Hai, minna! Ketemu lagi dengan Evil dan Narator di fic baru di fandom KuroBas ini! Tenang-tenang, Evil gak akan lupa lanjutin ISTU kok guys. Evil tetep setia melanjutkannya dengan berat hati! *dilempar nanas* Bagi yang pertama kali membaca fic buatan Evil, bolehlah sekali-kali mengintip fic Evil yang satu lagi, ISTU. Kalian bisa review dan memberikan request atau saran. Jika request nya menarik, mungkin Evil akan memuatnya di beberapa chapter depan! *promosi* Oh, dan Evil mau memberikan warning. Di fic ini, para uke Evil jadikan cewe banget. Pake dress, heels, rok, dll. Tapi tenang, beberapa ada yang masi inget pake celana kok. Jadi, bagi readers yang ngga suka, harap di close aja.

Under The Rain of Blood

Genre: Action, Romance

Rate: T (Sementara T dulu. Nggak tau deh naik atau tidak hahaha)

Pairing: KagaKuro, AoKise, MidoTaka, NijiAka, MuraHimu, KiyoHana, ImaSaku, NebuMibu, HyuIzu, OkaFukui, OtsuMiya, MoriKasa

Kuroko no Basket belongs to Tadatoshi Fujimaki, not Evil

.

.

.

When Cinderella gets tired of becoming a maid and start to get crazy, when Snow White tries to poison The Queen, when Aurora has been cursed to live alone by herself forever, when Ariel kills Ursula to take back her father's trident,when Belle's beast self has been awaken from its deep slumber, when Jasmine starts to grant all the people's death wishes who live in Agrabah, and when Pocahontas's evil spirit wanders around the Jamestown…

It's happily. Never. After.

.

.

.

.

Hujan. Satu kata yang bisa dibilang dibenci oleh manusia, terutama bagi mereka yang sedang melakukan kegiatan di luar bangunan. Tidak bisa menghindar dari tetesan air yang jatuh dari langit itu secara langsung. Menunggu hingga deras dulu dan sepasang kaki milik mereka mulai mencari tempat untuk berteduh. Yang sudah membawa sebuah payung atau jas hujan tetap melanjutkan kegiatan luar mereka tanpa khawatir terkena basah.

Namun, yang satu ini agak aneh. Dia tak kunjung beranjak dari atap gedung yang sedari tadi ia jadikan sebagai pijakan untuk mengokohkan tubuh rampingnya. Surai baby blue miliknya sudah basah seperti terguyur satu ember penuh. Turtleneck long dress hitam ketat berlengan panjang dengan belahan di paha kanan dan resleting hijau muda didepan, kaos kaki biru muda panjang, juga boots hitam yang menjalar hingga tepat di bawah lututnya itu tak dipedulikannya dan membiarkan atribut pakaiannya dihujam hujan begitu saja. Kedua manik biru seindah langit itu tak kunjung muncul dan memilih untuk bersembunyi dibalik kelopak matanya.

Ia tampak menikmati hujan yang telah dianugerahi oleh Tuhan ini.

BRAK! Pintu didobrak dengan kencang.

"Dimana dia?! Dimana penjahat kecil itu?!" Seru seorang pria berkacamata hitam yang tengah sibuk mencari sosok 'penjahat kecil'nya. Tangan kanannya membawa pistol yang siap untuk menembak seseorang yang ia cari ketika ketemu nanti.

Di belakang pria itu, menyusul lah dua pria yang tak kalah garangnya dari pria berkacamata hitam. Kedua pria itu juga membawa senapan yang sama, dan langsung ikut mencari sosok kecil dibalik derasnya hujaman hujan. Semakin sulit saja mencarinya.

Pemilik surai baby blue itu membuka kedua kelopak matanya perlahan, dan melirik ke arah tiga pria yang mencarinya. Bibir pink muda miliknya mengerucut, sedikit kesal karena mereka sudah membuatnya menunggu lama. Ditambah lagi dengan mereka yang membuang-buang waktunya karena tak kunjung menemukannya. Ayolah, jarak dari tempatnya berdiri sampai tiga pria itu hanya sekitar 3 langkah. Apa susahnya sih?

Sudah cukup. Ia sudah bosan menunggu. Bisa-bisa ia diomeli kapten kalau bermain-main.

"Kalian mencariku? Aku dari tadi ada kok," Ucapnya sembari mengangkat short sword kesayangannya. Nampaknya tiga pria itu masih belum sadar akan keberadaannya, padahal ia sudah berbicara dengan keras loh.

Tidak mendapat jawaban, akhirnya short sword itu mulai bergesekan dengan kulit-kulit lawannya, juga mampir di bagian organ dalam mereka, yaitu jantung.

SRAT SRAT SRAT! Potong demi potong daging manusia mulai bergelimpangan di atap gedung tersebut. Tak lupa dengan cairan merah pekat yang menodai lantai krem mahal itu. Dua tumbang, tinggal satu lagi.

"Khu, sial…. Dia menyerang dari arah mana? Dari jauh kah? Tapi, mustahil… caranya tidak seperti tipe penyerang jarak jauh…" Ucap pria berkacamata hitam itu sambil menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya yang sudah dipenuhi oleh besetan besi yang ia tak tahu dari mana datangnya. Ia sudah tidak bisa bergerak lagi, melihat kondisi fisiknya yang sudah memburuk dan kedua kakinya sudah terpisah entah kemana.

Tap, Tap, Tap. Samar-samar ia mendengar bunyi dentuman sepatu yang mengarah ke tempatnya. Walaupun ia bisa mendengar bunyi tersebut, tapi ia tidak melihat wujud seseorang atau sesuatu sama sekali. Mungkin karena hujan turun semakin deras dan kedua kelopak matanya mulai tertutup. Juga tubuh kekarnya yang perlahan terbaring di lantai dengan bersimbah darah.

Eh? Tertutup? Perlahan terbaring?

"Selamat tidur. Mimpi indah." Dua kalimat yang terdengar lembut itu menjadi kata-kata terakhir yang memasuki gendang telinganya sebelum ia akhirnya tertidur selama-lamanya.

Laki-laki bersurai baby blue itu memandang hasil karya yang telah ia buat selama 5 menit. Sungguh indah. Setidaknya di pandangannya terlihat seperti itu.

Tililit tilililit~ Tililit tilililit~ Tili-

Pik!

"Halo?" Ucapnya setelah mendekatkan telepon genggamnya ke telinga kanannya.

" 'halo'? Hanya 'halo'? Aku sudah mencarimu sampai botak dan responmu cuma 'halo'?!" Bentak seseorang dari seberang telepon pada laki-laki bertubuh mungil itu.

"Maafkan aku, Takao-kun. Kau yang menyuruhku untuk menarik bodyguard nya keluar, jadi jangan salahkan aku kalau aku tiba-tiba menghilang." Ujarnya yang berusaha membela dirinya. Tidak mau kalah debat dengan yang di seberang sana.

"Ya, ya, kau benar, kau benar, Kuroko. Kau selalu benar." Takao, nama orang yang sedang menjadi lawan bicaranya sekarang, mendengus.

Kuroko tersenyum kecil. "Takao-kun berhasil membunuh Tuan Keberatan Berat Badan itu?" Tanyanya sedikit mengejek.

"Hei, jangan seperti itu. Dia punya nama tahu. Yah, walaupun panggilan itu tidak buruk sih," Takao terkekeh. "Tentu saja aku berhasil! Aku tidak pernah gagal dalam misi!"

"Setelah kau melakukan 'i-"

"Hush, mana sudi aku memberikan tubuhku padanya! Tubuhku ini mahal tahu! Indah luar dan dalam!" Kata Takao yang mulai membanggakan tubuh miliknya. Kuroko hanya bisa memutar kedua bola mata mendengar respon rekan tim nya yang narsis bukan main.

"Oke, oke, kembali ke topik. Dimana kau sekarang?"

"Di atap."

"Baiklah. Tunggu di situ. Jangan kemana-mana ya."

"Hai, Takao-kun."

Pik!

Kuroko kembali memasukkan telepon genggamnya ke kantong celananya. Sekarang, apa yang harus ia lakukan sambil menunggu Takao kemari?

.

.

.

.

Dor!

4 peluru melesat menembus jantung para manusia yang sedang hinggap di sebuah gedung bank besar yang berdiri di Akita.

Dor! Dor!

Tak lama kemudian 18 peluru ikut menyusul, melesat keluar dari lubang dual guns milik pria berambut hitam. Poni panjang yang menutupi mata kirinya tidak mengurangi akurasi menembaknya sama sekali. Bahkan ia semakin lincah seiring berjalannya waktu.

Para polisi yang sudah sampai di tempat pun tak mau kalah dan mulai menembak menggunakan hand gun milik mereka ke arah pria cantik itu. Dengan lihai, pria pengguna dual guns itu berguling hingga seluruh tubuhnya yang dibalut turtleneck long dress ketat lengan panjang serba hitam, dengan resleting biru tua dan knee high boots bersembunyi dibalik meja besar yang ia jadikan sebagai pelindung. Sesekali ia mengintip dari balik pahatan kayu besar cokelat itu dan membalas tembakan para polisi berkali-kali, kemudian ia kembali menyembunyikan dirinya.

"Tch." Pria cantik itu berdecak kesal. Tanpa pikir panjang, ia berlari menuju jendela dan menabraknya hingga kaca itu pun hancur berkeping-keping. Beberapa serpihannya sempat mengenai kulit mulus bekas mandi susu setiap hari, menyebabkan tetesan darah keluar akibat bergesekan dengan benda tajam itu.

PRANG!

"Dia kabur! Cepat kejar dia!"

"Tunggu!" Tandas seorang polisi yang menjabat posisi lebih tinggi. "Jangan bertindak gegabah. Kita harus mengurus kekacauan yang telah ia buat terlebih dulu. Setelah itu kita mulai menyelidiki bank dan mencari barang-barang bukti. Mengerti?" Perintahnya dengan penuh kemutlakan.

"Mengerti!" Jawab seluruh bawahannya dan mulai melakukan evakuasi para korban dan jasad baku tembak yang terjadi beberapa menit yang lalu.

"A-ano… Sumimasen…"

Seorang laki-laki berambut cokelat datang menghampiri para polisi yang sedang bersiap-siap untuk melaksanakan tugas dari pimpinan mereka. T-shirt hitam polos dipadu dengan hotpants biru dan sneakers merah-putih menghiasi tubuhnya. Tak lupa dengan nampan yang dipenuhi oleh banyak gelas dengan cairan berwarna ungu yang dituangkan ke dalamnya. Sekilas terlihat seperti jus anggur.

"Emm… maaf, tapi, apakah kalian mau segelas jus anggur? Pasti kalian lelah setelah melakukan misi tadi. Maaf kalau aku mengganggu kalian, tapi tolong diminumlah… Anggap ini sebagai ucapan terima kasihku…" Ucap laki-laki imut itu sembari menyodorkan nampannya ke hadapan para polisi.

Karena tidak tahan melihat keimutan Si Penawar Jus Anggur, akhirnya mereka mulai mengambil satu gelas untuk diri mereka masing-masing. Tak lupa mengucapkan terima kasih pada laki-laki itu.

Gluk gluk. Cairan ungu itu mulai diteguk dan masuk ke pencernaan mereka.

"Wah! Ini enak sekali!" Ujar salah satu polisi sambil membersihkan bibirnya yang basah dengan lengan bajunya.

"Su-sungguh? Terima kasih…" Terlihat rona merah menghiasi wajah laki-laki imut itu. "Kalau begitu, aku akan membawakannya lagi. Maaf, tunggu sebentar…" Lalu ia pergi menjauh dari kumpulan polisi-polisi yang sedang asyik meminum jus anggur buatannya. Sayangnya mereka tidak melihat senyuman penuh makna yang terukir di bibir laki-laki imut itu sebelum ia menghilang di balik tembok.

Beberapa detik kemudian, tubuh para polisi itu terkulai lemas di tanah. Busa mulai keluar dari mulut mereka dan sekujur badan mereka mulai kejang-kejang. Seperti baru diberi racun. Orang-orang yang berada di sekitar tempat itu pun langsung panik bukan main dan menatap pada kumpulan polisi tersebut dengan ngeri.

Di balik tembok, laki-laki imut itu mengacungkan jempolnya pada seseorang di seberangnya, yaitu pada pria cantik yang melakukan kerusuhan di bank tadi. Pria berponi panjang sebelah kiri itu mengangkat ibu jarinya untuk membalas acungan jempol rekan tim nya itu.

"Good job, Sakurai." Bibir yang dilapisi oleh warna pink itu bergerak mengucapkan tiga kata tersebut.

"Maaf jika aku melakukan kesalahan tadi… tapi, terima kasih atas pujiannya Himuro-san…" Laki-laki imut itu, atau kita sebut saja Sakurai, hanya menggaruk pelan pipi kanannya yang kenyal itu dengan telunjuk kanannya. Kebiasaannya ketika merasa malu .

.

.

.

.

"Menyingkirlah!"

"Seharusnya aku yang bilang begitu! Kau yang menyingkir!"

Terlihat perempatan merah mulai bermunculan di dahi pria berambut hitam cepak itu. Kedua alis miliknya bertaut kesal dan ia langsung menarik kerah pemuda lain yang secara tidak langsung mengajaknya untuk berkelahi.

"Kau cari mati, hah? Kubilang kau yang menyingkir!" Kata laki-laki yang mengenakan tank top hitam, celana army dan sneakers hitam itu dengan nada suara yang ditinggikan. Gayanya yang swag, cengkramannya pun swag pula pada kerah kemeja milik pemuda tersebut.

"Aku antre di sini lebih dulu jadi kau yang menyingkir, jelek!"

Ctik!

Oh, baru saja terdengar suara urat kesabaran milik pria galak itu putus.

BUAAAK!

BRAK!

Tanpa ba bi bu be bo, laki-laki galak itu memukul wajah pria tersebut. Pemuda itu langsung terpental menabrak dinding kafe, bahkan dinding kafe itu hancur dan tubuhnya menghantam keras dinding restoran yang berdiri di samping kafe. Singkat cerita, pemuda itu terpental sejauh 4 meter dari tempatnya berdiri.

Pemuda jutek itu menatap tajam pada laki-laki yang langsung pingsan setelah mendapatkan death blow darinya. Ouch. Pasti rasanya sakit sekali sampai pingsan.

"Hormati orang yang lebih tua dulu sebelum kau berkata begitu, dasar sial!" Kata pemuda itu, sambil membersihkan glove biru miliknya yang kotor akibat bersentuhan dengan wajah yang menjijikan itu.

Seketika seisi kafe dan restoran mulai ricuh setelah melihat kejadian tidak masuk akal yang baru saja terjadi tadi. Sedangkan pemuda yang menonjok pria itu hanya mendengus kesal sambil melipat kedua tangannya. Kedua manik steel blue nya menelusuri menu yang terpampang di meja kasir, sibuk memilih pesanannya.

"Caffe Latte ukuran venti satu. Nggak pake lama!" Ucapnya yang terdengar seperti perintah daripada permintaan.

"I-iya," Jawab penjaga kasir itu terbata-bata dan mulai menyiapkan pesanan pemuda galak itu. Terlihat kedua tangannya yang bergetar karena ketakutan. Sangking takutnya, ia sampai lupa menanyakan nama laki-laki itu untuk ditulis di cup kopi pesanannya.

Klining klining!

Seseorang memasuki kafe tersebut. Pemuda lain bersurai blond yang baru saja masuk itu berjalan mendekati sosok yang sedang menunggu pesanannya datang. Gigi taringnya yang hanya keluar di sudut kanan mulut menambah kesan imut untuknya.

"Kasamatsu, Kapten menyuruh kita untuk-Ah! Kenapa dindingnya jebol?! Pasti ini perbuatanmu!" tunjuk pemuda yang rambutnya tak kalah cepak dari pria yang satu lagi, dengan kaos biru tulisan 'Punky Funky Cheetah!', celana jogger hitam dipadu sepatu kets kuning, ia memandang kaget pada bolongan besar di dinding kafe. Dari kejauhan ia bisa melihat seorang laki-laki yang terletak tak berdaya di lantai sedang dikerumuni oleh orang-orang yang ada di restoran sebelah kafe tersebut.

"Kalau itu memang perbuatanku, memangnya kenapa? Masalah buatmu, Hayama?" Jawab si pemuda galak itu, yang bernama Kasamatsu, santai sambil mendekati pemuda blond tersebut dengan caffe latte di tangannya setelah membayar pesanannya yang sudah tiba.

"Yah, tidak apa-apa sih. Seharusnya kau ajak aku juga tahu…" Hayama, pemuda blond itu, mengerucutkan bibirnya. Agak kesal karena teman se-timnya tidak memanggilnya terlebih dulu untuk menghabisi laki-laki tadi. Tapi tiba-tiba ekspresinya berubah menjadi ceria dengan kedua bola mata yang berbinar-binar. Seperti anak kecil yang diberi mainan.

"Oh ya, Kasamatsu! Kita dapat misi loh! Dan kudengar, misi kali ini sulit! Ayo cepat! Aku tidak sabar nih!" Ujar Hayama yang berbicara seakan tidak memiliki rem. Susah berhenti.

Kasamatsu menarik napasnya dalam-dalam, kemudian membuangnya perlahan. Ia harus menenangkan dirinya agar tidak kelepasan meninju Hayama. "Baiklah, baiklah. Dan berhenti berbicara, Hayama! Telingaku panas!" Omel Kasamatsu pada laki-laki di sampingnya yang kelewat senang.

"Aku tidak bisa berhenti! Bayangkan, sekuat apa musuh kita nanti! Ya ampun gawat, aku senang bukan main!" Hayama pun mulai melompat-lompat dengan OOC nya. Kasamatsu hanya bisa memijit dahinya.

"Setidaknya bisakah kau diam sedetik saja?"

"Tidak!"

"…"

Ingatkan Kasamatsu untuk menghajar Hayama setelah misi mereka selesai nanti.

.

.

.

.

Tap, tap, tap.

Bunyi langkah heels setinggi 3 cm mengetuk jalanan di depan arena sibuk distrik . Dua orang pria cantik tinggi semampai berjalan dengan anggunnya bak peragawati catwalk. Yang satu berambut pirang pendek, dengan anting perak menghiasi telinga kirinya dan bibir warnaoranye muda. Sedangkan yang satu lagi berambut hitam seperti eboni yang menjalar hingga lehernya, bulu mata lentik yang memperindah area matanya dan bibir pink lembut.

Keduanya mengenakan turtleneck long dress hitam ketat dengan resleting pink yang diturunkan hingga mengekspos dada mereka, serta belahan di paha kanan pemilik surai pirang dan belahan di kedua paha oleh pria cantik dengan rambut seleher itu. Sesekali, dress mereka tersingkap seiring sepasang kaki jenjang berbalut knee-high boots saat keduanya melangkah.

"Mibuchicchi, apa menurutmu Kurokocchi dan yang lainnya akan baik-baik saja? Sepertinya misi kali ini cukup sulit." tanya si pirang bertubuh seksi itu, pada rekannya yang bernama Mibuchi.

Mibuchi, si pemilik surai eboni yang tak kalah seksi juga, pun menjawab, "Tenanglah Kise, pasti mereka akan baik-baik saja." katanya lembut dengan nada keibuan pada Kise, pemuda yang berada di sampingnya.

Tanpa mereka sadari, penampilan mereka secara tidak langsung menarik perhatian para pejalan kaki dan pengendara yang lewat. Terutama pria-pria hidung belang, anggota gangster yang kebetulan nongkrong disitu, mulai berjalan menghampiri kedua pria cantik itu dan mulai mengerubungi mereka layaknya semut dengan gula. Tubuh mereka pun lebih besar dan berotot.

"Hai, cantik~. Kalian mau kemana?"

"Suit~, suit~, pakaiannya seksi sekali!"

"Temani kami dulu dong~."

Begitulah kira-kira kalimat yang dilontarkan oleh pria-pria gangster tersebut. Seketika, Kise dan Mibuchi terdiam. Lalu, salah satu dari mereka, kira-kira ketuanya, melingkarkan lengannya kearah Kise.

"Hei, bagaimana kalau kalian bermain dengan kami dulu? Kebetulan, para uke kami sedang melacur entah kemana. Lagipula…" Ucapnya, sambil berusaha menggerayangi tubuh ramping milik pria bersurai pirang itu. "Uke dengan rambut pirang sepertimu itu favoritku loh~."

Kise hanya tersenyum, mendengar kalimat rayuan yang menggelikan itu. "Terima kasih! Tapi, maaf ya-"

Kaki kanannya yang tidak ditutupi oleh sehelai kain hitam itu bergerak menendang pria yang baru saja menggodainya tepat di wajah dengan suara-DUAK!-kencang, membuatnya jatuh hingga belakang kepalanya tak sengaja membentur trotoar dengan keras.

"-aku tidak butuh pujianmu." Kilatan membunuh sempat terlihat di manik honey milik pria bersurai pirang itu.

"Gawat, Bos tumbang!"

"Sial, mereka bisa berkelahi!"

"Bo-bodoh! Masa kita kalah oleh mereka!? Ayo kita hajar!"

BAK! BUK! BAK!

Perkelahian pun tidak dapat dihindari. Namun sayang, bagi gangster tersebut, menangkap dua pemuda cantik itu membuahkan hasil yang nihil. Setelah bos mereka rubuh, ketiga anggota lainnya pun juga ikutan tumbang.

Mendapat luka memar akibat tendangan di pipi dan selangkangan dari Mibuchi itu bukanlah ide yang bagus bagi dua anak buah yang lain. Apalagi Kise, yang telah merobohkan ketua serta salah satu anak buahnya yang sekarang bersimpuh dihadapannya akibat remasan pada lengannya yang begitu sakit.

"Wah, wah, hanya segini saja? Ayo kita pergi, Mibuchicchi." ajak Kise. "Nanti bisa-bisa Akashicchi marah lagi."

"Ehehehe…" tawa Mibuchi pelan kearah pria-pria yang telah tumbang, namun dengan nada menyeramkan.

Kise dan Mibuchi pun melanjutkan perjalanan mereka. Tidak menghiraukan para gangster yang terluka cukup parah.

.

.

.

.

Bala bantuan dari berbagai pihak pun akhirnya berdatangan.

Namun sayang, belum bisa menembus pertahanan kedua pria ini, yang sekarang telah berdiri didepan pintu masuk gedung tempat Kuroko dan Takao menjalankan misi. Disana, sudah tertempel garis batas menyerupai garis polisi yang bertuliskan 'DO NOT CROSS THIS BITCHES LINE'.

"Siapa pun mereka, aku tidak peduli jabatan mereka apa, akan kami tebas bagi siapapun yang berani melangkah maju kesini!" teriak seorang pemuda berambut pirang dengan model acak, sambil mengacungkan naginata nya kearah polisi yang berdatangan. Hal ini sontak membuat petugas gugup.

Didepannya, terlihat seorang pria berambut keperakan, dengan pedang di tangan kanan dan perisai berbentuk layangan di tangan kiri. Sedari tadi, ia memposisikan dirinya dalam formasi bertahan. Dengan posisi lutut kiri di tanah, ia memegang perisai ke depan, tanda pertahanan yang kuat. Di sekeliling mereka, sudah banyak tubuh polisi-polisi yang tak bernyawa lagi bergelimpangan di jalan. Bau amis darah menyeruak tak karuan dari jasad-jasad mereka dan memasuki indra penciuman orang-orang di sekitar tempat itu.

Para polisi serentak mengangkat hand gun mereka. Kalau tidak bisa diserang dari dekat, dari jauh saja! Pikir mereka.

Dor! Dor! Dor!

Puluhan peluru meluncur keluar menuju dua pemuda tersebut. Tapi sebelum peluru-peluru itu melukai kulit putih nan mulus mereka, sebuah benda berbentuk layangan sudah menahannya lebih dulu dan mengorbankan dirinya ditembaki untuk melindungi kedua pemuda itu.

Tring! Tring! Tring! Tring!

Bunyi logam beradu dengan logam melantun memasuki telinga orang-orang. Alhasil, tidak ada peluru yang menyentuh dua pemuda itu sama sekali. Perisai berbentuk layangan itu telah melaksanakan tugasnya dengan baik.

"Bagus, Mayuzumi," Ucap pemuda bermahkota pirang itu. Yang dipanggil Mayuzumi pun mengangguk sebagai jawaban.

Pemuda bersurai pirang acak itu kembali menatap geram ke arah para polisi. Tangan kanannya masih setia menodongkan senjata kesayangannya ke mereka. "Mau kalian menyerang kami dari depan, belakang, kanan, kiri, atau manapun, kalian tidak akan bisa mematahkan pertahanan kami!" Serunya kencang. Rok yang menutupi bagian kaki kirinya sedikit terbawa angin dan kedua kakinya yang terbungkus knee-high boots berdiri tegak tanpa ada tanda-tanda pergerakan satu langkah pun dari tempatnya berdiri. Resleting turtleneck long dress hitam ketatnya yang berwarna turqouise dibuka hingga mengekspos leher putihnya.

Sedangkan pria bersurai keperakan, yang diketahui namanya Mayuzumi, kembali ke posisi awalnya. Dress serba hitam yang sama seperti yang dikenakan oleh pemuda bersurai pirang acak juga dengan warna resleting yang sama dengannya menempel di tubuh ramping miliknya. Kaki kanannya yang ia jadikan sebagai penopang tubuh dalam posisi bertahan cukup menarik perhatian para polisi di hadapan mereka. Knee-high boots hitam yang ia pakai tidak menjadi penghalang untuk melihat kaki jenjangnya. Setidaknya di batin para polisi begitu.

'Aduh, apa yang kupikirkan! Tidak boleh tergoyah oleh lawan!' Seru mereka dalam hati mereka masing-masing.

Drrt! Drrt!

"Ah," Mayuzumi menaruh pedangnya di tanah, dan mulai merogoh pouch kecil untuk meraih ponselnya yang tiba-tiba bergetar. Ia menekan gambar message pada ponsel touch screen itu dan mulai membaca isi pesan yang dikirimkan oleh seseorang untuknya. Setelah membacanya, bibir tipis yang diwarnai nude itu melengkung ke atas, membentuk sebuah senyuman.

"Fukui," Mayuzumi langsung melempar ponsel mahalnya, yang langsung ditangkap oleh Fukui tanpa melihat ke arahnya. Fukui pun mulai membaca isi pesan tersebut dan menyengir, menunjukkan deretan gigi putihnya. Ia pun melempar ponsel Mayuzumi kembali, yang segera ditangkap oleh si pemilik ponsel sebelum benda itu bersentuhan dengan tanah.

Para polisi menatap kedua pemuda itu dengan bingung. Tiba-tiba, keduanya sudah berlari kencang menuju mereka dan mulai menghabisi kerumunan polisi itu dengan cepat.

SRAT! CRAS! BUAK!

Naginata dan pedang milik Fukui dan Mayuzumi menari dan mulai menikmati acara mandi darah mereka. Semakin banyak bala bantuan datang, semakin banyak pula yang tumbang bersimbah darah mereka sendiri.

Perlahan-lahan, tanah berlapis aspal itu sudah mulai tertutupi oleh cairan merah pekat dari puluhan orang. Warna keabuan yang seharusnya menghiasi jalan itu hampir tidak terlihat lagi dan mulai digantikan dengan merah.

.

To: Chihiro Mayuzumi

From: Kapten Akashi

Habisi mereka.

.

.

.

.

"Oi, Izuki! Apa masih belum selesai? Lama sekali!" Tanya pria bertubuh tinggi bersurai blond tua yang mengendarai mobil sedan hasil curian dengan kecepatan penuh. Di belakang kendaraan roda empat itu sudah ada tiga mobil polisi yang mengekor dengan sirine yang memekikkan telinga.

"Aduh, sabar dong! Ini juga sudah buru-buru! Kau pikir meng-hack data penting itu pekerjaan yang mudah?" Ujar pemuda bermahkota hitam yang bernama Izuki. Jari-jarinya mengetik sesuatu yang hanya ia saja yang mengerti dengan lihai di keyboard laptop hasil curian mereka. Flashdisk hitam sudah tertempel di sisi kiri laptop dan siap untuk menampung data-data yang akan diberikan untuknya.

Pria tinggi itu mendecak kesal. Sesekali ia membanting stir mobil miliknya ke kanan atau ke kiri untuk menghindar dari tembakan para polisi yang mengejar. Hal itu sedikit menimbulkan kekesalan dalam diri Izuki karena ia tidak bisa mengetik dengan benar karena mobil yang ia naiki terus saja bergoyang ke sana dan ke mari dengan tidak lembut.

"Pelan-pelan sedikit, Miyaji! Aku tidak bisa melakukan tugasku dengan benar!" Omel Izuki yang tidak melepaskan pandangannya sama sekali dari layar laptop.

"Kalau tidak cepat, nanti kita tertangkap! Kau mau itu terjadi dan kita dipaksa mendengar ocehan kapten selama 24 jam gara-gara tertangkap dengan bodohnya, hah?!" Ujar Miyaji yang tidak kalah emosi.

Izuki terdiam sejenak, menghentikan kegiatan mengetiknya. Setelah beberapa detik bengong, ia mulai menggerakan jari-jarinya lagi, "Yah, aku tidak mau…" Balasnya.

"Makanya diam dan segera hack data itu!" Miyaji semakin menambah kecepatan pada mobilnya. Kaki berbalut heels hitam itu semakin gencar menginjak gas. Kedua lengan berbalut kemeja putih dengan tiga kancing teratas yang sengaja dibuka di bagian dada itu mulai memainkan stir mobilnya kembali. Para polisi yang mengikuti mereka tak kunjung berhenti menembaki mobil sedan tersebut.

"Sedikit lagi selesai! Miyaji, kanan! Ke kanan!" Titah Izuki sambil menunjuk ke arah kanan dengan telunjuknya. Pemilik surai blond tua itu pun mematuhi perkataan rekan tim nya dan segera membelokkan mobil mahal tersebut ke kanan dari perempatan jalan.

Aksi kejar-kejaran itu mengundang banyak perhatian dari para pejalan kaki juga pengendara yang sedang sibuk lalu-lalang di jalan besar tersebut, apalagi sirine mobil polisi yang melantun dengan keras. Benar-benar membuat orang-orang menjadi ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Berhenti!" Seru seorang polisi yang terus saja menembakkan peluru ke mobil sedan milik Miyaji. Selain menjadi buronan para polisi, mobil yang dikendarainya sudah melaju di atas kecepatan rata-rata. Memang pantas sekali untuk dijebloskan ke penjara.

Dor! Dor!

Peluru demi peluru terus saja ditembakkan ke kendaraan roda empat yang sedari tadi dikejar-kejar. Namun mobil itu terus saja menghindar dari logam kecil itu. Sekalinya kena pun, itu bergesekkan dengan body nya saja. Bukan mengenai ban yang bisa menghentikan pergerakan kendaraan itu.

Urat kemarahan sudah muncul di dahi Miyaji sedari tadi. Dia benar-benar marah karena polisi sialan itu sudah merusak body mobil yang ia kendarai. Dan Izuki tak kunjung selesai meng-hack data-data penting yang mereka incar dari tadi. Rasanya Miyaji ingin menarik stir mobilnya dan melemparkannya pada mobil-mobil polisi yang tak mau berhenti mengejarnya. Apa –apaan dengan suara sirine yang berisik itu? Benar-benar polusi suara!

Kedua manik hitam milik Izuki menatap loading yang telah penuh dengan berbinar-binar. Ia pun segera mencabut flashdisk miliknya yang penuh dengan berbagai macam data yang sudah di hack olehnya.

"Selesai! Pekerjaan tuntas, hati pun puas! Ah, kitakore!" Serunya yang segera mengambil ponselnya dan mulai mengetik pun yang baru saja dibuatnya tadi. Dia tidak boleh lupa menuliskannya.

"Akh! Persetan dengan guyonan bodohmu itu! Yang penting datanya sudah terambil!" Miyaji pun semakin menambah kecepatannya tanpa khawatir akan menabrak kendaraan lain yang melaju. Hei, dia pengendara handal, jadi tak perlu khawatir. Tidak seperti para polisi yang berusaha mengejarnya dengan kecepatan di bawah rata-rata. Oh, mereka tidak akan bisa menangkapnya.

Setelah yakin bahwa mobil-mobil polisi itu sudah tertinggal jauh, Miyaji memberhentikan mobilnya di sebuah jalan buntu. Rok pencil hitam yang ia kenakan sedikit mengganggu pergerakannya untuk keluar, tapi setidaknya ia berhasil untuk melakukannya. Izuki yang duduk di sebelah kirinya pun ikut membebaskan dirinya dari dalam mobil. Turtleneck long dress hitam dengan resleting kuning membalut tubuh rampingnya. Kain hitam yang menutupi bagian kirinya saja sedikit tersingkap ketika ia berusaha untuk bergerak keluar. Knee-high boots hitam yang membungkus kaki putih nan mulusnya itu menapak aspal yang kasar.

Brak!

Pintu mobil ditutup secara bersamaan dengan kasar. Miyaji meregangkan tubuhnya. Kemejanya sedikit terangkat hingga mengekspos perutnya yang langsing. Kemudian ia menghela napas.

"Haah… Rok ini menyiksaku," Gumamnya. Izuki membalasnya dengan tertawa terkekeh.

"Kau pantas dengan pakaian seperti itu, Miyaji! Ternyata pilihanmu sendiri memanglah pilihanmu! Ooh, kitakore!" Izuki kembali menggila dan menuliskan pun yang dibuatnya beberapa detik yang lalu di ponselnya. Lagi.

"Eh, bitch, mau kutabok ya?!" pekik Miyaji kesal. Hish, Izuki, bisa tidak ia menghentikan guyonan bodoh nan garingnya itu? Cantik-cantik namun sayang, selera humornya buruk sekali!

"Hiya, jangan dong! Kau membuatku takut tingkat akut. Ah, kitakore lagi!"

Miyaji pun tepuk jidat.

.

.

.

.

Cekris… cekris… cekris…

Suara gunting terdengar memotong sesuatu melantun keras di dalam kamar mandi. Cipakan air pun turut menemani seiring tubuh putih nan mulus milik pemuda bersurai maroon itu bergerak ringan. Helaian demi helaian berwarna merah darah jatuh ke dalam air di bathtub putih tersebut. Ketenangan yang sangat didambakan lama oleh pemuda bermanik merah itu. Sendirian ditemani mandi susu, indah semua.

Namun sayang, ketenangan itu harus dibuyarkan dengan bunyi pintu kamar mandi yang didobrak dengan paksa.

BRAK!

"Oi, Kapten," Panggil pemuda lain pemilik alis hitam tebal yang masuk ke kamar mandi itu seenak jidatnya. Turtleneck long dress hitam berlengan panjang ketat dengan resleting biru muda yang dibiarkan terbuka hingga mengekspos dada dan perutnya yang langsing itu membalut tubuh rampingnya. Knee-high boots hitam miliknya mulai melangkah masuk ke dalam ruangan yang dipenuhi dengan perabotan mandi tersebut dan mulai berjalan mendekati sosok yang sedang asyik menggunting rambutnya. Mau tidak mau, ia menghentikan jemarinya memainkan alat pemangkas tersebut.

Seketika, muncullah tanda perempatan di dahi sang kapten. Dirinya mulai murka karena diinterupsi waktu santainya.

WUUSH!

Dilemparnya gunting tersebut hingga melayang kearah si wakil kapten.

Tring!

Wakil kapten itu pun memutar badannya sambil merenggangkan kakinya seperti gerakan menendang. Walhasil, gunting tersebut menyangkut diantara heels sepatu boots yang ia kenakan.

"Wah, wah, tenang dulu Kapten." Sahut pemuda berambut hitam itu santai. Dengan lincah pula ia ambil gunting yang sempat tersangkut di sepatunya. Ia pun melempar balik gunting itu. Yang tentu saja, ditangkap kembali dengan mudahnya oleh si pemilik.

"Aku hanya mau bilang mereka sudah kembali." Lanjutnya, sambil duduk dipinggir bathtub dan sukses mengekspos paha kanannya yang putih mulus tanpa lecet.

"Hm?"

Sang kapten pun menatap lekat-lekat pria didepannya.

"Hoo…cepat juga."

Cekris…cekris…

"Cara licik apalagi yang kau gunakan, Hanamiya?"

Cekris…cekris…

Pemuda yang tengah berendam di bathtub itu bertanya tanpa mengalihkan perhatiannya sedikit pun dari kegiatan mengguntingnya lagi.

Hanamiya, pemuda cantik beralis tebal yang merupakan wakil kapten mereka, hanya menyeringai lebar.

"Hahaha." Tawa arogan yang khas terdengar satu ruangan. Ia pun berdiri dari posisinya. "Aku yakin kau akan bosan mendengarnya, Kapten Akashi."

"Hmm…kau benar." senyum Akashi, yang tidak lain tidak bukan adalah ketua dari gerakan misterius tersebut, sambil memejamkan kedua matanya. Kedua tangannya ia sandarkan ke pinggir bathtub, yang dipenuhi helaian surai merah mengambang diatas air.

"Suruh semuanya berkumpul di ruang rapat. Aku akan menyusul."

"Haah…ya, ya." Balasnya, ogah-ogahan.

Seiring dengan menghilangnya pemuda beralis tebal itu, kapten berambut merah itu pun membuka manik dwiwarna merah dan kuning miliknya. Ia mengangkat tubuhnya dari dalam bathtub dan berjalan mengambil handuk yang tergantung di besi dan mulai mengeringkan badannya dari tetesan air yang masih menyisa. Kemudian kain tebal itu ia balutkan hingga menutupi tubuh putihnya. Tak lupa ia menaruh gunting yang telah ia pakai kembali pada tempatnya semula. Iris heterochrome nya menatap balik pada sosok yang terpantul di cermin kamar mandi.

"Tidak buruk…" Gumamnya sambil menyentuh poni yang awalnya mencapai mata, namun sekarang telah terpotong hingga hanya sepanjang dahi saja.

Kedua pupil beda warnanya menatap tajam pada pantulan dirinya. Tanpa sadar, seringaian kecil mengembang di bibir mungilnya.

.

.

.

.

~TBC~

WAAAH! APA YANG SUDAH EVIL BUAAAAT! FIC APA INIIIII! *lari keliling komplek (?)* hosh… hosh… jadi, yah, entah kenapa Evil kepikiran untuk membuat genre fic action, tapi jadinya malah begini… - _ - maafkan Evil kalau aneh… *sungkem*

Review sangat dibutuhkan! Hehehe!

Sampai jumpa di chapter berikutnya! Stay tune and see you next chapter, readers! Sayonaraaa!