15 menit…

.

30 menit…

.

1 jam...

.

1 jam sudah Wonwoo menatap pintu ruangannya sedari tadi, berharap eomma atau appanya mengunjunginya dan melihat keadaanya sekarang. Ia menatap makanan yang diberikan suster cantik beberapa jam yang lalu dan ditambah mereka yang membereskan semua pecahan yang tadinya berserakan. Mungkin sekarang makanan itu sudah dingin.

Namja mungil itu menghela nafas panjangnya dan menatap kearah jendela dan 2 buah kasur bekas tempat dirawatnya kedua orang tuanya. Wonwoo pun menundukkan kepalanya dan memainkan selimut yang ada di hadapannya dengan wajah penuh kesedihan. Di keadaannya seperti ini salah satu keluarganya tidak ada datang, dipikirannya adalah apakah kedua orang tuanya tahu jika ia sudah cacat atau mereka sudah tak menganggap Wonwoo lagi karena cacat?

Air mata lolos dari mata sembab si kecil Wonwoo, pikiran tentang dirinya dan keluarganya yang tidak menginginkannya menghantui dirinya. Wonwoo takut eommanya tidak memeluknya lagi. Wonwoo takut jika appanya tidak membelikannya mainan lagi dan juga ia takut jika ia diejek oleh teman-teman sekolahnya nanti. Wonwoo takut teman terdekatnya menjauhinya karena keadaan diri Wonwoo yang cacat.

CEKLEK…

Kepala Wonwoo langsung menghadap ke arah pintu yang terdengar suara kenop pintu yang terbuka, hati Wonwoo riang bukan main jika seseorang yang ada dibalik pintu itu eomma atau appanya. Mata sembab Wonwoo kini sedikit terbuka dan senyum manis yang tak terlepas dari wajah tampannya yaa walaupun ada sedikit goresan-goresan kecil di pipinya itu tidak membuat wajah tampannya berkurang.

Namun siapa sangka, wajah berbinar Wonwoo serta senyum manis yang berada di wajahnya memudar saat melihat siapa yang berada di balik pintu ruangannya itu. Ya, itu hanya dokter Jin yang datang dengan senyuman manis ala dokter pada pasiennya, Jin menutup pintu dan menuju Wonwoo yang tadi menatapnya kini beralih menjadi murung dan menundukkan kepalanya.

Dihati terdalam Wonwoo berharap keluarganyalah yang datang padanya,bukan Jin yang datang padanya. Kesal? Ya, tapi hanya sedikit. Kecewa? Ya, bahkan sangat.

Jin yang melihat perubahan wajah Wonwoo hanya memasang wajah datar malas "Hmp, mengapa kau menundukan kepalamu saat aku datang, Wonu-ya?" Tanya Jin sambil menarik kursi yang ada di sebelah Wonwoo

Wonwoo yang dipanggil dengan panggilan 'Wonu' itu menatap wajah Jin dengan wajah polos anak SD "Wonu nugu? Ada seseorang disini selain Wonwoo?"

Jin menutup mukanya gemas dengan kelima jarinya, Jin hanya tersenyum lembut padanya "Neo, neomu gwiyeowoneun Wonwoo-ya. Wonu itu kau, aku memanggil kau Wonu karena aku mudah memanggilmu, tak apa kan?" Jawab Jin, tapi respon Wonwoo hanya menanggukan kepalanya paham

Jin yang tidak tahan dengan kegemasannya akhirnya mencubit pelan pipi chubby Wonwoo itu sang empu hanya sedikit meringis karena menurutnya cubitan dokter yang satu ini sedikit keras. Meski begitu, Wonwoo tidak mengeluh tentang cubitan dokter ini, ia hanya diam dan pasrah.

"ck, uisa ingin mempunyai anak sepertimu hahaha…" Ujar Jin pada Wonwoo

"Andwae!" seru Wonwoo sambil menatap Jin memohon

"Wae? Kau ini lucu dan menggemaskan"

Wonwoo menunduk dan sedikit memegang selimutnya sedikit erat "Wonwoo cacat, tak punya 1 kaki dan 2 tangan. Nanti anak uisa seperti Wonwoo, nanti anak uisa tidak bisa apa-apa"

Jin yang mendengar perkataan Wonwoo hanya menutup bibirnya rapat-rapat. Jin tidak tahu jika anak seusia Wonwoo bisa berbicara seperti ini

"a..aa..aa..aniya maksud uisa jika uisa memiliki anak, uisa ingin anak uisa seimut dan menggemaskan sepertimu. Maksud uisa begitu Wonwoo-ya" Kata Jin gugup, Wonwoo hanya tersenyum lembut bak malaikat yang baru diciptakan oleh tuhan.

"Jin uisa…" Panggil Wonwoo pelan

"ne wae?"

"Uisa tidak akan bekerja? Tadi uisa bilang tidak akan bisa ke sini lagi…"

Jin berpikir. Benar juga ya, mengapa ia kesini? Padahal Jin masih punya pekerjaan lain.

"…..Oh itu, uisa hanya ingin menjengukmu. Apakah kau baik-baik saja atau tidak. Aku hanya ingin memeriksamu Wonu-ya.."

"Eum… Wonwoo tidak apa-apa uisa, Wonwoo hanya sedikit luka. Lama-lama luka Wonwoo akan hilang sendirinya hehehe.." Apa ini? Wonwoo tertawa saat dirinya sedang terluka? Oh god! Pasti seseorang yang akan menjadi teman hidup Wonwoo, akan beruntung memilikinya. Kenapa? Entahlah monolog Jin memang seperti itu

"o-o-ooh, lalu mengapa kau belum makan makananmu?"

"Hm, eomma dan appa Wonwoo belum datang lihat Wonwoo, uisa. Jadi, Wonwoo juga tidak makan, tangan Wonwoo lemas dan sakit jadi susah bergerak" Jelas Wonwoo sambil menatap Jin

"Bagaimana jika kedua orang tuamu datang besok?"

"Kalau begitu, Wonwoo tidak akan makan. Wonwoo sudah bilang, tangan Wonwoo lemas dan sakit ditambah Wonwoo tidak punya tangan kiri jadi Wonwoo susah bergerak kesana kemari…

Seperti dulu, uisa" Wonwoo memperkecil suaranya di kalimat terakhirnya tadi tapi, kalimat terakhirnya tadi masih dapat di dengar oleh Jin yang berada di dekatnya

"Geuree… Kalau begitu, uisa yang akan menyuapi Wonu untuk makan, otte? Anak kecil harus banyak makan agar bisa bertambah besaaarrrrr" Tawar Jin

Tanpa aba-aba atau keputusan dari Wonwoo, Jin langsung mengambil nampan yang terdapat box yang berisi sejumlah makanan dan obat, ia pun mulai membuka box makanan Wonwoo.

"Menu sekarang adalah bubur ayam dan seafood. Wahhh, seafood ini baik untuk kesehatanmu Wonu-ya. Kau harus memakan ini agar cepat keluar dari rumah sakit ini" Jin dengan semangat menambahkan seafood ini ke dalam bubur dan mengaduknya agar tercampur/?

"Tapi uis-" Omongan Wonwoo kalah cepat dengan Jin karena jari telunjuk Jin sudah ia taruh di mulut pink Wonwoo

"a..a..a.. Kau harus memakan itu semua tanpa pengecualian. Mau tidak mau kau harus makan Wonu-ya" Kini Jin sudah seperti seorang ibu-ibu yang memaksa anaknya untuk memakan masakannya

Jin pun menyodorkan sendok ke mulut kecil Wonwoo yang dimana tinggal dimakan saja oleh sang pemilik mulut. Tapi, Wonwoo hanya diam saja dan menatap Jin dan sendonya bergantian, Jin hanya tersenyum lembut seakan sedang merayu Wonwoo agar memakan makanan suapannya. Dengan ragu-ragu Wonwoo memakan makanan yang ada di hadapannya, mengunyah makanan itu dengan pelan, merasakannya adanya makanan seafood yang terdapat didalam bubur itu.

Tak lama, belum sempat memakan suapan kedua, lengan kanan dan mungkin sekujur tubuhnya termasuk muka pun terdapat bercak-bercak merah seperti campak Wonwoo pun merasa gatal. Jin yang melihat perubahan wajah serta badan Wonwoo pun panik.

"Ya! Wonu-ya! Waeyo? Kau kenapa? Mengapa badanmu seperti ini?" Jin mengangkat tangan kanan Wonwoo dan Wonwoo hanya meringis sebagai tanda bahwa ia merasakan gatal yang sangat teramat tapi ia tidak bisa menggaruknya

Seketika Jin yang berada disitu histeris dan menelpon satu angkatannya, sangking ia panik dengan keadaan Wonwoo menekan tombol telepon pun ia salah. Jin tidak tega melihat Wonwoo yang meringis dan menggaruk badan dan wajahnya sedari tadi dan membuat wajah putihnya bertambah merah

Sepertinya Jin lupa bahwa yang dialami Wonwoo saat ini adalah alergi pada makanan seafood.

.

6 hari sudah setelah kejadian panik tersebut terjadi dan 6 hari sudah atau tepatnya sudah akan seminggu keluarga Wonwoo sama sekali tidak berkunjung. Setiap pagi Wonwoo hanya bisa memandang jendela yang mengarah langsung pada taman yang berisikan anak dan salah satu orang tuanya sedang berkumpul disitu serta menyuapi sang anak makan.

Maklum sajalah jika disini hanya ada anak-anak karena sekarang dia telah dipindahkan ke gedung khusus perawatan anak. Wonwoo tidak tahu sampai kapan ia akan terus menginap di gedung besar ini. Luka-luka yang didapati Wonwoo seminggu yang lalu sudah kering dan bekas amputasi di kaki tangannya sudah agak mengering.

Dan tiap malamnya, ia selalu ditemani Jin yang berada disampingnya. Menceritakan sebuah dongeng pengantar tidur untuknya dan menyanyikan sebuah lagu 'lullaby' untuk menambah tidur Wonwoo semakin nyenyak.

Namun, hari ini Jin tidak bisa datang kesini karena ia sedang sakit. Berarti hari ini Wonwoo harus mencoba tidur dengan nyenyak tanpa ada Jin yang bercerita ataupun menyanyi disampingnya, entah bagaimana jadinya jika malam tiba.

"bosan"

Wonwoo pun membalikkan badannya kearah sebelah kanan, menghadap ke jendela. Wonwoo mengangkat tangannya atau seperti sedang menyentuh cahanya yang berada di balik kaca beningnya itu.

'Eomma appa… Bogosippeo'

Ya, hanya kalimat itu yang bisa ia bilang di hati kecilnya yang rapuh itu, setiap hari ia hanya ditemani Jin sang dokter yang ditugaskan untuk merawat Wonwoo. Bermain, bercanda dan bercerita satu sama lain jika kita lihat sudah seperti keluarga yang menjenguk anggota keluarganya yang sedang sakit. Itupun jika Jin tidak memiliki banyak jadwal memeriksa pasien.

"hmm, Wonwoo ingin pipis"

Dilihatnya bel yang berwarna merah yang berada di atas kasurnya, bertujuan memanggil suster yang ada di ruangannya untuk membantu pasiennya yang membutuhkan bantuannya.

Melihat kebawah dan sekitarnya Wonwoo tidak melihat tempat kencing atau banyak yang bilang itu 'pispot', tapi percuma juga jika menemukannya karena jarak antar kasur dengan lantai dasar sangatlah tinggi.

Bisa, Wonwoo bisa turun tapi kalau ia ingin turun, ia harus melompat.

Kali ini Wonwoo ingin ke kamar mandi untuk buang air kecil, sebenarnya ia tidak ingin merepotkan oran lain, tapi mau bagaimana lagi ia tidak bisa bergerak karena kakinya masih lemas dan saraf-saraf yang berada di kakinya masih belum bisa menopang badanya, sekalipun badanya itu kecil mungil.

Berkali-kali Wonwoo menekan bel itu tapi tidak satupun ada suster yang datang ke ruangannya. Ah! Mungkin para suster cantik itu sedang berjalan menuju ruangannya, ya sudah mau tak mau ia harus menahan acara membuang air kecilnya itu.

2 menit.

4 menit.

6menit.

Cukup!

Wonwoo sudah tidak tahan untuk menahan pipisnya, terlalu lama ia menunggu sang suster untuk datang kesini membantunya toh, percuma saja jika mereka tak kunjung datang.

Ia mulai membangkitkan badannya dan menggapai tongkat kruknya yang berada disampingnya. Sayang, jaraknya cukup jauh untuk dijangkau Wonwoo yang sedang duduk dipinggiran kasur.

Huh, salahkan saja lengannya yang pendek itu dan kecil itu.

Wonwoo masih berusah menggapai tongkat kruknya itu dan ya! Wonwoo berhasil mengambil tongkat kruknya. Tak lama keseimbangannya lemah, membuat badan kecilnya itu terjatuh lumayan keras tapi, Wonwoo hanya meringis karena luka yang di dapatnya sudah agak mengering.

"Akh!"

Ia memposisikan badannya yang terlungkup ke lantai menjadi duduk dilantai sambil mengusap pelan sikutnya yang pertama mencium lantai.

Bangkit dengan badan gemetar, Wonwoo segera mengambil tongkat kruk besarnya yang berada tak jauh dekat dengan posisinya sekarang. Setelah mengambil tongkatnya, Wonwoo berjalan tertatih-tatih menuju kamar mandi.

.

"Annyeong…."

Suara lembut dan wajah yang lumayan cantik memasuki ruangan Wonwoo, dia menatap Wonwoo sangat lembut. Jika dilihat wajahnya tidak seperti orang jahat, pakaiannya pun tidak seperti perawat di rumah sakit ini. Wonwoo hanya mengeriyitkan alisnya bingung.

"Nugu?"

"Ah, ne… Kenalkan saya tuan muda, saya pengasuh anda yang baru. Nyonya dan tuan menyuruh saya untuk merawat anda sejak hari ini. Nama saya Lee Sungmin, tuan muda bisa memanggil saya Bibi Lee. Itupun jika anda tidak keberatan, tuan" Jelas perempuan itu sambil membungkukkan badannya hormat

Wonwoo yang melihat itu hanya mengedipkan matanya secara perlahan dan bersamaan "Siapa tuan muda itu, ahjuma?"

"Anda tuan"

Wonwoo menunjuk dirinya sendiri "Naega?"

"Ye tuan. Tujuan saya saat ini adalah menjemput tuan muda untuk pulang ke rumah"

"Mengapa tidak eomma dan appa? Eomma appa belum pernah melihat Wonwoo disini"

"Eung…. Itu karena Nyonya dan Tuan sedang sibuk bekerja, jadi… eum… mereka tak bisa menjemput tuan muda disini"

"Setiap hari?" Pertanyaan Wonwoo hanya di jawab anggukan dari Bibi Lee "Begitu…" lirih Wonwoo pelan, entah mengapa saat si Bibi mengatakan orang tuanya sedang sibuk, Wonwoo merasakan jika kedua orang tuanya itu sudah tidak ingin menganggap lagi Wonwoo menjadi anaknya. Mungkin orang tuanya sudah tau jika ia cacat?

"Tuan muda, sekarang saatnya anda untuk pulang. Hari ini, anda sudah diizinkan pulang oleh dokter"

"aa… arraseo, Wonwoo juga sudah bosan memakai baju rumah sakit, hehehe…"

"Ne, umm, tuan muda bisa mengganti pakaian yang saya bawa"

"Ne! Wonwoo ingin mengganti baju, tapi sebelum pulang Wonwoo ingin bertemu Jin uisa. Bibi mau menungguku kan?"

"Apapun tuan"

Sedangkan di tempat lain di ruangan dokter, Jin tengah sibuk menatap beberapa dokumen tentang semua pasiennya sampai ia memijat kepalanya sendiri. Lelah. Hingga ia melihat note-stick di mejanya dengan tulisan tangannya yang imut.

' 23 April XXXX

Wonu keluar dari rumah sakit'

Jin menepuk jidatnya keras. Ia lupa, jika sekarang pasien kesayangannya itu akan keluar dan pulang dari rumah sakit ini. Oh! Rasanya tidak rela melepaskan pasien kesayangannya itu untuk pulang. Mau bagaimana lagi, Wonwoo saat ini keadaannya sudah sehat dan untuk apa Wonwoo berada disini.

.

Wonwoo duduk di pinggiran kasurnya sambil menatap pintu kamarnya, berharap sang dokter datang padanya dan mengucapkan kata-kata selamat tinggal. Tak lupa, Wonwoo juga ingin berterima kasih pada dokternya itu.

"Maaf tuan muda, ini sudah 10 menit berlalu. Bisakah kita untuk pulang?" Tanya Bibi Lee, Wonwoo hanya menatap sendu Bibi Lee

"….. Eum, kajja kita pulang" Riang Wonwoo sambil menampakkan senyumannya, seperti menutupi kekecewaannya yang tadi menghiasi wajah imutnya

Bibi Lee tersenyum melihat Wonwoo tersenyum, walaupun ia tau jika anak dari majikannya tersebut tersenyum palsu "Ne, tuan muda"

Kekecewaan Wonwoo bertambah lagi, setelah ia tidak ditengok oleh kedua orang tuanya dan sekarang Jin, dokter kesayangannya tidak hadir untuk mengucapkan kata perpisahan. Apakah sesedih ini kisah hidupnya?

Dibantu oleh Bibi Lee, Wonwoo di posisikan untuk duduk di kursi roda yang telah di beli oleh Bibi Lee sebelumnya dan sebuah tongkat kruk yang dimodifikasikan untuk badan kecil Wonwoo.

'selamat tinggal, Jin uisa. Terima kasih uisa'

BRAKK…

"ANIYAA! ANDWEJI! HAJIMAA!"

Belum sampai depan pintu, Bibi Lee dan Wonwoo memandang kaget dan heran Jin yang tiba-tiba datang membuka pintu sangat keras dengan nafas yang tersenggal-senggal. Bahunya yang naik turun dan rambutnya yang sedikit berantakan.

"UISAAAA" Teriak Wonwoo keras sambil tersenyum, Jin yang merasa terpanggil langsung menuju Wonwoo dan memeluknya yang dibalas peluk oleh Wonwoo

"Wonu-yaa, kau akan meninggalkan uisa, huh?"

Wonwoo menggeleng di pelukan Jin "Aniya, Wonwoo masih di dunia belum bersama Tuhan"

"Bukan itu Wonu-ya, kau akan meninggalkan uisa di rumah sakit ini? Teganya kau ini dengan uisa"

"Hmmmm, mian uisaa. Wonwoo sebenarnya masih ingin bersama uisa tapi Wonwoo rindu dengan eomma dan appa" Wonwoo semakin memperat pelukannya terhadap Jin, seakan ia tidak mau dipisahkan olehnya

Jin melepaskan pelukanya dan memegang kedua pipi chubby Wonwoo "Wonu-ya, janjilah pada uisa, setelah kau dari rumah sakit ini kau tidak boleh sedih kau harus tetap bahagia. Uisa akan sedih jika Wonu sedih, tapi uisa akan senang jika Wonu bahagia. Berjanjilah pada uisa jika nanti kau di ejek kau jangan membalasnya, tersenyumlah dan anggap tidak ada yang terjadi"

Wonwoo memiringkan kepalanya, bingung "Di ejek? Kenapa Wonwoo harus di ejek?"

Jin menggeleng "Ani, kau nanti akan tau sendiri"

"Maaf uisa, tuan muda. Tapi, sekarang waktunya tuan muda untuk pulang"

"Ah! Mianhada, aku tidak tau. Kau siapa?" Tunjuk Jin pada Bibi Lee

"O! kenalkan saya Lee Sungmin, pengasuh Wonwoo saat ini" Bibi Lee membungkukan badannya hormat

"Ah ne, Jin ibnida…"

"Uisaaa, yaksok?"

"eh? Yaksok?"

"Eum yaksok! Wonwoo akan selalu bahagiaaaa" Wonwoo mengacungkan kelingking kananya pada Jin dan ia langsung mengaitkan kelingkingnya di jari kecil Wonwoo

"Aigooo, kau pintar Wonu-ya. Hmm, Bibi Lee aku harap kau selalu ada untuk Wonwoo jangan pernah buat ia sedih. Aku mohon jaga dia" Pinta Jin sambil memegang tangan Bibi Lee

"Tanpa anda suruh pun, saya akan menjaga tuan muda Wonwoo dengan sepenuh hati saya, uisa-nim" Senyum Bibi Lee lembut

"Gamsahabnida Bibi Lee! Haah, Wonu-ya… sekarang waktunya kau pulang, uisa yakin kau sangat merindukan rumahmu. Sekali-sekali datanglah kesini dan temuilah uisa ne!" Perkataan Jin tadi dijawab oleh anggukan semangat 45 dari Wonwoo

"Saya permisi Uisa-nim, terima kasih sudah merawat tuan muda Wonwoo" Bungkuk Bibi Lee hormat

"Nee… silahkan" Jin menggeser tubuhnya, membukakan pintu untuk mempersilahkan Wonwoo pergi dari rumah sakit ini dan pulang ke rumahnya. Air mata Jin menurun tanpa disadari oleh sang empu, dengan cepat Jin menghapus air matanya dan menutup pintu ruangan yang telah di tinggal oleh Wonwoo.

.

Tenggorokkan Wonwoo kering bertanda ingin minum, ia melirik meja disampingnya ternyata air minum itu sudah habis. Mau tidak mau Wonwoo harus turun kebawah dan melihat suami bersama sang pacar sedang bermesraan bersama. Wonwoo pun berpikir dengan keras agar tidak bertatap muka dengan Mingyu.

Oh iya!

Mengapa tidak sedari tadi ia ke kamar bibi Lee dengan itu ia bisa menyuruh sang bibi untuk mengisi gelasnya yang kosong itu. Wonwoo pun bangkit dari kasurnya dan menuju kamar Bibi Lee,

.

Jarak antar kamar Wonwoo dan Bibi Lee hanya berjarak 2 ruang kamar kosong yang tadinya di sediakan oleh keluarga Mingyu untuk ditempati oleh anak-anak mereka kelak. Hello, mana ada namja bisa hamil? Memangnya Wonwoo ingin membuat rahim buatan seperti Mr. Lee Mingwei? Hell, no!

Samar-samar Wonwoo masih mendengar candaan dan tawa dari ruang makan, ruang makan akan terlihat jika kau sudah berada di atas dimana Wonwoo berdiri saat ini. Melihat sang suami sangat mesra pada Yuju hanya membuat luka baru dalam hat Wonwoo.

'Abaikan saja Wonwoo-yaaa anggap saja itu hanya acara televisi komedi' batinnya begitu

Wonwoo pun segera bergegas menuju kamar Bibi Lee, ia sudah tidak tahan lagi dengan rasa haus di tenggorokannya kini.

Ceklek…

Kosong.

Kosong itulah yang Wonwoo dapati dari kamar Bibi Lee, disitu hanya memperlihatkan sebuah ranjang yang masih rapih dan ruangan yang gelap.

Wonwoo mengeriyitkan alisnya bingung, kemana Bibi Lee? Tumben tidak ada di kamar.

Sekian lama berpikir, Wonwoo menepuk jidatnya pelan. Ia lupa jika Bibi Lee sudah meminta izin padanya jika ia akan pergi ke kampung halamannya untuk menjenguk menantunya yang sebentar lagi akan melahirkan.

Huh, sial! Berarti Wonwoo harus bertatap muka dengan 2 'pasangan' yang ada di bawah? Kalau seperti itu adanya sepertinya Wonwoo harus menahan rasa hausnya selama 1 jam lagi.

'Oppa, aku harus pulang pukul 9. Jika aku pulang lebih dari itu, appa akan mengancamku dengan mengirimkan bodyguard appa yang sangar agar aku tidak boleh bertemu denganmu lagi.'

Oh! Itu tak masalah bagi Wonwoo hanya 1 jam saja ia menahan rasa hausnya akibat mengenang masa lalunya, menahan rasa sakit yang mendalam selama 8 bulan saja bisa, masa untuk menahan rasa haus 1 jam saja tak bisa.

Akhirnya Wonwoo menutup kamar Bibi Lee dan kembali ke kamarnya untuk menghangatkan dirinya. Maklum, karena di Korea saat ini sedang musim dingin makanya tubuh kurus Wonwoo yang seperti ini harus dipeluk dan diberi kasih sayang dan cinta yang sangat melimpah dari seorang Mingyu. Bukan begitu Wonwoo-ssi? A, aku harap kau seperti itu haha.

-….-

"Oppa, mengapa kau tak segera menceraikan saja namja cacat itu? Kapan kau menikahiku?" Tanya perempuan yang berada di sampingnya sambil bergelayut manja di lengan kekarnya

"Kau harus sabar ne chagiya… Oppa membutuhkan dia agar bisa mendapatkan uang jika aku mendapatkan uang yang sangat banyak, kita bisa pergi jauh dari sini dan kita akan membangun sebuah rumah tangga nanti" Jelasnya sambil mencium pucuk kepala sang kekasih

"Ish,, tapi itu kapan oppa? Aku sudah tak sabar untuk hidup berdua bersamamu.." Ucapnya sambil mengerucutkan bibirnya

"Eumm, entahlah kita tunggu saja"

"Oppa ini selalu bilang 'tunggu' atau 'bersabarlah' aku bosan Ming Oppa…."

"Aigoo, my princess Yuju, kau sangat imut jika sedang marah hahaha" Mingyu mengecup bibir plum Yuju agak lama ingin merasakan rasa manis yang berasa di bibir Yuju

Minggyu pun melepaskan ciuman itu hingga benang saliva diantaranya menempel pada bibir satu sama lain. Pipi Yuju menampakkan semburat merah seperti memakai blush on berwarna merah menyala kalau di Indonesia mungkin seperti 'cabe'

"Yak oppa! Kau membuatku malu.." Pukul Yuju pada bahu Mingyu dengan pelan

"Kau lucu dengan muka itu Yuju-ya hahahaha…" Tawa MIngyu sambil menujuk muka Yuju yang merah itu

Yuju membalikkan badannya dan melipatkan tangannya di dada "Itu tidak lucu oppa! Kau jangan menggodaku!"

"Oppa tidak menggodamu, chagi" Mingyu mengusap bagian belakang rambut Yuju dan melihat jam sudah akan menunjukkan jam 9 malam

"Yuju-ya, sekarang akan pukul 9 kau ingin pulang?" Tanya Mingyu dengan lembut

Yuju membalikkan wajahnya dengan wajah riang "Aniya, sekarang appa ada di luar negeri dan menginap disana sampai besok sore"

Mingyu yang mendengarnya membulatkan matanya tak percaya pada Yuju "Jinjja?!"

Yuju mengangguk dengan semangat

"Oh god! Ini bukan mimpi?"

PLAK…

Yuju menampar wajah Migyu hanya untuk memastikan 'kekasih'nya itu sedang bermimpi atau tidak, tetapi yang ditampar hanya senyum bodoh pada Yuju.

"Ya! Hilangkan wajah bodohmu dariku, oppa"

"Walaupun oppa begini, kau tetap suka kan?"

"…ne"

Selesai berbincang-bincang yang ditambah dengan canda dan tawa, mereka berdua tetap berada di ruang makan. Walaupun makanan mereka sudah habis, tetap saja mereka masih betah berada di ruangan itu. Terlebih ada atmosfer yang membuat mereka berdua err… nyaman, mungkin begitu? Entahlah.

Sementara di kamar Wonwoo, Wonwoo tengah asik menahan rasa hausnya sambil menatap cincin pernikahannya bersama Mingyu. Entah mengapa jika melihat cincin itu melingkar di jari tangannya itu membuat dirinya melayang dari dunia ini. Haha, terlalu lebay? Ya memang.

Kapan Wonwoo akan mendapatkan kebahagiaanya? Kapan ia bisa merasakan waktu berdua hanya dengan Mingyu seorang? Rasanya mendengar ini sangat mustahil jika takdir berkata seperti ini.

"eottokhae? Aku sangat haus…, … haruskah aku turun kebawah dan melihat 2 orang sedang bermesraan? Oh tuhan tolonglah aku" Ucap Wonwoo lemas, Wonwoo bersumpah jika tenggorokannya saat ini sangatlah kering, ya memang ini belum 1 jam penuh tapi rasa haus tidak bisa ditahanlagi. Mana mungkin Wonwoo harus meminum air dari keran kamar mandi? Atau meminum air ludahnya sendiri, heol, itu sangat tidak lucu dan menjijikan

Akhirnya mau tak mau, Wonwoo harus turun kebawah walaupun ia harus melihat 2 orang manusia sedang bermesraan di dapur dan membuat iritasi mata seseorang jika melihat perempuan yang berada di sebelah suaminya. Jika seperti itu, seharusnya Wonwoo memakai penutup mata agar mata suci Wonwoo tidak terkena iritasi penularan gadis penggoda.

Tidak, tidak aku bercanda.

.

TUK…

TUK…

TUK…

Suara kruk besi Wonwoo terdengar saat ia menuruni tangga rumahnya satu persatu. Wonwoo turun dengan sangat perlahan dan hati-hati. Kalau ia terlalu tergesa-gesa menuruni tangganya, takut-takut ia akan jatuh dan terluka.

Wonwoo sudah sampai di mulut pintu dapur, disitu ia langsung diberi tatapan tidak suka dari Mingyu dan Yuju. Tapi, Wonwoo ya Wonwoo ia tidak menghiraukan tatapan keduanya dan terus berjalan menuju tempat dimana air mineral berada.

BRAKK!

Sudah berada di depan kulkas, tiba-tiba tangan mulus nan kecil itu menggebrakan tangganya di pintu kulkas, yang tak lain adalah

Yuju

Yuju menatap remeh Wonwoo di depannya dan menendang tongkat kruk Wonwoo. Untung saja tangan kanan Wonwoo masih bisa menahan tubuhnya dengan memegang gagang pintu kulkas, jadi ia tidak terjatuh ke lantai.

"Kau ingin minum ini oppa? Hmm?" Tanyanya sambil melayangkan air minum di wajah Wonwoo. Sedangkan Wonwoo hanya menatapnya tajam

"Ow…ow…oww, ternyata seorang Jeon Wonwoo bisa menatap tajam seperti itu, eoh? Ah! Aku takut oppa Mingyu… Hahaha" ejeknya sambil berakting

Sedangkan Mingyu dengan santainya hanya memakan makananya dan tertawa kecil melihat tingkah laku Yuju yang sedang mempermainkan Wonwoo seperti anak kecil.

"Kembalikan…"

"Mwo? Kau ingin ini? Coba ambil ini cacat! Hahaha…." Tawanya sambil mengangkat air minum itu tinggi-tinggi hingga Wonwoo kesusahan mengambil air itu dari tangan Yuju

Semua orang mempunyai batas kesabarannya bukan? Sama seperti Wonwoo ia juga mempunyai batas kesabaraan, ia tak hanya harus untuk bersabar dan terus mengalah. Sedikit untuk melawan harga dirinya, tak masalah bukan?

Wonwoo pun mendorong Yuju hingga Yuju terjatuh dan botol kaca yang berisikan air itu jatuh kelantai dan pecah menjadi berbagai bagian. Mingyu langsung menahan badan Yuju agar tidak terkena pecahan-pecahan itu.

Mingyu langsung menatap tajam Wonwoo, sangat tajam. Ia mendudukan Yuju ke kursi makan yang berada disampingnya dan mengambil kerah baju Wonwoo.

"Kau gila? Kau hampir saja melukai seseorang yang sangat kucintai dan parahnya kau sengaja?! Kau itu laki-laki! Tidak seharusnya KAU MELUKAI SEORANG PEREMPUAN! KAU NAMJA LEMAH, GAY DAN KAU ITU CACAT. PERGERAKANMU SANGAT MEREPOTKAN! KAU SEHARUSNYA MENYADARI ITU SEDARI DULU, MENGAPA AKU TIDAK PERNAH MENCINTAIMU! KARENA KAU ITU CACAT! KAU MENGERTI ITU BODOH?! KAU CACAT!" Teriak Mingyu dihadapan wajah Wonwoo

Lengkap sudah penderitaan Wonwoo saat ini, bagaikan ditusuk oleh jutaan pisau, Wonwoo lemas saat mendengar semua penjelasan Mingyu tadi. Ia mendengar dengan jelas alasan mengapa Mingyu tidak mencintainya. Wonwoo hanya menunduk dan menahan air mata yang sudah siap mebanjiri pipinya lagi.

"Kau ingin minum, huh? Minggir!" Mingyu mengambil sebuah botol air dingin dari dalam kulkas dan menujukkan itu kepada Wonwoo

"kau ingin ini, huh? Ingin ini?"

"sudahlah oppa, lagian ak-" suara Yuju menambah kesuraman atmosfer di ruangan ini

"tidak! Dia harus merasakanya Yuju-ya!" Yuju yang mendengar itu semua hanya tersenyum licik ke hadapan Wonwoo

Mingyu mendorong badan Wonwoo hingga ia terjatuh cukup keras dan menumpahkan semua air dingin ke badan Wonwoo hingga Wonwoo mengigil kedinginan. Lumayan banyak air yang ditumpahkan Mingyu pada badan Wonwoo, buktinya sekarang di sekitar badan Wonwoo terlihat air menggenang. Sungguh malang nasib Wonwoo…

"Sudah tidak haus lagikah, Wonwoo-ssi?" Ucap Mingyu sehabis membasahi badan Wonwoo dengan air dingin

Wonwoo berusaha mendudukan dirinya dan mencoba mengambil tongkat kruknya yang jauh untuk dijangkau dan Mingyu menendang tongkat kruknya lebih jauh lagi hingga Wonwoo tidak bisa lagi menggapainya.

Tangan Wonwoo mengepal dengan keras "lalu… JIKA AKU MEMBUNUHNYA SECARA SENGAJA KAU JUGA AKAN MEMBUNUH SECARA KEJAM, HUH? KAU TAU MINGYU-SSI, YANG LEBIH MERASAKAN PENDERITAAN DISINI ADALAH AKU! AKU MINGYU-SSI!" teriak Wonwoo sambil menujuk dirinya sendiri dengan badan bergetar hebat, air mata yang mengalir tersamarkan oleh air dingin yang tadi ditumpahkan oleh Mingyu

"Benarkah?"

Mendengar itu semua, Mingyu hanya tersenyum meremehkan dan menatap malas Wonwoo "Ayo Yuju-ya, kita pergi ke ruang tengah disini ada pemandangan yang menganggu jika kita lihat berkali-kali"

"Ne oppa…" Yuju mengelayutkan tanganya manja di lengan Mingyu lalu membalikan kepalanya untuk menjulurkan lidahnya kepada Wonwoo yang sedang terduduk lemah dengan tatapan sayu

Melihat kedua manusia itu pergi Wonwoo memegang badanya yang kedinginan dan bergetar itu. Sedari kecil daya tahan tubuh Wonwoo memang sangat lemah, tidak tahan pada dingin maupun panas. Ada saja penyakit yang datang jika Wonwoo sudah terlalu down, semenjak Wonwoo kecil sebelum kecelakaan itu terjadi, kedua orang tua Wonwoo sangat overprotective pada Wonwoo sampai-sampai Wonwoo keluar rumah pun tidak diperbolehkan.

Kini, saya yang akan menangisi penderitaan Wonwoo kali ini. Very poor.

"neomu…chuwoo…eomm—ma"

.

"Yuhu… I'm-" Perkataan yeoja paruh baya itu tidak berlanjut karena melihat sebuah tongkat kruk yang sedikit muncul pada mulut pintu, karena yeoja paruh baya ini sangat 'kepo' jadi ia mencari tahu apa yang terjadi disana

Dengan gerak-gerik ala seorang detektif, yeoja paruh baya itu berjalan dengan pelan dan melihat ruang tengah berisikan Mingyu seorang tengah menonton TV dan lampu dapur tetap menyala. Ah! Apakah di dapur ada pencuri yang kelaparan?

"Mingyu disitu dan dapur tetap menyala. Aku harus mencari tahu ini semua" gumamnya pelan agar sang anak tidak mengetahui jika ia datang

Karena ia sangat ingin mengetahui ada apa dan ada siapa di dapur, ia pun segera menuju arah dapur dan menyimpan barang bawaanya di meja dekat pintu utama rumah Mingyu.

Matanya melebar dan terkejut bukan main saat melihat seseorang yang akrab dan dikenalnya tengah terbaring meringkuk memeluk tubuhnya dengan badan bergetar ditambah dengan baju yang dikenakannya basah kuyup.

Dengan cepat yeoja paruh baya itu menghampiri Wonwoo yang berada disitu dan menyekat air yang berada di muka Wonwoo. Kesadaran Wonwoo kini sudah menipis dan nafas dari namja manis itu mulai tersenggal-senggal, tidak teratur.

Wajah dan telinganya sudah merah, bertanda yeoja ini sangat marah. Sekejap, yeoja paruh baya itu menatap ruang tengah tadi.

"KIM MINGYU!"

….

.

.

.

.

.

TBC

Akhirnya selesai buat chap. 3, buat kalian semua yang follows, fav or reviews my ff, I wanna say thank you soooooo mucchhhh for you all…. Ok, gua tau kalau ff gua kga semenarik kek author yang laen. But, gua bakal berusaha biar kalian semua bisa enjoy sama ff gua yang geje abisz. Maapkeun buat keterlambatannya

Ini mungkin ada pertanyaan dari chap.3 yang masih bingung

Q: katanya dapur kok bisa jadiin tempat makan?
A: itu dapurnya ada plus tempat makan, nanti kalau gua tulis 'dapur plus tempat makan' nanti tidak enak untuk dibaca/?

Q: kok alurnya agak lambat gimana gitu ya?
A: sewaktu-waktu alurnya bisa lambat bisa cepet. Tergantung.

Q: Wonwoo belum tau kalau si Yuju kga bakalan pulang?
A: eumm…. Maybe

Segitu aja dari gua, kalau masih ada yang bingung tinggal kirim pertanyaan ke gua lewat review or send me a PM ok?! Sengaja dibuat alur lambat di flashback biar nanti kalian semua kga bingung bacanya

Oh iya! Untuk Yeri960, gua kira Euisa eh ternyata Uisa… makasih udah mau koreksi hehehe:), Welcome for new reader^^

Jangan bosen-bosen review 'keh/? Don't be sider, tinggalin jejak kek misalnya review mau pake nama guest ae gapapa

Ok sekian, thank you^^!