DEAR FUTURE HUSBAND

Main Cast:

Kim Hanbin

Goo Junhoe

Other Cast:

Kim Jinhwan

Kim Donghyuk

Genre: Romance

Disclaimer: Tokoh punya YGent dan orang tua masing-masing

Warning: Yaoi, Typo, Cerita membosankan, Alur cepat, Ide cerita murni hasil pemikiran author

Happy Reading

.

.

.

Aku membuka mataku. Kulihat cahaya matahari masuk ke dalam kamar melalui jendela. Sudah pagi rupanya. Aku terdiam memperhatikan langit-langit kamar dan berusaha memejamkan mataku lagi. Tapi…..

Aku menghela napas. Perlahan kuangkat tubuhku dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu dengan penuh rasa malas.

Satu…

Dua…

Tiga…

Aku membuka pintu. Kulihat Eomma sedang berdiri di depan pintu dengan tangan mengepal disamping wajahnya. Seperti biasa, ia berencana membangunkanku.

"Aku sudah bangun Eomma." Kataku dengan suara serak.

Eomma terdiam sebentar, sepertinya dia sedikit terkejut. Tak lama kemudian senyum muncul di bibirnya. "Keurae, seharusnya aku sudah terbiasa dengan ini. Cepatlah mandi. Aku akan menyiapkan sarapan untukmu." Eomma mengusap kepalaku lalu berjalan ke arah dapur.

.

.

.

Aku berjalan ke meja makan. Kulihat Eomma sedang menata piring yang berisi nasi putih, kimchi dan beberapa lauk lainnya. Aku mendudukkan diriku didepannya.

"Hanbin-ah, aku sudah membuatkanmu telur dadar gulung. Jja!" Eomma memberikanku satu piring penuh makanan kesukaanku itu. Aku mengambil makanan itu dan memasukkannya ke dalam mulut besarku.

"Eottae?" Tanya Eomma penuh harap.

"Ini sangat enak." Aku tersenyum. Seperti biasa, masakan Eomma adalah yang terenak di dunia.

"Apa kau ingin membawa ini ke sekolah?"

Aku menganggukkan kepalaku. Meski sudah besar, aku tetap membawa bekal ke sekolah. Sangat berbeda dengan anak-anak lain yang seumuran denganku. Makanan di kantin sekolah terlalu mahal. Mereka sering menyajikan makanan-makanan mewah dengan nama yang sangat aneh. Aku hanya pernah ke sana sekali, itupun hanya untuk membeli air putih. Tempat itu lebih tepat disebut restoran karena terlalu mewah.

"Hanbin-ah, tolong ambilkan-"

Aku mengambil gelas yang ada disebelahku dan memberikannya ke Eomma.

"Yeoksi. Kim Hanbin adalah yang terbaik." Eomma tersenyum. Ia menuangkan air ke gelas tersebut dan meminumnya. "Menurutmu, apa yang akan terjadi hari ini? Apa aku akan mendapatkan uang yang banyak?"

"Ani." Aku terdiam sebentar dan mulai mengingat-ingat sesuatu. "Eomma yakin ingin mendengarnya?"

Eomma menganggukkan kepalanya dengan yakin. "Wae? Apa sesuatu yang buruk akan terjadi padaku?"

"Eo. Sebaiknya Eomma menjauhi barang-barang mahal yang mudah pecah atau Eomma akan dipecat."

Eomma membulatkan matanya. "Ahh… Keurae?! Aku akan menjauhi barang seperti itu hari ini. Gomawo, Kim Hanbin-ssi." Lalu ia mencubit pipiku cukup kencang.

Aku meringis kesakitan, dan melihat Eomma dengan tatapan sinis. "Sudah kubilang jangan sering mencubit pipiku."

Bukannya meminta maaf, Eomma malah tertawa. "Aiiggooo… Kiyeowo… Anak laki-lakiku sangat manis~"

"Eomma! Aku ini namja!"

.

.

.

Aku berjalan kaki menuju halte bus yang jaraknya dekat dari rumahku. Sedangkan jarak dari rumahku ke sekolah cukup jauh, membutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan. Itu karena letak sekolahku ditengah-tengah kota yang dipenuhi dengan orang-orang berbaju mahal, sangat bertolak belakang dengan kehidupanku ini.

Aku memperhatikan seorang halmeoni yang sedang membawa sekantong buah-buahan berjalan didepanku. Kupercepat langkahku sehingga sejajar dengan halmeoni berbaju putih itu. Tak lama kemudian halmeoni itu tersandung batu dan hendak terjatuh.

"Omo omo!"

Dengan sigap aku memegang lengannya dan menariknya. "Gwaenchana-yo?" Tanyaku khawatir.

Halmeoni mengatur napasnya, sepertinya ia sangat terkejut. "Gwaenchana. Gomawo."

"Ne. Halmeoni dimana rumahmu? Aku akan mengantarmu pulang."

"Aniya. Aku baik-baik saja. Kau tidak perlu mengantarku." Halmeoni tersenyum lalu memperhatikanku dari kepala sampai kaki. "Bukankah kau harus pergi ke sekolah?"

"Ne."

"Cepatlah pergi. Jangan sampai terlambat." Kata Halmeoni itu lembut.

"Ne. Hati-hati di jalan." Aku membungkukan badanku dan berjalan ke arah halte.

"Haksaeng! Tunggu!"

Aku membalikkan badanku. Halmeoni itu menghampiriku dan mengambil sesuatu dari kantong plastik yang ia bawa. "Tunggu sebentar."

"Aku tidak suka pisang."

Halmeoni terdiam. "Bagaimana kau bisa tahu aku akan memberimu pisang?"

Sekarang aku yang terdiam. "A-aku hanya menebak."

"Keurae? Aku pikir kau memiliki kemampuan melihat masa depan." Kata Halmeoni itu bergurau.

Aku tersentak. "A-aniyo."

"Jja!" Halmeoni memberikanku sebuah apel. "Aku harap kau menyukai ini."

Aku menerima apel itu dengan kedua tanganku. "Ne. Kamsahamnida."

.

.

.

Halmeoni itu benar. Aku memiliki kemampuan seperti itu, kemampuan yang orang lain tidak punya. Mungkin kalian akan memuji betapa beruntungnya aku. Tapi percayalah, memiliki kemampuan seperti ini bukan suatu hal yang bisa dibanggakan. Walaupun berkat kemampuan itu aku berhasil mendapatkan beasiswa di sekolah mahal.

Kemampuan itu pertama kali kuketahui saat aku bermimpi Appaku meninggal. Mimpi itu terasa sangat nyata. Aku yang saat itu baru berumur delapan tahun menceritakan mimpi menyeramkan itu pada Eomma dan Appa. Mereka berkata itu hanya bunga tidur dan memintaku untuk melupakannya. Tetapi beberapa hari kemudian mimpi itu menjadi nyata. Appaku meninggal.

Sejak saat itu kemampuanku bertambah buruk. Awalnya aku hanya bermimpi apa yang akan terjadi di masa mendatang. Tetapi sekarang aku bisa melihat langsung kejadian yang akan terjadi. Bayangan itu hanya sekilas namun sangat jelas, seperti menonton potongan film.

Ada baik dan buruknya memiliki kemampuan seperti itu. Berdampak baik karena bisa membuatmu menghindari hal-hal buruk yang seharusnya menimpamu. Tapi bagaimana jika kau sudah tahu hal tersebut akan terjadi tetapi tidak ada yang bisa kau lakukan untuk merubahnya?

.

.

.

Setelah susah payah mengejar bus, akhirnya aku sampai di sekolah. Kuperhatikan murid-murid lain datang menggunakan mobil-mobil mewah yang seharga dengan rumahku. Hanya aku yang datang ke sini menggunakan bus. Ya… Ini pemandangan sehari-hariku.

"Aku tidak akan terkejut, Donghyuk-ah." Kataku pada Donghyuk yang berniat mengagetkanku dari belakang. Donghyuk mempercepat langkahnya dan berjalan disebelahku.

"Sangat tidak menyenangkan punya teman sepertimu." Katanya dengan wajah yang cemberut. Lalu ia mendahuluiku berjalan menuju kelas.

Aku menaruh tasku diatas meja dan duduk dikursiku begitu sampai di kelas. Kulihat Donghyuk sudah duduk disebelahku dengan wajah yang masih cemberut. Aku menghela napas dan mengeluarkan apel pemberian halmeoni tadi.

"Igeo." Aku memberikan apel itu kepada Donghyuk. "Mianhae."

Donghyuk terdiam sebentar lalu mengambil apel itu. "Lain kali kau harus pura-pura terkejut, Kim Hanbin."

Aku menghela napas. "Arraseo."

Donghyuk tersenyum dan mulai memakan apel itu. "Wah, ini sangat enak! Darimana kau mendapatkannya?"

"Seorang halmeoni memberikannya untukku karena aku telah menolongnya."

"Apa kau melihat hal-hal seperti itu lagi?"

"Eo."

Aku tidak mempunyai teman selain Donghyuk. Hanya dengan dia aku bisa dengan santai menceritakan kemampuanku. Aku menolongnya yang hampir tercebur dikolam belakang sekolah setahun yang lalu. Sejak saat itu dia selalu mengikutiku dan terus bertanya bagaimana aku bisa tahu dia ada disana. Karena terlalu lelah dengan tingkahnya, akhirnya aku menceritakan semuanya.

Donghyuk berbeda dengan murid lainnya. Ia tidak peduli orang lain mengejeknya karena berteman denganku. Itu yang membuatku suka berteman dengannya. Ya… Walaupun tingkahnya terkadang menyebalkan.

"Apakah hari ini ada ulangan mendadak?"

"Eo."

"Jinjja?!" Donghyuk terbatuk-batuk karena memakan apel itu terburu-buru.

"Pelajari buku sejarah Korea halaman 130-144." Kataku datar.

Donghyuk segera mengeluarkan buku itu dan membuka halaman yang kukatakan. "Eottokhae? Aku belum membaca ini sama sekali. Hanbin-ah, pinjamkan aku catatanmu!"

"Mian."

Donghyuk menolehkan kepalanya ke arahku dan mengerutkan dahinya. "Mwoga mianhae?"

"Maaf karena telah membohongimu." Aku menutup mulut menahan tawa.

Butuh beberapa detik untuk Donghyuk mengerti apa maksudku. "Aiisshh… Jinjja…" Ia lalu membanting bukunya dengan kesal. "Aku tidak akan percaya padamu seumur hidupku lagi."

.

.

.

Bel istirahat sudah berbunyi. Murid-murid berhamburan keluar kelas dan berjalan menuju restoran sekolah, maksudku kantin.

"Apa yang kau bawa hari ini?" Tanya Donghyuk sambil mengeluarkan kotak makannya.

"Telur dadar gulung. Kau mau?"

"Mau! Aku membawa kimchi. Kau mau?"

"Eo."

Donghyuk sama sepertiku, membawa bekal dari rumah. Sebenarnya Donghyuk bisa saja membeli makanan sebanyak apapun karena dia termasuk orang kaya. Tetapi dia bilang masakan ahjumma di rumahnya lebih enak dari makanan kantin.

Setelah membawa bekal masing-masing, kami berjalan menuju tempat favorit kami, yaitu atap sekolah. Pernah suatu kali kami memakan bekal kami di kantin. Siswa yang lain melihat kami aneh, seolah-olah mengintimidasi. Hampir saja Donghyuk berkelahi dengan salah satu siswa. Sejak saat itu, setiap istirahat kami makan di tempat sejuk ini.

Ketika sampai di atap sekolah, Donghyuk yang sedang berjalan di depanku tiba-tiba menghentikan langkahnya. "Mwoya ige…." Pandangannya lurus ke depan.

"Wae?" Aku mengikuti arah padang Donghyuk. Kulihat dua orang namja sedang bermesraan.

"Siapa mereka?"

"Omo! Kau tidak tahu mereka?!" Tanya Donghyuk terkejut.

Aku menggelengkan kepala. "Apa mereka sangat terkenal?"

"Kim Hanbin, berapa lama kau sekolah disini?"

"Satu tahun lebih." Jawabku polos.

"Keurae… yang kau tahu hanya belajar." Donghyuk berbicara dengan dirinya sendiri. "Goo Junhoe dan Kim Jinhwan. Mereka adalah senior kita, pasangan paling terkenal disini. Goo Junhoe yang berambut hitam, dia adalah seorang chaebol, sedangkan Kim Jinhwan yang berambut pirang adalah anak pemilik sekolah ini."

"Ah…." Aku baru sadar ternyata aku satu sekolah dengan orang seperti mereka.

"Omo!" Teriak Donghyuk pelan.

Orang yang barusan kami bicarakan sekarang sedang menempelkan bibir mereka, berciuman penuh nafsu. Donghyuk menutup matanya.

Aku hanya melihat mereka datar. Apa orang kaya melakukan hal seperti itu disini? Apa tidak ada tempat lain? Mataku tertuju pada orang yang bernama Goo Junhoe itu. Tiba-tiba muncul sekilas gambaran saat melihat wajahnya.

Dua orang yang memakai jas pengantin.

Bergandengan tangan.

Saling memakaikan cincin.

Dan berciuman….

Aku menahan napas. 'Ternyata dia suami masa depanku.'

.

.

.

END or TBC?

Maafkan saya T.T

Tokohnya saya ganti jadi Hanbin… Sebenernya saya juga kurang dapet feel-nya kalo yang maen Chanwoo… Abis dy terlalu macho untuk jadi uke… Ya ga sih?

Ini juga sebagai permintaan maaf saya karena telah bikin ff Subway ngegantung…

Yosss…. Jadi JunBin Couple!

Maaf dan terima kasih yang sudah membaca ff ini, didydeekim dan afifys03, terutama Double BobB.I! Terima kasih karena sudah mereview *deep bow*

Maaf sudah mengecewakan kalian..

Review juseyo