Chapter 7 : Hospitalized Gempa

Disclaimer : Boboiboy © Monsta Studio

Warning : AU , Boboiboy elemental and Yaya are sibling, Gaje, OOC , Humor (Maybe), Alur kecepetan , No super power , de el el.

.

.

.

Happy Reading and…. Don't like don't read this fanfiction !

Setiap orang memiliki ketakutan tersendiri terhadap benda, makhluk atau situasi tertentu. Tak terkecuali anak nomer 2 dari 6 Bobobiboy bersaudara, Gempa. Walau Gempa terlihat paling 'normal' dan sempurna, tapi Gempa tetaplah seorang manusia.

Malam itu tepatnya selasa malam, seperti biasa para Boboiboy saudara melanjutkan aktifitas masing-masing setelah selesai makan malam. Gempa kembali tenggelam dalam lautan tugas-tugas sekolah dan OSIS di ruang tengah. Ia sudah seperti menjadi penghuni tetap ruang itu. Jari-jarinya dengan lincah menari diatas keyboard.

"Ugh kepalaku sakit." Katanya saat berhenti mengetik.

Tak berapa lama muncul Blaze dari dapur sambil memakan roti coklat favoritnya. "Hmmm enak banget rotinya. Eh kak Gempa kenapa?" tanyanya saat melihat wajah Gempa yang seperti sedang menahan rasa sakit.

"Blaze boleh minta tolong ambilkan obat sakit kepala? Aku pusing." Katanya saat menyadari kehadiran Blaze.

"Tunggu sebentar ya." Blaze langsung berlari menuju dapur. Ia membuka salah satu lemari dapur tempat menyimpan kotak P3K. "Alamak, Gempa obatnya habis." Teriaknya dari dapur.

Gempa hanya bisa menghela nafas berat. Ia jadi ingat kalau kemarin Halilintar sempat bilang kalau obat sakit kepalanya habis. 'Kenapa juga aku lupa buat beli kemarin?' batinnya kesal.

"Hmm.. Ha kita kerumah sakit aja ya?" kata Blaze saat kembali ke ruang tengah. Blaze sangat paham kalau kakaknya itu jarang sakit. Namun sekalinya Gempa sakit, biasanya itu lumayan parah.

Sebutir keringat dingin meluncur diwajah Gempa saat mendengar ide Blaze. "Tak perlu. Aku baik-baik aja kok." Katanya. Gempa kembali mengerjakan tugas didepan matanya sambil menahan rasa sakit dikepalanya.

"Ayolah kak. Biar kamu cepet sembuh." Rayu Blaze sambil memegangi tangan Gempa yang hanya mendapat respon berupa gelengan kepala. Inilah salah satu sifat Gempa yang paling dibenci Blaze. Gempa selalu memaksakan diri dalam mengerjakan sesuatu. Padahal kondisi tubuhnya sedang sakit.

"Ugghh capeknya. Eh ada apa ini?" Tanya Taufan saat melewati ruang tengah setelah selesai memainkan 3 game diruangan khusus yang disediakan dirumah itu.

"Itu kak Gempa sakit. Aku ajak dia ke rumah sakit,tapi gak mau." Jawab Blaze. Ada sedikit kekhawatiran di wajahnya.

"Gempa kamu sakit?" Tanya Taufan saat mendekati kakak kembarnya itu. Walau Gempa dan Taufan kembar identic, tapi hubungan batin mereka tak sekuat Blaze dan Halilintar. Hanya saja Taufan bisa membaca pikiran Gempa.

"Gak. Aku gak papa." Kata Gempa sambil tersenyum lemah. Saat ini wajahnya sudah sangat pucat.

"Blaze, kamu panggil kak Ice sana." Perintah Taufan yang langsung dilaksanakan Blaze.

"Jangan. Jangan Kak Ice." Kata Gempa panic. Ia tak mau kakak sulungnya itu tau kalau dia sakit. Karena Ice pasti akan memaksanya ke rumah sakit. Dan Gempa tak bisa menolak perintah kakaknya itu.

Blaze langsung berlari menuju lantai dua. Dia mengetuk pintu kamar Ice yang berwarna aquamarine agak keras.

"KAK ICE, DIPANGGIL KAK TAUFAN DIRUANG TENGAH! AYO BANGUN!" teriaknya. Blaze tau kalau dengan volume suara normal kakaknya yang suka berhibernasi(?) itu tak akan bangun. Setelah menunggu selama 5 menit, pintu kamar dibuka juga dan memunculkan makhluk penghuni kamar itu.

"Ada apa sih teriak-teriak?" Tanya Ice sambil mengucek matanya. Sesuai degaan Blaze, kakak sulungnya itu sudah tidur dan hanya suara menggelegar Taufan, Blaze dan Yaya yang bisa membangunkan Ice dari dunia mimpi.

Disaat bersamaan pintu kamar Halilintar juga terbuka dengan kasar. "WOY BLAZE PELANIN SUARAMU UDAH MALAM TAU! AKU LAGI NGERJAIN PR NIH!" katanya dengan emosi yang sudah memuncak. Ia paling benci kalau konsentrasinya terganggu.

Sebuah jitakan penuh cinta dari Ice sukses mendarat dikepala Halilintar. " Kamu juga pelanin suaramu." Katanya kesal. Kemudian ia turun ke lantai satu diikuti Blaze dan Halilintar.

"Ada apa?" tanyanya saat memasuki ruang tengah.

"Gempa sakit, tapi dia gak mau kerumah sakit" Jawab Taufan singkat.

"Aku gak papa kok." Kata Gempa berusaha meyakinkan saudaranya yang lain.

"bukannya tadi kamu bilang kepalamu sakit? Lagi pula wajahmu udah pucat banget. Gak mungkin kalau kamu Cuma sakit biasa. Aku tau itu." Kata Taufan membantah perkataan Gempa.

"Apa kita perlu cara khusus untuk bawa kak Gempa kerumah sakit?" kata Blaze. Sebuah seringaian terbentuk diwajahnya dan biasanya itu bukan pertanda bagus.

"Heemm tak perlu. Hali kamu tolong ambilin toples yang warna pink di lemari dapur tempat cemilan." Perintah Ice. Ia terus menatap Gempa dengan wajah datar.

"Tu-tunggu dulu aku baik-baik aja kak sungguh." Kata Gempa panic saat meneripa tatapan datar Ice

"Oke." Jawab Halilintar. Ia kemudian mengambil toples yang dimaksud. Ia merasa bulu kuduknya berdiri saat menyentuh toples itu. 'Kayaknya aku tau isi toples ini.' Batinnya. Ia dengan segera kembali ke ruang tengah.

"Yang ini?" kata Halilintar sambil menyerahkan toples itu kepada Ice.

"Iya." Jawab Ice. Ia kemudian membuka tutup toples dan mengeluarkan isi toples itu yang ternyata adalah biscuit Yaya.

'Sejak kapan racun itu disimpan didapur?!' Batin Gempa semakin panic. Seingatnya Yaya tak pernah lagi membuat biscuit.

"Blaze, Taufan pegangi Gempa!" Kata Ice.

"GYAAA LEPASKAN AKU-uuffttt." Jeritan Gempa terputus karena Ice memasukan beberapa keeping biscuit Yaya ke mulutnya. Halilintar hanya menonton adegan' penyiksaan' itu sambil tersenyum.

"Bagaimana? Apa berhasil?" Tanya Blaze sambil terus memegangi tangan Gempa.

"Assalamu'alaikum." Kata Yaya saat memasuki rumah. Ia baru saja belajar kelompok dengan Ying dan Gopal.

"Wa'alaikum salam." Jawab Ice, dan Halilintar bersamaan.

"Lho ada apa ini?" Tanya Yaya saat memasuki ruang tengah. Tatapannya terfokus kepada toples ditangan Ice. "eh itu kan biskuit hasil praktek aku udah 1 minggu yang lalu." Katanya dengan wajah polos.

Pernyataan Yaya itu sontak membuat keempat kakaknya terkejut.

"Apa?! Kak Gempa...bangun Kak... Wah sepertinya dia pingsan." Kata Blaze saat tak mendapat jawaban dari Gempa. " Kalau begitu ayo kita bawa ke rumah sakit." Lanjutnya.

"Oke. Biar aku, Taufan sama Blaze yang kerumah sakit. Kalian jaga rumah. Dan Hali tolong kamu buatkan surat ijin untuk Gempa." Kata Ice.

Kemudian mereka bertiga pergi kerumah sakit. Untungnya Ice bisa mengendarai mobil, jadi mereka tak kesulitan membawa Gempa yang saat itu pingsan ke rumah sakit.

~~~~~ Hospitalized Gempa ~~~~~~

Tak berapa lama mereka sampai di rumah sakit. Blaze dan Taufan dibantu beberapa perawat langsung membawa Gempa ke ruang perawatan. Sementara Ice mengurus administrasi.

"Ugh kak Gempa berat juga ya. Dia makan batu ya?" keluh Blaze saat memindahkan tubuh Gempa dari dalam mobil ke kasur khusus pasien.

"Bukan batu. Mungkin dia kebanyakan makan biscuit Yaya." Jawab Taufan asal. Seorang perawat langsung membawa Gempa ke sebuah bangsal. Blaze dan Taufan menemani Gempa di dalam bangsal. Tak berapa lama Ice tiba di bangsal itu.

Saat setelah sampai di bangsal, Gempa mulai sadar. Ia mengerjapkan mata beberapa kali.

"Enggh aku dimana?" tanyanya dengan suara lemah.

" Hai kak, sekarang kita sedang dirumah sakit." Jawab Blaze dengan nada ceria.

"APA?!" jerit Gempa. Ia langsung bangun dan merasakan pusing yang sangat hebat. "Aduh, kepalaku pusing." Lanjutnya.

"Sudah, kamu tiduran aja. Sebentar lagi dokter dating kok." Kata Taufan berusaha membaringkan kembali kakak kembarnya itu.

"Sudah kak, tiduran aja. Apa sih yang kakak takutkan?" Kata Blaze dengan sebuah seringai diwajahnya.

"Ehm i-itu-" kata-kata Gempa terputus saat perawat yang membantu membawa Gempa meminta ijin untuk memanggil dokter.

"Gyaaaa biarkan aku pulang. Tugas-tugasku masih banyak!" jeritnya histeris. Taufan reflex langsung memegangi Gempa.

"Ish kau ini. Tenang lah." Kata Taufan berusaha menenangkan Gempa. 'Tidak biasanya Gempa seperti ini.' Batinnya.

"Kau mau diam atau tidak?!" kata Ice dengan nada sangat rendah dan tajam membuat Gempa tak berkutik. Beberapa menit kemudian dokter datang.

"Dokter... Cepat periksa dia.. Sebelum dia berubah menjadi kyubi." Kata Blaze yang tentu saja mendapat hadiah berupa jitakan penuh cinta dari Ice.

"Kamu ini sempat-sempatnya bicara gitu." Kata Ice sedikit kesal dengan adiknya yang sedikit tak mengerti situasi. " Nah silahkan dokter." Lanjutnya sambil sedikit menyingkir untuk memberi ruang kepada sang dokter.

Dokter itu hanya bias tersenyum ramah melihat kelakuan Blaze dan Ice. "Maaf, kalian tolong minggir sedikit ya supaya gak susah periksa pasiennya." Kata dokter.

"Tapi nanti kalau kak Gempa kabur gimana? Tadi aja kak Gempa berontak." Kata Blaze dengan polosnya. Ia dan Taufan masih memegangi tangan Gempa.

" Ya sudah kalau begitu satu saja yang memegangi." Kata Dokter itu dengan senyum ramah.

Mendengar perkataan dokter, Taufan langsung melepaskan pegangannya pada tangan Gempa. Dokter kemudian memulai pemeriksaan.

"Gimana dok?" Tanya Ice dengan wajah datar. Walau begitu sebenarnya Ice sangat khawatir mengenai adik kesayangannya itu.

"Dia terkena anemia. Sepertinya dia perlu diopname agar kondisinya betul-betul pulih. Untuk menambah hemoglobinnya dia perlu diberi suntikan eritropoietin (*). Nah saya ambilkan dulu. Permisi." Kata sang dokter setelah selesai memeriksa kondisi Gempa.

Mendengar kata-kata suntikan dan opname membuat Gempa berkeringat dingin. Ia paling benci jika harus berhubungan dengan jarum suntik.

"Tuh kan kak. Sudah tau sakit masih memaksakan diri lagi." Kata Blaze sambil menggembungkan pipinya.

"Ugh." Gempa menutup wajahnya dengan telapak tangan. Saat ini wajahnya benar-benar pucat.

"Kamu itu terlalu tenggelam dalam tugas-tugas kamu. Sesekali kamu juga perlu istirahat kan." Kata Ice sambil menatap dingin adiknya.

Kemudian terdengar sebuah ketukan. Pintu bangsal tempat Gempa dirawat terbuka. Dokter dan seorang perawat memasuki ruangan itu sambil membawa alat-alat yang diperlukan untuk mengobati Gempa. Tatapan Gempa terpaku kepada jarum-jarum suntik yang tersedia. Keringat dingin kembali mengucur deras diwajahnya. Taufanlah yang pertama kali menyadari hal itu.

"Kamu kenapa berkeringat dingin gitu?" tanyanya sambil mengusap keringat di wajah Gempa.

"Hemm jangan-jangan kak Gempa takut jarum suntik ya?" Kata Blaze saat mengikuti arah pandangan Gempa.

"e-eh ng-nggak kok." Jawabnya gugup. Terkadang Blaze itu sangat ahli menyimpulkan sesuatu secara tepat hanya dari gerak gerik seseorang. Melihat reaksi Gempa, membuat ketiga saudaranya curiga.

"Nah pertama saya suntikan EPOnya dulu. Tahan ya." Kata Dokter sambil mengarahkan jarum suntik ke lengan Gempa. Gempa menatap horror jarum itu. Keringat dingin semakin denras mengalir. Wajahnya juga semakin pucat.

"wah kak Gempa keringatnya banyak sekali. Aku lapin ya keringatnya." Kata Blaze sambil menghapus keringat Gempa dengan tisu yang entah dia dapat dari mana. Kelakuannya itu mendapat tatapan datar dari Ice dan Taufan.

"GYAAAAA JANGAANNN" teriak Gempa histeris saat jarum itu hamper menyentuh kulitnya. Hal itu tentu saja membuat semua orang yang ada di ruangan itu terkejut terutama sang dokter.

"E-eh kak Gempa tenang-tenang." Kata Blaze berusaha menenangkan Gempa.

"TIDAAAKK AKU GAK MAU… Ufftt" teriakan Gempa berhenti saat Blaze dan Taufan tiba-tiba memasukan biscuit Yaya kedalam mulut Gempa.

"Eh dari mana kalian dapat itu?" Tanya Ice heran.

"Hehehe tadi aku bawa buat jaga-jaga." Kata Taufan sambil menggaruk belakang kepalanya. Mendapat perlakuan seperti itu justru membuat Gempa semakin panic.

"KAU INI BISA TENANG GAK SIH!" kata Ice kesal dengan kelakuan Gempa. Ia kemudian menutup mata Gempa. "Blaze, Taufan kamu pegangin tangan Gempa." Perintahnya yang langsung dilakukan Blaze dan Taufan. Melihat hal itu sang dokter langsung menyuntikan EPO ke lengan Gempa. Tak berapa lama Gempa pingsan karena syok. Perawatpun dengan segera membantu memasangkan infus.

Setelah semuanya selesai dokter dan perawat itu keluar ruangan meninggalkan Ice,Taufan dan Blaze.

"Hm, sudah malam sebaiknya kalian tidur biar aku yang jaga Gempa." Kata Ice sambil merebahkan diri di sofa. Namun tak sampai 5 menit, Ice sudah terbang kea lam mimpi.

"Huh apanya yang mau jagain. Sudah kuduga kak Ice pasti bakal langsung tertidur." Kata Taufan melihat kakak sulungnya yang sudah tertidur pulas.

~~~~~ Hospitalized Gempa ~~~~~~

Waktu menunjukan pukul 2 dini hari. Taufan masih berkutat dengan game diponselnya, Ice bergelung dipojok sofa seperti kucing kedinginan sementara Blaze, ia berjaga di samping ranjang Gempa meski ia terus menguap beberapa kali. Diliriknya kedua kakaknya. 'hm ternyata kak taufan udah tertidur.' Batinnya saat melihat kakaknya yang serba biru itu matanya terpejam dan kedua tangannya masih menggenggam erat ponsel kesayangannya.

"uggh." Gempa membuka matanya perlahan. Ia mengerjap beberapa kali. Blaze yang menyadari hal itu langsung panic. Ia takut kalau Gempa akan ketakutan begitu melihat infus yang terpasang dilengannya.

"Blaze." Panggil gempa dengan suara serak.

"E-eh apa kak?" Kata Blaze terkejut karena namanya dipanggil.

"Aku haus." Katanya lemah.

"Tunggu sebentar. Nah ini." Kata Blaze sambil menyerahkan segelas air putih kepada Gempa.

"Ugh kepalaku berat." Kata Gempa saat berusaha untuk duduk.

" Gempa udah bangun?" Kata Taufan sambil mengucek matanya.

"Kak Taufan, bantuin kak Gempa duduk. Kak Gempa mau minum." Kata Blaze.

Kemudian Taufan segera bangit dan membantu Gempa duduk.

"Terima kasih. Kak Ice mana?" Tanya Gempa masih dengan suara yang lemah namun wajahnya sudah tak sepucat sebelumnya.

"Itu." Kata Blaze sambil menunjuk Ice yang tidur seperti kucing kedinginan dipojok sofa. Gempa terkekeh geli melihat posisi tidur kakaknya itu.

"Gempa, kamu tidur lagi sana. Kamu harus istirahat yang cukup supaya cepat sembuh." Kata Taufan sambil membantu Gempa berbaring.

"Hoaaamm, ya ampun aku belum tidur sama sekali." Keluh Blaze saat dilihatnya jam dinding yang sudah menunjukan pukul 3 pagi.

"Ya sudah kalian tidur juga dong." Kata Gempa.

"Tak perlu. Kami mau jagain kamu." Kata Taufan masih bersikeras untuk menjaga Gempa.

"Kak Ice bangun, gentian jaga Gempa nya." Kata Blaze saat berusaha membangunkan kakaknya itu.

"Udah biarin aja kak Ice tidur. Kalian juga harus tidur." Kata Gempa sambil tersenyum kecil.

Blaze masih terus berusaha memabngunkan Ice selama hamper 20 menit. Dan akhirnya usaha Blaze membuahkan hasil.

"engh... Eh maaf Blaze,Taufan.. Kalian tidur aja.. Biar aku yang jagain Gempa." Katanya sambil meregangkan badan. Ice kemudian bertukar tempat duduk dengan Blaze.

"Kamu juga tidur sana." Kata Gempa sambil mengusap lembut kepala Taufan.

"Tapi aku mau nemenin kamu." Kata Taufan. Ada sedikit rasa cemas disuaranya.

"Udah kamu tidur aja. Atau mau aku bantu supaya kamu tidur?" Perintah Ice. Ada aura gelap yang keluar saat Ice mengatakan hal itu. Dengan segera Taufan berbaring disamping Blaze.

"Awas kalau kamu pura-pura tidur ya!" tegur Ice kepada Taufan.

Gempa hanya terkekeh geli melihat kelakuan saudaranya. Setidaknya dengan begitu rasa sakit dikepalanya sedikit hilang.

Gempa melirik Taufan dan Blaze yang saat ini tidur dengan posisi saling berpelukan.

"hihihihi coba saja aku bawa kamera." Katanya. Gempa juga menyadari kalau Ice juga sudah tertidur lagi dalam posisi duduk. Gempa kembali memejamkan matanya. Ia sama sekali tak bisa tidur. Pikirannya dipenuhi rasa takutnya terhadap jarum suntik dan infus. Semua kenangan masa kecilnya yang membuat Gempa trauma dan takut terhadap jarum suntik dan infus terus terngiang dibenaknya.

"Oke aku harus tenang. " katanya lirih lebih kepada dirinya sendiri. Tak berapa lama Gempa tertidur.

Waktu menunjukan pukul 5 pagi saat Gempa terbangun karena merasakan lenganya basah. Diliriknya plester yang menutupi selang infus yang terpasang dilengannya. 'Basah. Apa tadi tak sengaja kecabut ya infusnya?' pikirnya. Kepalanya terasa pening. Ia kemudian berusaha bangkit dari tempat tidur. 'Aku harus panggil perawat.' Batinnya. Ia tak mau membangunkan saudaranya.

'Mereka pasti juga lelah jagain aku semalaman.' Itulah yang ada dipikiran Gempa. Perlahan Gempa turun dari tempat tidur. Ia melangkah perlahan sambil berpegangan dengan benda-benda yyang berada didekatnya. Kepalanya terasa sangat berat. Ia membuka pintu perlahan agar tak membangunkan saudaranya.

Selang beberapa detik setelah Gempa membuka pintu, Blaze terjatuh dari sofa.

"Adoii… eh Kak Gempa?" katanya bingung . dengan segera Blaze mengikuti Gempa.

"Ugghh kok gak ada perawat yang lewat sih?" Kata Gempa lemah. Kepalanya kini terasa sangat sakit.

"Kak Gempa tunggu mau kemana?" Teriak Blaze. Ia segera mendekati Gempa. "Ayo balik ke kamar. Kak Gempa ngapain sih diluar?" kata Blaze. Ia merasa sangat khawatir dengan kakaknya itu.

"Ah aku Cuma mau panggil perawat, selang infusnya tak sengaja lepas." Jawabnya dengan suara lemah.

"Tapi kan kak Gempa bisa bangunin aku, kak Taufan atau Kak Ice kan?" Kata Blaze menatap lekat-lekat Gempa.

"Ugh… tapi aku gak tega bangunin kalian. Kaian pasti juga capek." Kata Gempa. Tiba-tiba tubuhnya di gendong ala bridal style oleh Blaze. "E-eh Blaze turunin aku." Lanjutnya panic.

"Udah kak tenang aja. Ayo balik ke kamar. Nanti biar aku yang panggil perawat." Ucap Blaze.

"GYAAAA BLAZE TURUNKAN AKU!" jerit Gempa.

Seorang perawat tiba-tiba berlari kearah mereka berdua. " Ada apa ini? Kenapa rebut-ribut?" Tanya perawat itu.

"Ah maaf, selang infusnya kecabut." Jawab Blaze.

"Kalau begitu silahkan kembali kekamar. Saya ambilkan peralatannya dulu. Nanti saya bantu pasangkan kembali." Kata Perawat tersebut.

Mendengar hal itu membuat Gempa sedikit panik. "GYAAA BLAZE TURUNKAN AKU!". Ia tak mau lagi merasakan jarum suntik menembus pori-porinya.

"Maaf bias pelankan suaranya? Nanti pasien yang lain bisa terganggu." Kata Perawat itu masih mempertahankan senyumnya.

"Oh maaf, kakakku ini takut dengan jarum suntik dan semua hal yang berhubungan dengan itu." Kata Blaze sambil menutup mulut Gempa.

'Dari mana dia tau' batin Gempa. Ia menatap heran adiknya.

"Oh begitu, tapi tolong jangan teriak-teriak lagi. Sekarang silahkan kembali kekamar. Sebentar lagi saya akan keruangan anda." Kata perawat itu yang kemudian pergi meninggalkan Gempa dan Blaze.

"Dari mana kamu tau aku takut jarum suntik?" Tanya Gempa setelah Blaze melepaskan bekapannya.

"Hehehehe aku kan bisa baca pikiran." Kata Blaze asal.

"Kamu bohong. Yang bisa baca pikiranku Cuma Taufan." Kata Gempa sambil memalingkan wajahnya. Lalu ia ingat kalau Blaze itu ahli menyimpulkan sesuatu secara tepat dan akurat.

"Sekarang tolong turunkan aku." Kata Gempa. Wajahnya sedikit merona.

"Eh kenapa muka kak Gempa merah gitu?" Ucap Blaze heran dengan wajah Gempa yang tiba-tiba merona.

"Tentu saja aku malu lah digendong begini." Jawab Gempa.

" Ah, gak usah malu gitu kak." Kata Blaze sambil tersenyum. "Nah kita udah sampai." Lanjutnya saat memasuki ruangan Gempa. Blaze merasa ragu untuk menurunkan Gempa karena saat ini Ice sedang bergelung di atas tempat tidur Gempa.

'Duh, kak Ice gimana sih kok malah tidur disitu' batinnya kesal. Kemudian sebuah lampu imajiner muncul dikepalanya.

"KAK ICE BANGUN! ADA KEBAKARAN!" teriaknya tepat disamping kakaknya itu. Sontak Ice langsung terbangun karena terkejut.

"GYAAA KEBAKARAN! Eh.." katanya saat terbangun dan menyadari kalau keadaan baik-baik saja.

"Pppfftt" Blaze berusaha menahan tawanya. "Kak Ice minggir sana."

"O-oh. Maaf." Kemudian Ice menyingkir dari tempat tidur.

"Haaahh sudah lah Blaze, sekarang turunin aku." Kata Gempa melihat kelakuan adiknya.

Blaze meurunkan Gempa dengan hati-hati. Tak berapa lama perawat masuk membawa peralatan yang diperlukan untuk memasang kembali infus Gempa.

Taufan yang mendengar teriakan Blaze juga ikut terbangun. "lho Gempa kenapa?" tanyanya masih belum bangun sepenuhnya.

"Tadi selang infusnya lepas. Sekarang mau dipasangin lagi." Kata Blaze menjawab pertanyaan Taufan yang hanya dijawab 'Oh'.

"Heemm sebenernya kamu kenapa sih kok takut jarum suntik?" Tanya Taufan saat mendekati Gempa.

"Itu karena trauma." Kata Gempa lemah.

"Trauma ?" Tanya Ice heran.

"Iya. Waktu kecil saat aku akan dipasangi infus karena kaget, jarumnya salah masuk dan justru darahku keluar banyak sekali." Kata Gempa sambil memalingkan wajahnya karena malu.

"Oh kejadian itu" kata Taufan saat sudah berhasil mengingat kejadian yang dimaksud.

"Nah sudah selesai. Tak terasa sakit kan? Kalau begitu, saya permisi dulu" Kata Perawat. Lalu perawat itu keluar ruangan.

" Eh kok tak terasa ya?" kata Gempa kaget saat menyadari selang infus sudah kembali terpasang di lengannya.

"Nah gimana? Gak sakit kan? Udah kak gak perlu takut sama jarum. Ini kan demi kesehatan kak Gempa juga." Kata Blaze menenangkan Gempa.

"Iya. Mungkin mulai sekarang aku gak bakal takut jarum suntik, infus atau semacamnya." Kata Gempa penuh keyakinan.

"Nah begitu dong baru terbaik." Kata Ice sambil menepuk bahu Gempa. "Oh iya kita sholat subuh dulu yuk." Lanjutnya.

Setelah selesai sholat, Ice langsung pergi membeli makan untuk sarapan. Waktu terus berjalan dan tak terasa sudah pukul 3 sore.

"Gempa gimana keadaanmu?" Tanya Taufan.

"Sepertinya sudah lebih baik. Aku pingin cepat pulang." Jawab Gempa.

"Biar aku panggil dokter buat periksa kondisi kak Gempa." Kemudian Blaze pergi memanggil dokter. Tak berapa lama dokter datang dan memeriksa kondisi Gempa dengan seksama.

"Dia sudah bisa pulang sore ini. Kondisinya sudah sangat baik. Anemia yang dia derita juga sudah sembuh, tapi dia belum boleh terlalu kelelahan." Kata Dokter menjelaskan kondisi Gempa. Hal itu tentu membuat mereka senang.

Dengan segera mereka bersiap-siap pulang.

~~~~~ Hospitalized Gempa ~~~~~~

Mereka berempat sampai dirumah pukul 7 malam. Karena jalan yang sangat padat membuat mereka menempuh perjalanan lebih lama. Mereka langsung masuk kerumah dan sedikit kebingungan saat menemui rumah dalam keadaan sepi dan pintu tak terkunci menandakan rumah tidak dalam keadaan kosong. Blaze langsung membantu Gempa kekamarnya. Sementara Taufan dan Ice merebahkan diri di sofa ruang tengah.

"Hali sama Yaya mana ya?" Tanya Ice bingung saat tak menemukan dua makhluk yang seharusnya menjadi penunggu rumah.

"Entah. " Jawab Taufan singkat.

Tak berapa lama kemudian terdengar sebuah teriakan dari dalam kamar Yaya.

"GYAAAA AKU GAK MAU JADI KELINCI PERCOBAANMU LAGI!" teriak Halilintar sambil berlari keluar kamar.

"Ayolah kak sedikit lagi. Kak Hali cantik kok." Kata Yaya mengejar Halilintar.

Halilintar yang melihat Ice berada di ruang tengah langsung berlindung dibalik kakak sulungnya itu.

"Ini ada apa?" Tanya Ice terkejut.

"PFFFTTT HAHAHAHAHA KAMU NGAPAIN HALI YAYA? HAHAHAHA KOK DIA JADI CANTIK GINI HAHAHA.." Kata Taufan sambil tertawa terbahak-bahak saat melihat wajah Halilintar yang sudah penuh dengan make up.

"Gimana kak? kak Hali cantik kan?" Tanya Yaya yang kemudian mengeluarkan ponselnya. Menyadari apa yang akan dilakukan Yaya, otomatis Halilintar langsung berlari masuk ke kamarnya dan mengurung diri disana.

"Yaahh kak Hali kabur." Kata Yaya lalu melirik Ice dan Taufan. "Kak mau bantuin Yaya?" tanyanya dengan polos dan hal itu sukses membuat kedua kakaknya berkeringat dingin. Dan terjadilah kejar-kejaran yang membuat gaduh seluruh rumah. Sementara itu di kamar Gempa, Blaze sedang membantu kakaknya itu berjalan ke tempat tidur.

"Eh itu suara apaan?" Tanya Gempa khawatir.

"Udah biarin aja. Paling Yaya sedang melakukan eksperimen." Jawab Blaze asal. Gempa terus menatap pintu dengan khawatir. Ia takut terjadi sesuatu.

Menyadari kekhawatiran Gempa, membuat Blaze menghela nafasnya.

"Kakak istirahat dulu aja."

"Tapi…" kata-kata Gempa terputus saat Blaze meletakkan jari telunjuknya dibibir Gempa.

"Sssttt udah biarin aja. Sekarang kakak harus istirahat." Kata Blaze dengan wajah polos.

Mendapat perlakuan seperti itu membuat wajah Gempa merona. Tiba-tiba kepala Gempa menjadi pusing dan berakibat keseimbangannya hilang membuat Gempa terjatuh ke kasur dan tanpa sengaja ia menarik tangan Blaze.

"E-eh" kata Blaze terkejut dan ikut terjatu tepat diatas Gempa. Tiba-tiba pintu kamar Gempa terbuka. Disana Taufan bengong saat melihat posisi Gempa dan Blaze. Tak berapa lama Ice dan Yaya muncul.

Ice yang melihat hal itu juga ikut mematung. Ada aura gelap yang keluar dari tubuhnya.

"Ada apa kak?" Tanya Yaya polos. Mendengar suara Yaya membuat Taufan langsung menutup mata Yaya dengan tangannya.

"Eh ini bukan tontonan anak kecil. Dah kita pergi kebawah aja yuk. Kita main game." Kata Taufan mengajak Yaya pergi dari kamar Gempa.

Menyadari tatapan Ice, membuat Blaze langsung bangkit dari posisinya.

"I-ini bukan seperti yang kakak baying kan. Sungguh" sebutir keringat meluncur diwajah Blaze.

"Blaze, kekamarku. SEKARANG!" kata Ice dengan nada tegas.

'Mati aku'. Batin Blaze saat mengikuti Ice berjalan ke kamar kakak sulungnya itu. Dan seperti biasa Ice pun mulai melakukan siraman rohaninya selama 3 jam penuh dengan diselingi pukulan rotan keinsyafan ke meja yang ada disamping Blaze. Sementara itu diambang pintu kamar yang sedikit terbuka terlihat Halilintar yang sedang merekam kejadian itu sambil tertawa jahat.

~~~~~ Hospitalized Gempa End ~~~~~~

Haiii mizu kembali...chapter ini adalah hasil dari RP antara mizu dengan teman di facebook. semoga kalian suka... seperti biasa mizu selalu minta kritik, saran dan reviewnya... maaf gak bisa lama-lama ngobrol dan terima kasih atas review kalian di cahpter2 sebelumnya...

haaa sampai ketemu dichapter depan

Mizu