Dia Tanpa Aku

Disclaimer : This story is not mine. It is a remake from Esti Kinasih's novel Dia Tanpa Aku

.

Panas matahari siang ini sebenarnya bisa membuat kulit putih Chen memerah terbakar, namun ia tetap menyetujui ajakan Chanyeol untuk melihat Jongin. Namja siswa SHS yang menjadi pusat perhatian Chanyeol sejak dua bulan lalu. Karena alasan itulah Chanyeol masih menahan dirinya untuk mendekati Jongin, dengan alasan tidak ingin terlalu mengganggu tahun terakhir Jongin dan persiapannya sebelum memasuki universitas. Chanyeol akan menunggu hingga Jongin menjadi mahasiswa sepertinya.

Selama ini Chanyeol hanya bisa melihat Jongin dari kejauhan. Melihat, memperhatikan, mengamati dan memuja. Kadang Chanyeol akan 'mengantar' namja itu pulang. Mengantar dalam tanda kutip karena Jongin tidak pernah tahu jika ada seseorang yang terkadang ikut naik ke bus yang ditumpanginya hanya karena ingin memandang wajahnya lebih lama.

Dan setiap kali Chanyeol selesai menemui Jongin, ia pasti akan bercerita panjang-lebar. Sering kali ceritanya berisi hal-hal tidak penting, tidak penting bagi orang yang ia paksa untuk mendengarkan. Dalam hal ini, Chen. Contohnya. .

"Jongin itu manis. Mirip seperti Taemin, anggota boyband terkenal itu."

"Taemin?" Chen mengerutkan dahi. "Aku tidak kenal."

Meskipun petunjuk paling krusial yang bisa menggambarkan betapa manisnya Jongin ternyata tidak diketahui Chen, itu tidak menghalangi Chanyeol untuk terus bercerita mengenai Jongin.

"Jongin akan terlihat sangat menggemaskan jika memakai baju olahraga. Seksi. Lucu!"

"Seksi atau lucu?" Kerutan di dahi Chen semakin dalam.

"Seksi yang lucu, bukan seksi penggoda. Yang jelas ia menggemaskan, aku berani bersumpah!

"Seksi, lucu, atau menggemaskan? Beri informasi yang jelas!"

"Seksi! Lucu! Menggemaskan!" Tandas Chanyeol.

Informasi tidak penting lainnya. .

"Jongin ketika berkeringat lalu rambutnya berantakan akan terlihat benar-benar seksi!"

Informasi lain lagi, masih tidak penting. .

"Kemarin ketika pelajaran olahraga ia memakai t-shirt putih dan celana pendek. Aku tidak tahu seorang namja bisa terlihat semanis itu dalam warna putih."

Tapi tentu saja ada informasi yang penting, penting bagi Chen. Penting sebagai tolak ukur jika ia jatuh cinta nanti, ada kemungkinan bahwa ia akan sama gilanya seperti Chanyeol, sahabatnya itu. Namun tentu saja informasi lain yang diberikan Chanyeol tetap tidak penting.

"Namanya Kim Jongin. Ia berada di tahun terakhirnya di SHS. Pecinta ayam, semua olahan ayam. Warna kesukaannya putih. Jongin benci olahraga dan sangat suka tidur. Jadi ketika jam olahraga ia sering berpura-pura sakit agar bisa tidur di ruang kesehatan atau kadang mengganggu teman-temannya. Aku pernah melihatnya bermain basket dan aku tidak akan menyangkal jika permainnya benar-benar parah. Satu-satunya olahraga yang Jongin bisa adalah lari. Aku curiga ini karena ia suka mengganggu teman-temannya. Ia harus bisa berlari cepat agar tidak tertangkap teman-temannya, kan?"

Sejenak Chanyeol berhenti membaca catatannya untuk tertawa geli dengan ekspresi wajah yang tetap berbinar bahagia.

"Aku jogging di tepi sungai Han dan makam siangku tadi adalah ayam" Lamunnya kemudian dengan girang. "Kami berjodoh!"

Chen mendengus, "Jogging dan makan ayam bukan berarti kalian berjodoh!" Gerutunya.

Tapi Chanyeol tidak peduli, ia terlalu terhanyut dalam dunia Jongin-nya. Ia teruskan membaca catatan.

"Ia sering mendengar radio ketika belajar jadi ia tidak mengantuk. Padahal orang lain akan mengantuk ketika mendengar radio, kan? Jongin sangat suka menari. Ia penari hebat namun sayang ia harus menghentikan ekstrakulikuler tarinya untuk menghadapi ujian akhir. Jongin memang menakjubkan" Chanyeol menggelengkan kepalanya bangga.

"Ia benci film horror, sangat benci. Ia biasanya akan memilih film komedi romantis ketika menonton. Ia penggila manga dan punya selemari besar koleksi manga. Selera musiknya selalu berubah sesuai mood dan ia biasanya mudah bosan. Teman-temannya memanggilnya dengan panggilan Kkamjong karena kulit eksotisnya dan hebatnya Jongin tidak pernah protes dengan panggilan itu, ia rendah hati. Jongin belum pernah memiliki kekasih dan berharap akan memiliki kencan romantis dengan kekasihnya nanti."

Kepala Chanyeol menyembul dari sisi kertas yang sedang dibacanya, yang selama ini menghalangi wajahnya dari pandangan Chen.

"Masih sangat polos." Chanyeol tertawa geli.

Mulut Chen membulat takjub, "Bagaimana caranya kau bisa tahu semua informasi itu?"

Chanyeol mengangkat bahu santai, "Pokoknya aku tahu."

Selain hal-hal yang bisa membuat Chen menganga takjub itu, masih banyak lagi informasi lain tentang Jongin yang disampaikan oleh Chanyeol dan Chen diatas nama persahabatan hanya bisa mendengarkan celotehan Chanyeol dengan sabar.

Masalahnya adalah ketika Jongin mendekati akhir masanya menjadi siswa SHS. Meskipun selalu berkata tidak ingin mengganggu Jongin, frekuensi pngamatan Chanyeol tetap menanjak tinggi. Hampir setiap hari dihabiskannya untuk 'menemui' Jongin dan hampir dalam setiap permbicaraannya dengan Chen, Jongin adalah topik utamanya. Chanyeol tidak peduli jika wajah sabar Chen dalam mendengar ceritanya mulai terkikis diganti wajah kesal atau bahkan tidak peduli ketika cerita yang diceritakannya sudah pernah ia ceritakan sebelumnya.

"Ini rerun-nya" Balasnya tenang, tidak ambil pusing dengan wajah kesal Chen.

Namun sebenarnya Chen mengerti alasan kuat Chanyeol untuk selalu memaksanya mendengar semua cerita mengenai Jongin karena Chanyeol sendiri pernah mengucapkannya.

"Kau belum mengenalnya. Coba saja jika kau sudah mengenalnya, kau pasti mengerti kenapa aku tergila-gila pada anak itu."

"Sudah. Kau sering memperlihatkan fotonya padaku, dia biasa saja."

"Tidak, tidak. Pasti akan berbeda jika kau melihatnya secara langsung."

Chanyeol memang menyimpan banyak foto Jongin yang di shoot-nya secara diam-diam. Dan Chen setidaknya bersyukur karena Chanyeol hanya menyimpan foto Jongin di kamarnya dan tidak membawanya kemanapun ia pergi. Tidak masalah jika Chanyeol mengenal Jongin, kenyataannya mereka sama sekali tidak saling mengenal dan Chen khawatir Chanyeol akan dicap sebagai stalker. Walaupun pada kenyataannya memang seperti itu.

Karena itulah Chen sangat berharap Chanyeol akan mengajaknya untuk 'menemui' Jongin. Jadi jika Chanyeol mulai menceritakan tentang Jongin lagi kepadanya dengan semangat dan panjang lebar, Chen bisa mengangkat tangannya didepan wajah Chanyeol dan berkata "Aku sudah tahu."

Akhirnya harapan Chen terkabul hari ini. Tanpa diduga Chanyeol meminta Chen untuk menemaninya menemui Jongin.

"Call!"

Tentu saja jawaban Chen sudah jelas. Ajakan Chanyeol bahkan terasa lebih indah daripada ajakan untuk berlibur ke luar negeri.

Chanyeol mengerutkan dahinya bingung, "Kenapa semangat sekali?"

"Aku benar-benar penasaran seperti apa Jonginmu itu. Kau terlalu bersemangat ketika menceritakannya."

Chanyeol hanya bisa berdeham menyembunyikan senyum manisnya ketika Chen menyebut Jongin sebagai Jongin-nya.

Begitu kelas mereka berakhir, Chanyeol dan Chen segera melesat menuju sekolah Jongin. Dan jika hal itu membingungkan, Chanyeol telah mengatur semua jadwal kuliahnya -dan jadwal Chen, secara paksa- sesuai dengan waktu sekolah Jongin berakhir. Kelasnya selalu berakhir satu jam atau setengah jam lebih cepat daripada jadwal sekolah Jongin berakhir. Meskipun ada cukup waktu untuk sampai ke sekolah Jongin, Chanyeol tetap menginjak pedal gas mobilnya sedikit dalam, tidak sabar menemui sang pujaan.

Chanyeol mengajak Chen untuk menunggu di sebuah taman kecil didepan sekolah Jongin. Tidak lama beberapa siswa mulai keluar dari gerbang sekolah diikuti kerumunan besar siswa setelahnya. Chanyeol langsung gelisah, kepalanya terjulur tinggi walaupun ia sebenarnya tidak perlu melakukannya karena tubuhnya sudah sangat tinggi. Sepasang matanya menajam dan meneliti satu-persatu siswa yang melewati gerbang sekolah dengan teliti tanpa melewati satu orangpun.

Namun hingga kerumunan siswa menipis dan akhirnya habis sama sekali, orang yang mereka tunggu tidak terlihat. Padahal Chanyeol sudah sangat teliti mengamati sejak siswa pertama melangkah keluar dari gerbang sekolah. Wajah Chanyeol yang tadinya cerah dan bersemangat mendadak diselimuti mendung pekat.

"Kenapa tidak ada? Apa ia sakit?"

Bahkan suaranya yang penuh semangat dan tidak berhenti mengoceh mengenai Jongin juga mendadak lemah. Chanyeol tidak menyembunyikan kekecewaannya. Kepalanya yang tadi menjulur tinggi kini menunduk malas, membuat Chen kesulitan menahan ledakan tawanya melihat perubahan mendadak itu.

"Mungkin pelajaran tambahan. Bukankah ia akan segera menghadapi ujian akhir?"

Wajah kecewa dan kepala menunduk Chanyeol berubah detik selanjutnya. Mendung pekat di wajahnya tersapu bersih dan kepalanya tegak percaya diri.

"Tentu saja! Tentu saja siswa senior mendapatkan pelajaran tambahan!" teriaknya antusias.

Disisi lain Chen justru memukul kepalanya pelan karena melontarkan kalimat hiburan seperti itu karena sampai satu jam setelahnya, ketika Chen sudah nyaris kering karena dehidrasi parah, mereka masih menunggu didepan sekolah Jongin. Semantara itu Chanyeol masih segar dan bersemangat. Lehernya tidak lelah menjulur tinggi dan matanya tidak bosan memandangi gerbang sekolah Jongin.

Chen masih berusaha bertahan, namun beberapa menit kemudian pertahanannya Chen berada di batasnya.

"Berapa lama kau berniat menunggu disini? Hingga nanti malam atau besok pagi?"

Chanyeol nyaris terkekeh geli mendengar pertanyaan sarkastis Chen, namun kekehan itu hilang ketika dilihatnya wajah Chen sudah dipenuhi aura kekesalan yang sangat pekat. Berbeda dengan aura cinta yang masih tetap dikeluarkannya. Chanyeol menggaruk kepalanya canggung, merasa bersalah karena sudah melupakan Chen yang sedari tadi menemaninya.

"Beberapa menit lagi, oke? Jika Jongin tidak muncul berarti ia memang tidak sekolah hari ini."

Chen berpikir, beberapa menit dalam standar Chanyeol bisa menjadi sangat lama, namun ia tidak membantah.

"Baiklah, beberapa menit lagi. Semoga saja tenggorokanku tidak mengering."

Sejenak Chanyeol bingung, lalu kemudian tertawa geli.

"Bilang saja jika kau haus."

"Kau yang sama sekali tidak mengerti. Perhatianmu sepenuhnya pada Jongin sehingga kau melupakan temanmu ini. Kau seharusnya bersyukur aku sudah setia menemanimu. Aku benar-benar dehidrasi."

"Arraseo, arraseo. Maaf Chen, aku akan membeli minuman untukmu."

Chen akhirnya tersenyum pada Chanyeol, apalagi ketika Chanyeol mulai melangkah menuju mini market yang berada diseberang sekolah Jongin, namun tiba-tiba Chanyeol berhenti dan membalik badannya hingga menatap Chen lagi.

"Bagaimana jika Jongin keluar ketika aku pergi dan aku tidak melihatnya?"

Senyum Chen menghilang dan demi Tuhan ingin sekali dicakarnya wajah Chanyeol yang menatapnya khawatir.

.

Kenyataannya mereka memang tidak berhasil menemui Jongin. Hingga Chen benar-benar mengeluarkan kukunya untuk mencakar wajah Chanyeol, tetap saja Jongin tidak terlihat.

Karena itu, hari ini Chanyeol kembali menyeret Chen menuju sekolah Jongin. Tidak peduli keengganan Chen dan keluhannya karena hujan mengguyur kota dan Chen sangat benci basah.

"Aku khawatir ia benar-benar sakit, Chen."

Chen bahkan tidak tahu harus merepon apa untuk kalimat penuh rasa khawatir Chanyeol. Setengah dirinya ingin tertawa keras dan setengah dirinya yang lain ingin memukul Chanyeol karena kesal. Nada suara Chanyeol terdengar seakan-akan ia dan Jongin sudah saling kenal dan akrab.

"Sakitpun itu bukan urusanmu. Ia kan memiliki keluarga."

"Aku tidak boleh mengkhawatirkannya karena ia memiliki keluarga, begitu maksudmu?"

"Kekhawatiranmu percuma. Ia bahkan tidak mengenalmu."

Dan kalimat itu sukses membungkam Chanyeol. Chen sebenarnya merasa sedikit bersalah, tapi apa yang ia katakan benar, kan?

Untung saja hujan tidak berlangsung lama, begitu Chen dan Chanyeol melangkah keluar dari mobil Chanyeol, Chen mendesah lega karena hujan benar-benar sudah berhenti. Hanya menyisakan udara sejuk dan bau tanah basah, dan tentu saja genangan air, namun Chen cukup pintar untuk menghindari hal terakhir.

Tidak lama mereka berdiri didepan sekolah Jongin, siswa-siwa sudah berhamburan keluar. Seperti hari sebelumnya, Chanyeol langsung sigap mengamati setiap siswa, mencari pujaan hatinya.

Kerumunan siswa semakin ramai, sebagian dari mereka memilih jalan memutar, menghindari genangan air. Sementara sebagian lagi memilih menyusuri genangan itu dengan perlahan dan hati-hati, di tempat yang paling dangkal.

Tiba-tiba orang yang mereka tunggu-tunggu sejak kemarin muncul. Menyeruak di antara kerumunan. Chanyeol terpana. Sesaat ia cuma bisa menatap Jongin, tanpa berbicara.

Rambut Jongin terlihat lebih pendek, hanya menutupi sebagian dahinya dan berwarna caramel lembut. Rambutnya berantakan, jelas sekali Jongin tidak begitu peduli dengan bagian merapikan rambutnya. Namun ajaibnya rambut berantakan itu terlihat sangat seksi dimata Chanyeol. Wajah Jongin juga seperti yang sering dilihat Chanyeol, tersenyum atau tertawa ketika bersama teman-temannya dan menekuk lucu ketika ia hanya sendirian

"Itu dia!" Seru Chanyeol tertahan, sebelah tangannya menepuk lengan Chen.

"Dimana?" Chen langsung ikut menjulurkan kepalanya mencari-cari. "Si rambut berantakan?"

"Iya. Bagaimana? Ia manis kan?"

Chen menatap Jongin sedikit lebih lama. "Iya, manis" Jawabnya kemudian, terpaksa mengakui.

"Aku benar kan?" Sepasang mata Chanyeol yang terus menatap Jongin semakin berbinar.

Chen mengangguk, "Tidak berbeda dengan di foto-fotomu."

"Tentu saja. Pesonanya natural, tidak dibuat-buat." Chanyeol membenarkan dengan bangga sambil mengeluarkan digital camera dari tasnya.

"Foto lagi?" Chen menatap heran. "Kau sudah punya sangat banyak fotonya, Chan!"

"Aku belum memiliki ekspresi ini."

Chen hanya menggeleng tidak percaya sementara Chanyeol sudah mengarahkan bidikan kameranya ke objek yang sama sekali tidak menyadari keberadaan mereka.

Ia beberapa kali menekan tombol kecil di kameranya sebelum menurunkan benda itu untuk melihat hasil bidikannya dan kemudian tersenyum puas.

"Sepertinya ia anak nakal."

Chanyeol hanya tersenyum kecil mendengar komentar Chen.

"Memang. Tidak nakal sebenarnya, hanya sering menjahili orang lain. Bukankah aku sudah bercerita padamu?"

Baru saja kalimat Chanyeol selesai, Jongin yang tadi berjalan tenang sambil mengobrol dan tertawa-tawa bersama teman-temannya -dengan gerakan tiba-tiba dan tak terduga- melompat ke genangan air hujan di depan gerbang sekolah.

Seketika terdengar protes keras, bersamaan dengan air kotor bewarna kecoklatan yang memercik ke segala arah. Mendarat di baju seragam, celana, sweater, tas dan semua benda yang berada tepat dijalur cipratannya.

"JONGIN! BAJUKU MASIH BERSIH!"

"YAK! SIALAN KAU KIM JONGIN!

"INI TAS BARUKU!

"MATI KAU, KKAMJONG!

Namun jeritan-jeritan marah teman-temannya itu malah membuat Jongin tertawa geli dengan suara keras. Melihat itu Chanyeol jadi ikut tertawa terbahak-bahak. Ia memandang Jongin dan ulah nakalnya dengan sorot yang semakin jelas memperlihatkan perasaannya.

"Dia lucu sekali kan?" Tanyanya pada Chen di sela tawa.

"Anak kurang ajar" Chen geleng-geleng kepala. Tapi akhirnya ia juga tidak bisa menahan tawa saat kemarahan teman-teman Jongin malah membuat keisengan Jongin semakin menjadi-jadi.

Masih di atas genangan air kotor yang tadi dicipratkannya ke arah teman-temannya, Jongin kemudian menari dalam berbagai macam gaya. Teman-temannya semakin kesal dan akhirnya berusaha menangkapnya.

"Kemari kau, Jongin! Kau harus mencuci bajuku!" Teriak salah seorang anak. Jongin langsung menghentikan pertunjukan tarinya dan melarikan diri.

"Kejar dia! Kejar si Kkamjong sialan itu!"

"Tangkap dia! Kurang ajar!"

Jongin lari terbirit-birit, masih tetap tertawa geli dengan ulahnya. Dibelakangnya teman-temannya mengejar sambil tetap berteriak marah.

Tanpa berpikir lagi Chanyeol berlari mengikuti Jongin, tetap pada posisinya diseberang jalan. Menjejeri Jongin dalam jarak paralel. Chen sesaat hanya bisa melongo sebelum ikut berlari mengejar Chanyeol.

Dengan mudah Chanyeol menyusul dan berada di depan Jongin. Ketika jalan itu menikung, Chanyeol berlari menyeberang jalan. Dibelakangnya, Chen berlari mengikuti sambil terus menyumpahi Chanyeol yang membuatnya ikut berlari.

Begitu sampai di seberang jalan, Chanyeol menghentikan larinya. Dengan napas terengah ia berdiri menunggu. Jantungnya berdetak keras dan cepat. Bukan saja karena habis berlari, tapi juga karena satu tindakan yang sebentar lagi akan ia lakukan.

Tak lama Jongin muncul di tikungan. Dan begitu namja itu melintas di depannya ….

"Jongin!"

Jongin menghentikan larinya. Dipandangnya Chanyeol dengan heran.

"Bersembunyi di balik pohon, ppali!" Chanyeol menunjuk salah satu pohon peneduh jalan di belakangnya. Jongin tidak bergerak. Ditatapnya namja tinggi di depannya itu dengan heran, aneh, bingung, dan curiga. Jongin tak tahu Chanyeol sedang setengah mati menekan rasa gugupnya.

"Kau tadi cukup keterlaluan. Jika mereka menangkapmu, mereka akan. . ." Chanyeol menyeringai lucu, "membenamkanmu didalam genangan air kotor itu."

Suara teman-temannya yang terus menjeritkan namanya membuat Jongin tidak bisa lama-lama berpikir.

"Ppali-ppali!" desak Chanyeol. "Nanti mereka datang!"

Jongin memutar kepalanya melihat kebelakang dan sadar teman-temannya semakin dekat, akhirnya ia mengikuti saran Chanyeol. Ia bersembunyi di balik pohon yang tadi ditunjuk Chanyeol.

Chen yang mencapai tempat Chanyeol dan Jongin berhenti langsung ikut menghentikan larinya. Penjelasan kenapa Chanyeol tiba-tiba berlari meninggalkannya sudah ia mengerti ketika melihat Jongin.

"Bantu aku menutupinya!" Seru Chanyeol begitu sahabatnya itu muncul. Tanpa bertanya lagi, Chen langsung menurut.

Dengan posisi berdiri yang tidak begitu kentara kalau sedang menyembunyikan Jongin, Chanyeol dan Chen berdiri mengapit pohon tersebut. Di balik pohon, Jongin meringkuk dalam-dalam sambil tertawa geli.

"Jangan tertawa ketika bersembunyi!" Tegur Chanyeol pelan. "Percuma kami melindungimu."

"Nde, mian." Jongin berusaha menghentikan tawanya.

"Begitu mereka lewat kau larilah kembali ke halte bus. Busnya sebentar lagi datang."

"Nde!" jawab Jongin dan ia tertawa-tawa geli lagi.

"Jangan tertawa!" desis Chanyeol.

"Mian" Jongin meminta maaf sekali lagi, ia menutup mulut dengan telapak tangan. Chen menyaksikan peristiwa itu dengan senyum.

Tak lama teman-teman Jongin muncul, masih dengan seruan-seruan kesal dan marah.

"Ia lari kesana!" tunjuk Chanyeol ke ujung jalan di sebelah kanan.

"Terima kasih, hyung!" Anak-anak itu mengucapkan terima kasih nyaris bersamaan, kemudian berlari ke arah yang di tunjuk Chanyeol.

Setelah menunggu beberapa detik, Chanyeol memberikan komando, "Jongin, lari!"

Diapit Chanyeol dan Chen di kiri-kanan, Jongin berlari ke arah semula. Mereka berlari secepat dan sehening mungkin. Tapi Jongin tidak berhasil menahan tawanya. Ditengah napas yang tersengal-sengal, ia tertawa geli.

Sampai di halte, baru ketiganya berhenti berlari. Jongin membungkukkan tubuh, antara kehabisan tenaga karena berlari cepat dan sakit perut karena terus tertawa. Setelah napasnya kembali normal, ia menegakkan kembali tubuhnya. Ditatapnya dua namja asing yang telah menolongnya.

"Terima kasih."katanya, dengan senyum geli yang siap berubah jadi tawa. Chanyeol dan Chen mengangguk hampir bersamaan.

"Darimana kalian tahu namaku?"

"Teriakan teman-temanmu sangat keras." Chanyeol menjawab cepat, membuat tawa Jongin kembali berderai.

"Tapi tidak ada gunanya. Besok mereka benar-benar akan membunuhku" Jongin memelas lucu, membuat Chanyeol dan Chen ikut tertawa.

"Baiklah, terima kasih. Aku harus naik bus" Jongin menatap bus yang hampir mencapai halte tempat mereka menunggu

"Oke." Chanyeol mengangguk.

"Siapa namamu?"

Chanyeol langsung salah tingkah.

"Ng. . . Chanyeol" Jawabnya dengan suara mendadak pelan.

"Siapa?"

"Chanyeol!" Chen yang mengulangi.

"Oh.." Jongin mengangguk. "Bagaimana denganmu?" sepasang matanya lalu menatap Chen.

"Chen"

"Baiklah, Chanyeol hyung, Chen hyung aku pergi. Sekali terima kasih bantuan kalian" Jongin membungkuk sebelum melompat menaiki busnya.

Chanyeol melepas kepergian Jongin dengan senyum dan tatapan sayang. Ia menunggu hingga bus itu benar-banar hilang di ujung jalan, baru diajaknya Chen kembali berjalan ke mobilnya yang masih terparkir didepan sekolah Jongin.

"Kurasa kau mulai bisa mendekatinya, Chan."

Chanyeol tersenyum malu, namun menggeleng.

"Tidak, aku bisa mengganggu konsentrasinya."

"Tapi ujiannya beberapa bulan lagi. Kau yakin akan menunggunya?"

Chanyeol mengangguk mantap, "Tentu saja. Aku sudah menunggunya sebelumnya, menunggu beberapa bulan lagi bukan masalah."

TBC

As I said, cerita ini punya Esti Kinasih. She's a damn good writer and I love her stories. I just want to remake it because I love this story. Hope u like it~