. Sementara Jungkook melamun menatap air yang merendam setengah tubuhnya, Jack menatap majikannya itu dengan sedih.

Ia tau majikannya itu sedang bingung, memikirkan bagaimana caranya ia melindungi seorang pria polos yang ia tarik kedalam dunianya yang berbahaya.

Mengurung Jimin? Tidak, itu hanya akan membunuh perasaan Jungkook.

Menentang Taehyung lalu mengakui keberadaan Jimin dan statusnya sebagai kekasih Jungkook? Tentu saja tidak, itu akan membuat Taehyung membunuh Jimin.

Tapi sejak dulu memang tidak ada yang berani menentang Taehyung, karena semenjak kedua orang tua Kim bersaudara itu memilih tinggal di luar negri, Taehyung lah yang memegang kekuasaan rumah ini. Dan lagi, Jack bukanlah pelayan pribadi Taehyung, ia hanya pelayan pribadi Jungkook. Pelayan pribadi Taehyung adalah Hyde yang merupakan pria bertubuh kurus dan berwajah manis yang merupakan korban dari kekerasan seksual Taehyung.

Sementara Jack sudah keluar dari kamar Jungkook setelah menyiapkan baju untuk sang tuan muda, Jungkook menenggelamkan seluruh tubuhnya ke air. Rasanya ia ingin sekali pergi jauh bersama Jimin sekarang.

*. Skip

"Kim Jungkook? Hm... aku belum melihat ia dari pagi tadi" ucap seorang gadis sambil menatap pria di hadapannya yang menunjukkan ekspresi kecewa itu.

Pria ber-name tag Park Jimin itu menghela nafas dan menunduk. Ia menggigit kecil bibirnya, seperti sedang berpikir. "Ah bagaimana dengan Jack?"

"Jack? Aku rasa pria itu juga tidak terlihat sejak pagi tadi, memangnya ada apa sunbae?"

"Hah, baiklah, terima kasih..."

"Sama-sama sunbae"

Dengan langkah gontai Jimin berjalan menjauhi kelas 10 itu. Jimin merogoh sakunya dan mengambil ponselnya. Masih kosong, tidak ada tanda-tanda pesan atau telfon dari orang yang sangat ia rindukan.

"Hah... ponselnya mati atau apa, pesanku tadi tidak dibalas, dan dia juga tak memberi kabar... tsk, kemana dia? Apa dia hanya mempermainkanku?" Gerutu Jimin sambil terus berjalan melewati lorong sekolah yang perlahan menjadi sepu.

Sekarang sudah jam istirahat, niatnya untuk makan siang bersama Jungkook harus hilang karena pria itu juga hilang entah kemana. Perasaan sedih dan kesal bercampur aduk sekarang. Bagaimana tidak, ia baru saja ditinggalkan oleh kakaknya ke luar negri, dan bukannya menjadi penenang, Jungkook malah ikut meninggalkannya sekarang.

"Tsk, harusnya aku tau pria populer seperti dia tak pantas untuk— eh?"

Jimin berhenti berjalan saat merasakan pundaknya terbentur oleh pundak seseorang. Ia meringis kecil kemudian mengusap pundaknya, dengan kesal ia berbalik dan menatap orang tak jauh darinya yang sedang menatapnya.

"Hei! Kalau jalan lihat-lihat!" Omel Jimin sambil menunjuk-nunjuk orang itu. Orang yang ditunjuk hanya diam dan menatapnya datar, tak lama ia membungkuk dan mengambil buku novelnya yang jatuh. Jimin hanya mengguman kecil kemudian berbalik untuk meninggalkan orang itu.

"Tunggu"

Jimin berhenti bergerak saat lengannya ditahan dari belakang, dengan kesal ia kembali berbalik dan bermaksud untuk memarahi pria itu, tapi niatnya hilang saat melihat pria itu sudah ada di hadapannya.

"Sepertinya aku mengenalmu" ucap pria itu dengan senyuman di wajahnya.

Jimin yang melihatnya hanya bisa mengerjapkan mata dan menatap pria itu bingung. "N-ne?"

Pria itu merogoh sakunya dan mengeluarkan ponsel hitam miliknya. Ia mendekatkan ponsel itu ke depan wajah Jimin hingga pria bermata sipit itu membulatkan matanya. Melihat ekspresi Jimin, pria itu tersenyum lebar dan kembali memasukan ponselnya kedalam saku celananya.

"Ternyata aku benar, kau orang ceroboh yang sama yang menabrakku di bandara" ucap pria itu sambil melepaskan genggaman tangannya.

Jimin menggigit bibirnya, ia ingat pria yang ia tabrak di bandara itu. Kenapa pria itu bisa ada di sekolah? Oh, atau mungkin dia ingin membalas dendam? "Mu-mungkin kau salah orang, permi—"

Jimin berhenti berjalan saat pria itu menggenggam tangannya dan menariknya agar mendekat. Jimin meneguk berat salivanya saat melihat seringaian di wajah pria itu.

"Kau tau kan, orang salah harus mendapat hukuman atau mungkin dia harus... membayar kesalahannya?"

Jimin terdiam, ia berusaha melepaskan genggaman tangan pria itu dari tangannya. Hukuman? Membayar kesalahan? Melihat dari seringaian pria ini dan kondisi koridor yang sudah sepi... oh, apa tubuhnya yang akan jadi bayarannya?

'Huwaaaa Kookie tolong aku~' batin Jimin dengan panik. Ia berusaha keras Menarik tangannya dari genggaman pria itu. Tapi melihat usaha Jimin, pria itu justru menempelkan Jimin ke dinding dan menekan kedua tangan pria itu ke dinding.

Jimin hanya bisa menahan nafasnya melihat pria itu yang semakin melebarkan smirknya dan mendekatkan wajahnya secara perlahan.

'Kookie tolong aku...!' Jimin menutup matanya rapat-rapat saat pria itu terlihat seperti akan menciumnya. Ia juga membuang wajahnya ke samping agar pria itu tidak menciumnya. Melihat itu, pria itu berhenti bergerak dan terkekeh pelan melihat tingkah Jimin.

Jimin yang mendengarnya perlahan menatap pria itu. Pipinya sekarang sudah merah sangking takutnya dia. "K-kenapa?"

"Kkk kenapa kau ketakutan begitu?" Pria itu menjauhkan tubuhnya dan tersenyum menatapi Jimin yang masih terlihat ketakutan. "Kedua tanganmu bahkan bergetar hebat aigo hahaha"

Jimin mengerucutkan bibirnya sebal. Sudah memojokkannya, membuatnya takut setengah mati, sekarang pria ini malah mentertawakannya? Tanpa pikir panjang Jimin menginjak kaki pria itu dan berjalan meninggalkan pria yang sekarang sedang mengaduh sambil meneriakinya berkali-kali.

"Huh, siapa dia, berani-beraninya berbuat begitu padaku, tidak tahukah dia kalau aku ini kekasih Kim Jungkook?! Awas ya dia"

Jimin menggerutu sambil berjalan masuk kedalam kelasnya dan duduk di mejanya. Ia menatap kesal lapangan yang perlahan sepi karena bel tanda istirahat selesai sudah bebunyi beberapa menit yang lalu. Ia tau ia salah karena menabrak pria itu dua kali, tapi setidaknya ia kan sudah minta maaf dan itu berarti ia sudah menebus kesalahannya kan? Tidak perlu pakai memojokkannya dan membuatnya merasa dalam bahaya seperti tadi.

Puk!

"Hee siapa yang memukulku tadi?" Jimin memgang belakang kepalanya dan menengok ke samping saat merasakan sesuatu menepuk kepalanya. Ia mendengus begitu melihat teman-temannya sedang mentertawainya.

"Kau ini kenapa melamun dan terlihat murung?" Tanya seorang temannya yang masih tertawa.

"Ah, aku hanya sedang dalam mood yang tidak baik, jangan mentertawakanku"

"Kkk kalau begitu berbahagialah, kali ini kelas kita kedatangan murid baru"

"Eh? Murid baru?"

"Oh! Ya, aku dengar si Taehyung itu sudah pulang ya? Dia kembali sekolah disini?"

"Ya, dia menyambung sekolahnya lagi. Tsk, padahal sudah bagus di Tokyo ia mendapatkan pendidikan yang bagus ditambah... wanita sexy!"

"Apa-apaan kau mesum!"

Jimin terdiam menatap teman-temannya itu sibuk mengerjai salah satu anggotanya. Tunggu dulu, murid baru? Taehyung? Tokyo? Apa hanya dia yang tidak tau cerita kelasnya ini?

Maksudku, ya Jimin memang murid baru yang masuk di awal kenaikan kelas, dan pantas saja ia tak tau apa-apa. Tapi bukankah seharusnya ada yang menceritakannya? Setidaknya tentang si Taehyung itu?

Jimin melirik kursi dan meja kosong di sebelahnya. Oh apakah itu tempat duduk si Taehyung itu? Ya memang dari awal masuk, Jimin memilih duduk di deretan pojok belakang dan berteman dengan kelima pria yang ikut klub basket. Ia rasa bahkan kelima temannya itu tidak pernah memberitau soal pemilik kursi kosong itu.

Lama melamun, Jimin dikejutkan dengan seorang murid yang berteriak ada guru yang datang. Jimin kembali pada posisi semulanya dan menatap lurus ke depan. Butuh beberapa detik sampai Jimin melebarkan matanya melihat seorang murid yang mengekor di belakang guru itu.

"Ah perhatian, kali ini aku membawa Kim Taehyung yang sudah kembali pulang dari Tokyo. Mulai hari ini dia akan kembali belajar seperti semula di kelas kita" ucap guru itu yang diikuti dengan Taehyung membungkuk kepada seisi kelas.

Jimin merasa kalau ini adalah hari buruknya, atau, apa yang ia mimpikan semalam? Kenapa ia bisa kena sial berkali-kali? Pria itu, Kim Taehyung, yang baru saja ia tabrak dan baru saja memojokkan dan membuatnya takut. Oh, apa ini hanya kebetulan, atau memang sudah ditakdirkan?

Jimin masih sibuk menatap Taehyung yang berbincang dengan guru sejarahnya itu dengan senyuman ramahnya. Tak lama, pandangan mereka berdua bertemu, dan Taehyung yang mengenali wajah Jimin memasang seringai tipisnya. Menyadari hal itu, dengan buru-buru Jimin mengambil buku dan pura-pura sibuk membacanya. Ia menggigit bibirnya, berharap Taehyung tidak memilih kursi kosong disebelahnya. Tapi percuma Jimin, kursi itu memang milik Kim Taehyung.

"Ukh, jangan disini... jangan disini... jangan disini...! Ku mohon ku moho—"

"Hei, kenapa kau menutup wajahmu?"

Jimin membuka matanya dan perlahan menengok ke samping. Ia bisa melihat wajah Taehyung yang menyeringai. Dan entah kenapa ia merasakan ia dalam bahaya sekarang.

"Akhirnya kita bertemu lagi, setelah menabrakku dan menginjak kakiku, kau kabur dari ku, tapi ternyata kita bertemu lagi, kkk apa ini sudah ditakdirkan?" Tanya Taehyung sambil menidurkan kepalanya dia atas meja dan tersenyum menatap Jimin.

Jimin hanya meneguk salivanya kasar. Ia rasa hari-hari di kelasnya akan sangat berat.

*. Skip

Jimin tidak bisa fokus belajar, kali ini adalah pelajaran guru killer dan Jimin berkali-kali harus bergerak tak nyaman saat ia menulis apa yang guru itu tulis di papan tulis. Bagaimana tidak nyaman, Taehyung, ia selalu menatapinya dengan senyuman penuh arti, yang menurut Jimin senyuman mesumnya. Oh mesum? Ayolah Jimin bukanlah pelacur, berkali-kali ia merasakan tangan lebar Taehyung merambat di atas pahanya, berkali-kali juga ia menyingkirkan tangan itu.

Bukan apa-apa, Jimin sedang merindukan Jungkook, bisa gawat jika ia ketahuan bangun, apalagi jika Taehyung yang melihatnya. Taehyung yang melihat ekspresi Jimin hanya bisa tersenyum. Ia kembali meletakan tangannya di paha Jimin dan mengusapnya pelan.

'Urgh! Cukup!' Batin Jimin, pria itu mengambil penggaris di kolong mejanya dengan perlahan dan melayangkannya pada tangan Taehyung dan—

Plak!

"Aa— hmph!"

—Jimin menutup mulutnya saat merasakan perih di pahanya. Seisi kelas langsung menatap pria berpipi chubby yang sekarang sedang menguasap2 lututnya yang tadi terkena mejanya. Sedangkan Taehyung sedang berpura-pura menulis sambil sesekali menutup bibirnya agar tawanya tidak keluar. Beruntung ia menyadari pergerakan Jimin dan segera menarik tangannya dari paha Jimin.

"Park Jimin, apa ada masalah?" Tanya sang guru saat melihat Jimin masih menunduk sambil meringis merasakan perih di pahanya.

Jimin mengangkat kepalanya kemudian menatap seisi kelas dan gurunya dengan panik. "A-ani, t-tidak ada masalah saem... ehehe"

"Perhatikan pelajaran atau kau akan jadi murid bodoh" ucap gurunya sambil kembali berbalik menghadap ke papan tulis.

Jimin menatap sebal pada gurunya yang mengatainya murid bodoh, oh dia bahkan mendapat beasiswa untuk masuk kesini. Jimin melirik pria di sampingnya yang masih asik tertawa kecil. "Urgh, diam kau" bisiknya dengan nada mengancam.

Taehyung mulai mencoba berhenti tertawa, ini hari pertamanya masuk sekolah, dan ia sudah dapat mainan baru. "Kkk apa rasanya sakit Jimin?"

Jimin mendengus sebal mendengar pertanyaan konyol dari Taehyung. Ia ingin sekali menghajar pria itu, tapi ia terhalang oleh guru killer di depan kelasnya. "Urgh awas kau!"

"Kkk daripada mengomel, bagaimana jika aku sembuhkan? Aku bisa mengurangi rasa perihnya" ucap Taehyung dengan senyumnya.

"Tidak! Aku lebih baik menyelesaikannya sendiri"

Taehyung hanya mengerjapkan matanya melihat Jimin yang mulai kembali belajar. Ia tersenyum kemudian kembali mengusap paha Jimin.

"Eh! Apa yang kau lakukan?" Tanya Jimin sambil menyingkirkan tangan Taehyung.

Tapi Taehyung kembali meletakan tangannya dan kembali mengusap paha itu. "Kau tau kau tidak seharusnya menolak, keras kepala, aku kan mencoba membantumu" ucap Taehyung sambil tersenyum menatapi wajah Jimin.

Jimin yang merasakan usapan itu semakin lama mulai merasa aneh. Ia menggigit bibirnya menatapi tangan Taehyung. 'Tapi bantuanmu akan membuatku dalam masalah!' Batin Jimin.

Taehyung tersenyum melihat wajah Jimin yang memerah. Ia menggerakkan tangannya menuju bagian privasi Jimin dan...

"Eung— hmph!" Jimin menutup mulutnya, mencegah desahan yang baru saja akan keluar. Ia menatap tangan Taehyung yang kini sedang meraba-raba bagian privasinya. Taehyung mengisyaratkan agar Jimin diam dan ia kembali meremas bagian itu.

Jimin hanya bisa menggigit jarinya berusaha menahan desahannya sebisa mungkin. Ia pikir kalau Taehyung ini gila, melakukan hal bodoh di tengah pelajaran guru killer. Jimin semakin kewalahan saat merasa remasan tangan Taehyung semakin terasa nikmat. Ia menundukkan kepalanya makin dalam saat Taehyung mengeluarkan juniornya dari resleting celananya dan mulai mengocok juniornya. Beruntung mereka duduk di deretan paling belakang jadi tidak ada yang melihat kegiatan mereka.

Taehyung tersenyum melihat teman sebangkunya itu sedang mati-matian menahan desahannya. Ia makin menaikkan tempo kocokannya sambil perlahan menyelipkan tangannya kedalam kemeja seragam Jimin. Tapi beruntung Jimin menyadari tangan Taehyung hingga ia bisa dengan cepat menyingkirkan tangan itu. Taehyung berdecak sebal dan kembali mengocok junior Jimin dengan cepat.

Jimin menggigit kuat tangannya menahan setiap desahan yang akan keluar dari mulutnya. Ini salah, seharusnya ia tidak menikmati permainan Taehyung, hei kalian ingat kan kalau Jimin sudah memiliki Jungkook? Harusnya sekarang pria yang sedang bermain dengan kejantanannya itu adalah Jungkook, bukan si gila Taehyung ini.

"AKH— EUMPHH!" Jimin menutup rapat mulutnya saat ia sudah mencapai klimaksnya. Kepalanya tidak sengaja membentur ke meja hingga guru di depan kelasnya kembali menghentikan acara belajarnya dan menatap ke Jimin dan Taehyung.

Taehyung langsung bersikap seperti tidak ada apa-apa. Ia menatap bingung pada Jimin seperti anak-anak lain yang juga menatapnya begitu. Sedangkan Jimin, dia sedang sibuk mengatur nafasnya. Juniornya sudah lemas dan Taehyung sudah menutupinya dengan buku.

"Park Jimin, ada apa denganmu? Ini sudah yang kedua kali kau berisik" ucap guru itu sambil menatap tajam pada Jimin.

Jimin terdiam sesaat sebelum akhirnya mengangkat kepalanya perlahan. Seisi kelas menatapnya terkejut, dahi yang dipenuhi keringat, wajah memerah dan nafas tersenggal, apakah...

"Jimin, apa kau sakit?" Ucap seorang siswa sambil menatap Jimin dengan kgawatir.

"Wajahmu memerah begitu" sambung siswi lain.

"Aku rasa Jimin terkena demam saem, lihatlah keringat di dahinya, yaampun kau bahkan terasa sangat dingin" sambung lagi siswi yang duduk di depan kursi Jimin sambil mengelap keringat di dahi Jimin dengan tangannya.

Jimin hanya mengerjapkan matanya perlahan dan menggeleng lemah, ia tidak tau apa yang harus ia katakan, ia terlalu pusing. Berbeda dengan murid lain, Taehyung sedang menatap Jimin dengan tatapan... lapar? Ah dia merasa beruntung sekali sudah di masukan kedalam kelas barunya yang penuh dengan anak innocent dan teman sebangku yang bisa ia mainkan.

Hee? Main? Oh, tiba-tiba sesuatu terlintas di kepala Taehyung.

"Saem, aku akan membawa Jimin ke ruang kesehatan" ucap Taehyung sambil berdiri dari kursinya.

Jimin yang melihatnya hanya terdiam, ia masih mengatur nafasnya. Perlahan ia memasukan kejantanannya kedalam celananya. "T-tidak saem, aku baik-baik saja..."

"Jangan menolak Jimin, sudah kau ke ruang kesehatan saja, istirahatlah!" Ucap seorang siswi yang duduk di depan Jimin. Jimin hanya bisa menatap "tolong aku" pada temannya itu yang justru dibalas dengan senyuman lembut penuh pengertian.

"Baiklah, Taehyung kau boleh mengantar Jimin ke ruang kesehatan"

Ucapan final dari gurunya itu membuat seringaian Taehyung mengembang mendengar izin dari gurunya. Ia segera menengok menatap Jimin dan kembali tersenyum. Sedangkan pria yang ditatap hanya menatap takut pada Taehyung, kenapa hari ini ia sial sekali.

"Baiklah sonsaengnim" ucap Taehyung yang langsung menggendong Jimin ke luar dari kelas. Ia mengabaikan pukulan serta teriakan Jimin yang menyuruhnya menurunkannya.

*. Skip

"Ahh sto— eunghh~ jangan disanahh~! Ahh"

Seorang pria berpipi chubby sibuk mendesah saat Taehyung sedang asik menciumi punggung Jimin sambil mengeluar-masukkan jarinya di dalam hole pink Jimin. Sekarang ini mereka sedang berada di dalam salah satu bilik toilet dengan posisi Taehyung duduk di closet dan Jimin duduk memunggungi Taehyung dipangkuan pria tampan itu. Taehyung berbohong ketika ia bilang akan membawa Jimin ke ruang kesehatan, sebenarnya ia berpikir untuk menikmati tubuh Jimin.

"Anghhh! Tae—ahh~ d-disanahh! nghh~" Jimin mendesah keras saat jari panjang Taehyung berhasil menusuk titiknya. Ia mengejang saat Taehyung menambahkan satu jarinya dan mengulum cuping telinga Jimin, sesekali lidahnya menjilati lubang telinga Jimin membuat pria di atas pangkuannya itu harus berusaha menjauhkan telinganya berkali-kali dari Taehyung tapi selalu gagal.

"Umh... apa kau menyukainya?" tanya Taehyung sambil mengusap kepala junior Jimin perlahan.

Jimin hanya diam sambil meremas celana smTaehyung. Ia tidak tau harus berkata apa, ia terlalu bingung, ada rasa bersalah dan nikmat saat ia menerima semua permainan Taehyung. Taehyung yang tidak suka diabaikan segera memasukan kelima jarinya hingga pria di pangkuannya itu menjerit tertahan merasakan perih pada holenya.

"Aakhh! A-apa yang kau l-lakukan hahh—!"

"Jika aku bertanya maka seharusnya kau menjawabku" ucap Taehyung dingin sambil terus menggerakkan kelima jarinya dengan cepat di hole Jimin.

Jimin hanya bisa meringis sambil terus memegangi tangan Taehyung yang sedang mengurut kejantanannya. Tak lama kemudian tubuh Jimin melengkung saat ia kembali mendapatkan orgasmenya. Taehyung tersenyum kecil kemudian memposisikan Jimin untuk berdiri dan bersandar pada pintu bilik kamar mandi itu. Jimin yang lemas hanya bisa menuruti gerakan tangan Taehyung.

Tanpa aba-aba bibir Taehyung segera melumat paksa bibir Jimin. Menghisap, menjilat, dan menggigit hingga apa yang akan keluar dari mulut Jimin hanya sebuah gumaman tidak jelas. Diam-diam Taehyung menurunkan celananya dan langsung memasukkan kejantanannya dalam sekali hentak kedalam hole Jimin.

"Hmph—! Emph! Ap-po... hiks"

Taehyung menjilati bibir Jimin dengan perlahan agar ringisan Jimin menghilang. Dan tanpa memberi jeda, Taehyung mulai menggerakkan kejantanannya. Ia membekap mulut Jimin dan menempelkan kepala pria chubby itu ke pintu agar pria itu tidak bisa bergerak banyak. Satu tangannya yang bebas sibuk menampar butt Jimin yang begitu menggoda. Jimin sendiri hanya bisa mengerang dan menangis setiap kali ia merasakan tamparan dan kejantanan Taehyung yang menusuk holenya dengan kasar.

Jimin takut, ia baru pertama kali diperlakukan oleh kasar. Hubungan intim pertamanya dengan Jungkook saja terasa sangat berbeda dengan ini. Seketika ia merindukan Jungkook, ia ingin pria itu datang dan menghajar pria yang sedang menyetubuhinya dengan kasar sekarang juga. Memeluknya dan menenangkannya agar ia bisa kembali merasa aman. Tapi realita yang terjadi berbanding balik dengan apa yang ia pikirkan.

Taehyung terus saja menghujamkan kejantanannya dengan kasar, hingga akhirnya pria itu menumpahkan laharnya dalam hole Jimin. Jimin kembali menangis, seharusnya hanya Jungkook yang mengisi lubang itu, tapi kini ada seorang pria asing yang tak Jimin kenal, dengan seenaknya berbuat kasar padanya dan mengisi lubangnya.

Jimin hanya bisa terisak pelan memikirkan nasibnya yang kurang beruntung. Ia masih terdiam saat Taehyung dengan perlahan mendudukkan Jimin di closet kemudian kembali melumat bibirnya. Sisa tenaganya ia gunakan untuk mendorong tubuh Taehyung yang ternyata tidak menghasilkan apapun.

"Kkk kau mendorongku?" Taehyung terkekeh saat ia berhasil menggenggam keras kedua lengan Jimin. Menghasilkan ringisan dan air mata yang kembali menetes dari mata Jimin.

Taehyung tersenyum, mainan barunya tidak begitu menyusahkan seperti Hyde atau mainannya yang lain di Jepang. "Kkk terima kasih untuk hari pertamanya manis, kau memberikan servis yang menarik untuk perkenalan hari pertama" ucap Taehyung dengan nada mengejek.

Jimin ingin sekali memukul wajah pria itu, tapi tenaganya seakan sudah terkuras oleh Taehyung yang menyetubuhinya dengan kasar. Taehyung mengusak rambut Jimin kemudian keluar dari bilik kamar mandi itu.

Jimin kembali menangis, ia sangat kecewa sekarang. Kemana Jungkook, kenapa hari ini Jungkook tidak bersamanya? Apa Jungkook hanya mempermainkannya? Oh, seharusnya Jimin tau kalau Jungkook terlalu populer untuk jadi kekasihnya, kenapa ia terlalu berharap?

Jimin kembali terisak dengan mulut yang mengeluarkan sumpah serapah untuk Jungkook. Ia berteriak frustasi memikirkan nasibnya yang sangat tidak beruntung.

"Jimin..."

Jimin terdiam saat melihat bayangan seseorang di hadapannya. Kepalanya sangat pusing sekarang, penglihatannya sedikit kabur. Hal yang terakhir ia rasakan adalah seseorang yang berusaha menggendongnya dan membawanya keluar.

TBC

HUAHAHAHAHA Aneh ya? xD Maaf ya Nji hampir kehilangan ide buat ff ini hehe Tapi gpp, jangan khawatir, Nji bakal berusaha buat lanjutin hehe w
Buat yang masih nungguin I Owned U ada kah?
Gaada ya T^T Pasti udah lama ya nungguin, jadi hopeless ya T^T Maaf readernim, tolong jangan jadi sider dan meninggalkan author yang haus akan review reader ini TAT)
Yaudahlah Nji nanti bakal coba lanjutin sebisa Nji

Kalau gitu, RnR Juseyoooo ;v;