Kuroko No Basuke Fanfiction

Disclaimer : Fujimaki Tadatoshi

I just borrow his Chara

Warning!

As you know, there will be so much typo, AU, OOC, and so much more.

Read first, and please give me your Review.. It's my pleasure...

Pemeran Utama :

Akashi Seijuurou

Kuroko Tetsuya

Please Enjoy..

UNDEFINED

"Meski Otou-sama dan Okaa-sama hidup berpisah, kita akan terus berhubungan."

Semuanya bermula ketika akhirnya Otou-sama dan Okaa-sama memutuskan untuk bercerai seminggu setelah kelulusanku dan Tetsuya di SMP.

Aku sedikit lega mendengarnya, karena artinya tidak akan ada lagi yang saling berteriak-teriak di rumah dan saling melemparkan barang. Tidak akan ada lagi suara-suara berisik yang nyaring dan selalu mengganggu tetangga. Tidak lagi Tetsuya akan menyusup ke kamarku dan berusaha meredam suara-suara pertengkaran mereka di balik selimutku dan bergelung disana sampai pagi, yah meski aku tidak mengeluh soal hal itu.

Tapi sisi lain dari perceraian itu, menyebabkan sebuah konflik lagi mengenai hak asuh anak. Jika berdasarkan keputusan pengadilan, anak-anak yang dibawah umur lebih baik tinggal bersama dengan salah satu orang tua yang mempunyai pekerjaan tetap dan mapan. Dan, kedua orang tuaku mempunyai pekerjaan tetap dan mapan. Dan yang lebih parah, keduanya menginginkan hak asuh anak.

Jika ditilik dari satu sisi, Otou-sama sudah jelas lolos kriteria. Beliau merupakan pengusaha yang usahanya sudah bercabang disana-sini dan penghasilannya jauh dari kata 'kurang'. Tapi, Okaa-sama juga seperti itu. Beliau merupakan seorang designer di sebuah perusahaan perancang busana terkemuka di Tokyo yang karyanya sudah banyak dipamerkan di pameran busana. Jelas, Okaa-sama bukanlah seorang ibu rumah tangga yang tidak berpenghasilan. Jangan tanyakan berapa banyak biaya yang bisa diterima jika salah satu busana karyanya di pamerkan di pameran busana.

Akhirnya, setelah perundingan yang panjang dan sedikit berjalan alot, sebuah keputusan final pun keluar.

Okaa-sama akan membawa Akashi Tetsuya bersamanya ke Tokyo, dan aku akan tetap berada di Kyoto bersama dengan Otou-sama.

Yang terberat bukanlah menyaksikan salah satu dari orangtuamu memutuskan meninggalkan rumah, tapi ketika melihat saudara kembarmu memutuskan meninggalkanmu.

Memikirkan bahwa kami tidak akan tinggal di rumah yang sama lagi terkadang membuatku sedikit takut. Dan cemas. Dan sedih. Ketika hari dimana Okaa-sama pergi dari rumah, beliau menyewa sebuah truk jasa pengangkut barang yang akan membawa seluruh barangnya. Dan barang-barang milik Tetsuya juga.

Berbagai pertanyaan berputar di kepalaku saat itu. Bagaimana jika Tetsuya tidak betah? Bagaimana jika ia tidak bisa membaur dengan kehidupan dan teman-temannya di Tokyo nanti? Bagaimana jika Tetsuya terlalu lelah dengan kegiatan klub dan sakit? Daya tahan tubuhnya tidak begitu bagus.

Tapi, ketika aku mengutarakan semua pertanyaan itu dan memintanya tinggal, ia hanya tertawa dan memelukku.

"Ini tidak seperti aku akan pergi selamanya meninggalkanmu. Kita akan saling berhubungan. Aku dan kau bisa saling mengunjungi ketika libur semester tiba."

Pelukan Tetsuya serasa ringan dan ia melepaskan pelukan itu secepat ia memelukku.

Okaa-sama sudah lebih dulu berada di dalam mobil mahalnya, dan truk jasa pengangkat barang sudah di belakangnya.

"Tetsu, ayo kita pergi," aku bisa mendengar seruan Okaa-sama bersamaan dengan deruman mobil yang di-starter. Ini seperti siratan agar aku segera membiarkan Tetsuya pergi. Tapi aku masih belum rela.

Tetsuya mendesah. "Ayolah Seijuurou. Meski Otou-sama dan Okaa-sama hidup terpisah sekarang, kita akan terus berhubungan. Aku akan mengirimimu e-mail setiap hari, oke?" janjinya.

Aku hanya memandangnya tak rela, namun suara klakson mobil milik Okaa-sama membuyarkan lamunanku. Jelas sekali jika beliau sudah tak sabar ingin pergi dari rumah yang dulunya adalah rumah yang beliau tempati. Jelas sekali Okaa-sama ingin langsung tancap gas ke Tokyo dan memulai kehidupan baru disana dengan bebas.

"Baik, aku harus pergi sekarang atau aku akan menjadi korban dari Okaa-sama," putus Tetsuya.

Dengan sedikit (sangat) tidak rela aku mengangguk kaku. Dia membuka pintu mobil di sebelah sopir dan menutupnya dengan debaman keras.

Aku tidak pernah lupa hari itu. Hari dimana Tetsuya tersenyum sekilas dan melambai padaku, sementara mobil sport itu meluncur menjauh dari rumah kami di Kyoto.

.

.

.

UNDEFINED

.

.

.

Chapter 1: Apa kabar?

"Bagaimana hasil dari pertandingan persahabatan yang sempat kau ceritakan? Rakuzan melawan Touou, bukan?" tanya Tetsuya dari telepon. Aku meneleponnya sesaat setelah kemenangan Rakuzan atas Touou.

"Rakuzan menang, tentu saja. Kau bertanya untuk hal yang tidak perlu jawaban. Kebiasaanmu tidak berubah Tetsuya," jawabku.

"Aku lupa. Berapa skor kemenanganmu?" tawa renyah Tetsuya bergema di gendang telingaku, membuatku ikut tertawa juga.

"102-98," jawabku.

"Tampaknya Touou cukup tangguh," komentar Tetsuya di telepon.

Aku bergumam sebelum menjawab, "Tahun ini Touou dipimpin oleh Imayoshi Soichi, kartu AS yang cukup berani, tapi tak terlalu hebat untuk menjatuhkan seorang Akashi Seijuurou."

Tawa renyah Tetsuya sekali lagi mengambang di percakapan seluler kami. Aku membayangkan ia tertawa dan mendengus geli mendengar kalimatku. "Yeah, kau tidak terkalahkan, Tuan Absolute," katanya dengan nada merendahkan yang main-main.

"Apa kau sedang meragukanku, Akashi Tetsuya?"

"Aku tidak pernah meragukanmu, Akashi Seijuurou. Bagaimana jika kita ganti topik pembicaraan? Kau terdengar menjengkelkan sekali."Aku mampu mendengar Tetsuya mendengus di telepon. Membayangkan wajahnya saja sudah membuatku geli sendiri.

"Baiklah, Tuan Muda. Jadi, bagaimana kabarmu?" tanyaku. Dan pertanyaanku disambut tawa konyol dari seberang teleponku, membuatku bingung. "Aku tidak ingat pernah melontarkan lelucon. Jadi, apa yang membuatmu tertawa?" tanyaku.

Tetsuya harus menyelesaikan tawanya dulu sebelum menjawabku, "Kau, Seijuurou. Astaga, kenapa pertanyaan klise itu harus keluar dari mulutmu?" tanyanya geli sebelum kembali terkikik.

Aku mendengus. "Kau yang meminta kita mengganti topik pembicaraan, dan sekarang aku menggantinya… kau tertawa. Hebat Tetsuya," sindirku sarkasme, meski main-main.

"Baik, baik. Maaf, aku hanya tidak menyangka kau akan menanyakan hal klise seperti itu. Aku baik disini Seijuurou. Hampir mati karena ujian akan dilaksanakan sebentar lagi, tapi selebihnya aku baik-baik saja," jawabnya.

"Yeah, dan aku harap Pak Pos tidak akan pernah mengirimkan abu kremasimu ke Kyoto beserta kertas ujianmu," kataku. Lalu aku teringat sebuah hal penting yang ingin kusampaikan sejak aku memutuskan untuk meneleponnya. "Ngomong-ngomong Tetsuya, minggu depan aku akan berkunjung ke Tokyo."

.

.

.

Aku hampir tidak mampu bernapas jika bukan Okaa-sama yang mengingatkan Tetsuya agar tidak memelukku terlalu kencang. Ia melepaskanku dengan sedikit enggan, namun matanya masih berbinar-binar melihatku. Pandangan yang selalu kusukai.

Tetsuya tidak berubah, ia masih merupakan seorang pemuda bertubuh kecil, berambut biru muda pucat dan mata yang senada dengan warna rambutnya (warna rambutku merah darah, meski begitu kami merupakan kembar tapi tidak identik). Wajahnya jika dilihat sekilas terkesan datar, tapi jika ia bersama orang yang dekat dengannya, maka kau akan melihat seribu satu ekspresi dari Tetsuya. Anggaplah aku ini berlebihan.

Ia memakai kemeja kotak-kotak dengan dalaman kaos oblong berwarna biru pucat dan celana denim. Tingginya denganku hampir sepantaran, ia hanya sedikit lebih kecil sekitar 3 centi meter dariku. Tidak akan ada yang menyadari perbedaan tinggi kami.

Setelah ia puas memelukku, aku memeluk Okaa-sama yang tingginya sepantaran denganku, karena beliau memakai heels setinggi 3 centi. Aku mampu mencium wangi parfum perancisnya yang baru saja beliau beli ketika kunjungan ke Paris 4 minggu yang lalu (Tetsuya bercerita di telepon mengenai hal itu).

Rambut merah darah milik Okaa-sama dibiarkan menjuntai, menutupi punggungnya dan bergerak elok. Rambut yang sama dengan rambutku (rambut Otou-sama berwarna biru muda seperti Tetsuya). Okaa-sama memakai gaun musim panas yang bisa kutebak merupakan salah satu rancangannya yang biasa dibuat secara iseng dan waktu senggang. Gaun berwarna peach lembut selutut, dengan corak bunga melati yang tampak pudar namun jika bergerak maka bunga-bunga pudar itu tampak berdenyar, mengikuti gerakan sang pemilik baju.

Gaun berlengan pendek itu terasa sangat cocok dengan Okaa-sama yang memang sangat fashionable.

"Sei, Okaa-san benar-benar merindukanmu," katanya seraya balas memelukku.

"Aku juga merindukan Okaa-sama," jawabku jujur. Tak berselang lama, Okaa-sama melepaskan pelukannya dan tersenyum padaku.

"Ayo masuk Sei. Kita harus berbincang banyak hal. Ada banyak yang harus kita bicarakan," kata Okaa-sama, sambil berjalan memasuki rumah kediamannya dan Tetsuya selama beberapa bulan terakhir ini. Aku dan Tetsuya mengikutinya dari belakang.

Selera Otou-sama dan Okaa-sama dalam hal mendesain rumah memang sangat bertolak belakang. Jika Otou-sama merupakan orang yang sangat menyukai rumah bergaya Victoria klasik dengan banyaknya ukiran-ukiran dan berlantai granit yang berkilauan, maka itu semua tidak berlaku untuk Okaa-sama.

Okaa-sama jelas memiliki selera yang jauh lebih modern dibandingkan dengan Otou-sama. Rumah berlantai dua di perumahan Tokyo ini jelas menjiplak gaya rumah barat yang sangat modern. Update. Sekali aku melangkah masuk ke dalam ruang tamu saja, aku sudah bisa melihat bahwa Okaa-sama benar-benar menyukai gaya modern. Ruang tamu yang tidak terlalu besar, namun tertata rapi dan elegan. Sofa berwarna abu-abu muda yang ditata mengelilingi meja kaca yang di dalamnya diisi berbagai jenis batu karang laut dan bintang laut yang telah mengering, sebuah lemari kaca besar yang merupakan seluruh koleksi piring-piring antik China milik Okaa-sama, dan lampu gantung yang bertema monokrome tepat di atas ruang tamu.

Okaa-sama mengajakku menuju dapur dan juga ruang makan (hanya saja antara dapur dan ruang makan disekat oleh sebuah mini bar). Di ruang makan sudah tersedia berbagai jenis makanan kesukaanku, tertata rapi dan sangat menggiurkan.

"Percaya atau tidak, Okaa-sama yang memasaknya," kata Tetsuya, lagaknya berbisik di telingaku, namun masih jelas terdengar oleh Okaa-sama yang sedang menyediakan piring untuk kita bertiga.

Aku menatap Tetsuya, namun hanya mengerjap bingung. Ia tersenyum lalu menoleh pada Okaa-sama, "Lihat? Seijuurou tidak mempercayainya," katanya.

Okaa-sama seperti sudah menduganya dan beliau mengangkat bahu, "Sei, kau boleh tidak mempercayainya, karena nyaris semuanya dikerjakan oleh Tetsuya," kata Okaa-sama.

Aku menatap Tetsuya, lalu pada Okaa-sama. Kembali lagi pada Tetsuya, sebelum akhirnya aku sadar. Lalu, aku tersenyum. "Tentu saja aku percaya."

Kami berjalan menuju meja makan yang sudah terhidang berbagai macam makanan. Aku duduk bersebelahan dengan Tetsuya, sementara Okaa-sama duduk di seberang kami berdua. Beliau menyendokkan dua potong lasagna ke piringku, sementara Tetsuya menyendok sepotong macaroni skotel.

"Ittadakimasu," ucap kami bersamaan, sebelum dentingan garpu dan pisau beradu di ruang makan yang luas ini.

"Bagaimana sekolahmu, Sei?" tanya Okaa-sama membuka percakapan. Aku menelan sesendok lasagna sebelum menjawab pertanyaan beliau.

"Rakuzan sekolah yang lumayan terkenal, dibidang akademik atau non-akademik. Terutama tim basket Rakuzan merupakan tim tangguh."

"Kudengar bahwa Rakuzan memenangkan Winter Cup tahun lalu?"

Aku mengangguk. "Ya. Dengan adanya tiga orang dari Uncrowned King, bukannya mustahil kami tidak bisa mencapai puncak."

"Dan dari seluruh orang-orang berbakat itu, Akashi Seijuurou berdiri di barisan paling depan dan memimpin mereka semua," sambung Tetsuya. Ia melihat kearahku sambil tersenyum jenaka. Aku mendengus melihat senyuman itu. Antara sindiran dan pujian itu beda tipis.

"Kau kapten tim basket?" tanya Okaa-sama. Pandangannya sejenak tidak percaya dan kaget. Yah, aku sudah terbiasa dengan pandangan itu. Banyak orang yang berpandangan seperti itu jika tahu bahwa aku, murid baru, sudah ditunjuk menjadi kapten dari tim basket terkuat se-nasional.

"Ya," kataku sambil mengangguk. Terlalu cepat, sebelum pandangan keterkejutan itu hilang dan tergantikan dengan kilatan senang yang tercetak jelas di wajah Okaa-sama.

"Sei, kau memang anak yang selalu membanggakan," puji beliau. Aku tidak menjawab. "Apa kalian akan bertanding lagi?" tanya Okaa-sama kemudian.

"Mungkin dalam waktu beberapa bulan lagi kami akan melakukan persiapan untuk kompetisi Interhigh," jelasku.

Okaa-sama menepuk tangannya, senyum tersungging di wajahnya, "Baiklah. Aku akan menonton pertandinganmu, Sei." Aku tersenyum mendapati antusiasme Okaa-sama yang menurutku sedikit berlebihan. Apa memang seperti itu antusiasme seorang Ibu yang tidak bisa bertemu dengan anaknya dalam kurun waktu sekitar enam bulan?

Setelah itu, percakapan diisi oleh tema-tema yang lebih remeh dan lebih global. Kami membahas kejadian belakangan ini, masalah kesehatan yang masih awam, sampai kesibukan belakangan ini.

"Otou-sama sedang berada di Bussan, membahas beberapa meeting penting dan bertemu klien. Otou-sama hanya menitip salam untuk Tetsuya agar menjaga kesehatan saja," kataku.

"Sampaikan salamku juga untuk Otou-sama," balas Tetsuya. Aku mengangguk.

"Bicara tentang klien, Okaa-san baru beberapa bulan ini ditunjuk sebagai Dewan tidak tetap di sebuah yayasan," kata Okaa-sama.

Aku mengalihkan fokusku dari Tetsuya pada Okaa-sama. "Dewan yayasan? Apa itu perusahaan tempat Okaa-sama bekerja?"

Okaa-sama menggeleng, "Bukan," katanya.

Aku mengernyit bingung, namun sebelum aku menyuarakan pertanyaanku, Okaa-sama melanjutkan, "Dewan yayasan sebelumnya dekat denganku. Ia memintaku menggantikannya untuk menghadapi kurikulum yang baru. Yah, tapi mungkin itu hanya sementara sebelum kembali ke kurikulum lama."

Aku mengangguk saja, meski tidak sepenuhnya mengerti. Lalu keheningan sempat mennggantung sejenak sebelum Tetsuya berujar padaku, "Oh ya! Setelah ini aku ingin kau melihat koleksi buku-bukuku. Kali ini aku yakin sekali bahwa koleksi Sastraku akan mengalahkanmu."

Aku menatapnya, "Boleh saja. Tapi tetap, kau tidak akan mengalahkanku."

.

.

.

"Bagaimana? Koleksiku lebih banyak darimu, bukan?" katanya bangga sambil memperlihatkan satu lemari besar buku-buku tebalnya. Aku melangkah lebih dalam memasuki kamarnya, sementara Tetsuya menutup pintu kamarnya. Tanda tersirat, bahwa waktu selanjutnya hanya milik kami berdua.

"Tidak juga. Aku sudah mempunyai novel Mary Shelter bahkan sejak kau baru mempunyai buku Shakespeare," kataku sambil membuka lemari itu dan mengambil sebuah novel terbaru milik J.K. Rowling.

"Hmp! Kau mengatakan hal itu karena kau tidak mau mengakui bahwa aku bisa mengalahkanmu," katanya sambil menggembungkan pipinya. Aku tersenyum mendapati Tetsuya menatapku dengan tatapan setengah kesal dengan tangan bersidekap di dada.

"Kau bertindak seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan," komentarku. Aku berjalan menuju tempat tidur ukuran Queen Size milik Tetsuya dan merebahkan diri di atas kasur empuknya. Aroma vanilla yang selalu kuingat dari Tetsuya menguar memasuki indra penciumanku. Aroma manis familiar yang sangat kurindukan seperti menyambut kedatanganku.

Sementara aku bermalas-malasan dengan tidur di tempat tidur Tetsuya, saudara kembarku itu malah memilih duduk di pinggir jendela sambil sesekali kepalanya mengadah ke langit yang cerah. Senada dengan bola mata Tetsuya. Aku ingin mengajaknya untuk tiduran bersamaku atau sekedar berbincang, tapi aku terlalu ingin membaca dan tampaknya pula Tetsuya sedang tidak ingin diganggu.

Melihatnya, aku jadi sedikit bertanya-tanya, apakah selama kami hidup terpisah seperti ini Tetsuya mempunyai masalah? Hanya saja, kali ini aku tidak tahu apa-apa. Untuk sekarang ataupun kedepannya.

"Nee Seijuurou," panggil Tetsuya. Aku melirik sosok kecilnya dari lembaran halaman yang sedang kubaca. Ia duduk di pinggir jendela dan menghadap kearah kamarnya. Menghalangi sinar matahari yang masuk, membuatku harus mengernyit dan tidak bisa melihat ekspresinya dengan jelas. Wajahnya seolah tersamar dalam bayang-bayang.

"Hari ini aku senang sekali," katanya. Aku masih tiduran dan diam mendengarkan. "Apa Seijuurou juga merasa senang?" tanyanya.

Entah kenapa aku tidak menyukai atmosfer yang berada di dalam kamar ini. Aku ingin menariknya menjauh dari jendela kamar. "Ya, aku senang. Bagaimana jika kau bersamaku di kasurmu?" tanyaku.

Tetsuya tertawa, tapi tidak menanggapi kalimatku. "Okaa-sama terlihat senang sekali hari ini," katanya lagi. Oke, sebenarnya apa yang ingin kau sampaikan, Tetsuya? "Okaa-sama selalu terlihat senang jika bersama Seijuurou ya," katanya lagi. Aku semakin tidak menyukai cara bicara Tetsuya. Bangkit dari posisi tiduranku, aku duduk di atas kasur sambil memandang tajam Tetsuya.

"Bagaimana jika kita mengganti topik?" usulku, namun tidak pernah ditanggapi oleh Tetsuya. Sebenarnya apa yang terjadi?

"Nee Seijuurou," panggil Tetsuya lagi. Aku hanya menatapnya, mencoba membaca seperti apa raut wajah yang sedang ia tunjukan padaku. Tapi tetap saja aku tidak bisa melihat dengan jelas karena wajahnya terbias oleh bayang-bayang. Hanya untuk menyusulnya dan menarik Tetsuya menjauh dari jendela saja aku entah kenapa tidak mampu. Aura apa yang berada di sekitar Tetsuya?

"Tetsuya… apa yang sebenarnya ingin kau katakan?"

Dia tidak menjawab pertanyaanku, tapi aku yakin sekali, dibalik bias-bias bayangan, sebuah kurva positif melengkung di wajah pucat Tetsuya.

Selanjutnya berlangsung sangat cepat, namun bagiku kejadian itu terjadi ketika waktu terhenti untuk sesaat. Kembaranku menghempaskan tubuhnya ke luar jendela, langsung terjun dari lantai dua jendela kamarnya dan tidak terlihat lagi dari dalam kamarnya.

Sementara kejadian itu terjadi dengan cepat, aku masih diam tak berkutik di tempatku berdiri. Dihadapanku terpampang jendela yang beberapa detik yang lalu sempat menjadi tempat duduk dadakan yang dipakai oleh Tetsuya. Seluruh jiwaku seolah terhempas keluar juga dan ada perasaan hampa dan 'tidak sadar' melihat sekelebat kejadian tadi.

Perlahan, waktu kembali berdetak, dan seluruh jiwaku kembali.

"TETSUYA!"

To Be Continued


(A/N) Halo semua. Jadi, ini adalah cerita pertama saya di fandom Kuroko no Basuke.

Oke, cerita ini terinspirasi dari manga berjudul ARISA karya Natsumi Ando. Apakah ada diantara para pembaca yang membaca manga ARISA? Mungkin diawal terlihat sangat mirip dengan jalan cerita ARISA, tapi konflik dan alur cerita sama sekali beda kok dengan manga ARISA. Semoga berkenan di hati para pembaca.

Kritik, saran dan komentar selalu diterima.