Our Beloved Imouto

Naruto © Masashi Kishimoto

Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadoshi

Rated T.

Romance, Family & Drama.

Main Chara : [ Hinata H. & Kagami T. ] Kiseki no Sedai.

Warnings : OOC, Crossover, Hinata-Cent!, Typo, etc.

.

.

Happy Reading!

.

.

Bandara Narita ramai seperti biasanya, Hinata tak terkejut dengan suasana seperti ini –meski terakhir dia ke sini adalah sekitar lima tahun yang lalu. Dengan mendorong troli berisi cukup banyak kopernya, Hinata berjalan keluar dari tempat pengambilan bagasinya. Meski ramai dan baru pertama kali ia pergi sendirian seperti ini, Hinata merasa nyaman dan tak perlu khawatir akan hilang dan tak dapat menemukan kakak-kakaknya yang pasti sedang menunggu kedatangannya dari Inggris. Ke-enam kakaknya itu, mereka anak-anak yang sangat mencolok, sangat mudah mengenali mereka dikeramaian orang seperti ini.

"Nii-chan!" Hinata melambaikan tangannya.

Lihat? Belum lima menit ia mencari keberadaan mereka di bandara yang luas ini, Hinata sudah menemukannya. Tampang yang rupawan, rambut warna-warni, dan postur tubuh yang proposional, membuat mereka menjadi pusat perhatian. Jadi, Hinata cukup mengikuti kerumunan wanita yang berbisik-bisik tentang adanya selebriti di bandara. Lagi pula, setelah Hinata memberi tahu jika pesawatnya sudah tiba kakaknya pun pasti akan segera mencarinya. Mereka tak akan membiarkan adik kesayangannya ini hilang kan?

Hinata berlari kecil menuju arah kakak-kakaknya –meninggalkan trolinya dibelakang.

"Hinatachii!" Kise yang pertama berlari ke arah Hinata, menyambutnya dan membawa gadis berambut indigo itu kedalam pelukannya. Pelukan yang sangat erat hingga membuat Hinata tak menginjak lantai bandara.

"Aku sangat merindukanmu" Kise menurunkan Hinata tapi kedua tangannya masih setia mendekap Hinata.

"emm," Hinata hanya tersenyum menanggapi. Padahal beberapa bulan yang lalu kan kakaknya mengunjunginya di Inggris tapi reaksinya seperti orang yang sudah tidak bertemu sekian tahun. Meski Hinata juga rindu, tapi tak menyangka perilaku kakaknya akan se-lebay ini.

"Oy, Kise! Kau akan memonopoli Hinata? Lepaskan dia, kau membuatnya tak bisa bernafas!" Aomine menyerukan suaranya, tak tahan dengan tingkah Kise yang seperti anak ayam bertemu induknya.

"moo, memangnya kenapa kalau aku ingin memonopolinya" Kise mengerucutkan bibirnya, memberi tatapan sinis –tapi ekspresinya justru membuatnya terlihat lucu- kepada Aomine.

"cih," Aomine hanya mendecih, adik sekaligus rivalnya ini benar-benar memalukan. Kenapa dia harus punya adik seperti itu.

"Sudahlah Kise, cepat lepaskan dia" suara berat Midorima ikut mengintrupsi sambil membenarkan posisi kacamatanya yang sebenarnya tak berubah sedikitpun di hidung bangirnya.

"Ti.. ugh"

Hinata menyikut pelan perut Kise, jika bukan dirinya yang menolak, Hinata yakin Kise akan terus memeluknya seperti anak anjing yang minta dimanja.

"Hinatachii, onii-chan merindukanmu" wajah Kise yang sok imut itu benar-benar menggemaskan minta dicubit tapi bagi kelima kakak Hinata yang lain wajah Kise memuakan minta di tinju.

"Nee, aku juga ingin memeluk kakakku yang lain" ucap Hinata mencoba tegas. Meski terlihat kesal ditandai bibirnya yang masih mengerucut lucu, Kise melepaskan pelukannya.

Hinata tersenyum, menghampiri Midorima yang membawa sesuatu di tangannya.

"Selamat datang di Jepang, Hinata," Midorima meraih tangan kiri Hinata, memasangkan sebuah gelang dengan aksesoris berbentuk bintang-bintang kecil.

"Itu benda keberuntungan untuk Capricorn hari ini" lanjutnya.

"Wuah, arigatou, ini sangat cantik" ucap Hinata sambil memeluk Midorima. Midorima membalas pelukannya, mengusap pelan rambut Hinata dan membisikan jika dirinya senang Hinata kembali ke Jepang.

"hinatachin, kau pasti lapar."

"eh?" Hinata melepas pelukan Midorima, memperhatikan Murasakibara merogoh kantong jaketnya.

"nih," dua bungkus snack maibo diberikan pemuda tinggi itu kepada Hinata.

"Hai, arigatou" memasukkan maibo miliknya kekantong jaket lalu merentangkan kedua tangannya. Hinata meminta pelukan rindu dan selamat datang. Murasakibara mengerti, ia berjongkok dan memeluk adiknya. Jika ia beridiri dapat dipastikan Hinata hanya akan memeluk kakinya. Kan kelihatan aneh kalau begitu.

"Selamat datang, yaa" bisiknya.

"Umm"

"Yoo, Hinata. Berikan salam pada onii-chanmu ini" Hinata hanya geleng-geleng menahan tawa melihat Aomine. Aomine sudah siap dengan tos yang biasa mereka berdua lakukan.

Mengerti dengan telapak tangan Aomine yang ditujukkan kepadanya, Hinata segera membalasnya. Mereka melakukan high five kemudian tos kepalan tangan dan dilanjut dengan pelukan.

Aomine dan Hinata memang selalu melakukan tos seperti itu jika bertemu. Menurut mereka hal itu keren seperti para anak-anak street basket atau street dance kala bertemu rekan mereka. Kise selalu ingin melakukannya juga dengan Hinata, tapi tentu saja Aomine tak mengijinkannya. Tos itu hanya untuk Hinata dan dirinya, orang lain tidak boleh ikut-ikutan.

"Selamat datang" bisik Aomine, ia mendekap Hinata seolah mengatakan jika dirinya benar-benar senang Hinata berada disini.

Hinata tersenyum menatap kakaknya, mengatakan jika dia juga senang bisa tinggal lagi bersama kakaknya.

"wuuoh, tiga bulan tidak melihatmu, pipimu semakin chubby saja" Aomine mencubit pipi Hinata membuat pipi sebelah kirinya semakin merah saja.

"Dai-nii, sakit." Hinata mengembungkan pipinya sambil mengelus bekas cubitan kakaknya tadi.

"tiga bulan ini, kerjaanmu pasti hanya makan karena merindukanku, benar kan?" goda Aomine yang hanya dibalas kerucutan lucu dibibir Hinata.

"Daiki, jangan menggodanya terus" suara berat dan tegas tapi tetap ada nada kelembutan dan keramahan di dalamnya mengambil alih semua perhatian Hinata.

"Sei-niichan!" Hinata segera menghambur ke arah Akashi, memeluknya dengan begitu erat.

"Selamat datang kembali, Hinata." Akashi memberikan senyuman terbaiknya, membalas pelukan Hinata sambil membelai rambut Hinata pelan.

"bagaimana perjalanmu?"

"melelahkan, nii-chan" ucap Hinata manja. Hinata akan selalu jujur jika berhadapan dengan Akashi. Hinata tau jika Akashi tak akan mudah dibohongi, lagipula orang bilang jika Hinata seperti buku yang terbuka, mudah ditebak, jadi percuma jika Hinata berbohong kan.

Hinata melepas pelukannya. Akashi hanya tersenyum melihat raut manja Hinata. Ia merapikan rambut Hinata dan memegang kedua pundak adiknya.

"Baiklah, kita akan segera pulang dan beristirahat. Barang-barangmu biar kami yang mengurusnya."

Hinata mengangguk antusias. Ia benar-benar bahagia, jika bersama kakak-kakaknya Hinata merasa semua akan baik-baik saja. Sayangnya karena beberapa alasan membuatnya harus tinggal di Inggris, meninggalkan rumah mereka di jepang bersama ayah dan ibunya. Meski terkadang kakaknya masih mengunjunginya di Inggris ketika libur sekolah tapi bagi Hinata tetap saja akan lebih menyenangkan jika tinggal bersama mereka seperti dulu. Saat semuanya masih ada. Saat semuanya masih bersama.

Dan sekarang, setelah lima tahun tinggal di Inggris akhirnya Hinata pulang kembali, meski alasannya kembali bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Ya, Hinata selalu berharap ia pulang bersama dengan ibunya, Hinata berharap kepulangannya ke jepang karena kesembuhan ibunya. Tapi tuhan berkata lain, tuhan lebih menginginkan ibunya pulang kesisiNya dan membiarkan Hinata pulang sendiri ke Jepang.

"huuuhh" Hinata menghembuskan napasnya. Ia tak boleh mengingatnya lagi. Ia harus bangkit dan hidup bahagia. Lagi pula Hinata tak pernah sendirian, meski ibunya pergi, meski orang yang disayanginya dan menyayanginya pergi, Hinata masih memiliki kakak-kakaknya yang juga menyayanginya.

"eh" bicara soal kakaknya Hinata tiba-tiba merasa ada yang terlupakan.

"emm" Hinata mencoba berpikir, ia merasa melupakan sesuatu dan jawabannya seolah sudah ada di ujung kepalanya tapi sulit sekali untuk keluar. Apa ya?

"Hinata-chan kau tak mau memelukku"

"eh? KYAAAA!" kalimat dengan nada datar dari orang yang tiba-tiba berada disampingnya benar-benar mengejutkan Hinata.

Teriakan Hinata juga sukses membuat yang lain terkejut dan kini mereka semakin menjadi pusat perhatian orang yang berlalu lalang di bandara.

"Hinatachii, kena.. huaa kurokochii" bahkan sepertinya Kise lupa tentang keberadaan Kuroko.

Hinata hanya membelalakan matanya, menatap tak percaya wajah Kuroko yang memasang wajah polos tanpa dosa seperti biasanya.

"Kau tak mau memelukku?" Kuroko mengulangi pertanyaannya.

Hinata hanya mengerjap-ngerjapkan kedua matanya. Dan "Hmpfft, hahahaha" Hinata tak tahan lagi menahan tawanya. Ia segera memeluk Kuroko meski tawanya masih juga belum reda. Kuroko membalas pelukan Hinata, ia tersenyum senang melihat Hinata bisa tertawa lepas lagi seperti itu. Meski terlihat kuat dan tegar tapi mereka tau jika Hinata sangat terluka dan sedih. Tanpa Hinata sadari ke-enam kakaknya tengah melihatnya tertawa dengan perasaan lega.

Sepertinya, Hinata memang sudah baik-baik saja.

Hinata hanya mengelengkan kepalanya menatap Kuroko. Sampai sekarang Hinata masih belum terbiasa dengan Kuroko yang suka menghilang dan muncul tiba-tiba. Tapi jika dipikir sepertinya semua orang pun tak akan mampu terbiasa dengan bakat alami yang dimiliki kakak berambut birunya itu.

"Baiklah, Ayo pulang"

.


.

Hinata menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Rumahnya masih sama seperti ketika terakhir kali Hinata lihat lima tahun lalu, taman bunganya letak perabotannya bahkan aromanyapun masih sama. Kakaknya benar-benar menjaga rumah ini dengan baik.

"kami sudah merapikan kamarmu, naik dan beristirahatlah" Akashi menepuk kepala Hinata yang masih setia berdiri di depan pintu rumah besar mereka.

"Baik, terimakasih" tanpa menunggu lagi, Hinata berlari menaiki tangga menuju kamarnya yang letaknya Hinata yakini belum berubah. Dan..

"Huaah.." senyum senang tercetak di bibir ranum Hinata. Wajah bahagia dan puas tak bisa Hinata tutupi.

Kamarnya begitu indah dan terlihat nyaman. Kakaknya benar-benar mengerti apa yang diinginkanya. Cat hingga perabotannya di dominasi warna violet dan putih –warna favoritnya dan warna lembut yang membuatnya terasa nyaman.

Brukk

Hinata menjatuhkan dirinya di atas ranjang empuk di tengah ruangan. Benar-benar nyaman dan menenangkan, wangi ruangannya juga aroma lavender dan sesekali Hinata mencium aroma vanilla. Semuanya benar-benar diatur sesuai dengan hal yang disukainya. Padahal Hinata tak pernah memintanya.

"Kurasa aku akan tidur dengan baik sekarang" gumam Hinata sebelum akhirnya ia menuju ke alam mimpi.

.


.

"Hime.. Hinata-hime.."

"nggh" Hinata mengerjap-ngerjapkan matanya. Rasa kantuk masih menguasainya.

Hinata ingin tidur lagi, tapi panggilan namanya juga usapan halus dikepalanya sedikit mengusiknya. Tak ada pilihan lain, Hinata mencoba memfokuskan pandangannya yang masih kabur.

Senyuman manis dari sosok pria tampan menjadi hal yang pertama Hinata lihat. Bahkan Hinata sampai merona melihatnya.

"Ugh, Sei-nii" Hinata menutupi wajahnya dengan sebelah tangannya untuk menutupi rona merah di pipinya dan keterkejutannya.

Akashi hanya terkekeh dan berdiri dari posisinya tadi. "Putri tidur, cepatlah bangun. Mandi dan segera turun untuk makan malam. Kami sudah menunggumu, kita akan bicarakan tentang sekolahmu"

"Baiklah" perintah Akashi adalah mutlak, Hinata dan yang lainnya tak akan pernah bisa melawannya.

Tapi, sudah berapa lama ia tertidur? Apa ia tidur tanpa menutup pintu? Jangan-jangan kakaknya melihatnya tidur?

Hinata menutup wajahnya yang memerah memikirkan jika kakak-kakaknya melihat wajahnya ketika tertidur. Ugh, bagaimana jika dia mengigau? Bagaimana jika ia tidur dengan membuka mulut?

"Akh, benar-benar memalukan!" gumam Hinata frustasi.

.


.

Di meja makan, semuanya sudah berkumpul di tempat duduknya masing-masing. Hinata segera menempati kursi kosong di samping Kuroko dan Kise. Akashi yang menjadi pemimpin –karena dia adalah kakak pertama- duduk dikursi depan, Murasakibara, Aomine dan Midorima duduk berhadapan dengan Kuroko, Hinata dan Kise.

Hinata menatap takjub makanan yang dihidangkan di meja makan. Banyak dan terlihat sangat lezat. Seperti makanan yang disajikan ketika pesta.

"Kenapa makananya banyak sekali?"

"Tentu saja, karena ini adalah pesta penyambutanmu hinatachii" ucap Kise sambil merangkul pundak Hinata.

"Jadi, makanlah yang banyak yaa" Hinata mengangguk semangat.

"Hinata," Akashi memanggil namanya.

"Ya?"

"Welcome Back, Our Beloved Imouto!" Akashi, Midorima, Murasakibara, Aomine, Kise dan Kuroko mengucapkannya bersama. Menyalakan confetti yang makin meramaikan suasana. Warna-warni kertas terbang menjatuhi kepala mereka.

Hinata tak bisa tak tertawa bahagia sekaligus terharu. Ia benar-benar bersyukur memiliki mereka semua disisinya. Meski tak ada ikatan darah di antara mereka Hinata yakin jika ikatan tali yang sudah mereka ikat akan melebihi dari ikatan darah sekalipun. Tali yang sudah diberikan oleh kedua orang tua Hinata dan tali yang sudah bersama-sama mereka ikat, pasti tak akan pernah putus. Tali yang mengikat mereka semua dalam hubungan kekeluargaan.

"Nii-san, Arigatou"

.

.

To be continued~

.

.

A/N : Crossover pertamaku akhirnya keluar! Gomen kalo jelek ya. u.u. Ide ceritanya sedikit terinspirasi dari fanfic crossover juga karya Taiga'sgf, -Arigatou Taiga'sgf-san untuk inspirasinya *bungkuk* semoga kamu baca ficku yaa, hehe-

Terimakasih bagi reader yang membacanya. Tolong reviewnya yaa, karena saran, kritik dan kesan yang kalian tinggalkan dikolom review sangat berarti bagi author seperti saya. ^^

Jakarta, 16 January 2016

Salam, mey lovenolaven