Halo hai hai guys! Chapter 3 telah datang! *tebar peluru (?)* Dan Evil ingin mengucapkan terima kasih pada readers-tachi yang sudah mau membaca fic ini juga sudah mau mem-fav dan follow fic nggak jelas ini! Evil senang sekali! *guling guling di lantai* Silahkan dilihat balasan review nya!

AoKagaKuroLover

Hehehe…. Ini mz Kagami nya udah dateng kok. Mungkin doi ketinggalan kereta makanya baru muncul sekarang :3 Oh, ndak, ndak, Kagami bukan anak buahnya si cabe kecil itu kok *dibunuh Akashi* Kagami anak buahnya seseorang yang akan dimunculkan bibirnya disini *plakplak* Hmm… Mayuzumi ya? Mayuzumi sama Evil kok! *ditendang fans Mayuzumi* Thx atas review nya!

FujiAoiAomineSuki

Wokeeeeh! Ini udah lanjut! Tenang, tenang, KagaKuro pasti dibanyakin kok. Kan mereka main pairing nya hehe :3 Hmm… belom dipikirkan sih Mayuzumi sama siapa… tapi kalau mau, Mayuzumi bisa sama Evil! *ditimpuk bola basket* Thx atas review nya!

Under The Rain of Blood

Genre: Action, Romance

Rate: T (Sementara T dulu. Nggak tau deh naik atau tidak hahaha)

Pairing: KagaKuro, AoKise, MidoTaka, NijiAka, MuraHimu, KiyoHana, ImaSaku, NebuMibu, HyuIzu, OkaFukui, OtsuMiya, MoriKasa

Kuroko no Basket belongs to Tadatoshi Fujimaki, not Evil

.

.

.

Satu minggu yang lalu…

Mereka bukanlah anggota kepolisian atau militer biasa.

Dengan beranggotakan hanya 19 orang, yang sekarang telah genap menjadi 22 anggota karena hadirnya anggota baru. Tiga orang terpilih ini berhasil lulus seleksi dari peserta yang kira-kira berjumlah 100 orang. Tentu saja, tes masuknya pun tidak main-main. Fisik, kecerdasan, dan mental yang paling kuatlah menjadi kandidat mereka.

Saat ini, ketiga orang baru itu berdiri di tengah-tengah ruang rapat para anggota pilihan, yang semuanya merupakan seme-seme tangguh dengan tingkat kemampuan diatas rata-rata. Mereka diundang oleh ketua anggota militer ini untuk mengenalkan identitas masing-masing.

Di ruangan rapat yang luas itu, ada 19 orang yang telah hadir dan menempati kursi-kursi yang awalnya kosong. Tiga anggota baru itu telah berdiri di hadapan mereka.

"Baiklah, seperti yang telah kukatakan," ucap ketua tersebut. "mereka bertiga adalah calon kandidat kita yang berikutnya. Silakan perkenalkan diri kalian."

Yang pertama, seorang pemuda dengan rambut coklat dan terlihat gugup, memperkenalkan diri.

"Err…perkenalkan, nama saya Koki Furihata. Saya mohon kerjasamanya!" kata Furihata, lalu membungkukkan tubuhnya.

"Hoaamm…"

"Oi, Aomine teme! Sudah kubilang, tutup mulutmu kalau menguap!" seorang pria bertubuh tinggi dengan rambut pirang cepak berteriak kearah laki-laki berkulit hitam disampingnya.

"Hah? Diamlah. Aku ini mengantuk tahu."

"Apa?!"

"Cih, kau ini memang Aho-mine." celetuk laki-laki berambut merah gradasi hitam dengan alis bercabang kepada rekan se-timnya.

"Apa katamu, Bakagami?"

"Kau mau ribut, Ahomine?"

"Bakagami brengsek."

Pernyataan di atas cukup membuat suasana sekitar menjadi suram. Sorot mata merah dan biru tua itu seakan menyerang satu sama lain.

"Aomine. Kagami."

Cklek. Sebuah shotgun diarahkan ke dua pria tampan itu. "Kalian mau satu peluru di kepala kalian?"

"Ahahaha. Tenanglah Kapten, tidak usah tegang seperti itu." ucap sang wakil kapten, seorang pria tinggi dengan rambut coklat tua dan alis tebal yang kelihatan bersahabat. "Kau bisa membuat takut anak baru."

'Anak baru?!' pikir Furihata dan kedua anggota baru lainnya.

"Lagipula," wakil kapten itu melihat kearah dua pria yang nyaris jotos-jotosan tadi sambil tersenyum 'penuh arti'. "yang penting kerjanya mereka benar kan?"

"Cih." kapten itu pun menurunkan senjatanya. "Kau selalu saja memanjakan anak buah." perkataan tersebut pun hanya dibalas senyum ramah.

"Baiklah, yang berikutnya."

"Siap, Kapten! Kenalkan, nama saya Shinji Koganei. Mohon kerjasama nya!" yang kedua bernama Koganei. Ia memiliki bentuk mulut yang cukup unik, yaitu seperti mulut kucing.

"Hmm…kraus kraus…kau yakin bukan siluman kucing?" celetuk pria besar, ya, tinggi dan besar. Dengan rambut ungu gondrong dan membawa bungkusan potato chips.

Koganei terkejut dalam hati. 'Hee?! Siluman kucing?! Jahatnya!'

"Murasakibara. Pertanyaanmu itu tidak penting, nodayo."

"Hee? Kau mau berantem, Mido-chin? Kraus, kraus…" manusia jumbo itu menatap kearah laki-laki berkacamata dengan rambut hijau di seberangnya. Ia memang tampak lebih intelektual, namun boneka beruang yang ia bawa membuat kalian berpikir dua kali.

"Sudahlah, kalian berdua." pria berambut hitam cepak dengan kacamata pun melerai mereka. Lalu, ia lanjut bertanya kepada figur yang ada disebelah Koganei. "Nah, kalau kau?"

"…" ia hanya diam. Lalu, figur beralis tebal itu melirik kearah si mulut kucing. Seakan ia memberi isyarat.

"Ah, maaf! Yang ini namanya Rinnosuke Mitobe. Ia-"

"Oi, oi, kenapa kau yang bicara?" potong pria dengan rambut hitam model reggae alias corn row. Ia menatap sinis pada yang dipanggil Mitobe serta Koganei. Sontak, perkataannya membuat kedua anggota baru itu gelagapan.

"Ahahaha, tenanglah Haizaki." kata laki-laki berambut hitam dengan kacamata. Matanya selalu dalam keadaan tertutup sehingga tidak ada yang tahu jalan pikirannya.

"Kau tidak perlu mendengarkan suaranya. Karena," ia memasang senyum licik. "yang kau perlukan darinya adalah otaknya."

"Begitukah? Heh, anak baru yang menarik. Slerp…" balasnya, sambil menjilat ibu jarinya. Kebiasaan yang suka ia lakukan jika menemukan hal yang menarik atau menantang.

Mitobe hanya diam, seperti biasa. Sedangkan Furihata dan Koganei meneguk ludah. Benar apa kata desas-desus tentang mereka. Anggota pilihan ini memang berisi orang-orang yang mengerikan. Dari awal masuk ruangan saja sudah terlihat aura mereka yang begitu berbeda. Superior. Kuat. Tak tertandingi.

"WUOOOAH, KELEN! SELAMAT DATANG, ANAK BA(R)U! KAMI MENYAMBUT KALIAN DENGAN SA-"

"HAYAKAWA!"

Mereka menyebut diri mereka sebagai 'Creature Jack Ops', tim militer bayaran mandiri yang tidak mengekang pada apa pun kecuali ideologi mereka sendiri.

.

.

Rapat pun berlanjut.

Setelah kericuhan yang tidak terduga tadi, akhirnya ketiga anggota baru itu pun dipersilahkan duduk. Akhirnya, kursi-kursi sudah terisi penuh sekarang.

Sang kapten pun memulai diskusi inti mereka.

"Jadi, menurut data yang telah Imayoshi kumpulkan, musuh kita kali ini bernama 'TFC'." matanya lekat-lekat menatap anak buahnya. "Alias, 'Twisted Fairytale Corps."

"Apa? 'Twisted Fairytale Corps.'? Itu nama mereka?" tanya pria pemilik rambut model corn row. Terlihat dirinya yang menyeringai karena menahan tawanya agar tak meledak. "Hah, nama macam apa itu? Konyol sekali!" lanjutnya yang meledek nama kumpulan musuhnya.

"Terdengar bodoh," seru seorang pria berkulit hitam yang akrab dipanggil dengan nama Aomine oleh yang lain sambil memasang wajah mengantuk. Kepalanya ia tumpu menggunakan tangan kanannya.

"Oi Haizaki, Aomine, jaga omonganmu," ucap pria berkacamata dengan surai hijaunya yang berusaha mengingatkan pria berambut model corn row dan juga yang berkulit hitam. Keduanya pun langsung memutar bola matanya.

"Ehem!"

Deheman keras dari kapten mereka langsung membuat ruangan yang kurang penerangan itu menjadi sunyi senyap. Tak ada yang berani membuka mulut ketika atasan mereka sudah mengangkat suara, meskipun itu hanya sekadar berdehem saja.

"Jadi," lanjutnya. "Untuk mempermudah penyerangan, aku akan membagi kalian menjadi sebelas kelompok. Satu kelompok terdiri dari dua orang."

Sang kapten menaruh secarik kertas dan menaruhnya di atas meja. "Aku sudah membaginya terlebih dulu dan tidak ada yang boleh komplain," titahnya sambil menyilangkan kedua tangannya.

Spontan, para anggota pun mulai mengerubungi kapten mereka untuk melihat dengan siapa mereka akan dipasangkan.

"Apa?! Aku dengan Ahomine?! Kau mau kita membunuh satu sama lain, kapten?!" Seru pemilik alis bercabang yang menunjuk pada makhluk berkulit hitam di sampingnya.

"Iya, Bakagami benar! Dan untuk terakhir kali ini aku setuju dengannya!"

"Oh, beruntung sekali aku, satu tim dengan Mitobe," ucap pria berkacamata hitam yang selalu saja menutup matanya. Mitobe, anggota baru yang tak kunjung mengeluarkan suaranya, hanya mengangguk.

"Uapa?! Aku tidak se-tim dengan Moriyama?! Sial! Kita tidak bisa menebar cinta pada para uke di luar sana!" seru pria besar berwajah seperti gorila (menurut anggota yang lain sih begitu).

"Iya kau benar! Kasihan para uke di luar sana, meminta kita untuk menebarkan benih-benih cinta dari kita, seme yang kece ini!" ucap pria berambut hitam lurus dengan narsisnya.

'Yah, aku mengerti kenapa kapten tidak menyatukan kalian dalam satu tim…' batin para anggota yang lain setelah melihat kedua orang kelewat pede itu.

Berbagai macam pujian juga kompleinan pun dimuntahkan oleh seluruh anggota. Tetapi, dari pada pujian, kompleinan jauh lebih banyak dilontarkan oleh mereka. Ini jelas membuat sang kapten naik pitam.

Brak! Satu gebrakan kencang di meja langsung mengalihkan pandangan mereka yang awalnya dari kertas menjadi fokus pada kapten mereka.

"Kubilang. Tidak. Ada. Yang. Boleh. Komplain. Mengerti?" jelas sang kapten dengan aura mengerikan yang meluap ganas dari dirinya.

"Me-mengerti, Kapten!" seru mereka sambil hormat.

"Bagus." kapten itu tersenyum puas. Ia pun melanjutkan, "Oke, kembali ke topik. Dari data yang sudah kita dapat sebelumnya, mereka selalu mengincar perusahaan yang notabene nya 'kaya raya'. Sesudah menghancurkan dua…tidak, lebih dari dua sebenarnya. Kira-kira sudah lima, namun ketiganya hanya perusahaan kecil yang bisa dibilang sebagai 'percobaan' kehadiran mereka."

"Wow, brutal sekali…" ucap pria berkulit hitam dengan jenggot bertengger.

"Sekarang mereka mau menghancurkan apalagi?" seru laki-laki besar berambut hitam jabrik.

"Nah," si kacamata dengan mata tertutup itu angkat bicara, "boleh aku melanjutkan, Kapten?"

"Silakan."

Grek. Ia pun berdiri dari kursinya menuju depan layar TV besar berteknologi touch screen. Mereka pun fokus kedepan layar yang sekarang menampilkan gedung megah Oniveler.

"Aku rasa mereka akan mengincar perusahaan Oniveler, karena mereka menempati peringkat teratas sebagai salah satu perusahaan terkaya di Tokyo." ia menyentuh layar tersebut dan memperlihatkan data-data seperti profil CEO Oniveler dan para pekerja disana.

"Mulai dari sini," katanya sambil tersenyum, "aku mohon dengarkan baik-baik…"

.

.

.

Pukul 00:44, satu jam setelah pembantaian agen black market berlangsung…

Tiga orang pria yang telah mengenakan seragam militer mereka yaitu t-shirt abu-abu dengan rompi bulletproof, celana cargo, serta elbow dan knee pads berwarna coklat muda. Hanya saja, salah satunya, yang berkacamata, menggunakan lengan panjang. Sepatu combat boots coklat muda mereka melangkah masuk menuju gudang yang sudah sunyi senyap. Dihadapan mereka, pemandangan yang sungguh tidak sedap dipandang mata terlihat jelas. Darah mengotori lantai serta tembok di sana, dan tubuh-tubuh tak bernyawa roboh di sana-sini. Membuat ruangan tersebut mengumbar bau amis.

"Wah, wah, kacau juga." ucap Aomine dengan kedua tangan dilipat kebelakang kepalanya.

"Hemm…kraus, kraus…" disebelahnya, laki-laki berambut ungu gondrong disebut Murasakibara mengemil maiubo dengan entengnya. "Heeh…pantas saja, tiba-tiba mood-ku ingin menyantap maiubo merah tadi."

"Apa maksudmu?" tanya pria dim itu.

"Anoo…kraus, kraus…hanya sugesti ku saja. Kalau sedang mood makan yang berbungkus merah, artinya korban mati berdarah-darah."

"Heh, dasar bodoh. Kau malah makin mirip dengan dokter bermata empat didepan sana."

"Berisik kalian."

Dokter Midorima adalah salah satu dokter muda terjenius yang pernah ada. Ia bisa membaca cara kematian korban hanya dengan melihatnya saja.

"Lima orang terkena sabetan senjata tombak, dua orang dipukul menggunakan senjata tumpul berbahan keras di kepala, dan tiga orang mati ditebas pedang." katanya, sesekali membetulkan kacamatanya. Lalu, ia mendekatkan diri kearah mayat-mayat itu satu-persatu untuk dianalisa.

"Yang terkena sabetan tombak…tubuh mereka yang terbagi dua. Lalu, yang ditebas pedang, kondisi tubuhnya hampir terpisah." ujarnya terus mengelilingi mayat itu tanpa rasa takut. Bahkan, sesekali ia memegangnya dengan tangan yang sudah ditutupi sarung tangan latex agar lebih yakin."Hmm…kalau yang senjata tumpul ini…"

"Hoaam..."

"Aomine."

"Can't help it…" jawab pria dim itu sekenanya pada Midorima. "Aku mau mengecek ruangan yang lain."

"Eeeh… aku ikut dong Mine-chin."sahut Murasakibara sambil tetap memakan maiubo berbungkus merah itu dengan santai padahal ini bukan momen yang tepat untuk menyantap suatu makanan.

Oh ayolah, orang normal mana yang mau makan ketika di depan matanya disuguhkan mayat-mayat bersimbah darah juga bau cairan merah itu yang amis dan menusuk hidung? Pastinya ia langsung mual.

Dua pasang kaki jenjang milik Aomine dan Murasakibara melangkah pergi menuju ruangan lain di gudang itu yang pintunya sudah terbuka lebar. Sama seperti tempat sebelumnya, di ruangan ini, tubuh-tubuh tak bernyawa juga bergelimpangan, namun tak sebanyak di ruangan awal. Darah mereka pun sampai menodai dinding saking kerasnya target mereka memukul. Ada empat orang mati disini.

Mereka pun mulai jalan dengan hati-hati agar tak menginjak mayat-mayat itu.

"Mine-chin, hati-hati jalannya. Mido-chin bisa marah loh kalau kau menginjak salah satu dari mayat ini," peringat Murasakibara kepada Aomine yang ada didepannya.

"Ya, ya." balas Aomine ogah-ogahan. Lalu, dirinya melangkah kearah pintu kedua yang ada dihadapannya. Ia pun membuka pintu tersebut. "Tempat ini banyak pintunya ya."

Jglek.

Melirik kedalam ruangan dibalik pintu itu, Aomine dan Murasakibara mendapati mayat pria tergeletak dengan leher yang hampir putus. Tidak berhenti disitu saja, mereka pun melihat-lihat sekeliling untuk menemukan petunjuk.

"Wah, kacau juga."

"Mine-chin."

"Oi, apa?"

"Jantungnya sudah hilang."

"Masa?"

Aomine pun ketempat dimana Murasakibara berdiri, yaitu tepat didepan meja coklat. Brankas itu sudah diangkat oleh laki-laki berambut ungu itu dari bawah meja. Awalnya, brankas itu tertutup sempurna, namun setelah dibuka dengan memasukkan kode, mereka dapat melihat bahwa jantung tersebut benar-benar hilang.

"Haha, bingo!" Aomine memperlihatkan deretan giginya bangga.

"Berarti sekarang tinggal tergantung Kaga-chin…kraus…" Murasakibara membuka bungkus maiubo baru. Kali ini, bungkusnya warna ungu. Warna bungkus 'keberuntungan' nya.

"Aomine." panggil Midorima dari belakang. Sepertinya ia sedang menganalisa empat mayat dibelakang sana dengan, tentu saja, sarung tangannya yang sudah kotor terkena darah.

"Ya?"

"Kau menginjak mayat yang ini ya? Ceroboh sekali nodayo…"

'Cih, ketahuan…' sungut Aomine dalam hati.

Akhirnya, setelah Midorima menganalisa mayat-mayat disana, mereka bertiga pergi keluar. Rupanya, tim evakuasi dari pihak kepolisian setempat sudah menunggu mereka diluar lokasi.

"Kalian boleh bawa mayat-mayat itu sekarang." pintanya, lalu membetulkan posisi kacamatanya.

"Baik."

Pihak kepolisian pun paham dan segera mengangkut orang-orang tak bernyawa itu ke dalam ambulans yang telah tersedia. Ketiga pria itu kembali ke mobil Mercedes Benz G Class yang dikemudikan oleh Murasakibara.

.

.

.

Kuroko panik. Namun ia tetap berusaha memasang wajah datarnya. Bagaimana tidak, pria tua yang seharusnya menjadi targetnya itu malah menjadi seorang pria tampan beralis cabang.

"Ah, apa-apaan ini?" tanya Kuroko sambil mengusap-usap surai baby blue nya, membuat pria beralis cabang itu menaikkan satu alis cabangnya.

Tuk, tuk. Suara ketukan kecil antara jari Kuroko dengan ear piece yang ia pakai ketika ia mengusap rambutnya. Ia baru saja memberikan kode pada seseorang di sana yang sedang memantaunya melalui CCTV.

Izuki, yang menerima kode Kuroko, langsung berseru. "Ah, Kuroko dalam bahaya…"

"Seriously?" tanya Miyaji kepada rekannya, yang hanya dibalas dengan anggukan. Uke cantik yang tinggi itu telah memakai seragam dress hitam-hitam lengan panjang yang serupa seperti rekan se-tim nya, hanya saja ia mengenakan heels 3 cm biasa. Sukses mengekspos kakinya yang sangat jenjang.

"Kuroko," ucap Izuki dari seberang sana yang terdengar di telinga Kuroko melalui ear piece yang dipakainya.

"Hah? 'Apa-apaan ini'? Kau yang apa-apaan!" balasnya tak mau kalah.

"Kuroko, dengarkan aku baik-baik."

"Apanya yang apa-apaan?" tanya Kuroko lagi pada pria beralis cabang itu. Fokusnya sekarang terbagi menjadi dua, antara mendengar kata-kata penting dari Izuki dan pembicaraan tidak jelas antaranya dan si alis cabang itu.

"Bagaimanapun juga, kau harus segera keluar dari ruangan itu."

"Ap- kau berusaha untuk membodohiku ya, huh?!" seru pria beralis cabang itu kesal.

"Aku akan langsung menjatuhkan helm dari atas untuk kau pakai. Paham?"

Pria beralis cabang itu memandang Kuroko sejenak, seperti berusaha mencari sesuatu mengenai pemuda mungil itu. "Hmm… kau anggota 'TFC' ya?" tanyanya balik, membuat Kuroko semakin gencar untuk berjalan mundur layaknya undur-undur.

"Oh, dan Kuroko, ketika kau keluar, langsung rusakkan kenop pintunya. Karena aku khawatir beberapa sistem kita sudah ada yang di-hack. Sekarang ini, kita sedang dalam siaga 4."

Jdlek!

"Hei!"

Brak!

Kuroko langsung mengeluarkan short sword nya dan memukul kenop pintu tersebut hingga rusak, sesuai apa yang Izuki perintahkan padanya. Setelah melaksanakan tugas merusak kenop pintu, tak lupa ia segera lepas jaket yang ia kenakan. Di dalamnya, ia sudah mengenakan seragam dress turtleneck hitam miliknya.

"Dan untuk semuanya, dengan sangat menyesal, sepertinya sistem penempatan helm yang kutaruh di langit-langit di masing-masing tempat kalian berada… telah di-hack." jelas Izuki dengan penuh penyesalan pada seluruh rekan tim nya.

"Ouw," Himuro hanya membalas sedemikian.

"A-apa? Kok bisa-eh! Woah!" tanya Sakurai yang hampir saja terjatuh dari besi tempat ia berpegangan. Ia dan Himuro sekarang berada di bagian gedung Oniveler yang masih dalam renovasi. Dan keduanya pun tengah duduk di atas besi-besi yang tersangkut di atas. Beruntung, tidak seperti temannya yang langsung memperlihatkan pahanya, Sakurai mengenakan stocking coklat tua dalam seragam dress hitam lengan panjangnya dan knee high boots membalut kakinya.

"Eeeeh?!" pekik Hayama yang sudah mengganti bajunya menjadi seragam dress turtleneck mereka versi pendek, celana seperempat, dan boots semata kaki 3 cm yang semuanya warna hitam dari atas ke bawah. "Ikh! Siapa sih yang meng-hack nya! Aku jadi tidak bisa terlihat keren deh! Hu uh!"

Kasamatsu hanya menatap Hayama dengan wajah kesal sambil berusaha untuk menahan dirinya agar tidak kelepasan meninju teman se-tim nya. Ia pun juga telah berganti pakaian menjadi dress turtleneck hitam panjangnya dilengkapi celana cargo dan boots yang serupa seperti Hayama.

"Yah, sayang sekali… Ah, ayolah boots. Kompromi sedikit lah…!" ujar Takao dari dalam toilet yang sedang berusaha menaikkan resleting knee high boots miliknya yang mulai tidak bersahabat. Tentu saja, dress hitam lengan panjangnya yang minim itu memperlihatkan kakinya yang jenjang. "Fuh, akhirnya!" ia pun berkaca sebentar sebelum ia keluar dari toilet tersebut.

Izuki menatap lekat-lekat pada layar monitor di depannya dengan wajah panik. Sebuah sensor tak dikenal mulai mendekat kearah mereka dalam jumlah banyak.

"Kita dikepung…" gumamnya.

"Guys, kita benar-benar dalam siaga 4. Ada sebuah sensor tak dikenal yang mendekat kemari secara besar-besaran. Dan sepertinya beberapa dari mereka sudah ada di dalam gedung ini." jelasnya pada anggota-anggota yang lain. Ia pun ikut mempersiapkan dirinya, karena kemungkinan besar ia juga akan ikut bertarung.

"Miyaji," panggilnya pada pemuda pirang yang sedang memantau keadaan di luar menggunakan binoculars nya.

"Ya, aku tahu. Kau siap, Izuki?" tanya Miyaji pada hacker sekaligus rekan tim nya.

"Tentu. Siap selalu seperti yang lalu-lalu. Oooh, kitakore!-Eh, kenapa kau menodongkan senjatamu padaku?!"

.

.

.

Tim Cursed Aurora bersama dengan Death Wishes Granter Jasmine telah sampai di gedung Oniveler. Setelah mendapat kabar dari Izuki, Kapten Akashi langsung menyuruh mereka untuk membantu para anggota lain yang sedang mengalami kesulitan di gedung itu.

"Bala bantuan datang-ssu!" teriak Kise lantang, yang langsung dipiting oleh Fukui dari belakang.

"Berisik! Justru kalau kau teriak malah mengundang banyak perhatian!" seru Fukui dengan perempatan merah di dahinya. Ia masih setia memiting leher Kise dengan kencang. Yang dipiting pun hanya tertatih-tatih sambil mengeluarkan air mata buaya.

"Duh kalian ini, jangan berkelahi dong… Kita kan harus membantu teman-teman kita," ujar Mibuchi sambil menyibak rambut eboni nya.

Mayuzumi, dengan poker face nya, menggeleng-gelengkan kepalanya saja.

Setelah perkelahian Fukui Vs Kise telah selesai, mereka pun mulai menyebar. Kise dan Mibuchi naik ke lantai teratas sedangkan Mayuzumi dan Fukui berjaga di bawah.

.

Takao berjalan menyusuri lorong panjang di lantai teratas sendirian. Dia baru saja keluar dari toilet dan mulai menuju ke tempat Kuroko berada. Sesekali ia bersenandung hingga suaranya bisa terdengar di sekujur lorong tersebut.

Tap. Tap. Tap. Tap.

Takao langsung menghentikan langkahnya ketika ia mendengar suara langkah kaki orang lain dari arah yang berlawanan. Ia menyembunyikan dirinya di belakang dinding dan segera mengaktifkan Hawk Eye miliknya. Ternyata dia tidak salah dengar. Memang ada orang lain selain dia. Tapi, dari suara langkah kakinya, sepertinya orang ini bukan dari kelompoknya. Tidak ada suara ketukan heels 3 cm yang bergesekan dengan lantai. Suaranya seperti boots kasar yang perlahan-lahan mendekat kearahnya.

Tap. Tap.

Orang yang tidak dikenal itu semakin mendekat ke Takao. Pemilik rambut model belah tengah itu bersiap-siap mengambil posisi.

Tap.

"Hyaaaa!"

Duak!

Takao langsung menendang orang itu dengan kedua kakinya, memperlihatkan dalamannya yang berwarna oranye itu sekilas. Yang menjadi target tendangannya pun dengan sigap menahannya dengan senjata yang dibawanya, sukses membuat serangannya gagal.

"Cih!" decak Takao yang melompat mundur dari orang yang baru saja ia tendang.

"Jangan anggap remeh aku nanodayo." ucap orang itu sambil membenarkan letak kacamatanya.

Orang itu memiliki surai hijau, dengan warna mata yang senada dengan warna rambutnya. Kacamata berbingkai hitam yang ia pakai tidak mengurangi kesan tampan di wajahnya dan justru, berhasil menarik perhatian Takao.

Mata abu-abunya lirak-lirik ke figur tinggi yang sekarang ada di hadapannya.

'Wow…seme berkacamata nih. Tipeku banget.' Batinnya sambil senyum-senyum sendiri.

"Wah, wah… kau tampan juga ya. Kau mau nomor telponku? Siapa tahu kita bisa kencan di waktu luang. Aku suka pria berkacamata sepertimu loh," Goda Takao sambil mengedipkan sebelah matanya, yang membuat pria berkacamata itu mengernyit.

"Maaf, tapi aku tidak berkencan dengan musuh," Ucap pria berkacamata menolak ajakan Takao mentah-mentah.

Takao memasang wajah sedih. "Ouch… kau tega sekali…" katanya sambil memegang dadanya, pura-pura merasa sakit hati.

"Haah… ya sudah lah, kalau begitu-"

Takao melesat mendekat ke pria berkacamata dengan secepat kilat dan melayangkan dual daggers nya ke wajah pria itu. Untung saja pria pemilik surai hijau itu tidak sepenuhnya bengong dan langsung menahan serangan Takao menggunakan senjatanya, sebuah staff sihir.

"-Aku akan menyerangmu bertubi-tubi sampai wajahmu hancur."

Pemuda pemilik Hawk Eye itu pun menyengir lebar.

.

Sret! Sret!

Braaak!

Kuroko, yang sedang membenarkan kaos kaki birunya, langsung menengok kearah sumber suara. Yaitu pada pintu yang baru saja ia rusak kenop pintunya, dan sekarang pintu ruangan itu telah hancur berkeping-keping karena dirusak oleh seorang pria beralis cabang yang sempat terjebak di dalam ruangan itu.

"Ah, pintunya rusak…" ucap Kuroko sambil memperhatikan dengan wajah datar.

Pria beralis cabang itu terlihat kesal. Ia menengokkan kepalanya ke kanan dan ke kiri dengan kasar, mencari sesosok bertopi dengan masker dan jaket yang baru saja menguncinya dari luar.

"Sial! Dimana Banira Honda sialan itu! Aku akan menghajarnya hingga ia babak belur!" serunya kencang. Dua kaki berbalut celana cargo coklat muda dan combat boots itu melangkah dengan penuh amarah, sampai-sampai ia tak merasa bahwa ia menabrak sesuatu di depannya.

Druk!

"Tch! Ming-huh?"

Pria berambut merah gradasi hitam itu berhenti berbicara ketika melihat sesosok pemuda mungil bersurai baby blue di depannya yang tengah sibuk merapikan kaos kakinya. Bukannya marah, kedua manik merahnya malah memerhatikan kearah bokong milik pemuda itu yang terpaksa menungging agar kaos kakinya membungkus kakinya dengan baik. Sekilas terlihat semburat merah yang menghiasi wajah tampan pria itu.

"Oh, kau sudah keluar ya?" tanya Kuroko yang menengok ke belakang dan memergoki pria beralis cabang itu tengah memerhatikan bokongnya. Karena ketahuan, pria itu langsung mengalihkan pandangannya dan pura-pura melihat kearah yang lain.

"A-apa maksudmu dengan itu, hah! Eh, wait," Pria beralis cabang itu mengobservasi pemuda mungil di depannya. Baju serba hitam… boots hitam…

"Oi, kau anggota 'TFC' ya?" tunjuk pria itu pada Kuroko, yang lagi-lagi berjalan mundur untuk kabur.

Sring! Pria beralis cabang itu menodongkan cleaver sword nya pada pemuda mungil di depannya.

"Kau tidak bisa kabur lagi. Mundur selangkah lagi dan aku akan memenggal kepalamu," ucapnya dengan manik merah yang menatap lurus pada manik biru milik musuhnya.

Kuroko hanya diam. Dengan sigap, Kuroko menaruh kedua tangannya di lantai dan membiarkan kedua kakinya di udara. Ia menggerakkan kedua kakinya untuk menendang pedang milik pria itu agar tidak menodongnya lagi.

"Tch! Sial!" Pria beralis cabang itu mulai mengeluarkan sumpah serampahnya.

Kuroko pun mengambil kesempatan emas ini dengan melompat mundur dan melemparkan pisau-pisaunya kearah pria itu. Dan dengan terampil, pria bersurai merah gradasi hitam itu menahan semua pisau-pisau yang dilempar oleh Kuroko.

Keduanya pun mulai saling memukul satu sama lain. Kuroko pun sampai mengeluarkan short sword nya dan mulai bertarung dengan pria beralis cabang itu dari jarak dekat. Dia akui, bahwa pria di depannya ini bukan lawan yang lemah, tidak seperti yang biasanya. Entah kenapa, ia merasa lebih semangat dari sebelumnya.

Tring!

Suara besi yang saling beradu melantun keras. Mereka berdua melompat mundur untuk mengatur napas mereka masing-masing lebih dulu. Terlihat beberapa tetes keringat mulai membasahi pelipis mereka.

Kuroko menarik napas kemudian membuangnya perlahan. Tidak pernah ia merasa sebahagia ini. Walaupun dari luar ia terlihat berwajah datar, tapi di dalam ia senang bukan main.

Musuh seperti inilah yang ia cari-cari.

Tanpa sadar, bibirnya membentuk sebuah senyuman.

.

.

.

.

~TBC~

La dam di dum dum! Seme-seme yang tampan nan kece nan ganteng telah hadir dan siap untuk membasmi para uke!

Para seme: *muncul ala superhero* Yeah!

Para uke: *mendengus*

Evil: Hehehe… ati-ati, nanti kalian pada kecantol ama mereka loh… *toel-toel para uke*

Hanamiya: Wut?! Ndak sudi!

Kasamatsu: Setuju sama wakil kapten!

Evil: Yah, yah, terserah… *ngacir*

Segini dulu ya readers! Chapter depan akan lebih gila lagi! Don't forget to review, guys! Sampai jumpa di chapter berikutnya! Stay tune and see u next chapter, readers! Sayonaraaa!