Taehyung memejamkan mata dan menempelkan bibirnya dengan bibir dingin Yoongi, mengulumnya dengan penuh nafsu. "Fuck me!" bisiknya, disela ciuman sepihak itu. Ia kembali mengulum bibir Yoongi penuh nafsu, menggigit perlahan bibir itu hingga rasa anyir bersatu dengan saliva. Yoongi masih terdiam menatap tanpa arti, tak ada pergerakan ataupun balasan. Taehyung masih mengulum bibir Yoongi, menyapu setiap inchi bibir pria dingin itu dengan rakus. Tangan Yoongi bergerak dan mengeluarkan sesuatu dari flecee coat hitamnya; sebuah pisau lipat.

THE DARK SIDE TO LOVE

Cast : YoonMin / Yoongi x Jimin and other.

Rated : M

Warning : YAOI, BL (Boys Love), Boy x Boy

Disclaimer : FF ini murni karya milik author, untuk cast cuma pinjam nama.

.

.

Enjoy!

.

.

Chapter 4

.

.

Ciuman sepihak itu terlepas, Ia mengelap lembut sudut bibir Yoongi yang sedikit basah karena perbuatannya. Taehyung menatap dalam iris kecoklatan dihadapannya, tubuhnya yang dingin masih menempel di tubuh Yoongi.

Tiba-tiba Yoongi menariknya dan membalikkan keadaan, tubuh topless itu kini telah terhimpit diantara dinding dan dirinya. Taehyung tahu jarak mereka sekarang begitu dekat hingga Ia bisa mencium aroma patchouli dan rockrose yang sangat dirindukan, namun Taehyung juga menyadari Yoongi bukanlah sosok yang bisa ia raih.

Sebuah pisau kecil bergerak menyusuri setiap inchi wajah mulus seorang Kim Taehyung, tak ada sedikitpun perlawanan. Taehyung masih menatap nanar sosok yang ada di depannya, sosok yang berubah dingin dan sama sekali tak ia kenal.

"Kenapa kau melakukan ini?!" Gumam Yoongi dengan nada yang mulai meninggi. Pisau itu masih setia menyusuri belahan bibir manisnya.

"Kenapa kau muncul di hadapanku lagi?!" teriak Yoongi tepat di hadapan Taehyung.

"Maafkan aku... Hyung" gumam Taehyung lirih. Ia masih diam, tatapan matanya masih tertuju pada iris yang mulai memerah di hadapannya, tangannya sudah dingin dan basah.

Yoongi menarik pisau yang ada di tangan kanannya dari wajah mulus Taehyung, mengalihkan pisau itu kearah leher. Pisau yang begitu tajam siap memotong aliran vena jugularis dari seorang Kim Taehyung. Beberapa detik berlalu, namun tak ada pergerakan. Hanya dua orang yang masih dalam posisi sama dan hati yang berbeda.

"Kau tak akan bisa membunuhku, Hyung" bisik Taehyung menyeringai. Perubahan mimik wajah yang begitu cepat dari Taehyung, seringai yang memiliki begitu banyak arti namun sulit dimengerti.

Yoongi mengepalkan tangan kirinya penuh amarah dan menutup mata. Bayangan-bayangan yang terekam berputar bak komedi putar dalam kepala Yoongi. Deru napas kasar bergemuruh seolah menahan segala emosi yang siap meledak saat itu juga. Genggaman tangannya begitu kuat, hingga pisau yang digenggamnya bergetar sebelum akhirnya ia kembali membuka mata.

Yoongi mengangkat kasar pisau yang menempel di leher jenjang Taehyung dan melempar pisau itu ke sembarang arah, darah segar menetes dari luka tipis goresan yang berhasil meninggalkan bekas. Kilatan amarah terpancar jelas di kedua iris kecoklatan Yoongi, deru napas kasar masih bergemuruh. Yoongi meninju dinding begitu keras, jarak tempat tinjuan hanya berkisar beberapa inchi dari wajah mulus Taehyung. Tak ada pergerakan lain, hanya deru napas kasar Yoongi dan tatapan dalam dari Taehyung yang mewakili.

Yoongi menarik diri dan mengambil piyama yang tadi Taehyung kenakan, melemparkan kasar tepat kearah Taehyung dan berlalu pergi. Tubuh Taehyung merosot ke lantai, seluruh kekuatan yang ada dalam dirinya hilang begitu saja. Airmata mengalir membasahi wajah yang terlihat begitu pucat, penyesalan merupakan hukuman paling berat yang Yoongi berikan untuknya.

.

.

.

.

Jimin duduk di sofa dengan secangkir coklat hangat yang Ia genggam. Sesekali Ia melirik kearah jarum jam yang menunjukan pukul 3 dini hari, tak ada tanda-tanda Yoongi akan pulang. Ia masih menunggu khawatir karena tadi Yoongi pergi meninggalkannya begitu saja. Pipinya bersemu merah ketika mengingat kejadian di pinggir jalan, dimana Yoongi menciumnya begitu lembut. Jimin meletakkan coklat hangat itu dan memegang kedua pipinya yang terasa memanas.

"Kenapa aku sangat malu begini, aku harus bagaimana kalau bertemu Yoongi hyung nanti. Aish, menyebalkan sekali." Jimin masih mengerutu, namun tak dapat menyembunyikan raut bahagia dari wajahnya.

BLAM

Dentuman pintu terdengar, Jimin langsung berdiri mengarahkan pandangannya ke pintu. Yoongi melangkahkan kakinya ke dalam dengan raut wajah yang datar dan terlihat lelah. Jimin hendak menyapa, namun Yoongi berlalu begitu cepat dihadapannya dan langsung masuk kekamar. Ia masih diam terpaku, bingung dengan apa yang baru saja terjadi.

"Sebenarnya apa yang terjadi dengan Yoongi hyung?" Tanya Jimin dalam hati. Ia bingung dengan apa yang harus dilakukan. Kalau ia masuk sekarang hanya akan memperparah mood Yoongi, disamping itu juga ia penasaran.

"Apakah aku tidak terlihat olehnya?" Gerutu Jimin malas sambil menempelkan pantatnya di sofa, ia hanya akan menunggu beberapa menit sebelum akhirnya masuk ke kamar.

Selang 30 menit kemudian, Jimin melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar. Suasana kamar ini selalu tenang seperti pemiliknya. Yoongi telah berbaring memunggunginya, Jimin tidak tahu apakah Yoongi sudah tertidur atau belum. Jimin merebahkan tubuhnya disamping Yoongi, ia menatap langit-langit kamar kosong.

"Hyung kau sudah tidur?" Tanya Jimin pelan. Tak ada jawaban, hanya suara detik jarum jam yang menjadi nyanyian malam itu hingga akhirnya Jimin pun ikut terlelap.

.

.

.

.

Jimin berjalan pelan sambil menatap punggung Yoongi didepannya, mempoutkan bibirnya lucu. Jimin binggung apakah Ia harus marah atau tidak peduli karena tak ada kata apapun setelah kejadian ciuman itu, pipinya kembali bersemu merah. Tiba-tiba Yoongi menghentikan langkahnya, otomatis membuat Jimin yang sedang melamun menabrak punggung Yoongi.

"Akh, kenapa tiba-tiba berhenti hyung? Hidungku sakit." Ucap Jimin memegangi hidungnya.

"Kau sendiri kenapa?" Tanya Yoongi menatap Jimin. Kedua iris kecoklatan itu bertemu dengan Jimin, bayangan kejadian ciuman itu dan desiran panas dari seluruh tubuh membuat Jimin seketika salah tingkah.

"Aaa..aku tidak apa-apa. Ah, itu bisnya sudah datang." Sahut Jimin langsung berlari ke arah bis, Yoongi hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Jimin.

.

.

Jimin melangkahkan kaki menyusuri koridor tua sekolahnya. Mulutnya tak pernah berhenti berkomat-kamit sepanjang jalan dan itu sudah merupakan kebiasaan dari seorang park Jimin.

"Kenapa si idiot Taehyung tidak masuk sekolah? Apa dia sakit? Atau dia sedang liburan? Aish, padahal aku mau menceritakan kejadian kemarin." Jimin memegangi kedua pipinya yang kembali memanas dan merona. Ia jadi mudah tersipu malu jika mengingat kejadian itu, senyumnya merekah sepanjang jalan.

Jimin masuk ke perpustakaan, sebelumnya ia menyapa perempuan paruh baya penjaga perpustakaan. Langkahnya menyusuri setiap rak buku bertuliskan sejarah, memilih buku sejarah yang tebalnya lebih dari lima sentimeter dan membawanya ke meja.

Rencananya ia akan mencari beberapa materi untuk ujian sejarah yang akan datang. Halaman demi halaman dia buka, temponya sedikit lebih cepat dari biasanya orang membaca.

"Gambarnya jelek-jelek yah, jadi males bacanya juga."

Ia menutup buku sejarah itu dan meletakkan kepalanya tepat diatas buku. Mungkin buku sejarah itu lebih cocok menjadi bantal nyaman buat Jimin dan akhirnya ia terlelap.

Yoongi membawa setumpuk buku dan masuk ke perpustakaan. Ia meletakkan tumpukan buku itu disamping penjaga perpustakaan dan mengembalikannya. Setelah selesai Ia membungkuk dan mengucapkan terimakasih.

Sebelum keluar, Ia melihat sosok yang sangat dikenalnya. Sosok itu terlelap begitu gemas dengan buku sebagai bantalan. Yoongi melangkahkan kaki dan duduk disamping Jimin. Ia menyamakan posisinya, meletakkan kepalanya di meja dan tangan kanannya sebagai alas.

Jarak mereka begitu dekat, iris kecoklatan itu menatap dalam wajah tertidur Jimin yang sangat menggemaskan. Sesaat Ia berpikir ingin memeluk Jimin dan meraup bibir itu penuh cinta -mungkin untuk ciuman lupakan dulu-. Yoongi masih bisa merasakan lembutnya bibir Jimin ketika menyusuri setiap inchi belahan bibirnya dan berhasil membuatnya ketagihan. Yoongi tahu kejadian itu membuat Jimin salah tingkah di depannya dan itu malah membuat Jimin semakin mengemaskan.

Jimin terusik dan perlahan membuka matanya. Ia memfokuskan pandangannya, terlihat sesosok yang sangat Ia inginkan berada di depannya dan jarak mereka sangat dekat. Jimin kembali menutup matanya, Ia menganggap bahwa ini semua merupakan mimpi yang indah.

"Apakah ini mimpi? Tapi mimpi ini terlalu nyata." Gumam Jimin dalam hati.

"Kau tidak sedang membayangkan ini mimpikan?" Sahut Yoongi pelan, masih dengan posisi yang sama.

Akhirnya Jimin membuka kedua matanya dan langsung mendudukan tubuhnya, Yoongi mengikuti gerakan Jimin.

"Hyung, sejak kapan kau disini?" Tanya Jimin kaget. Ia malu karena Yoongi pasti melihatnya sedang tertidur di Perpustakaan.

"Mungkin 30 menit yang lalu." Jawab Yoongi kembali datar.

"Kenapa kau tidak membangunkanku hyung?" Rengek Jimin mempoutkan bibirnya lucu. Belum sempat Yoongi menjawab, Jimin langsung berdiri.

"Aku terlambat masuk kelas, Hyung, sampai ketemu nanti." Lanjut Jimin menyimpan bukunya kerak dan berlari keluar perpustakaan. Yoongi hanya menyaksikan Jimin yang berlalu pergi.

"Kau membuatku tidak bisa berhenti, Park Jimin." Gumam Yoongi sangat pelan.

.

.

.

.

.

Yoongi menunggu di gerbang sekolah, seperti biasa. Menunggu Jimin adalah hal yang sudah terlalu biasa. Temaram lampu menghiasi sepanjang jalan, semilir angin malam membuat Yoongi mengeratkan jaketnya. Dari kejauhan terlihat Jimin berlari ke arahnya, wajahnya selalu terlihat ceria.

"Maaf hyung, aku terlambat. Tadi aku piket dulu." Jimin mengatur nafasnya.

"Hyung, kita ke Sungai Han dulu yuk sebelum pulang. Aku ada tugas menggambar pemandangan, sepertinya pemandangan malam di sana sangat bagus." Lanjut Jimin.

"Baiklah." Jawab Yoongi singkat. Mereka melangkahkan kakinya menyusuri jalanan malam yang sepi menuju Sungai Han yang begitu romantis dimalam hari.

"Kau tau Hyung, Sungai Han itu sangat romantis dimalam hari."

"Aku sudah lama tidak jalan-jalan disana."

"Biasanya kalau malam banyak yg pacaran disana."

"kau mendengarkanku atau tidak sih, Hyung?"

"Yaakk, jawab aku Hyung. Aku kan nggak ngomong sama patung. Menyebalkan sekali." Jmin mendengus kesal. Sedari tadi ia mengoceh namun tak ada tanggapan apapun dari makhluk dingin di sampingnya itu.

Jimin berjalan mendahului Yoongi sambil mempoutkan bibirnya sebal. Ia berkeliling dan mencari tempat yang bagus. Ia akhirnya menemukan spot terbaik untuk menggambar. Terlihat bayangan lampu warna-warni di atas Sungai Han yang membuatnya semakin cantik. Tiba-tiba semburat merah menghiasi pipinya dan Jimin membalikkan tubuhnya.

"Hyung, sepertinya kita mencari spot lain saja." Kata Jimin menyeret lengan Yoongi. Jimin melihat pasangan yang sedang bercumbu mesra di pinggir Sungai Han dan berhasil membuatnya tersipu malu.

"Bukankah kau ingin disana?" Tanya Yoongi.

"Tidak hyung, aku rasa disana tidak bagus." Jawab Jimin sekenanya. Ia masih menetralkan suhu tubuhnya yang seketika memanas melihat adegan itu.

Akhirnya mereka duduk diatas rerumputan, alunan musik lembut dan riak-riak air menambahkan kesan romantis tempat itu. Jimin sudah mulai menggambar dan Yoongi merebahkan tubuhnya mengadap langit malam yang tak ada bintang satupun.

Beberapa menit Jimin sibuk dengan gambarnya dan akhirnya ia merebahkan diri disamping Yoongi. Merenggangkan semua otot-ototnya yang terasa kaku. Mereka menatap langit yang sama, berkutat dengan pikiran dan hati masing-masing.

"Apa yang paling kamu benci, Jimin?" Tanya Yoongi memecah keheningan diantara mereka.

"Aku benci kekerasan. Lalu apa yang paling kau sukai, Hyung?"

"Jimin." Jawab Yoongi singkat.

"Hey, jangan bercanda Hyung." Sahut Jimin sambil tertawa. Disisi lain, ada perasaan yang menggelitik dan membuatnya bahagia mendengar kata itu.

"Aku tidak pernah bercanda." Lanjut Yoongi masih dengan nada datar, iris matanya tetap menatap langit malam yang terlihat lebih gelap. Jimin terpaku, satu kata mampu membuat desiran hangat mengalir di seluruh tubuhnya.

"Aku mencintaimu, park Jimin."

DOORR

Bagai ditembak senapan Knight Armament M110 milik sniper handal yang membuat Jimin mati seketika tanpa perlawanan. Jimin mematung, ia sungguh tak dapat menggerakkan tubuhnya. Apa yang Yoongi ucapkan membuatnya berhenti bernapas untuk sepersekian detik. Ia tak menyangka perasaannya selama ini tidak bertepuk sebelah tangan dan ciuman itu -ia kembali mengingat adegan itu- karena Yoongi mencintainya.

Ratusan kupu-kupu terbang diperutnya dan membuat semburat merah di kedua pipinya semakin merona merah dan memanas. Ia ingin memeluk Yoongi dan berteriak bahwa Ia juga mencintai Yoongi, namun tubuhnya masih terpaku dan bibirnya tak bisa digerakkan.

Tes...

Tes...

Malam semakin larut, rintik hujan mulai menetes dan membasi wajah mereka. Suasana malam itu sangat tidak mendukung. Jimin segera memasukkan buku gambarnya dan peralatan lainnya di dalam tas, kemudian mereka begera bangkit.

"Sepertinya hujan akan semakin deras, lebih baik kita pulang saja." kata Yoongi dan dibalas anggukkan oleh Jimin. Yoongi menggenggam tangan Jimin dan segera berlari, menembus rintik hujan yang semakin deras. Sedangkan Jimin, masih berada di dunia lain.

.

.

.

.

.

Yoongi sedang duduk menyandarkan tubuhnya di kepala kasur, memainkan game yang ada di handphonenya. Ketika pintu kamar mandi terbuka dan wangi vanila menyeruak ketika Jimin keluar. Wangi itu selalu berhasil membuat Yoongi ingin berlari memeluknya dan menyesap setiap inchi kulit mulus itu. hal yang tak akan Yoongi lakukan karena Ia tak ingin menyakiti Jimin. Air menetes dari rambut basah Jimin, membasahi piyama yang sudah Ia kenakan.

Hachiiii..

Hachiiii..

"Kau flu, Jimin?"

"Mungkin karena tadi kehujanan, Hyung. Aku tidak apa-apa."

"Sin i aku keringkan rambutmu."

Jimin duduk di pinggir kasur dan Yoongi secara perlahan mengelap rambut basah Jimin dengan handuk. Mereka saling berhadapan, hingga akhirnya pandangan mereka bertemu. Satu samalain saling memandang, mengarungi dalamnya perasaan masing-masing.

Yoongi memajukan wajahnya, mempersempit jarak diantara mereka. Yoongi dapat merasakan hembusan nafas Jimin, bibir itu menempel dengan bibir lembut Jimin. Masih tak ada pergerakan diantara mereka. Jimin merasakan jantungnya berdegup sangat cepat, suhu tubuhnya memanas namun tangannya dingin sedingin es dan ia semakin mengeratkan kepalan tangannya -gugup-.

Perlahan Yoongi menggerakkan bibirnya, menyapu setiap inchi dari bibir yang selalu menjadi candu baginya. Jimin menutup mata, Ia tak tahu apa yang harus dilakukan dan hanya mengikuti alur permainan dari seorang Min Yoongi. Pergerakan itu semakin cepat, Yoongi mengulum setiap bagian dari bibir Jimin.

Lidahnya menerobos pertahanan Jimin dan bertaut satu sama lain, merasakan nikmatnya ciuman ini. Tangannya melingkar di pinggang Jimin dan tangan satunya dibelakang kepala Jimin, memperdalam ciuman yang begitu memabukkan. Yoongi boleh bersenang hati, karena secara tidak langsung Jimin menerima perasaannya. Yoongi masih memimpin dan tersenyum diantara ciumannya.

Pasokan oksigen membuat Yoongi harus rela mengakhiri ciuman menggairahkan mereka. Perlahan Yoongi melepaskan ciumannya dan sekali lagi mengulum bibir bawah Jimin yang terlihat membengkak untuk mengakhiri ciuman itu, benang saliva tercipta diantara mereka.

"Terimakasih." Bisik Yoongi, ia mengelap saliva yang ada di sudut bibir Jimin dan irisnya masih setia menatap Jimin. Jimin masih sibuk mengatur nafasnya, wajahnya sudah memerah dan bibirnya sedikit bengkak karena perbuatannya, sungguh terlihat begitu seksi.

"Tidurlah, aku nggak mau kau sakit." Lanjut Yoongi, dibalas anggukan oleh Jimin. Malam yang panjang menuntun mereka untuk segera terlelap.

.

.

.

.

.

[2 bulan kemudian]

Hubungan mereka berjalan mulus-mulus saja. Seperti biasa, Yoongi yang dingin dan Jimin yang selalu mengoceh sana-sini. Tapi akhir-akhir ini Jimin sedikit berubah, ia sudah jarang datang dan tinggal dirumah Yoongi alasannya karena ada sepupunya, sudah jarang pulang bersama Yoongi dan ketika bersama Jimin sibuk dengan handphonenya sendiri.

Mereka sedang menikmati liburan semester dan sudah dua hari ia tidak bertemu Jimin. Yoongi berjalan menuju minimarket untuk membeli bahan makanan. Dilihatnya beberapa lelaki yang sedang duduk berkumpul di depan minimarket tersebut. Yoongi sebenarnya tidak tertarik dengan mereka, sebelum ia mendengar nama "Jimin" disebut oleh salah satu dari mereka. Yoongi penasaran dengan topik yang sedang mereka bicarakan, akhirnya ia duduk di kursi seberangnya lagi, tidak jauh dari kerumunan orang itu.

"Bagaimana kalau besok kita bawa Jimin ke bar yang biasa, mungkin dia sedikit berguna untuk kita." Seru salah satu dari mereka dan di jawab oleh tawa lepas.

"Sejak kapan Jimin mengenal mereka?" Tanya Yoongi dalam hati. Ia mengepalkan tangannya hingga memutih menahan emosi. Yoongi bangkit dan siap menghampiri sekumpulan orang-orang itu.

"Hyung."

Yoongi menoleh dan melihat Jimin yang berjalan ke arahnya. Jimin tidak sendiri, ia bersama Namjoon -sepupu Jimin- orang yang membuat Jimin menjauh darinya.

"Kau sedang apa, Hyung?" Lanjut Jimin.

"Aku butuh bicara denganmu." Yoongi menarik lengan Jimin dan menyeretnya.

"Hyung, lepaskan!" Teriak Jimin dan berhasil menghentikan langkah Yoongi. Ia melepaskan genggamannya di lengan Jimin yang terlihat memerah karena terlalu kuat.

"Sejak kapan kau mengenal orang-orang itu?" Ada nada dingin disetiap kata yang Yoongi ucapkan.

"Mereka temannya Namjoon hyung. Aku sedang ada urusan dengan mereka." Jawab Jimin. Yoongi masih menatapnya dengan tatapan dingin.

"Sudahlah hyung, kau terlalu berlebihan. Aku harus pergi." Lanjut Jimin meninggalkan Yoongi. Inilah pertama kalinya jmin berbalik dan meninggalkannya, rasanya sangat sakit. Yoongi tak ingin kehilangan Jimin, Ia tidak tahu bagaimana jika Jimin pergi meninggalkannya.

Malam harinya Yoongi mengikuti Jimin, Ia hanya takut orang itu membawa Jimin ke club. Benar dugaannya, Jimin memasuki sebuah club malam bersama Namjoon. senyuman ceria yang selalu Ia rindukan tergambar di wajah Jimin, Ia ingin menyeret Jimin sekarang juga dari tempat itu. Jimin duduk di antara orang-orang yang tadi siang Yoongi lihat. Didepan mejanya tersaji beberapa botol beer dan soju, Yoongi sangat tahu kalau Jimin tidak pernah menyentuh minuman itu sebelumnya karena ia masih belum cukup umur.

Yoongi duduk dari jarak yang sedikit jauh, namun tetap bisa melihat pergerakan dari mereka. Jimin menggeleng ketika salah satu dari mereka menyodorkan segelas soju. Terlihat kalau Jimin sendiri tidak nyaman berada di tempat itu. Yoongi mengeluarkan handphonenya dan menghubungi seseorang.

"Hallo."

"Kau sedang dimana, Jimin?" Tanya Yoongi dingin.

"Dirumah, Hyung. Nanti aku hubungi lagi yah, aku sedang sibuk." Panggilan itu terputus dan Yoongi hanya menatap nanar Jimin yang mematikan sambungan telepon di depannya.

"Bohong." Gumam Yoongi dalam hati. Ia tersenyum, hatinya sakit ketika mendengar Jimin berbohong kepadanya.

Jimin hendak berdiri namun tangannya di tarik oleh seseorang yang ada di pinggirnya, membuatnya hilang kendali dan terduduk dipangkuan lelaki itu. Jimin berusaha bangkit, namun lelaki itu menahannya. Ia terkunci dan tidak bisa bergerak, ketika tubuh lelaki itu semakin mendekat ke arahnya.

"Lepaskan dia!" Sahut Yoongi dengan nada datar. Ia sudah berada dihadapan lelaki itu dan Jimin.

"Hyung" gumam Jimin kaget.

"Memang siapa kau berani menyuruhku?" Jawab lelaki menghampiri Jimin dan menarik pergelangannya secara kasar.

"Akh." Jimin meringis kesakitan karena cengkraman kuat di pergelangan tangannya.

Yoongi tidak peduli, tatapan matanya berubah dan raut wajahnya menahan emosi. Yoongi menarik lelaki itu dengan satu tangannya yang masih bebas dan mencekiknya begitu kuat. Yoongi hilang kendali, amarahnya sudah tidak terbendung lagi melihat Jimin diperlakukan seperti itu.

"Hentikan, Hyung !" Teriak Jimin. Yoongi sama sekali tidak mendengarnya.

"Hentikan, Hyung! Kau bisa membunuhnya. Aku tak mau kau menjadi pembunuh." Kata-kata itu begitu menusuk dan membuat Yoongi melepaskan genggaman tangannya di leher lelaki itu. Yoongi segera menarik Jimin keluar dari club.

.

.

.

.

.

Yoongi menyeretnya masuk kedalam rumah dan menghempaskan Jimin ke kasur begitu keras. Tatapan itu begitu menusuk dan Jimin tidak tahu apa yang akan dilakukan Yoongi kepadanya.

"Hyung." Gumam Jimin pelan.

"Kenapa kau berbohong padaku." Gumam Yoongi, kekecewaan terpancar jelas di kedua iris kecoklatan itu.

"Maafkan aku, Hyu- akh..." Jimin meringis ketika Yoongi tiba-tiba mencengkram kedua lengannya kasar.

Yoongi menempelkan bibirnya dan mengulumnya kasar. Tak ada ciuman lembut yang selalu Yoongi berikan untuknya dan tak ada cinta di antara ciuman itu, yang ada hanya nafsu. Yoongi memaksakan lidahnya masuk kedalam mulut Jimin, tapi Jimin tidak memberinya akses. Anyir darah tercium ketika Yoongi menggigit bibir bawah Jimin dan lidahnya berhasil menerobos ke dalam mulut Jimin. bertaut dan memaksanya untuk beradu.

Airmata menetes dari ujung kelopak mata indahnya. Jimin tidak ingin diperlakukan seperti ini, Ia benci disakiti. Perlakuan Yoongi membuat hatinya sakit. Jimin tidak ingin Yoongi berubah, Ia hanya ingin Yoongi yang dulu.

Ciuman itu turun kearah leher, mengigit dan menyesap leher mulusnya hingga meninggalkan kissmark disana. Yoongi membuka satu persatu kemeja Jimin. Jimin berusaha berontak, namun tangannya terkunci oleh tangan Yoongi yang mencengkramnya kuat.

"Berhenti, Hyung. Kau menyakitiku." Isak Jimin.

.

"Hentikan, hyung! Aku tak mau kau menjadi pembunuh." dan "Berhenti, hyung. Kau menyakitiku." Berputar dalam otaknya. Iya menyakiti Jimin dan Jimin tidak ingin dirinya menjadi pembunuh terus terngiang dalam pikirannya.

.

Yoongi berhenti dan merosot dari kasur. Ia terduduk dilantai dengan pening dikepalanya, ia menyadari perbuatannya yang telah menyakiti Jimin. Isak tangis Jimin membuat hatinya semakin sakit dan terkoyak. Yoongi berdiri dan pergi meninggalkan Jimin.

.

.

.

.

.

Ting tong... ting tong...

"Siapa sih yang bertamu malam-malam gini." Gerutu Taehyung.

Taehyung membuka pintu apartemennya malas dan sangat kaget melihat Yoongi berada di depan pintu dengan mata merah, sayu dan keadaan yang sangat kacau.

"Ada apa Hyu-mmph." belum sempat Taehyung memyelesaikan perkataannya, bibirnya sudah disumpal dan dikulum oleh bibir Yoongi.

Yoongi mendorong masuk keapartemen disela ciumannya. Taehyung yang kaget segera berontak, namun kekuatannya tidak sebesar Yoongi dan akhirnya Taehyung hanya bisa mengikuti permainan kasar dari Min Yoongi.

Yoongi mulai menjilat perpotongan leher itu sebelum menghisapnya lembut. Memberinya gigitan kecil dan menghisapnya kembali. Terus sampai warnanya memerah terang dan Yoongi akan berpindah untuk melakukan hal yang sama di sisi leher lainnya.

"Yoo...ngi -akh" Taehyung menggigit bibirnya.

Kedua tangan Yoongi yang melingkar di perut Taehyung mulai bergerak. Dengan nakal telapak tangan itu menelisik masuk melalui bagian bawah piyama yang dipakai Taehyung dan apalagi tangan itu semakin bergerak liar keatas tubuhnya.

Yoongi tiba-tiba mengangkat tubuh Taehyung dan menghempaskannya ke atas kasur. Yoongi berdiri di hadapannya dengan pandangan sayu dan nafas yang memburu.

Yoongi kembali menciumnya dengan kasar. Taehyung menggeram dan baru sedikit membuka mulutnya untuk Yoongi, Yoongi telah lebih dulu tanpa sabar mempertemukan kedua lidah mereka. Taehyung bergetar merasakan sensasi yang menyengat lidahnya itu, ia hanya bisa mendesah di mulut Yoongi.

Taehyung memejamkan kedua matanya erat merasakan Yoongi menghisap nipplenya dengan kasar. Perih dirasakan namun sensasi lain membuat Taehyung kembali mendesah. Entah sejak kapan mereka berdua sudah tidak mengenakan sehelai benangpun dan kedua tangan Taehyung sudah terikat kuat oleh sabut yang sebelumnya Yoongi kenakan.

"Urmh..."

Taehyung mendesah ketika merasakan genggaman Yoongi pada juniornya. Memberi sengatan nikmat yang menjalar ditubuh Taehyung dan membuatnya semakin kemudian kembali berada diatas tubuh Taehyung.

"Akh..." Taehyung mengerang merasakan sesuatu yang asing memasuki dirinya. Tanpa pemanasan Yoongi memasukkan juniornya yang sudah menegang ke manhole Taehyung yang merah. Yoongi tersenyum melihat ekspresi kesakitan Taehyung dan ia sangat menikmatinya.

"Angh-hah.. yoon...ah" Taehyung sudah tak bisa mengontrol lagi suara yang ia keluarkan. Yoongi merubah posisi mereka menjadi doggy style dengan Taehyung yang bertumpu di atas kasur.

Ia hanya memejamkan kedua matanya merasakan gerakan Yoongi didalam tubuh bagian selatannya. Apalagi ketika hentakan Jimin selalu berhasil menyentuh titik terdalamnya. Suara kulit yang saling bertubrukan menggema di dalam ruangan.

"Hngg... Kau begitu ketat" Yoongi menjambak rambut Taehyung begitu kuat dan sesekali menampar bongkahan bulat Taehyung.

"Hmm.. hmmmp" Erangan Taehyung tertahan karena mulutnya disumpal oleh gulungan baju yang Yoongi masukan. Bagian bawah tubuhnya tetap bergerak memasuki manhole milik Taehyung dengan gerakan pinggul yang kasar.

Yoongi mempercepat gerakannya, hal itu justru membuat taehyun semakin dekat dengan puncaknya. Ketika cahaya putih memenuhi matanya, Taehyung menyemburkan cairan cintanya di perut Yoongi.

"Akh... Yoongi..!"

Orgasme Taehyung membuatnya mengetatkan manholenya yang masih terisi oleh Yoongi. Yoongi hanya bisa mengerang nikmat dan dengan dorongan terakhirnya, Yoongi menyentuh titik terdalam Taehyung dan menumpahkan cairan miliknya disana yang memenuhi rongga milik Taehyung.

Taehyung terengah. Nafasnya beradu dengan nafas Yoongi yang masih mencoba menstabilkan nafasnya. Yoongi berdiri dan membawa Taehyung berdiri juga, menempelkan tubuh penuh keringat itu ke dinding. Yoongi mencubit kasar nipple Taehyung hingga lecet da kemerahan dan mencium bibir yang sedikit mengeluarkan darah itu sekilas. Ia memasukkan juniornya yang sudah kembali tegang ke manhole Taehyung yang sudah memerah dan kembali mengenjot tubuh Taehyung hingga menjelang pagi.

.

.

.

Jam sudah menunjukan pukul 9 pagi. Yoongi duduk disamping kasur dengan pakaian yang sudah rapi. Disebelahnya ada Taehyung yang masih pulas bergumul dalam selimut, beberapa memar dan kissmark memenuhi tubuhnya. Semalam adalah kesalahan besar yang Yoongi perbuat dan dia kembali melibatkan Taehyung dalam hal ini. Yoongi mengacak rambutnya frustasi, kepalanya mendadak pening.

Taehyung menggeliat dan mengerjapkan matanya perlahan, membiasakan retinanya menerima sinar matahari pagi dan sosok yang sedang memunggunginya.

"Hyung." Taehyung mendudukan tubuhnya. Perih di bagian bawah tubuhnya masih Ia rasakan setelah semalaman penuh dihajar dan disiksa oleh Yoongi. Well, mungkin Yoongi dalam hal sex sedikit sadistic karena ia lebih suka ketika lawannya itu mendesah dan mengerang karena siksaannya.

"Maafkan aku karena telah datang kepadamu. Aku benar-benar khilaf malam itu. Aku harap kamu melupakan semuanya dan sebaiknya kita tidak saling mengenal." Ucap Yoongi dingin dan berlalu pergi.

Taehyung terdiam, kata-kata yang Yoongi ucapkan begitu menyesakkan dan menusuk di hatinya. Ia tahu semua ini memang kesalahan dan seharusnya tidak terjadi, tapi entah kenapa hatinya merasa tercabik-cabik ketika Yoongi mengatakan untuk tidak saling mengenal dan berlalu dari hadapannya. Taehyung berjalan kedepan cermin, melihat pantulan tubuhnya di cermin.

Tes.. tes..

Airmatanya mengalir membasahi kedua pipinya ketika Ia mengusap kissmark dan memar yang Yoongi ciptakan di tubuhnya secara perlahan.

"Tak bisakah kau memaafkanku, Hyung."

.

.

.

TBC

.

.

.

Annyeong Chingu~

LONG TIME NO SEE, yah. Maafkan author ini baru muncul lagi dari semedi sekian lama di Gua Hiro. Soalnya karena alasan ini dan itu jadilah hiatusnya kelamaan. Tapi /jreng.. jreng…/ akhinya Chapter 4 selesai juga.

Maaf kalo masih ada typo berserakan, bikinnya ngebut sehari beres *saking udah ga kuatnya pen bikin epep* maaf juga kalo ceritanya menjadi lebih rumit dan smut pertama bukan dengan pemeran utamanya *pasti ada yang sedih, kecewa, nangis membabi buta, lempar authornya pake sepatu, atau sumpel authornya pake sushi?* stay terus deh, masih banyak cerita cerita yang lebih rumit lainnya /lovesign/.

Please follow my twitter account : kookiebrownies buat yang mau chat, share, curhat, fangirlingan, yaoian? or nyampah bareng boleh di add. hihihi

Sekian dan terimakasih. Jangan lupa ! tinggalkan jejak review kalian semua geng *titikduabintang*

Salam Bangadeul !