Kris berjalan cepat menelusuri lorong asrama selatan, Tao berada dalam gendongannya bersimbah darah. Beberapa murid penghuni asrama selatan terlihat kaget saat melihat Kris menggendong Tao, beberapa bahkan ada yang tergoda dengan bau darah tunangannya itu. Tapi tak ada yang berani mendekat saat Kris menguarkan aura mencekam yang sangat menakutkan, mereka mundur teratur tak ingin membuat masalah dengan vampire berdarah murni itu.

BRAKK

Pintu itu tertutup dengan suara keras, Tao masih memeluk leher Kris dengan erat saat pemuda tampan itu membawanya ke kamar pribadinya. Kris sendiri hanya berdiri, bertahan dalam posisinya menjaga Tao yang masih gemetar.

" Kau baik-baik saja ? "

Hanya pelukan erat yang menjadi jawaban atas pertanyaan Kris. Pemuda tampan itu tak bersuara lagi, dia memilih berjalan perlahan menuju tempat tidurnya. Tao dibaringkannya dengan lembut di atas tempat tidurnya, gadis manis itu terlihat sangat kacau. Air mata membasahi pipinya, wajahnya terlihat begitu pucat dan tubuhnya yang tidak berhenti bergetar.

Tao mencengkram lehernya yang bersimbah darah, bau darah dan kenangan akan sosok menakutkan Sehun seolah menariknya kembali ke masa lalu. Kenangan yang dilupakannya, genangan darah orang tuanya dan sosok bermata merah.

" Tao lihat aku ! " Kris menarik wajah Tao dan membiarkan gadis manis itu menatapnya.

" Kau baik-baik saja ? " Kris bertanya lagi dengan lembut.

Tao menggelengkan kepalanya. " A-aku.. "

Tao kembali terisak, berusaha baik-baik saja namun nyatanya kenangan yang dilupakannya seolah-olah mendobrak jauh ingatannya hingga membuatnya bingung. Kris menahan kedua pipi Tao dan membuat gadis itu menatapnya kembali.

" Tidak, kau baik-baik saja. Lihat aku Tao.. "

Tao menatap manik mata Kris yang berwarna merah, raut khawatir terpancar dari manik berwarna mengerikan itu. Kris menarik Tao dalam rengkuhannya, mengungkung tubuh semapai itu dalam perlindungannya. Tao membalas pelukan Kris yang terasa hangat, melingkarkan tangannya di leher pemuda tampan dan membenamkan wajahnya di pundak lebarnya.

Keduanya hanya diam menikmati pelukan masing-masing, membuat seolah-olah waktu telah berhenti. Padahal Tao tidak menggunakan kekuatannya sama sekali. Tao terbuai dengan wangi kuat tubuh Kris yang seolah-olah membungkus seluruh tubuhnya, membuatnya terlena hingga tanpa sadar jika kini manik sehitam malamnya telah berubah menjadi merah kelam.

" Ahh.. "

Kris mendesah pelan saat Tao membenamkan taringnya diperpotongan lehernya, berusaha menghisap darah pemuda tampan itu. Kris membiarkan darahnya dihisap begitu saja oleh Tao, tangannya mengelus pelan kepala gadis manis itu mencoba menenangkannya agar tidak terlalu buru-buru menghisap darahnya.

" Tidak apa-apa Tao, aku disini bersamamu. "

Tao mengeratkan pelukannya pada leher Kris tanpa melepas taringnya, merasa tenang dan nyaman ketika Kris masih dengan lembut mengelus kepalanya. Setelah berapa lama dan merasa jika sudah cukup dia menghisap darah Kris,Tao menarik kembali taringnya dengan perlahan. Manik merahnya memperhatikan bagaimana luka bekas taringnya di perpotongan leher Kris pelan-pelan menghilang, kemampuan regenerasi vampire yang luar biasa.

" Sudah cukup ? " Kris bertanya pada Tao.

Tao hanya menatap wajah rupawan pemuda itu tanpa mau menjawab pertanyaannya.

" Jika belum cukup kau bisa menggigitku lagi. "

Tao hanya mengedipkan matanya sebagai respon, manik merahnya perlahan kembali menjadi sehitam malam. Tao membencinya, membenci Kris atas semua perlakuan pemuda tampan itu padanya meskipun Tao menolaknya begitu kejam namun Kris masih saja bersikap lembut padanya dan Tao semakin membencinya saat tahu jika dia tidak bisa bergantung pada siapun selain Kris.

Manik merah Kris pun kembali ke warnanya semula, sepasang panca indra itu tidak mau lepas memandangi wajah Tao apalagi manik sehitam malam itu yang juga balas memandangnya. Refleks, tangan Kris naik dan mengusap pipi si gadis manis, Tao menutup mata menikmati perlakuan Kris padanya. Pandangan Kris beralih pada bibir kucing Tao yang berwarna merah karena bercak darahnya.

" Bolehkan ? " Kris meminta izin, menatap langsung manik mata itu. Tao tak menjawab, dan Kris mengartikannya sebagai persetujuan.

Kris menurunkan wajahnya dengan perlahan, mengeleminasi jaraknya dengan Tao dan mempertemukan kedua bilah itu. Tao tak melepaskan pandangannya dari si pemuda tampan saat Kris memberikan sebuah ciuman padanya, mulanya Kris hanya menempelkan bibir keduanya lalu lidah itu menjilat pelan sisa darah di bibirnya dan tanpa keduanya sadari ciuman itu berubah menjadi ciuman yang dalam, Kris melumat bibirnya dan Tao membalasnya begitu saja.

Keduanya berusaha saling mendominasi ciuman itu, dan Tao akan selalu menjadi pihak yang kalah, berakhir membiarkan Kris melakukan apapun. Ciuman Kris turun, bibir pemuda tampan itu kini menelusuri rahang si gadis manis dan semakin turun ke perpotongan lehernya, Tao menengadahkan kepalanya memberikan Kris akses untuk menelusuri lehernya.

" Nghh.. " Tao menahan desahannya saat lidah Kris menjilati lehernya yang bersimbah darah, leher itu tak menunjukan jika Sehun pernah mengoyaknya karena lukanya sudah sembuh berkat kemampuan regenerasi vampire, yang tersisa hanya darahnya yang kini dijilati oleh Kris.

Tao meremas rambut Kris, menariknya kuat menyalurkan perasaan aneh saat Kris membubuhkan sebuah tanda di lehernya. Pemuda tampan itu kembali memandang Tao, menelusuri wajah yang begitu dikaguminya.

" Tao, aku tak akan berhenti meskipun kau berusaha menghentikanku. "

Setelah mengatakan hal itu Kris kembali mempertemukan bibir keduanya tanpa mau mendengar jawaban yang Tao lontarkan.

-- Bloody Rose --

Sehun membiarkan air yang turun dari shower membasahi seluruh tubuhnya yang masih berbalut seragam, dia perlu mendinginkan kepalanya karena kejadian tadi. Bodoh, dia memaki dirinya dirinya sendiri dalam diam. Sehun merasa jadi orang paling tolol di dunia karena sudah melukai Tao, masih segar diingatannya saat gadis itu menatapnya tak percaya seolah dirinya adalah monster yang menakutkan.

Harusnya dia bisa mengendalikan dirinya, harusnya pil darah saja sudah cukup namun dia terlalu egois untuk menerima dirinya yang sekarang. Sehun membencinya, dia hanya ingin kembali ke kehidupannya yang dulu sebagai manusia biasa.

" AAAH... "

Sehun berteriak seraya memukul tembok di depannya, keramik itu retak hingga beberapa serpihan terjatuh dan terbawa aliran air ke lubang pembuangan. Sehun menatap tangannya dan alangkah terkejutnya saat tangan itu dipenuhi oleh darah, dia tersentak saat merasa jika air yang jatuh membasahi dirinya kini berubah warna menjadi merah.

" Tidak mungkin. "

Sehun menggelengkan kepalanya tak percaya dan saat kembali melihat tangannya, tak ada darah sama sekali. Tubuhnya bergetar, Sehun mencengkram rambutnya kasar dan tubuh itu akhirnya jatuh terduduk di bawah siraman air yang masih terus mengalir. Ingatan mengerikan itu memenuhi kepalanya hingga membuatnya gemetar.

-- Sehun, 14 tahun --

Sehun menikmati kehidupannya, dia punya teman dan orang-orang yang menyayanginya meskipun tinggal di panti asuhan. Dia bersekolah seperti biasa dan berbaur dengan teman-temannya sebelum sore itu saat dia mendapatkan tugas untuk membeli keperluan panti yang disuruh ibu panti yang cerewet namun baik. Sehun berjalan santai menelusuri trotoar seraya memperhatikan daftar belanjaan yang ibu panti berikan untuknya.

Langkahnya terhenti saat ada 3 orang pria asing yang menghalangi jalannya, Sehun menatap ketiganya dengan ngeri karena mereka terlihat tidak seperti manusia. Mata mereka berwarna merah dan gigi taring terlihat disela seringaian yang mereka berikan untuknya.

" Si-siapa kalian ? " Sehun bertanya dengan terbata.

" Sudah sekian lama, akhirnya kita menemukannya. " Pria yang berada di tengah berujar.

Sehun mundur perlahan, instingnya memberitahu jika 3 pria itu berbahaya dan hanya satu cara yang ada dalam pikirannya —lari. Sehun berbalik dan hendak berlari namun sayangnya pria tengah yang sebelumnya buka suara sudah ada dihadapannya dalam sekejap.

" Berpikir untuk lari ? " tanya pria itu.

Sehun tercengang, bagaimana bisa dia sudah ada dihadapannya ?

Dua pria di belakangnya hanya terkekeh meremehkan.

" M-mau apa kalian ? "

" Sudah terlalu lama membuang waktu, cepat bunuh dia ! " pria di belakang Sehun berseru.

Pria di depan Sehun menyeringai menakutkan, dia mengangkat tangannya dan menggerakan jari-jarinya. Sehun menatap ngeri saat kuku jari pria itu memanjang, kuku tajam itu membuatnya bergetar ketakutan.

" Tanpa kau suruhpun aku akan membunuhnya. "

Pria itu menyerang Sehun dengan kuku tajamnya, tapi Sehun sempat berkelit hingga kuku tajam itu tidak mengenainya. Sehun akhirnya memilih lari menuju gang sempit di sebelah kirinya, kakinya berlari dengan kecepatan penuh hingga pemuda itu tidak menghiraukan apapun dihadapannya. Berulang kali Sehun bertemu persimpangan, dan dia hanya memilih jalan menurut instingnya. Pria-pria itu tidak terlihat mengejarnya, tapi Sehun yakin jika dirinya belum aman. Pria-pria aneh itu jelas-jelas bukan manusia dan dia tidak boleh lengah begitu saja.

Sehun kembali berbelok di persimpangan, namun langkahnya terhenti karena 3 pria aneh yang kini sudah ada di hadapannya.

" Sudah lelah ? "

" Aku muak bermain-main denganmu. "

Pria tengah yang selalu banyak bicara mencekik leher Sehun, mengangkat tubuh pemuda itu beberapa kaki dari tanah.

" Kkk.. Leph-as.. " Sehun berontak berusaha melepaskan tangan yang mencekiknya.

Kaki Sehun menendang ke sembarang arah, berusaha melepaskan tangan yang semakin menyumbat jalur nafasnya. Mata sehun membulat tak percaya saat dirinya terbang begitu si pria melemparkannya dengan kuat.

BRAAKK

Tubuh lemahnya berbenturan dengan tembok, sangat keras hingga Sehun rasa lebih baik dirinya mati saja. Tubuhnya jatuh terkurap, dengan terbatuk-batuk Sehun berusaha bangkit.

" Uhuk.. Uh-uk.. " darah merah kental keluar dari mulutnya.

" Ah sayang sekali, kau tidak terlalu kuat melemparnya. " ketiga pria itu mendekatinya yang sudah tidak berdaya.

" Kali ini aku akan benar-benar membunuhnya. "

Si pria tengah menujukan kuku tajamnya, tubuh Sehun dibalikan dengan kasar hingga membuatnya meringgis kesakitan.

" Tenyata begitu mudah untuk melenyapkannya. " pria aneh yang satunya menginjak dada Sehun dengan keras.

" Nghhh.. Akh.. " Sehun berusaha menyingkirkan kaki si pria aneh namun itu hanya sia-sia karena justru dirinya yang semakin meringis kesakitan.

" Ada kata terakhir nak ? "

Sehun bahkan tak sanggup mendengar pertanyaan si pria tengah, hingga rasa sakit yang luar biasa itu menghantam dadanya —tepat di jantungnya. Sehun terbelalak, kuku tajam si pria tengah sudah mencabik dada sebelah kirinya. Basah terasa dibagian dada yang terkoyak itu, aliran merah tak berhenti mengalir bahkan setelah si pria tengah menarik kembali tangannya.

Si pria tengah tersenyum puas, menatap jari-jari tangannya yang berlumuran darah sebelum menjilatnya —mengecap rasa darah Sehun. " Rasa darah murni memang berbeda. "

" Haruskan aku menghiap darahnya sebelum mati ? "

Pandangan Sehun mulai mengabur, rasa sakit di tubuhnya kini tak lagi terasa. Tubuhnya kini terasa melayang dan ringan, manik matanya bergulir pelan menatap 3 pria aneh yang masih memperhatikannya yang akan meregang nyawa. Raut wajah ketiga pria aneh itu seketika berubah ngeri sebelum tubuh ketiganya terbakar dan menjadi abu dalam sekejap.

Sehun melihatnya, ada beberapa orang yang menghampirinya setelah 3 pria aneh itu musnah.

" Mereka melukainya. " seorang pria memeriksa keadaan tubuhnya dengan hati-hati, pancaran matanya menatap ngeri pada luka di dadanya.

" Anda harus menyelamatkannya. " pria itu berkata pada sosok tinggi yang sedang menatap tubuh Sehun yang bersimbah darah.

" Aku tak punya cara lain, tapi akan aku coba. "

Sosok tinggi itu berjongkok, meraup Sehun dalam rengkuhannya. Mata setajam musang itu menatap Sehun dengan sedih. " Shixun, maafkan aku karena melanggar janjiku pada orang tuamu. "

Sosok itu menunjukan gigi taring dan mata merahnya sebelum menancapkan gigi tajam itu di perpotongan leher Sehun.

" Arghh... " Sehun meraung kesakitan saat gigi tajam itu mengoyak lehernya, tubuhnya ingin berontak tapi apa daya tubuh yang nyaris sekarat itu tak bisa melakukan apapun.

" Tuan Yunho.. "

Sosok tinggi yang menggigit Sehun itu ternyata Yunho —Ayah Kris. Yunho melepaskan gigitannya, mengelus wajah Sehun yang pucat pasi.

" Tuan Yunho.. A-apakah ? "

" Tidak, aku akan memberikannya darahku. "

Yunho mengiris nadi tangan kirinya menggunakan kukunya sendiri, membiarkan aliran merah berlomba-lomba keluar dari luka yang dibuatnya. Yunho meletakan tangannya yang berdarah di depan bibir Sehun, dengan hati-hati membantu kepala pemuda itu agar tetap diam. Darah yang mengalir dari luka yang dibuat Yunho masuk perlahan kedalam mulut Sehun, tenggorokan Sehun bergerak pelan saat menelan darah Yunho.

Luka menganga di dada Sehun perlahan menutup sendiri dan akhirnya menghilang, menyisakan robekan dari baju yang basah karena darah.Yunho mengangkat tangannya setelah tidak merasakan Sehun menelan darahnya lagi, meletakan tubuh pemuda itu dengan pelan di tanah dan menunggu respon yang diberikannya.

Orang-orang di belakang Yunho menunggu dengan was-was seraya terus memperhatikan apa yang akan terjadi. Yunho mengelus sayang rambut Sehun lalu tersenyum. Sehun membuka matanya, dengan manik mata yang kini berwarna merah.

" Shixun, selamat datang kembali.. "

-- Bloody Rose --

Bibir yang tak berhenti saling melumat, telapak tangan yang tak diam menyentuh setiap lekukan tubuh polos bak porselen, dan tatapan mata yang tak tak pernah lepas dari manik hitam si gadis manis.

Kris begitu terpaku, Tao begitu indah dan tak bisa digambarkan dengan apapun. Jari-jari panjang itu mencari celah berusaha membuka diri Tao hingga gadis itu mendesis lirih merasakan benda asing yang memasuki tubuhnya.

" K-Kris.. hh.. "

Kedua manik hitam Tao memanas, Kris masuk semakin dalam berusaha mengoyaknya dengan kenikmatan yang tiada terkira. Kris menciumnya lagi, melumat bibir kucingnya dengan lidah yang membelai halus. Menyalurkan perasaannya yang membuncah pada gadis manis itu.

" Tao, kau begitu cantik. Sangat cantik. " bisik Kris saat mengecup rahang Tao. Menghembuskan nafas panas di cuping telinganya hingga membuat seluruh tubuh Tao meremang akan sensasinya.

" Aku mencintaimu Tao, kau tahukah itu ? "

Tao memejamkan matanya, rasanya berat sekali setiap kali mendengar Kris mengucapkan kata-kata itu. Karena bagaimanapun Tao tak bisa menerima perasaan pemuda tampan pewaris utama klan darah murni itu, tapi kali ini Tao akan membiarkannya. Membiarkan Kris memiliki dirinya —hanya untuk kali ini saja.

Tao tahu ini salah, namun dia tak akan bisa menghentikan Kris setelah pemuda itu mengatakan jika dia tak akan berhenti lagi pula Tao juga tak ingin menghentikannya. Dia menikmatinya, perlakuan Kris pada tubuhnya. Biarlah dia memikirkan apa yang akan terjadi nanti, dia membutuhkan Kris dan tak bisa menyanggahnya begitu saja.

" S-ss.. Nghh.. "

Kedua paha Tao merapat, pinggulnya tersentak saat jari-jari Kris menyentuh titik kenikmatan dalam tubuhnya. Tubuh keduanya yang terus bergesekan menyisakan sensasi yang begitu menyenangkan, tidak dapat dipungkiri jika keduanya menyukainya.

Kris menarik jarinya dari dalam tubuh Tao, membiarkan Tao merasakan kekosongan. Peluh telah membasahi tubuh keduanya, membuat kulit keduanya berkilat eksotis ditambah pantulan cahaya matahari senja yang menerobos masuk dari kaca jendela.

" K-krisss.. "

Tao memeluk Kris begitu erat, menenggelamkan wajahnya diperpotongan leher pemuda tampan untuk meredam isakannya. Kuku jari Tao menancap kuat di punggung Kris yang lebar, meninggalkan luka cakaran yang cukup dalam dan beberapa tetesan darah.

Tao merasakannya, Kris mendobrak masuk membelah liangnya. Terasa panas, begitu menggebu hingga meluluhlantakan seluruh egonya dalam satu sentakan yang begitu dalam.

" Akh.. " Tao menjerit, menancapkan kukunya semakin dalam di kulit yang terkoyak.

Sangat sakit.

Terasa panas.

Tapi begitu nikmat.

" T-Tao-h.. "

Tubuh keduanya melebur menjadi satu, milik Kris membuat liang Tao terasa begitu penuh. Menggesek dindingnya yang berkedut hingga membuatnya tak bisa menahannya lagi.

" B-bergeraklah Kris. "

Kris mengusap peluh di pelipis Tao dengan begitu lembut. " Apa.. Aku menyakitimu ? "

Tao menggelengkan kepalanya, dia tak bisa menahan rasa nikmat yang telah membelegu tubuhnya. " T-tidak, ku mohon.. bergeraklah —"

Tao menatap langsung kedua manik Kris. " Ugh.. Lebih dalam.. "

Kris tak kuasa menolaknya, wajah manis yang begitu kacau itu tak bisa lagi membendung hasratnya yang sudah membumbung. Tao tersentak berulang kali ketika Kris terus menghujaninya dengan kenikmatan yang baru dirasakannya, seolah-seolah membawanya terbang begitu tinggi hingga bisa melihat bintang.

" Kris. " Tao berteriak begitu kencang, Kris bergerak begitu cepat namun teratur dan tepat.

Tao tak bisa menahannya lagi, ledakan afeksi dari kenikmatan yang Kris berikan membuat tubuhnya mengejang —meraih puncak gairahnya.

" Ah— T-Tao. "

Kris bergerak semakin cepat, seolah-olah berusaha meremukan Tao dari dalam. Membuat gadis itu menjeritkan namanya berulang kali dan melupakan puncak gairah yang baru direngkuhnya. Sebelum Kris memenuhi isi tubuh Tao dengan benihnya yang terasa begitu panas dan lengket, dia berbisik tepat di depan telinga si gadis manis.

" Tao —milikku.. "

-- Bloody Rose --

Mata merah itu berbeda, merahnya bukan merah yang biasa dimiliki para vampire. Tao kecil menatap langsung kedua mata itu, memandang si pemilik mata yang hanya diam menatap tubuh kedua orang tuanya yang telah tewas.

Tao kecil terdiam di tengah-tengah ruang keluarga yang berantakan, sebagian furniture hancur tak berbentuk. Darah tercecer dimana-mana bahkan gaun tidur Tao yang berwarna putihpun kini di penuhi oleh ceceran darah dari mayat kedua orang tuanya yang tergeletak tak jauh darinya.

" Umma.. Appa.. "

" Umma.. "

Tao kecil mengguncang tubuh ibunya namun dalam sekejap tubuh wanita cantik itu melebur menjadi debu, hanya menyisakan gaun tidurnya yang berlumuran darah. Tao kecil beralih pada ayahnya, dan yang tersisa hanya seonggok baju yang terkoyak disana-sini.

" Appa.. "

" Tidak, jangan tinggalkan Tao.. Umma.. Appa.. " gadis kecil itu terisak.

Sosok bermata merah itu berjalan pelan menghampiri Tao yang tengah menangis, air mata membasahi pipi si gadis kecil.

" Jangan menangis. "

Suara si pemilik mata merah mengalun, membuat Tao kembali menatapnya. Tao beringsut mundur berusaha menjauh dari si pemilik mata merah.

" Jangan takut. "

" Jangan takut.. Aku tak akan menyakitimu. " si pemilik mata merah berusaha menenangkan Tao.

" Tidak, jangan mendekat. Jangan.. " Tao menggelengkan kepalanya, memohon agar si pemilik mata merah tidak mendekatinya.

" Aku tak akan menyakitimu, tenanglah.. "

Seolah terhipnotis Tao menurut, dan berhenti bergerak mundur menghindari si pemilik mata merah.

" Benar, menurutlah karena aku tak akan menyakitimu. "

Si pemilik mata merah berjongkok di depan Tao, menatap wajah kacau gadis kecil yang baru saja kehilangan kedua orang tuanya —tidak, seluruh keluarganya. Tao terlihat ketakutan, matanya yang basah menatap awas si pemilik mata merah.

" Tao —maafkan aku. "

Tao direngkuh begitu kuat oleh si pemilik mata merah, menghujaninya dengan berjuta penyesalan atas apa yang telah dilakukannya. Tao tak bisa menahan tangisannya, isakan kencang memenuhi ruangan yang telah hancur lebur itu. Meninggalkan kesakitan yang begitu dalam karena kehilangan orang yang begitu dicintai.

" Aku akan melindungimu Tao, aku berjanji. "

Si pemilik mata merah menarik Tao bersandar di dadanya, berusaha meredam isakan menyakitkan si gadis manis. Membiarkan bajunya basah terkena air mata seraya terus mengelus lembut kepala Tao, memberikannya ketenangan dan perlindungan.

Cahaya berwarna ungu keluar dari tangan si pemilik mata merah yang mengelus kepala Tao, cahaya berpendar semakin terang saat si pemilik mata merah berbisik di telinga Tao.

" Ketika bangun nanti, kau akan melupakan seluruh kejadian malam ini dan tak mengingatnya sama sekali. Lupakan semuanya, hilangkan kejadian mengerikan ini dari ingatanmu. "

Dan Tao pun jatuh tertidur di pelukan si pemilik mata merah.

-- Bloody Rose --

Tao membuka matanya, yang pertama dilihatnya adalah dada bidang pemuda tampan yang kini tengah merengkuhnya. Dengan cepat mendudukan tubuhnya seraya menarik selimut menutupi tubuh polosnya, Kris yang tertidur ikut terusik akan apa yang Tao lakukan. Pemuda itu bangun dan menatap Tao yang kini tengah mengambil bajunya yang berserakan.

" Tao, kau bangun ? "

Tao menghentikan kegiatannya saat mendengar pertanyaan Kris, namun dengan cepat dia melanjutkannya tanpa menghiraukan pemuda yang menunggu jawabannya. Seragam yang masih berlumuran darah yang mulai mengering itu Tao pakai kembali dengan tergesa.

" Kau bisa menggunakan bajuku. " ujar Kris menawarkan.

" Tidak perlu. " sahut Tao singkat.

Setelah menggunakan bajunya, Tao turun dari tempat tidur tanpa berusaha memandang pemuda di sampingnya.

" Kau akan pergi ? " Kris menahan langkah Tao dengan pertanyaannya.

Tao terdiam, matanya memancarkan ketidakpercayaan yang begitu kentara. Berusaha memahaminya dan menyimpulkan sesuatu yang mengganggu pikirannya.

" Kau. "

Tao berbalik dan menatap Kris, matanya terlihat berkilat penuh amarah namun sekaligus terpancar kesedihan yang begitu mendalam. Kris diam —menunggu Tao melanjutkan kata-katanya.

" Saat kematian orang tuaku. Aku tahu kaulah pemilik mata merah itu. "

Kris sempat terkejut, matanya melebar namun dengan cepat dia kembali merubah mimik wajahnya menjadi datar. Tao meringis tak percaya, matanya terlihat berkaca-kaca.

" K-kaulah orangnya, pemilik mata merah yang menghilangkan ingatanku. "

Kris meremat selimut yang menutupi tubuh bagian bawahnya begitu kuat, menahan buncahan emosi yang memenuhi dirinya. " Bisa aku jelaskan. "

" Tidak perlu. " Tao berteriak dengan penuh emosi. " Aku tak memerlukan penjelasanmu, ini sudah cukup.. "

Kris bungkam, percuma saja menjelaskan saat ini. Tao tak akan mau medengarkannya. Air mata lolos membasahi pipi Tao, turun perlahan hingga dagunya. Gadis manis itu berbalik cepat, berusaha meninggalkan Kris. Saat akan menggapai kenop pintu Tao mengepalkan tangannya.

" Untuk kejadian hari ini, lupakan saja. "

Kris menatap punggung rapuh gadis yang dicintainya dalam diam.

" Anggap saja tak pernah terjadi apapun, karena aku juga akan melupakannya. "

Setelah mengtakan hal itu Tao membuka pintu dan menutupnya dalam bantingan yang cukup kasar, meninggalkan Kris yang kini tengah menggertakan giginya.

" Bagaimana mungkin kau memintaku untuk melupakannya ? "

Mata Kris berubah merah, kilat kemarahan muncul dari sana. Mengobarkan api yang mulai melalap tempat tidur yang masih Kris tempati, tanpa membuat pemuda tampan itu terkejut atau ketakutan saat api semakin membesar.

-- Bloody Rose --

BRAKK

Pintu itu terbuka dengan kasar, sosok Kris muncul dari sana dengan amarah yang masih memenuhi dirinya. Luhan yang tengah menatap selembar foto masa kecilnya terlonjak kaget, dengan cepat memasukan foto itu ke dalam laci nakas di sampingnya.

" Kris ? "

Kris tak bersuara, dia menarik Luhan dalam pelukannya. Memeluknya begitu erat hingga membuat gadis cantik itu hampir tak bisa bernafas.

" A-ada apa ? "

Terbata, Luhan berusaha bertanya. Namun Kris enggan menjawab, dia hanya membutuhkan gadis itu sekarang. Kris menjatuhkan tubuh keduanya diatas tempat tidur, mengukung gadis cantik itu dalam dominasinya.

Wajah Kris terbenam di pipi Luhan, dan perlahan turun menuju perpotongan lehernya. Luhan tahu ini akan terjadi, Kris akan menggigitnya. Dia membutuhkan darah Luhan saat ini karena suasana hatinya yang kacau, namun Luhan menahannya, menangkupkan kedua tangan lentiknya di pipi Kris dan menatap mata merah pemuda itu.

" Kenapa ? Ada yang mengganggumu ? "

" Bagaimana dengan nona Tao ? Apa dia baik-baik saja ? "

Kris mengeraskan rahangnya saat mendengar nama Tao disebut, dan Luhan tahu itu.

" Apa karena nona Tao ? " Luhan kembali bertanya.

Tak ada jawaban, yang ada hanya suara rintihan Luhan ketika Kris menggigit perpotongan lehernya dengan terburu-buru.

" Akh.. " Luhan meremat sprei di bawahnya, rasa sakit saat taring itu merobek kulitnya begitu terasa.

Kris menghisap darah Luhan begitu kuat, membuat gadis cantik itu meremat sprei semakin erat. Sekuat tenaga Luhan menahan diri untuk tidak mendorong sosok rupawan itu, suasana hati Kris begitu jelek dan jika Luhan berusaha berontak karena tak nyaman. Kris sudah pasti akan melukainya, tak peduli siapapun dirinya.

" Memang siapa aku ? " pikir Luhan. " Aku bukan siapapun selain bank darah yang akan Kris datangi saat dibutuhkan. "

Luhan menggigit bibirnya sendiri, mengecap rasa darahnya sendiri saking kerasnya dia menggigit. Kris seolah akan menghisap darahnya hingga kering, dan Luhan mulai merasakan pening di kepala saking banyaknya Kris menghisap darahnya.

" K-Kris, ber-henti.. "

Luhan berusaha mendorong Kris dengan kekuatannya yang tersisa, namun nihil karena Kris tak bergeming sedikitpun.

" K-kris.. "

" KRIS. " Luhan akhirnya berteriak memanggil si pemuda rupawan.

Kris berhenti, melepaskan gigitannya dan menatap gadis cantik yang nampak kacau itu. Luhan balas menatapnya dengan mata sayu dan wajah yang pucat, seketika rasa bersalah memenuhi dirinya. Dia telah menyakiti Luhan —lagi.

" Luhan. "

Luhan tersenyum. " Tidak apa-apa, hanya saja terlalu menyakitkan. "

" Maaf.. "

" Tidak, lupakan. "

Dan untuk yang kesekian kalinya rasa bersalah semakin kuat memenuhi dirinya, membuatnya menjadi sseorang pengecut yang menyakiti dua gadis dalam waktu yang sama. Akal sehat Kris kembali seutuhnya, bangkit dengan perlahan menjauhi tubuh gadis tak berdaya di bawahnya.

" Istirahatlah, maafkan aku. "

Kris meninggalkan Luhan tanpa mengatakan apapun lagi selain maaf. Luhan tersenyum miris, dalam hati menertawakan dirinya sendiri yang begitu bodoh. Tanpa disadari air mata lolos membasahi pelipis Luhan yang kini hanya bisa terlentang tak berdaya karena Kris hampir menghisap habis darahnya —sekaligus tenaga dan hatinya.

-- T.B.C --

Halo balik lagi dengan Bloody Rose~

Adakah yang menunggunya ?

Rahasianya sudah mulai terbongkar satu persatu, dan kemungkinan besar cerita ini akan berakhir di chapter 8 atau lebih tergantung jalan cerita. Tapi rencana tidak lebih dari 10 chapter kok.

Jadi tunggu chapter selanjutnya ya..

Maaf untuk keterlambatan update T_T, setelah meninggalnya Jonghyun entah mengapa males banget buat post maupun ngetik cerita. Jonghyun itu jadi salah satu sosok yang membuatku terperosok di dunia nista ini —read YAOI. Salah satu cerita YAOI pertama yang pernah dibaca dan dibuat ya tentang couple SHINee dan tentu ada Jonghyun di dalamnya, jadi sejak dapat kabar tentang kematian Jonghyun bikin semangat nulis yang lagi menggebu-gebu, hilang seketika dan buat jadwal update tersendat. Maaf sekali lagi karena jadi curhat T_T

Tanpa banyak kata, berikan review kalian untuk cerita ini.

Regards,

StarSky3095