Sacrifices

Disclaimer : Masashi Kishimoto-san

Genre : Friendship, romance

Rate : T, aman kok xD

Warn!: Semi-canon, Fem!Naru, Typo(s), Gaje, OOC, ide pasaran dll.

Note: Naruto cewe yah, jadi ini bukan Fanfic humu xD

Enjoy~

.

.

.

.

.

Flashback

Itachi menghadiri pertemuan yang diadakan oleh petinggi-petinggi desa Konoha yang tentu saja adalah Hokage ketiga dan Danzo. Di usiannya yang masih muda, Itachi sudah menjadi salah satu Anbu yang menjadi kepercayaan Hokage ketiga. Pertemuan kali ini adalah membahas tentang rencana kudeta yang akan dilakukan oleh klan uchiha untuk menguasai Konoha.

Di pertemuan itu pula, Danzo mengajukan usul untuk segera membantai seluruh anggota klan uchiha dengan alasan perdamaian desa. Beberapa petinggi tidak setuju, termasuk Hokage ketiga.

"Kita tidak bisa melakukan hal itu. Bagaimanapun kita masih belum mempunyai cukup bukti bahwa Uchiha akan melakukan kudeta. Kita tidak boleh bertindak gegabah. Uchiha adalah bagian dari konoha!" tukas Sarutobi menolak mentah-mentah saran yang diajukan Danzo.

"Bukti apalagi yang anda butuhkan, Hokage-sama? Apa informasi yang didapatkan oleh Anbu-ne yang menjadi mata-mataku belum cukup untuk membuktikan kejahatan klan Uchiha?" Danzo berujar sinis. Dari dulu ia sangat tidak menerima Sarutobi menjabat sebagai hokage karena terlalu lembek dalam menangani masalah, menurutnya.

Sarutobi menghela napas pelan.

"Bukti itu tidak cukup kuat, Danzo. Bisa saja itu desas-desus yang memang sengaja disebar untuk menimbulkan kekacauan desa," balas sang Hokage ketiga, masih berusaha tenang untuk menanggapi perkataan Danzo.

Namun bukan Danzo namanya jika ia menerima begitu saja semua yang dikatakan hokage ketiga.

Saat perdebatan semakin memanas, akhirnya Itachi yang saat itu merupakan pasukan elit Anbu dan salah satu bagian dari klan Uchiha angkat bicara.

"Tolong, berikan kesempatan kepadaku untuk menyelidiki hal ini sendiri," ujar Itachi menyita seluruh perhatian petinggi-petinggi desa dan beberapa anggota anbu lainnya.

"Ck!" Danzo mendecih kasar. Menatap wajah Itachi yang masih ditutupi topeng dengan tatapan mencemooh. "Diam saja bocah. Kau adalah salah satu dari mereka, tidak menutup kemungkinan kau juga akan mengkhianati desa!"

"Danzo!"

Hokage ketiga bangkit dari duduknya dan menggebrak meja. Suasana menjadi hening seketika. Tatapan tajam sang Hokage kini terkunci pada sosok Danzo. Kelancangan mulut pria tua itu benar-benar membuat tensi darahnya menjadi naik. Berani-beraninya ia meragukan salah satu anbu kepercayaannya.

"Tutup mulutmu, Danzo. Itachi adalah anbu yang bergerak di bawah perintahku. Kau tidak berhak menuduhnya," ujar Hokage ketiga terlihat begitu kesal.

"Cih!" Danzo mendecih. Memalingkan wajahnya yang masam kearah lain.

Itachi bergerak pelan membuka topennya. Kelopak matanya tertutup sebentar dan kemudian terbuka menampilkan kedua iris matanya yang berwarna merah.

"Sharingan!?" Para petinggi desa berguman serentak.

Seketika suasana di ruangan tersebut menjadi riuh. Ketengangan semakin terasa. Mereka meningkatkan kewaspadaan jikalau Itachi tiba-tiba menyerang. Kemampuan Itachi sebagai seorang Shinobi bukanlah rahasia umum lagi. Di usianya yang masih belia ia sudah mampu mengemban misi rank S yang dibebankan di pundaknya, jadi untuk membantai seluruh petinggi desa saat itu bukanlah hal yang sulit bagi Itachi. Namun, Itachi tidak akan melakukan hal sekeji itu.

"Tidak perlu khawatir, Danzo-san. Aku akan memastikannya bahwa klan Uchiha tidak berniat membuat kekacauan di desa," ujar Itachi datar. "Aku sendiri yang akan melenyapkan klan ku jika benar mereka merencanakan kudeta." sambungnya tanpa ada keraguan sama sekali.

.

.

.

.

"Hokage-sama.."

Itachi berlutut di hadapan Hokage ketiga dengan wajah menunduk. Setelah melakukan penyelidikan, ternyata benar klan uchiha ingin melakukan kudeta. Itachi sebelumnya tidak menyangka bahwa klannya sendiri akan memicu kerusuhan di desa yang malah sangat ingin ia lindungi. Namun, setelah mendengar dengan telinganya sendiri, tidak ada lagi yang bisa membantah.

Hokage menatap Itachi dengan tatapan sendu. Ia benci mengetahui bahwa apa yang di katakan oleh Danzo benar adanya.

"Itachi.. Kau tidak perlu melakukannya. Kita hanya perlu menangkap pelaku yang sudah memprovokasi klan uchiha untuk melakukan kudeta ini." tukas Hokage ketika dengan suara pelan.

"Tidak, Hokage-sama. Hal itu hanya akan semakin menumbuhkan kebencian mereka," balas Itachi masih menundukan wajah. Tinjunya yang terkepal di atas lantai kayu ruangan Hokage ketiga semakin mengeras. Merasakan gemuruh rasa sakit yang menyerang dadanya.

Hokage ketiga tertegun. Itachi memang shinobi yang berbakat. Di usianya yang masih terbilang sangat muda, ia memiliki pola pikir yang melebihi orang-orang dewasa. Ia memiliki konsep yang berbeda tentang perdamaian dibanding uchiha lainnya. Namun, membayangkan pemuda ini membantai klannya sendiri itu sudah cukup menyakitkan.

"Tidak ada cara lain, Hokage-sama. Aku harus tetap melakukannya. Tapi.. Aku tidak akan membunuh Sasuke.." Itachi menjeda. Kepalanya yang sedari tadi menunduk kini terangkat dan menatap wajah Hokage ketiga.

"Tolong rahasiakan hal ini kepada seluruh penduduk desa. Reputasi klan uchiha tidak boleh hancur. Setelah ini, aku akan pergi dari desa sebagai seorang penjahat. Aku akan menanggung beban dan kebencian semua orang. Biarkan aku di kenal sebagai seorang pembantai klan." pintanya dengan wajah serius. Walau bagaimanapun uchiha adalah klannya. Identitas dirinya yang paling mencolok. Ia sudah bersiap menangung semua resiko. Menanggung luka kehilangan keluarga dan klannya. Dan tentu menanggung kebencian Sasuke terhadap dirinya.

"Dan tolong lindungi Sasuke," sambung Itachi dengan suara yang terdengar begitu lirih.

Hokage ketiga terdiam sebentar. Helaan napas lelah meluncur dari mulutnya. Wajahnya yang sudah tidak muda lagi terlihat cemas. Jika ia menyetujui keputusan Itachi sekarang maka sudah jelas, malam ini akan tercipta sebuah sejarah paling memilukan yang pernah ada. Dengan beberapa pertimbangan, akhirnya Hokage ketiga menyetujui. Ia bahkan mendengar pemuda itu menghela napas lega.

"Baiklah, Itachi."

Itachi mengangguk pelan. Kemudian menghilang di gantikan asap tebal di hadapan hokage ketiga.

Malam itu, sebuah tragedi berdarah mengerikan yang pernah tercatat oleh sejarah pun terjadi. Seluruh klan Uchiha di bantai dalam satu malam. Pembantaian yang dilakukan oleh seseorang pemuda yang juga berasal dari klan tersebut dengan dalih perdamaian desa.

"Ayah, Ibu!" Itachi bergumam lirih. Kedua orang tuanya terduduk seakan sudah siap menerima hukuman mati. Di detik-detik sebelum terbunuh, sang Ibu masih sempat mengulas senyum hangat. Memberi semangat kepada putra sulungnya untuk tetap menjalankan misinya, tanpa memandang bulu.

"Lakukanlah, Itachi!" Suara lembut sang Ibu terdengar di kesuraman malam itu. Hati Itachi makin pilu, saat suara sang Ayah ikut bergema di keheningan.

"Dari dulu aku selalu bangga padamu, Itachi."

SET!

Kedua tubuh manusia yang sudah tidak bernyawa itu tergeletak bersimbah darah akibat tebasan katana Itachi. Sekilas, banyangan masa kecilnya terlintas begitu saja. Suara sang Ibu, suara sang ayah, tangis Sasuke.

Kami-sama...

Tangan Itachi yang memegang katana berlumuran darah bergetar. Ya, ia sudah melakukannya. Dengan begini tidak akan ada lagi ancaman dari pihak dalam desa konoha. Tapi.. Rasa sesak ini terlalu menyakitkan. Ia telah membantai klannya hingga tak tersisa dengan kedua tangannya sendiri.

Sekarang ia akan pergi, pergi menjalankan misinya yang lain. Misi yang telah di mandatkan Hokage ketiga. Sekali lagi, ia akan menanggung beban berat untuk ia pikul sendirian.

Namun sebelum itu, masih ada satu hal lagi yang harus ia lakukan.

...

Sasuke berlari menyusuri distrik Uchiha yang terlihat sepi lenggang dengan aura kesuraman yang pekat. Udara dingin yang menusuk hingga ke tulang belulang benar-benar menyakitkan. Namun ia tidak peduli. Ia terus berlari dengan rasa takut. Sepanjang jalan sudah begitu banyak mayat para uchiha yang ia dapati. Ini benar-benar sudah seperti teror mengerikan dalam hidupnya. Diusianya yang baru lima tahun, pemandangan ini terlalu mengerikan.

Kedua kakinya yang mungil berhenti berlari ketika manik oniksnya mendapati sosok yang berdiri tegak di sebuah tiang listrik. Kedua manik itu membulat sempurna.

"Niisan," lirihnya.

Dengan sekejap mata, sosok itu sudah berada di depan Sasuke dengan katana yang dihunuskan tepat di depan mata si bocah.

Sasuke jatuh terduduk akibat lututnya yang melemas. Di hadapannya kini bukanlah sosok Itachi yang ia kenal. Suaranya seperti terhenti di tenggorokan, seakan ikut takut untuk keluar.

"adikku yang bodoh.."

"Kau terlalu lemah, Sasuke!" Suara Itachi begitu datar dan dingin seakan membekukan tempat tersebut, saat itu juga. Sharingan Itachi berubah menjadi Mangekyo Sharingan. Sasuke makin terkejut.

"Datanglah padaku saat kau sudah memiliki mata seperti ini!"

"..."

"..tapi kau tidak akan bisa mendapatkan mata ini, jika kau sendiri tidak bisa menghabisi orang terdekatmu"

Dada Sasuke semakin sesak. Tubuhnya kian bergetar karena ketakutan.

"Bencilah aku, Sasuke! Dan datanglah kepadaku untuk membalaskan dendammu saat kau sudah cukup kuat untuk melawanku!"

Sosok Itachi menghilang menyisakan Sasuke yang masih ketakutan.

"N-Niisan!?"

Bocah itu bergumam tidak percaya. Orang yang selama ini ia jadikan panutan, tega berbuat sekeji ini terhadap keluarga dan klannya sendiri.

Tangan mungil bocah itu terkepal kuat. Deru napasnya memburu.

"Tidaaaaak!"

End Of Flashback

...

Itachi menunduk terdiam. Menggali luka yang sudah lama ia kubur dalam-dalam, benar-benar terasa berat baginya. Penyesalan, rasa sakit dan kesedihannya bercampur aduk menjadi satu dan seakan menghukumnya atas dosa keji yang ia lakukan.

Kedua manik safir Naruto menatapnya dengan tidak percaya. Gadis pirang itu tidak pernah sekalipun menyangka bahwa di balik sejarah memilukan itu terdapat cerita konyol seperti ini. Bagaimana bisa petinggi desa mengambil keputusan gila seperti itu. Apakah hanya dengan membunuh dan mengorbankan nyawa seseorang perdamaian baru bisa tercipta?

"Apa hanya dengan membunuh seseorang, dunia ini bisa damai?" lirih si pirang.

Kedua kelopak mata Itachi mentup. Bulu matanya yang lentik terlihat bercahaya di tengah ruangan yang temaram. Mulutnya menghembuskan napas lelah, setelah itu kelopak matanya terbuka menampilkan kedua manik oniksnya yang terlihat begitu banyak menyiratkan luka.

"Dunia ini tidak akan bisa damai jika tidak ada yang mati atau dikorbankan, Naruto." balas Itachi. Ekspresi wajah si pirang mengeras.

"Kau salah!" erang si pirang. Begitu tidak setuju dengan pernyataan Itachi. Napasnya yang semula normal kini menderu akibat rasa nyeri di dadanya.

"Kau salah, tidak boleh ada yang mati. Tidak boleh ada yang dikorbankan." lanjutnya dengan nada frustasi. Tangan kanannya meremas dengan keras beberapa helai rambutnya. "Mengapa semua orang berpikir bahwa nyawa seseorang itu tidak begitu penting?" lirihnya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Karena kita hidup di dunia shinobi, Naruto."

Naruto terdiam. Ia benci mengakuinya, tapi apa yang di katakan oleh Itachi itu benar. Tidak semua orang bisa saling memahami rasa sakit dan beban satu sama lain.

"Kenapa kau menceritakan ini padaku, Itachi?" tanya Naruto dengan suara yang hampir tidak terdengar . kepalanya menunduk, membiarkan helaian poninya yang semakin memanjang menutupi sebagian wajahnya.

"Kau berbeda," balas Itachi singkat.

Kepala Naruto terangkat dan menatap Itachi dengan tatapan tidak mengerti. Garis kebingungan di dahinya jelas terlihat. Itachi tersenyum tipis membuat kedua manik safir Naruto membulat. Ia tidak pernah menyangka bahwa sosok yang dulunya ia anggap penjahat kelas atas itu bisa tersenyum, dan ia yakin bahwa senyum itu adalah senyum yang tulus.

"Kau adalah gadis yang berbeda. Kau bisa memahami luka dan penderitaan seseorang dengan sangat baik, Naruto," ujar Itachi. Naruto tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun. Lidahnya tiba-tiba kelu mendengar perkataan Itachi yang terdengar seperti pujian.

"Aku menceritakan ini bukan karena aku ingin membuatmu bersimpati padaku, tapi karena aku percaya padamu." sambung pria itu lagi dengan ekspresi wajah yang semakin melembut

"Percaya padaku?" beo Naruto, kebingungan.

Itachi mengangguk pelan.

"Hanya kau yang bisa menyelamatkan Sasuke setelah aku tidak ada,"

Naruto tidak tahu dari mana asal angin yang tiba-tiba berhembus menusuk seluruh tulang belulang dan menimbulkan rasa perih yang kemudian berkumpul di dadanya . Bola matanya yang seindah samudera itu membulat, terkejut. Apa maksud perkataan Itachi barusan? Kenapa Itachi mengatakan hal seperti itu seolah-olah ia akan pergi jauh?

Bunyi decitan kursi yang beradu dengan lantai menarik kembali kesadaran Naruto yang sebelumnya sibuk memikirkan maksud perkataan Itachi. Sosok pria itu kini berdiri menjulang tinggi di hadapannya.

"Beristirahatlah agar lukamu tidak bertambah parah." Itachi berbalik berniat untuk keluar dari ruangan itu sebelum suara Naruto menghentikan langkahnya yang hanya tinggal beberapa centi lagi untuk menjangkau pintu. Kepalanya menoleh hingga ia bisa melihat si pirang melalui bahunya.

"Itachi," Suara Naruto pelan. "...terima kasih." lirihnya.

Tubuh Itachi menghilang di balik pintu disusul bunyi debaman pelan. Naruto menghela napas pelan. Matanya lalu tertuju ke lilin yang menyala di sudut ruangan. Itachi seperti lilin, ia menjadi penerang jalan bagi seseorang yang berada di kegelapan. Namun cahayanya yang begitu temaram, sehingga terkadang seseorang yang ia terangi tersesat dan terjatuh.

Dengan pelan ia membaringkan tubuhnya yang terasa semakin lelah. Langit-langit usang kini menjadi pemandangan yang paling indah untuk dilihat. Sasuke, Itachi dan fakta di balik pembantaian klan uchiha benar-benar membuat seluruh tubuhnya terasa sakit, mengapa bisa serumit ini? Sasuke yang berniat membunuhnya, Itachi yang membongkar rahasia sebuah sejarah yang akan selalu dikenang dari generasi ke generasi, perang, pembunuhan, semua itu membuat dadanya berdenyut sakit.

Memikirkan semua itu membuatnya lupa bahwa saat ini semua teman-temannya sedang berusaha mencarinya. Naruto terlelap. Deru napasnya terdengar semakin teratur.

Diluar ruangan, Itachi menyandarkan punggung lebarnya di tembok dekat dengan pintu ruangan tempat Naruto beristirahat. Manik oniksnya sudah menatap ujung kakinya sendiri sejak ia keluar dari ruangan tersebut sekitar sepuluh menit yang lalu.

Perasaan bersalah menyeruak di dadanya. Naruto yang terluka hari ini adalah buah dari kebencian yang ia tanamkan kepada Sasuke. Ia tidak akan pernah lupa bahwa dirinyalah yang menyuruh Sasuke untuk membunuh orang terdekatnya agar bisa mendapat kekuatan Uchiha yang sebenarnya. Akan tetapi, baru-baru ini ia menyadari bahwa sekali lagi ia telah membuat dosa besar dengan mengorbankan Naruto sebagai target obsesi dendam Sasuke. Beban gadis itu sudah terlalu banyak, belum lagi gadis itu adalah salah satu target incaran akatsuki yang menginginkan bijuu yang ada dalam tubuh Naruto.

Sial!

Itachi meninju tembok hingga tercipta beberapa retakan. Pria itu kemudian berjalan meninggalkan ruangan Naruto dan menghilang diujung lorong yang gelap.

...

Tsunade membaca isi gulungan yang dibawa oleh salah satu anjing ninja milik Kakashi dengan wajah mengeras. Detik berikutnya meja yang biasa ia gunakan untuk menjalankan tugasnya sebagai hokage, hancur berkeping-keping dalam satu pukulan. Shizune yang berdiri tidak jauh dari Tsunade, beringsut mundur karena terkejut dengan reaksi sang hokage setelah membaca gulungan itu.

"Keparat!" umpat Tsunade dengan wajah murka. Dadanya yang berukuran besar untuk wanita berumur seperti dirinya, naik turun akibat napasnya yang memburu.

"Tsu..Tsunade-sama, apa yang terjadi?" tanya Shizune dengan suara tercekat. Aura sang hokage benar-benar sedang tidak baik.

Bukannya menjawab, Tsunade malah melotot tajam dengan gigi yang bergemelutuk keras. Shizune mengutuk mulutnya yang lancang. Kunoichi yang merangkap jabatan sebagai pendamping hokage itu hanya bisa berdoa semoga hari ini ia tidak berakhir di rumah sakit karena amukan sang Hokage.

"Naruto diserang," ujar Tsunade. Wajahnya terlihat begitu marah.

"Diserang?" ulang Shizune memastikan.

"Bocah sialan itu," geram Tsunade dengan tinju yang semakin menguat.

Karena didorong rasa penasaran, Shizune sudah tidak peduli lagi dengan kemarahan Tsunade. Ia kemudian menurunkan Ton Ton dari gendongannya dan mengambil gulungan yang dikirim oleh Kakashi melalui anjing ninjanya. Kini wanita bersurai hitam pendek itu mengerti apa yang membuat Tsunade begitu marah. Dalam gulungan tersebut, Kakashi menjelaskan bahwa semalam Naruto diserang oleh Sasuke dan hampir saja membunuh gadis itu dengan mengarahkan chidori kearah jantung si pirang. Untung saja, chidori tersebut tidak langsung mengenai titik vitalnya hingga Naruto bisa selamat. Namun, kabar yang lebih buruknya adalah, Naruto menghilang setelah mendapat perawatan medis di rumah sakit Suna tanpa jejak dan petunjuk sama sekali.

"Tsunade-sama, jangan-jangan..." Shizune mengalihkan pandangannya dari gulungan yang dikirim Kakashi dan menatap Tsunade khawatir.

Tsunade menggigit kuku jempolnya hingga patah. Ia tahu persis apa yang hendak Shizune katakan. Ia benci mengakui bahwa kekhawatiran Shizune sama dengan kekhawatirannya. Ia tidak menyangka bahwa Akatsuki bisa bergerak scepat itu.

Sial, seharusnya ia mendengar perkataan Jiraiya sebelumnya, sesal Tsunade dalam hati. Kepalanya kini benar-benar berdenyut sakit.

"Kabari Jiraiya secepatnya dan kirim perintah kepada Tim Kakashi untuk mencari keberadaan Naruto sampai dapat!" perintah Tsunade dengan tegas. Shizune dengan sigap langsung melaksanakan perintah sang hokage tanpa banyak bertanya.

Beberapa anbu langsung masuk ke kantor hokage saat mendapat panggilan sang hokage. Kemudian Tsunade menjelaskan misi para anbu yang ia pilih itu. Setelah mendengarkan detail misi yang dimandatkan kepada mereka, para anbu tersebut langsung bergerak dengan cepat tanpa mengulur waktu.

Di Suna, Kakashi dan shinobi Konoha yang lain baru saja menerima surat yang di kirim oleh hokage. Setelah membaca isi surat tersebut yang merupakan sebuah perintah untuk menemukan Naruto secepatnya, Kakashi lalu menyampaikan hal tersebut kepada Gaara yang sudah resmi menjabat sebagai kazekage.

"Beberapa shinobi Suna juga akan ikut membantu kalian mencari Naruto," ujar sang Kazekage. Wajahnya yang biasanya minim ekspresi terlihat khawatir.

Kakashi mengangguk. "Terima kasih atas bantuanmu, Kazekage-sama. Hokage-sama juga sudah mengirim beberapa Anbu untuk mencari Naruto," sahutnya. Pria berambut perak itu mengulas senyum tulus di balik maskernya.

Naruto sudah menghilang sejak tadi malam dan mereka tidak punya petunjuk apa-apa. Tanpa mengulur waktu lebih lama, pagi ini para shinobi konoha bergegas untuk mulai mencari jinchuriki Kyuubi itu sebelum matahari semakin meninggi.

...

Kedua kelopak mata Naruto mengernyit. Perlahan kelopak berwarna coklat karamel itu terbuka hingga menampilkan sepasang iris sebiru langit musim panas. Beberapa kali ia mengerjap untuk membiasakan matanya dari cahaya yang terasa sedikit silau. Tempat yang asing, itulah yang terbesit dalam pikirannya. Ia kemudian terdiam cukup lama. Lalu otaknya mulai bereksplorasi. Mengingat sebuah cerita yang ia dengarkan dari mulut seseorang yang seharusnya ia hindari. Naruto menghela napas lalu mendudukan diri dengan pelan. Tangan kanannya bergerak pelan meraba dada kirinya yang terluka. Masih terasa nyeri, namun sepertinya luka itu sudah menutup. Gadis itu mengintip dadanya sendiri melalui celah kerah bajunya.

Pintu terbuka meembuat kepala gadis itu bergerak secara reflek. Sosok Itachi berdiri diambang pintu dengan wajah tanpa ekspresi. Naruto bergeming. Sedikit terpesona melihat kakak sahabatnya itu. Mungkin inilah kali pertama ia melihat Itachi dewasa tanpa jubah bercorak awan merahnya. Secara fisik, Itachi sangat mirip dengan Sasuke.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Itachi seraya melangkah kearah gadis pirang itu.

"Sudah lebih baik," sahut si pirang.

Itachi mengangguk paham. "Kau harus kembali. Aku yakin teman-temanmu sudah begitu mengkhawatirkanmu,"

Naruto menundukkan wajahnya.

"aku pikir juga begitu." balas si pirang serak. Ia kemudian mulai menurunkan kakinya ke lantai. Kernyitan muncul di dahinya merasakan hawa dingin yang tiba-tiba terasa menusuk telapak kakinya.

"Kau bisa berjalan?" tanya Itachi yang hendak menangkap tubuh Naruto yang sedikit limbung karena merasa pusing. Namun gadis pirang itu memberi kode dengan mengarahkan telapak tangannya ke Itachi dan mengatakan ia baik-baik saja. Itachi kemudian menyampirkan jubah yang ia pegang ke bahu Naruto dan menyodorkan punggungnya.

"Naiklah," perintah Itachi.

"Hah?" Naruto menganga lebar.

"Naiklah, kau harus segera kembali sebelum akatsuki tahu kau ada di sini." Sekali lagi si sulung Uchiha itu memerintah tanpa tahu bagaimana ekspresi wajah yang kini di tampakkan oleh si pirang.

Dengan ragu-ragu, Naruto naik ke punggung lebar Itachi. Kedua tanganya ia kalungkan ke leher pria itu. Naruto hanya berharap Itachi tidak merasakan debaran jantungnya yang tiba-tiba tidak bersahabat. Itachi kemudian berdiri dengan mudah. Ia tidak menyangka tubuh Naruto seringan ini. Berbeda saat ia menggendongnya semalam.

...

Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Itachi maupun Naruto. Hanya terdengar suara dedaunan kering yang terinjak oleh kaki Itachi.

"Itachi," panggil Naruto pelan. menoleh sebentar sambil bergumam sebagai sahutan. Naruto memalingkan wajahnya. Sejujurnya ia sedikit merasa tidak nyaman. Wajah Itachi terlalu dekat. "Turunkan aku, aku akan berjalan dari sini," ujar Naruto.

Baru saja Itachi akan berhenti dan menurunkan gadis itu, ia merasakan sebuah chakra yang cukup besar mendekat kearahnya dari arah belakang. Itachi tahu persis siapa pemilik chakra itu.

"Naruto.." panggil Itachi pelan.

Naruto menoleh. "Ada apa?" sahutnya.

Mata Itachi berubah menjadi merah.

Deg!

Tiba-tiba Naruto merasa dadanya seperti dihantam dengan kuat. Matanya membulat dengan mulut yang terbuka untuk menarik napas sebanyak-banyaknya. Perlahan kesadaran gadis itu mulai menghilang dan akhirnya pingsan di bahu Itachi.

"Maaf, Naruto!" Pria itu bergumam. Ia lalu membawa Naruto ke semak dan membaringkan si pirang dengan hati-hati. Ia baru saja menggunakan genjutsu untuk membuat kesadaran Naruto menghilang. Tidak lupa ia membuat sebuah kekkai untuk melindungi Naruto dan membatasi jangkauan hawa chakra gadis itu. Jubah yang sebelumnya di kenakan oleh Naruto ia ambil kembali dan memakaikan jubah itu ke tubuhnya.

Sasuke berhenti dan berjongkok di dahan kayu kokoh dan menatap sosok yang berdiri hadapannya. Wajahnya yang datar seketika mengeras. Dengan gerakan cepat, ia melempar beberapa shuriken ke arah sosok itu. Sayangnya, shuriken-shuriken itu berhasil ditepis dengan mudah, hanya dengan menggunakan sebuah kunai.

Sasuke mendecih.

"Lama tidak berjumpa, Sasuke." ujar sosok itu dengan wajah datar.

Sasuke mengepalkan tinjunya. Ia merasa sangat muak mendengar kalimat sok akrab itu. Sosok yang kini berdiri dihadapannya adalah kakak kandungnya sendiri yang sangat ingin ia bunuh untuk membalaskan seluruh dendam dan kebenciannya.

"Jangan bicara seolah kau merindukanku. Kau membuatku semakin ingin mengirimmu ke neraka!" balas Sasuke dengan wajah sinis.

Sasuke langsung melesat kearah Itachi setelah mengeluarkan katananya. Dengan wajah yang begitu murka, Sasuke menebaskan katanya secara horizontal berniat membelah tubuh Itachi menjadi dua. Bunyi besi yang beradu terdengar begitu nyaring. Itachi menggunakan kunai untuk menahan katana Sasuke. Sasuke mendecih kesal lalu melompat mundur dan hanya berselang beberapa detik, ia kembali melayangkan katananya ke tubuh Itachi. Itachi hanya menghindar tanpa memberikan perlawanan berlebih.

Keduanya kemudian saling beradu pukulan dan tak lupa bunyi dentingan katana Sasuke yang bergesekan dengan Kunai Itachi. Lalu mereka mundur dan terpisah sekitar lima meter. Sasuke dan Itachi membuat segel secara bersamaan.

"Katon: Gokakyu no Jutsu!"

Itachi dan Sasuke menyemburkan bola api raksasa hingga kedua bola api itu saling beradu hingga terjadi sebuah ledakan. Setelah efek ledakan itu reda, dua buah shuriken mengarah ke tubuh Itachi. Pria itu segera menghindar. Namun sayangnya, shuriken itu memang tidak mengincar tubuh Itachi. Sasuke bergerak dengan cepat sehingga benang yang berasal dari dua shuriken yang ia lemparkan segera melilit tubuh Itachi.

Sasuke menyeringai melihat Itachi sudah tidak bisa bergerak. Itachi terlihat berusaha memutus benang yang melilit tubuhnya dengan kuat. Sang adik langsung membuat segel dan detik berikutnya tangan kanannya kini dialiri chakra listrik.

"Chidori!"

Sasuke melesat dan mengarahkan chidorinya tepat ke jantung Itachi. Ia berhasil menembus dada Itachi hingga si sulung uchiha itu terbatuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya. Sasuke menyeringai dengan mata merah yang diselimuti dengan nafsu membunuh yang menggebu-gebu. Namun seringainya menghilang begitu saja saat tubuh Itachi yang sudah ia lubangi itu berubah menjadi sekumpulan gagak yang kemudian berterbangan.

Dari atas kepala Sasuke, Itachi menghantam sang adik dengan kuat hingga tanah yang dipijaki Sasuke hancur.

"Ku pikir kau sudah kuat, tapi ternyata kau masih adikku yang bodoh." cibir Itachi yang berdiri menjulang dengan kaki yang menginjak kuat leher adiknya sendiri.

Set!

Sebuah katana berhasil menembus dada Itachi dari belakang. Mata pria bersurai hitam panjang itu membulat. Sasuke yang ia injak kini berubah menjadi batang kayu.

"Dan ku pikir kau hebat. Tidak ku sangka kau juga tertipu oleh jurus pengganti itu," balas Sasuke sinis. Ia semakin mendorong katananya hingga semakin mengiris daging Itachi. Darah pria itu menetes melewati ujung katana.

Lagi-lagi, tubuh Itachi berubah menjadi sekumpulan gagak dan beterbangan.

Sasuke menggeram murka melihat sosok Itachi berdiri tidak jauh di hadapannya.

"Sialan!" raungnya sambil berlari kearah Itachi dan lagi-lagi hendak menebaskan katananya.

Ting!

Bunyi dentingan terdengar. Mata Sasuke membulat. Begitupun dengan Itachi. Di antara kedua uchiha itu kini berdiri seorang gadis pirang dengan wajah meringis, berusaha menahan katana Sasuke dengan kunai yang ia ambil dari sisa pertarungan duo uchiha.

"Naruto?" gumam Itachi terkejut. Bagaimana mungkin Naruto bisa terlepas dari genjutsu yang ia buat.

Tidak hanya Itachi yang terkejut, Sasuke juga tidak kalah terkejut. Ia tercengang melihat gadis yang seingatnya sudah ia bunuh semalam kini berdiri dihadapannya dan menghalangi dirinya untuk membunuh si penjahat, Uchiha Itachi. Wajah Naruto terlihat begitu berubah. Terdapat tanda berwarna jingga di kelopak mata gadis itu, serta mata biru yang digantikan dengan mata yang berwarna kuning keemasan dengan garis vertikal.

"Senjutsu?" Itachi bergumam tidak percaya. Ternyata Naruto berhasil menguasai jurus level atas itu dengan sangat baik, pikirnya.

"Menyingkir!" Sasuke menggeram. Giginya bergemelutuk dengan keras.

"Sasuke, hentikan!" teriak Naruto lantang. Pangkal hidungnya terlihat mengkerut.

"Diam—"

Sasuke menoleh ke arah utara hutan. Begitupun dengan Itachi dan Naruto. Naruto yang kini berada dalam sennin mode bisa merasakan beberapa orang mendekat dengan jumlah cakra yang besar.

"Aku akan menunggumu di kuil terlarang Uchiha, Sasuke!" ujar Itachi. Kemudian tubuhnya berubah menjadi sekumpulan gagak yang berterbangan.

Sasuke mendecih keras. Matanya melotot memandangi gagak yang menghilang di udara satu-persatu.

'Brengsek!" umpatnya. Matanya kemudian menatap tajam Naruto yang masih berada di hadapannya. Tanpa ragu, ia kemudian menendang perut gadis itu hingga jatuh tersungkur.

Naruto terbatuk sambil memegangi perutnya. Ia mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya akibat tendangan kuat dari Sasuke.

"Berhenti mencampuri urusanku, karena aku tidak akan segan-segan untuk mengirimmu juga ke neraka!" ancam Sasuke. Wajahnya terlihat tidak main-main.

Naruto bangkit dan tanpa ragu berjalan kearah Sasuke dengan tangan yang terkepal kuat. Kedua tangan gadis itu lalu menarik kerah hakama yang di gunakan si uchiha keras sehingga wajahnya kini tepat berada di depan wajah Sasuke.

"Kau ingin aku takut dengan ancamanu itu, hah?" raung Naruto. Kedua iris matanya yang sudah kembali seperti semula melebar dengan air mata yang menggenang di sekitar sudutnya. "aku bahkan sudah hampir merenggang nyawa!" lanjutnya sambil menghentakkan tubuh Sasuke. Cengkraman tangannya di kerah hakama pemuda itu semakin mengeras.

"Aku benar-benar sangat ingin membunuhmu!" dengus Sasuke tepat di depan wajah Naruto.

Si pirang mematung dengan mulut yang sedikit terbuka, terkejut.

"Kenapa Sasuke? Kenapa?"

"Aku sangat membencimu. Kau adalah orang yang sangat dekat denganku. Bersikap sok peduli tentangku, tentang rasa sakitku, padahal kau tidak tahu apa-apa. sejak awal kau tidak punya siapa-siapa, bagaimana bisa kau bersikap seolah kau mengerti tentang penderitaanku, hah?"

Sasuke meraung murka. Perlahan cengkraman Naruto melonggar, ia membiarkan kedua tangannya terjatuh dan menggangtung bebas di sisi tubuhnya.

"Berhentilah mengejarku!"

Tubuh Sasuke menghilang digantikan asap tebal berwarna putih. Naruto mematung dengan wajah yang menunduk dalam. Tubuhnya kemudian jatuh terduduk akibat kakinya yang tiba-tiba melemas seakan seluruh tulangnya meleleh. Rasa sakit di dadanya semakin membuncah tak karuan hingga ia kesulitan bernapas. Bulir keringat sebesar biji jagung yang keluar dari pori-pori jatuh melintasi pipinya.

"Naruto!"

Naruto mendongak saat samar-samar mendengar seseorang meneriakkan namanya dari kejauhan. Pandangannya mengabur akibat rasa sakit yang begitu menyesakkan dadanya. Sosok itu semakin mendekat dan segera menahan tubuh Naruto yang akan terjatuh.

"Naruto!"

"Sa-suke?"

.

.

.

.

.

.

.

Bersambung!

Hello, maaf baru muncul lagi :')

Tugas kuliah menggunung. Penelitian sana-sini. Semester ini berat banget, banyak kegiatan outdornya :"" padahal pengen cepet-cepet wisuda, tapi berat banget ya God :" eh, maaf jadi curhat lol XD

Btw, thanks buat yang udah mendukung ff ini. Makasih baaanyaaak :*

Buat yang udah review, follow, fav, dan read it, Thanks yaaa. Maaf, ceritanya makin ngawur. Adegan battlenya kacau :"" maklum, ga pernah battle /eh?

Ada yang nanya: yang di maksud target oleh Sai, itu Naru ya? Jawabannya bukan, hehe. Target Sai kan Sasuke :D

Sekali lagi makasih banyak. Dan maaf karena updatenya ngareeeeet T-T

Salahkan kuliah yang membuat saya jadi tidak produktif :""

SELAMAT PUASA YAA MINNA-SAN!

Oke, see ya next chap or at my other ff :*