THIS FANFIC IS YAOI!

IF YOU DONT LIKE IT GET OUT OF THIS FANFIC!

I'M SERIOUSLY WARNING YOU!

GET OUT!

...

Author : Mei. D. Aida

Genre : 50% Hurt Comfort and 50% idk ._.

Lenght : ?

Warning : Yaoi aka Boys Love, OOC, Author labil, dan TYPO (maklum author pemuja typo).

Cast : Oh Sehun, Xi Luhan, Kris, Park Chanyeol, Kai, All EXO member

Rated : T yang akan naik tingkat menjadi M-esum

...

Summary

Dahulu, akibat temperamen seorang kakek buyut, klan Xi dikutuk, diberi kendali atas sesuatu yang sama temperamentalnya dengan mereka-cuaca.

Oh Sehun, yang terpaksa menikahi seorang Xi, pernah merasakan kutukan tersebut-basah kuyup kehujanan di tengah cuaca yang sangat cerah. Itu terjadi karena ia menolak menuruti permintaan suami nya, Xi Luhan, untuk menghentikan kebiasaannya 'bersenang senang' sampai larut malam

Di satu sisi Luhan memang ingin Sehun berubah. Namun di sisi lain, ia sadar dirinyalah yang membuat Sehun kehilangan kemerdekaan hingga harus menjadi suaminya. Namun sayangnya, tak ada jalan selain pernikahan untuk menghindari kemurkaan kakak-kakak Luhan setelah adik lelaki mereka di duga dibunuh oleh seorang dari keluarga Oh.

Enjoy the story ©

.

.

.

The Curse

Chapter 3

Yang terburuk dari seorang Xi adalah mereka berpikir mereka selalu benar, biasanya mereka memang selalu benar dan itu kebiasaan paling menjengkelkan. Sebenarnya aku sedikit iba pada pemuda dan gadis yang menikahi klan yang sangat tinggi hati.

-Zhang Yixing,

kepada dua orang anak yang masih kecil pada suatu malam yang dingin

.

.
.

Ketidakpercayaan berperang melawan shock diwajah Sehun "Luhan, kau gila jika berpikir aku akan menyetujuinya!"

"maafkan aku, tapi kita tidak punya pilihan"

"itu katamu. Aku punya banyak pilihan"

"Tidak, kau tidak punya. Keluarga kita berada pada lubang yang sama" tiba-tiba, kata-kata mendesak tercekat di tenggorokan Luhan saat pemikiran mengancam di kepala dan bergetar di benaknya: sial. aku akan gagal

Ini semua terlalu berat. Kematian Tao, amarah saudara laki-lakinya dan rencana penuh tekad mereka, menculik Sehun, keenganan Pastor Henry, pernikahan terburu-buru, amarah Sehun sendiri….

sial

Setiap momen menegangkan sepekan terakhir jatuh kebahunya dengan suara wuss tak terdengar. Air mata mulai menggenangi mata Luhan. Ia menggepalkan tangan, menelan isakan, dan menekankan kuku pada bagian lembut telapak tangannya, berharap air mata sialan itu akan menghilang.

Sial. Isakan itu justru semakin kuat. Ia berjuang menelan ludah untuk mengendalikannya, tapi dengan satu cegukan, kendali diri pada perasaannya retak, tergelincir, dan hancur. Seminggu penuh emosi tertahan dan kesedihan mendalam bebas sudah, melandanya dalam gelombang yang menghentak.

Luhan menangis

Ia mengehla nafas, membenamkan wajah ditangannya dan membiarkan isakan itu mengalir, bahkan dirinya sendiri kini tidak mampu menghentikan cucuran air mata sialan itu sekarang. Ia menangis dan menangis. Ia sungguh sangat merindukan Tao. Tao merupakan teman dan orang kepercayaannya, memahaminya lebih baik daripada anggota lain dalam keluargannya. Tapi sekarang Tao telah pergi. Terkubur dua meter dibawah tanah yang lembab

Isakan mengguncang tubuh Luhan, menguras kekuatannya saat air mata mengalir disela-sela jemarinya. Duka, amarah, sakit hati, semua bergulung dalam dirinya, gelombang demi gelombang.

"sial. Hiks"

Tangan yang hangat memegang pergelangan tangan Luhan secara tiba-tiba, dan tanpa kata-kata ia ditarik ke dada yang bidang "hentikan" Sehun berbisik, pipinya bersentuhan dengan beberapa helai rambut Luhan, suaranya hampir terdengar lembut "aku benci melihat orang menangis"

Sialnya, perbuatan Sehun justru membuat Luhan menangis lebih keras. Luhan sungguh tidak ingin menangis dihadapan Sehun, tapi sekarang setelah air matanya mengalir, Luhan sialnya tidak dapat menghentikannya. Seminggu terakhir dalam usaha mencegah amarah kakak-kakaknya meledak dan menghancurkan mereka semua, Luhan bahkan belum membiarkan diri berduka untuk Tao. Sekarang yang ada dihadapannya justru masa depan terpampang begitu jelas, suram, dingin dan sepi tanpa kehadiran adik bungsunya.

"Luhan" bisik Sehun hati-hati, suaranya lebih dalam "maaf. Tapi kau tidak bisa melakukan ini. Ini tindakan yang bo-Ugh sial! Persetan dengan semuanya!" Sehun membenamkan jari tangannya pada helaian rambut Luhan dan menekankan wajah pria itu kedadanya, memeluknya erat "Tenanglah, xiao Lu, kumohon"

Luhan membenamkan wajahnya pada Sehun dan membiarkan air mata mengalir. Ia bukan tuan yang selalu dilindungi dari realitas sebenarnya, ia bahkan sudah pernah kehilangan seseorang. Tapi kali ini, hidup terasa brutal melebihi kemampuannya, adik bungsunya direbut darinya dalam sekejap. Luhan bahkan tidak memilki pemikiran bahwa adik bungsunya telah pergi. Tao, aku sungguh merindukanmu

"Xiao Lu, sudah cukup. Kumohon" Sehun berkata, suaranya bergema ditelinga Luhan "aku akan membantu. Kita akan menghadapi ini. Hm?"

Kita? Luhan menutup mata, perkataan Sehun menghangatkannya dan dengan sebuah kata kecil melalui bibir Sehun. Hal itu mampu membuat Luhan berpegang pada satu kata kecil tersebut. Hal ini membuat sinar redup harapan Luhan kembali dan menghangatkan pikiran bahwa ia tidak akan sendiri, bahwa mungkin Sehun akan menemukan cara untuk keluar dari kekacauan ini, hal ini menghentikan aliran air matanya sedikit demi sedikit.

Namun, meski tangisannya berkurang, Luhan bergeming. Ia mereguk kekuatan dari pelukan Sehun, sedikit melepaskan pelukan pria itu. Sakit yang dirasakan Luhan mulai berkurang. Akhirnya, air mata berhenti mengalir, tapi tubuhnya berguncang karena cegukan memalukan.

Sehun mengusap dagunya pada rambut Luhan "aku tidak main-main. Aku benar-benar benci melihat seseorang menangis"

"Aku-aku juga"

Sehun mendesah, napasnya meniup ikal rambut di pelipis Luhan "aku ikut sedih tentang Tao"

Sial. Kelembutan dalam suara Sehun justru membawa lebih banyak air mata dimata Luhan yang sudah siap untuk mengalir kembali. Luhan sungguh terlihat berantakan dengan mata merah, pipi basah, dan cegukan memalukan. Mendadak sadar, ia berusaha kembali melepaskan diri dari pelukan Sehun "Sehun. Aku butuh saputangan"

Pelukan Sehun semakin erat, tanggannya mengusap punggung Luhan dengan belaian menenangkan "aku ingin memberimu saputanganku, tapi seseorang mengambilnya"

Luhan terkekeh serak "aku menyuruh Kai mengganti pakaianmu. Kau basah kuyub, dan aku tidak ingin kau terkena flu"

"sangat perhatian. Tidak banyak pria yang diculik dan ditelanjangi bisa mengatakan mereka diperlakukan dengan baik"

Luhan tersenyum di kemeja Sehun yang lembap, kepalanya bersandar pada dada Sehun yang berotot. Napas Luhan yang tersengal perlahan mulai stabil, dan keheningan lembut dan intim menyelubungi mereka.

Detak stabil jantung Sehun, bercampur dengan aroma kolegen pada kemejanya, entah bagaimana menenangkan Luhan. Dada Sehun yag naik turun dibawah pipi Luhan menghangatkanya dari kaki sampai kepala.

"kau mengalami banyak kesulitan" Sehun menunduk kecil dan mencium keningnya. Kecupan itu murni, nyaris polos dan sangat lembut.

Luhan hampir terbuai karenanya namun sedetik kemudian sadar secara penuh bahwa faktanya seorang Oh Sehun akan memperlakukan setiap wanita -atau mungkin pria- menangis dengan cara yang sama. Seperti yang dikatakan pria itu, dia tidak tahan melihat seseorang menangis.

Luhan melangkah keluar dari pelukan protektif Sehun pada dinginnya ruangan, mengambil handuk dari lemari kecil dekat nakas ruangan dan menyeka matanya "aku tidak bermaksud membasahi kemejamu"

Sehun menatap kebawah pada lingkaran lebar yang basah di dadanya "aku tidak tau ini kemeja siapa, tapi kau bisa meminta maaf pada mereka"

"itu milik Xiumin"

"milik Xiumin? Ini berwarna pink. Kakak lelakimu tidak akan ernah memakai warna pink"

Luhan terkekeh kecil "Xiumin tertarik dengan dunia fashion beberapa tahun terakhir, ia mendesign sendiri kemeja nya"

"sulit dipercaya"

Sehun kemudian terdiam lama. Ia membiarkan dirinya menatap Luhan yang berada lima kaki dari arahnya, matanya kelam dan tak terbaca. "Luhan.…kau tau ini lumayan rumit"

"ya..aku tahu" Luhan berkata paham, berharap ia bisa menghilang begitu saja dari masalah keluarganya. Rambutnya berjatuhan diwajah, dan hidungnya merah karena menangis "seminggu ini benar-benar buruk"

"aku yakin begitu. Hanya keputusasaan yang bisa membuatmu memikirkan rencana bodoh ini"

"Apa maksudmu?" Luhan mematung

"maksudku….pasti ada cara lain, kau tau bukan?"

"rencanaku mungkin memiliki kekurangan, tapi aku telah memkirkan hal ini Oh Sehun. Aku tidak memikirkan hal lain selama seminggu, siang dan malam"

"come on Lu. Pasti ada cara lain" Sehun berkeras "kenapa kau tidak memberitahu seseorang tentang rencana saudaramu? Seseorang yang mungkin dapat mengehentikan mereka"

"Siapa?" Luhan bersedekap

"..."

"Sehun, saudara-saudaraku dapat mengubah seseorang menjadi abu hanya dengan kehilangan kesabaran mereka. Siapa yang berani menghadapi mereka?"

"setidaknya salah satu adikku tidak kesulitan melakukan hal itu"

Oh sial. Apa yang dia katakan?

Sehun terdiam dan menatap Luhan. Ia dapat melihat pria mungil itu menegang, matanya berkilat mengancam "Luhan, aku tidak bermaksud kasar. Hanya saja, walaupun beberapa orang percaya keluargamu dapat menurunkan hujan-"

"Dan guntur"

"..."

"Dan juga hujan es. Jangan berpura-pura kau tidak mempercayai kutukan itu. Aku tau kau percaya"

Sehun mengangkat bahu, membuang nafas kasar "tidak penting apa yang kupikirkan. Yang penting sekarang bagaimana menenangkan emsoi sehingga kita bisa kemmbali ke kehidupan normal masing masing. Ketika menemukan saudara-saudara mu merencanakan sesuatu yang berbahaya, kau seharusnya memberitahu seseorang"

"oh? Dan siapa yang dapat mengubah rencana mereka menjadi sesuatu yang baik? Ayahmu, mungkin? Pria yang mengatakan akan membunuh siapapun anggota keluarga Xi dalam jarak pandang dari gerbang rumahnya?

Sehun mengerutkan dahi "dia bilang begitu?"

"ayah tirimu bukan orang berkepala dingin Sehun. Lagi pula, kalau aku menyebarkan rencana saudara-saudaraku, mereka semata-mata akan memikirkan rencana lain dan memastikan aku tidak akan tau"

Sehun mengusap lehernya "Kau sudah mencoba berbicara pada mereka untuk mengurungkan rencana mereka?"

"tentu saja!"

"kau menjelaskan dampaknya dan-"

"Sehun, aku sudah memikirkan hal ini. Tidak ada cara selain ini"

Sehun mengamati Luhan, tatapan matanya tidak beralih seinci pun.

Bahu Luhan menurun sedikit. Yeah….mungkin Sehun akan menemukan jalan keluar dari masalah ini, cara yang belum ditemukan Luhan. Mungkin Sehun akan melihat jalan yang diabaikan Luhan, suatu cara untuk-

"fuck!" Sehun berbalik dan berjalan ke ujung tempat tidur, bersandar pada tiang ranjang "sial. Ini rumit sekali" ia menyusurkan tangan pada rambutnya, meringis ketika jemarinya menyentuh bagian yang memar lagi "saudara-saudaramu sama pemarahnya dengan saudaraku, bahkan mungkin lebih parah"

"apa maksudmu Oh Sehun? Saudara saudaraku punya alasan atas kemarahan mereka"

"ya tapi itu tidak cukup untuk membenarkan sebuah rencana pembunuhan"

"Sehun, aku tidak menyetujui rencana mereka, tapi kau tidak tau apa yang kami alami"

"Luhan, jangan-"

"tidak!"

"..."

"Kau jangan coba coba mengatakan bahwa aku pihak yang berlebihan disini!" tangan Luhan mengepal di sisi tubuh, amarah memberinya energi yang sempat hilang. Pria mungil itu melangkah lebar menuju Sehun. Di luar, kegelapan melintas didepan matahari dan tiba-tiba angin menerpa jendela, membuat tirai berkemerisik kencang "Tao meninggal, membusuk dua meter dibawah tanah. Kami marah, tidak! Kami semua marah!" Luhan mengacungkan jari dan menghunjamkannya ke dada Sehun "apa kau tau seberapa besar aku membenci semua ini? Aku benci harus melihatmu lagi dalam situasi seperti ni. Aku benci harus berbohong pada keluargaku dan bahkan berbohong pada Pastor Henry. Dan aku benci karena terpaksa menikah dengan pria terburuk di dunia!"

Perkataan itu mengema di ruangan, jelas dan dingin.

Sehun menatap Luhan, tatapan mata nya begitu kelam sampai kelihatan hitam "kau sudah menyesal menikah denganku"

"Ya! Sebesar penyesalanmu menikahiku"

"kalau begitu, kita sependapat dalam satu hal; kita tidak cocok"

"kita tidak akan pernah cocok" balas Luhan tajam

"kalau begitu kau pasti juga sependapat bahwa membawa seorang anak tak diinginkan ke dunia tidak akan menyelesaikan apa pun"

"Anak kita tidak akan tidak diinginkan! Aku akan merawatnya dengan baik, dan dengan senang hati"

Mata Sehun menyipit "tidak semudah itu. Memiliki anak merupakan masalah serius" Sehun tersenyum sedih "bahkan aku sadar akan hal itu"

"aku tidak bilang itu tidak serius" kata Luhan kaku

"tapi pria yang kauanggap tidak pantas dinikahi tidak mungkin menjadi ayah yang baik, bukan begitu?"

"Sehun, jangan-"

"tidak, kita akan membicarkan semua faktanya Luhan. Katakan padaku, bagaimana anak ini bisa merasa, tau, bahwa dia dikandung hanya semata mata untuk menghentikan perseteruan konyol? Bukan karena ia diinginkan untuk dicintai?"

"dia..dia tidak perlu tau soal itu"

"kau tidak pernah mendengar satu atau dua pribahasa? Rahasia semacam ini punya cara sendiri untuk terkuak suatu saat nanti"

Sehun benar. Luhan menunduk dalam, membuka kepalan tangannya yang tadi menguat. Akhirnya, tak mampu memikirkan jawaban, ia berkata dengan suara pelan "aku tak percaya bahwa kau akan peduli tentang hal ini"

Ekspresi Sehun menjadi lebih suram mendengarnya "lihatlah. Kau pasti berpendapat bahwa aku sangat rendah, bukan? Bagimu, aku hanyalah The Black Oh Sehun, pria tanpa hati"

"tidak" ucap Luhan, menyesali perkataannya "Sehun, aku tidak bermaksud-"

"lupakan. Seharusnya aku tidak perlu terkejut. Tidak ada alasan bagimu untuk memercayai yang sebaliknya" Sehun berbalik memunggungi Luhan dan berjalan menuju jendela. Matahari pucat sore hari menyinari wajahnya, rambut coklat kehitamannya kontras dengan tirai putih ruangan, tubuhnya kaku menhan amarah "sial. Kekacauan terkutuk"

Luhan memperhatikan punggung pria itu, sedikit menggigil merasakan hawa dingin kamar itu. Ia sedikit merindukan kehangatan yang dirasakannya dalam pelukan Sehun beberapa waktu lalu. Jika diperhatikan, Sehun jauh lebih tinggi darinya sekarang, dekapan pria itu bahkan dapat membuat Luhan begitu kecil dan pas pada bahu bidangnya. Oh sial, Luhan bahkan merona hebat hanya dengan memikirkan hal yang tidak pantas ia pikirkan

"Sehun"

"hm?" Sehun tidak berbalik, namun mendengar perkataan Luhan

"kalau keluarga kita mengira aku mengandung, mereka akan terpaksa menghentikan perseturuan, dan hal ini akan memberikan kita waktu untuk-" Luhan terdiam. Sial! Bagaimana ia akan menyelesaikan kalimatnya sekarang?

Sehun berbalik "waktu untuk apa?"

"waktu untuk-untuk" Luhan terdiam. Sial! Sehun memaksanya untuk mengatakan hal memalukan ini "Sehun, kau tau apa maksudku"

"tidak" kata Sehun lambat "jelaskan Luhan"

"kau tau benar apa maksudku!" bentak Luhan. Ya Tuhan! Sehun jauh lebih menjengkelkan dari 10 tahun yang lalu. Sial! Bagaimana bisa pria itu memaksa Luhan mengatakan maksud tujuan Luhan secara terang terangan? Apa pria itu benar benar ingin Luhan mengatakan bahwa ia menginginkan Sehun dan ia memliki waktu cukup untuk melakukan sex, begitu?

"Luhan, aku tidak mengerti maksudmu jika kau tidak menjelaskannya" Sehun menyeringai

"sial" Luhan menunduk "dengar Sehun, walaupun mungkin tidak akan menyenangkan bagi kita berdua untuk melakukannya-"

"itu menurutmu" senyum tak terduga tersungging di bibir Sehun "membuat anak satu-satunya bagian yang bagus dari rencana ini. Kalau kau tidak lupa momen 10 tahun lalu, kurasa kau harus mulai mengingatnya sekarang"

Ya Tuhan, Luhan memang ingat. Ia ingat setiap momen manis, menggairahkan yang pernah ia bagi dengan Sehun. Luhan tidak mungkin melupakannya mengingat bahwa Sehun orang pertama yang menyentuhnya. Perlahan, pria mungil itu mengganguk

Sehun mendekat "jadi kau mengingatnya?"

Luhan kembali mengganguk

"Luhan" tatapan Sehun menelusuri Luhan, posesif.

"y-ya?"

"kau memberitahu kakak-kakakmu bahwa kita sudah menikah?"

"ya. Aku mengirim surat pada keluargaku dan keluargamu"

Sehun mengehla nafas "itu yang kukhawatirkan. Mereka akan tiba sebentar lagi"

Luhan mengganguk, menyetujui "kurasa begitu"

"great!" gumam Sehun. Ia berjaan ke jendela, kemudian kembali, berhenti di depan Luhan "bagaimana kita bisa sampai disini?"

"naik mobilku"

Sehun berbalik badan dan berjalan ke jendela mengeser tirai untuk mengintip keluar "cuaca mulai berawan dan angin semakin kencang"

Luhan mendesah "kurasa itu karena aku. Kau benar benar menguji kesabaranku"

"dan kau berpikir kau juga tidak melakukan hal yang sama? Aku diseret kealtar dengan keadaan pingsan, kau lupa?" Sehun melepaskan tirai "dan sekarang aku tidak akan menunggu sampai kakak-kakakmu cukup dekat untuk mencerahkan langit"

"apa maksudmu?"

"mobilmu sedikit jauh dari pintu, dan itu bagus" Sehun menarik grendel jendela dan mendorong jendela hingga terbuka lebar. Udara segar berembus keruangan, mengangkat tirai dan menggetarkan tali tirai

"Sehun?" tanya Luhan heran "apa pentingnya jika mobilku berada sedikit jauh dari pintu?"

Sehun diam, tidak menjawab. Setelah menalikan tirai ke kedua sisi, Sehun berbalik dan berjalan kembali ke arah Luhan, kemudian membungkuk dan membong Luhan dengan mudah seakan pria ungi itu bantal bulu.

Luhan secara reflek memeluk leher Sehun dan berpegangan erat "A-apa yang kau lakukan?"

Sehun tersenyum lebar

"Sehun, ini tidak lucu! Turunkan aku sekarang"

"tidak. Sejauh ini kau yang menyusun rencana; sekarang giliranku"

"giiliranmu?"

Sehun mengganguk kecil "kau selalu suka mengatur sejak dulu. Kakak-kakak mu bahkan tidak bisa menolak, bukan?"

Luhan terkesiap "suka mengatur? Aku bukan tukang mengatur"

"U-huh. Yang pasti saudaramu dan aku berpkir seperti itu" Sehun berbalik ke arah jendela "sudah waktunya kau berhenti mengatur hidup orang lain yang kau kenal"

"aku tidak melakukannya!"

Mata Sehun berkilat menatapnya "tidak? Lihat dirimu sekarang, menikah untuk menyelamatkan saudaramu-saudaramu dari kekacauan yang mereka timbulkan sendiri"

"ini keadaan darurat"

"aku tau, aku tau. Nyawa dipertaruhkan. Aku mengerti. Tapi kau tidak membiarkan kakak-kakakmu menemukan jawaban atas masalah mereka sendiri; kau malah memanipulasi mereka demi kenginanmu" Sehun duduk diambang jendela "aku menyebutnya tukang pengatur"

"aku menyebutnya keharusan" balas Luhan

"apapun sebutanmu, sudah saatnya orang lain memimpin"

Luhan menggeliat, tapi sialnya lengan Sehun justru memegangnya lebih erat "Sehun, turunkan aku sekarang! Kai tidak akan menyukai ini!"

"bagus" Sehun mengayunkan kaki melewati ambang jendela, kemudian kaki yang lain, lalu ia sudah berdiri diantara semak semak "karena Kai tidak akan diundang"

Luhan mematung sesaat saat melihat senyum tak terduga Sehun "diundang? Diundang kemana?"

"ke bulan madu kita" Sehun berjalan melintasi pekarangan menuju mobill Luhan yang terparkir tidak jauh dari iintu masuk "kita akan pergi ke Seoul"

"tapi kukira kita akan tinggal dirumahku!"

"dengan kakak-kakakmu?" Sehun mendengus "yang bersumpah akan membunuh setiap keluarga Oh yang mereka temukan? Kurasa tidak"

"tapi Sehun-"

"permisi?" itu Jonghyun. Pelayan dan sopir pribadi Xiumin.

"oh, ah, Jonghyun-ah" kata Luhan gugup, berjuang memikirkan apa yang harus ia katakan dalam posisi canggung seperti ini

"Jonghyun, pria baik" Sehun memotong dan berkata dengan mulus "kabar baik! Majikanmu dan aku sudah menikah pagi ini!"

"eh? A-apa? Bagaimana bisa-" Jonghyun mematung memandang dari Sehun ke Luhan, kemudian kembali pada Sehun dan menatap pria itu "apa itu benar?" ia bertanya tidak yakin

Sehun mengusapkan hidungnya pada pipi Luhan "beritahu dia, sayang"

Sial. Luhan nyaris tidak bisa tersenyum dtengah geli dari pipi Sehun pada pipinya, sekaligus ingin memukul pria itu atas perbuatan memalukan yang dilakukan dihadapan pelayannya sekarang "itu benar. Kami sudah menikah"

"benarkah?"

"ya" Sehun menaikkan alis pada si pelayan "jadi buka pintu mobilnya; kami tidak ingin membuang buang waktu"

"ta-tapi-"

"cepatlah, sebelum aku menjatuhkannya" Sehun meneruskan, berjalan melewati Jonghyun yang masih diam ditempat "dia mungkin tidak tinggi, tapi dia berat"

"Sehun!" Luhan memprotes

Tersadar akan perkataan Sehun, Jonghyun berlari menuju mobil dan membuka pintu

"terimakasih" ujar Sehun, menurunkan Luhan di dalam, kemudian duduk disebelahnya dengan nyaman "bandara"

"bandara?" Jonghyun bertanya saat sudah duduk di kursi pengemudi

"ya. Kau mendengarku"

"tapi-"

"sekarang" kata itu penuh teguran dan Jonghyun hanya dapat mengganguk atas perkataan Sehun

.

.

.

PENYAKIT YANG MENYERANG SISTEM PERNAFASAN

-TBC-

(3213)

Hai~~

Siapa yang kangen?

Readernim: Ngga ada! Update elu lama! The Other Xi kapan?

Kkaebsong~~

Please review and Welcome to the dark side~

Ps: kemaren banyak typo, jadi ini di repost. Biar kalian enak bacanya