Chapter 1.. Pinocchio Syndrome
"hey, kau tau sindrom Pinocchio?"
"sindrom Pinocchio? Apa itu?"
"sindrom dimana orang yang menderita ini tidak akan bisa berbohong. Jika ia berbohong maka orang itu akan cegukan. Untuk menghilangkan cegukan itu maka ia harus mengatakan hal yang jujur"
"astaga, itu sindrom yang merepotkan"
"yeah, dan kau tahu. didunia ini hanya ada 1 dari ratusan juta orang yang menderita sindrom ini"
"oh iya? Itu benar-benar langka!"
"tentu saja! Dan 1 orang yang menderita sindrom itu ada di kelas ini. Itu dia! Uchiha Sasuke namanya!"
Degh! Aku terdiam tak berkutik. Wajahku memucat dan keringat dingin membasahi tubuhku. Bagaimana mereka bisa tahu?
Anak-anak itu datang beramai-ramai ke mejaku. Mereka begitu banyak sampai-sampai hawa disekitarku menjadi pengap. Mereka menatap tajam dan tersenyum remeh kearahku.
"ohh jadi ternyata dia menderita sindrom itu? hahaha.. tak kusangka Uchiha sepertinya bisa memiliki penyakit seperti itu"
"pantas saja, saat aku bertanya dengannya ia selalu cegukan. Ohh ternyata dia berbohong"
"Pinocchio, itu sebutan yang pantas untuknya!"
"dasar orang aneh"
Aku benci ini...
Aku benci sindrom ini...
Kenapa aku harus mengidap penyakit aneh seperti ini...
Apa salahku?
..
..
..
..
"Hey Pinocchio! I Can Hear Your Voice"
Cast : Uzumaki Naruto
Uchiha Sasuke
Genre : Yaoi, Romance, Supranatural (?)
Rated : T
..
..
..
3 tahun setelah kejadian itu, kini aku telah terbebas dari tatapan tajam teman-temanku. 3 tahun di SMP telah aku habiskan sendirian tanpa memiliki teman. Mereka takut padaku. Mereka bilang aku aneh. Ini semua karena sindrom ini! Sindrom Pinocchio, sindrom dimana aku tidak akan bisa berbohong. Jika aku berbohong maka secara tiba-tiba aku cegukan. Jika kalian bertanya apakah sulit menghadapi sindrom seperti itu? maka aku jawab, iya. Gara-gara sindrom ini teman-temanku menjauhi ku. Karena sindrom ini aku kesulitan untuk mencari teman. Andai saja saat itu mereka tidak tahu sindrom ini. Sudah pasti aku akan memiliki banyak teman.
Musim semi adalah musim yang indah. Tepat hari ini, aku akan masuk kesekolah baruku. Aku bersekolah di SMA Konoha, SMA yang jauh dari tempat tinggalku. Kau pasti tahu apa alasanku bersekolah disini, iya kan? yup! Jawabanmu benar, aku ingin menghindari teman-teman SMPku. Jika aku bersekolah disini, sudah pasti teman-teman SMP ku tidak akan bersekolah disini karena kejauhan. Lagi pula aku tak ingin berita tentang sindrom Pinocchio itu menyebar disini.
Setelah upacara penyambutan, aku kembali ke kelas. Disana banyak anak-anak yang bersenda gurau, saling bercanda, menggosip dan lain-lain. Karena ini hari pertama masuk sekolah, jadi kegiatan belajar mengajar tidak dilaksanakan.
Aku yang duduk disamping jendela paling belakang hanya terdiam. Aku tak tertarik bermain dengan mereka. Ku hembuskan nafasku dan kualihkan pandanganku kearah jendela. Bunga sakura nan indah berguguran, kelopaknya yang berwarna indah itu terbang tertiup angin musim semi. Huh? Ternyata indah juga.
"hey kau!" aku tersentak ketika 3 orang laki-laki berdiri didepan mejaku. Aku menatap mereka dengan tatapan malas. Kenapa mereka menghampiriku? Apa aku berbuat salah?
"sejak tadi kau selalu diam. Kenapa kau tidak bergabung dengan kami?" seorang anak berambut pirang tersenyum lebar sambil merangkul pundak ku.
"namaku Sasori, ini Hidan dan yang merangkul mu adalah Deidara" ucap seorang laki-laki berambut merah sambil mengulurkan tangan. Aku membalas uluran tangan dan tersenyum tipis.
"aku Sasuke" kataku. "hei hei, Sasuke kau tinggal dimana?" tanya Deidara. Entah kenapa ia makin erat merangkulku. Ugh! Ini menyebalkan.
"aku dari Kirigakure" kataku.
"astaga jauh sekali. Oh ya, kenapa kau bersekolah disini? Padahal kan di Kirigakure juga ada SMA. SMA disana juga SMA unggulan. Ahhh jangan-jangan kau anak buangan hahahaha" Hidan menjitak kepalaku sambil tertawa dengan keras.
'Sasuke, jangan sampai orang lain tau kalau kau menderita sindrom Pinocchio. Jangan pernah mengotori nama klan Uchiha. Memiliki anak penyakitan sepertimu adalah aib bagi keluarga kita. Maka dari itu jangan pernah ada yang tahu kalau kau menderita penyakit ini. Kau tak butuh teman. Teman itu tidak penting, mereka hanya akan menyakitimu. Ingat itu baik-baik Sasuke'
"bisakah kalian menyingkir dariku?" kataku dingin sambil menatap mereka tajam. Deidara terdiam dan melepas rangkulannya.
"ka—kau kenapa Sasuke?" tanya Sasori hati-hati. Aku tersenyum sinis kearah mereka.
'jagalah ucapanmu. Jangan pernah berbohong karena mereka akan tahu tentang penyakitmu. Katakanlah dengan jujur walau itu akan menyakiti hati mereka. Ini demi kebaikan mu, Sasuke'
"aku muak dengan kalian. Kenapa kalian sok akrab kepadaku? Kau! Laki-laki pirang! Seenaknya saja kau merangkulku. Apa kau tidak tau bau parfum mu begitu menyengat! Seperti perempuan saja!" bentakku. Semua anak-anak terdiam. Mereka semua menatapku dengan tatapan kaget.
"a—apa kau bilang!" kulihat rahang Deidara mengeras. Aku tahu dia pasti marah padaku. Deidara hendak memukulku namun Sasori dan Hidan berhasil mencegahnya. Susana kelas begitu tegang karena pertengkaranku dengan Deidara.
"sudahlah Deidara. Tenangkan dirimu. Sasuke, padahal kami hanya ingin berteman denganmu tapi ternyata sifatmu buruk sekali. Jika kau seperti ini terus maka kau tidak akan punya teman" ucap Sasori.
"..." aku hanya menunduk. Kugigit bibir bawahku kuat-kuat.
'Sasuke, kau tak butuh teman. Buatlah batas antara dirimu dan teman-temanmu. Kau bisa hidup sendiri. Ayah yakin kau pasti bisa'
"ayo kita pergi" ajak Sasori. Deidarapun mengangguk ia menatapku sekilas lalu tersenyum sinis kearahku. "huh! Kita lihat saja Sasuke kau pasti akan ku buat menyesal karena telah mempermalukanku!" ucapnya. Aku hanya menatapnya datar.
"tak kusangka tenyata Sasuke orang yang seperti itu"
"ku kira dia hanya orang pendiam dan baik hati ternyata lidahnya itu sangat tajam"
"padahal ia orang yang pintar. Bahkan ia menduduki urutan pertama saat masuk sekolah ini"
"orang pintar itu seharusnya bisa menjaga ucapannya. Sebaiknya kita jangan pernah mendekatinya. Aku tidak ingin kejadian seperti Deidara terulang lagi"
Bagus...
Ya, seperti itu...
Itulah yang aku inginkan. Menjaulah dariku. Aku tak butuh teman. Aku tak ingin kalian tahu tentang sindrom ini.
..
..
..
2 minggu setelah kejadian itu. Kini teman-teman sekelasku benar-benar menjauhiku. Baguslah, memang itu tujuanku. Aku tak butuh teman. Lagipula tanpa teman aku tetap bisa hidupkan?
Aku tidak pernah berkomunikasi dengan murid-murid disini. Aku selalu menutup diri. Tak pernah berinteraksi dengan penghuni sekolah ini kecuali Kakashi sensei. Ia adalah wali kelasku. Aku masih bisa berinteraksi dengannya. Tapi tentu saja, ia tak tahu tentang sindrom ini.
"Sasuke, bisakah kau bantu sensei? Tolong bawakan buku ini ke ruangan sensei" pinta Kakashi sensei. Aku mengangguk dan mengambil tumpukan buku matematika itu.
"ah, kau duluan saja. Ada barang sensei yang tertinggal dikelas" kata Kakashi sensei. Aku mengangguk dan meneruskan jalanku. Astaga kenapa buku ini sangat berat. Buku-buku ini menghalangi pandanganku. Bahkan tangaku hampir bergetar karena mengangkat buku-buku ini.
"NARUTO! SIALAN KAU KENAPA KAU MENGAMBIL JATAH TELUR DADARKU HAH?!"
Kudengar teriakan yang cukup kencang yang berasal dari tangga.
"hehehehe.. habis aku lapar. Salah sendiri kenapa kau menitipkan bekal padaku, ttebayo!"
"ITU KARENA AKU INGIN PERGI KEKAMAR MANDI SIALAN! NARUTO JANGAN LARI! KEMARI KAU!"
"hehehehe.. ayo kejar aku Kiba"
"NARUTO! JANGAN BERLARI DI KORIDOR!"
"huahhh maaf sensei!"
Dan seketika terjadi keributan dikoridor yang disebabkan orang itu. Hah.. dasar hanya karena telur dadar mereka bertengkar hebat. Kekanak-kanakan sekali mereka.
"NARUTO AWAS DIDEPANMU!"
BRUUUKK! Tiba-tiba orang itu menabrakku sangat kencang. Semua buku yang kubawa jatuh berhamburan kelantai. "ughhh..." kupegang kepalaku yang sedikit pening.
"e—eh? kau masih hidup?" tanya laki-laki berambut pirang. Wajahnya tepat didepan wajahku.
"menyingkir dari tubuhku" kataku. Si pirang itu hanya tersenyum lebar sambil menggaruk tengkuk lehernya. Huh! Kenapa hari ini aku harus berhadapan dengan orang bodoh.
"aku benar-benar minta maaf. Aku tak tahu kalau didepan ternyata ada orang. Aku tak bisa mengendalikan kakiku. Jadi maafkan aku ya" katanya sambil membantuku membereskan buku-buku itu.
"hng" balasku singkat.
"kau yakin tidak apa-apa? aku menabrakmu sangat kencang. Mungkin tubuhmu ada yang memar" kata si pirang itu khawatir. "aku tidak apa-apa tidak ada yang—"
NGING! Ughh.. sial, bahuku sakit sekali. Bahkan aku bisa mendengar persendianku yang saling bergesekan. Sepertinya tulangku ada yang retak.
"bahu mu?! apa bahumu terluka?!" si pirang makin khawatir. Cih merepotkan saja!
"sudah kubilang berapa kali, aku baik-baik saja! Bahu ku tidak terluka! hik!" kututup mulutku dengan kedua tanganku. Wajahku memucat, sial penyakitku kambuh lagi. Bagaimana ini? Si pirang menatapku dengan tatapan bingung. Dengan cepat ku ambil buku-buku itu dan pergi meninggalkan si pirang itu. sial, semoga ia tidak curiga dengan ku.
"oh.. ternyata namamu Uchiha Sasuke ya?" guman Naruto sambil tersenyum tipis. "oi Naruto! masalah kita belum selesai!" dengan cepat Kiba menendang punggung Naruto hingga ia tersungkur ditanah.
"sa—sakit" rintih Naruto
..
..
..
..
bel sekolah berbunyi. Jam pelajaran ke 5 pun dimulai. Ahh benar juga, hari ini ada ulangan matematika. Sebaiknya aku harus kembali kekelas. Sesampainya dikelas aku langsung duduk dikursiku. Kurenai senseipun masuk sambil membagikan kertas ulangannya.
"huh? Apa ini?" gumanku. Aku mengamati coretan halus dimejaku. Astaga! Ini rumus matematika! Siapa yang menulisnya dimejaku?! Deidara.. yaaa Deidara! Aku tau ini pasti kerjaanya Deidara. Aku menatapnya tajam. Deidara hanya tersenyum sinis kearahku. Sial! Dengan cepat kuhapus contekan dimeja itu.
"Sasuke, apa yang kau hapus? Eh? dimejamu ada coretannya?" ucap Deidara. Sial dia mencoba memancing sensei. Anak-anak mulai menatapku dengan tajam.
"Sasuke, perlihatkan mejamu" perintah Kurenai sensei. Aku hanya menundukan wajahku.
"ternyata benar. Aku tak menyangka kau melakukan hal curang seperti itu Sasuke" kulihat Kurenai sensei begitu kecewa padaku. "—pulang sekolah datanglah keruanganku. Mengerti" perintah sensei. Lagi-lagi aku hanya menunduk. Anak-anak kelas ini hanya ternsenyum. Huh? Kalian bersengkokol dengan Deidara ya? Sudah kuduga.
.
.
.
[Author POV]
"sudah berapa kali kubilang.. jangan pernah berlari dikoridor UZUMAKI NARUTO!" Iruka menjitak kepala Naruto cukup kecang. Yang dijitak hanya mengelus kepalanya.
"bagaimana jika ada yang terluka hah?! Kau ini merepotkan saja!" kata Iruka. Naruto hanya tersenyum sambil menggaruk tengkuk lehernya. "hehehehe maafkan aku sensei. Lagi pula lari dikoridor itu termasuk latihanku. Sensei tahu kan, 2 bulan lagi aku akan ikut turnamen sepak bola" ucap Naruto.
"huh! Alasan. Sebagai hukuman kau harus menulis kalimat 'maaf aku tak akan berlari dikoridor' sebanyak 100 kali" ucap Iruka dengan tegas. Naruto hanya bisa membuka mulutnya lebar-lebar seakan tak percaya dengan hukuman yang diberikan wali kelasnya itu.
"sungguh aku tidak menyontek sensei" tiba-tiba Naruto mendengar suara serak yang berasal dari meja dibelakangnya.
"huh? Sensei? Dia kenapa?" tanya Naruto pada Iruka. "hmm sepertinya ia ketahuan menyontek oleh Kurenai sensei. Kau tahu, jika ada murid yang ketahuan menyontek maka Kurenai sensei tidak akan segan-segan untuk menghukum mereka. Bahkan ia pernah mengeluarkan surat peringatan level 3" kata iruka sambil meminum kopi hitamnya.
"surat peringatan level 3? Berarti itu artinya dikeluarkan dari sekolah?" tanya Naruto memastikan. Iruka mengangguk lalu menatap anak yang berdiri didepan Kurenai. "hmm.. melihat keadaannya yang seperti ini kurasa Kurenai sensei akan mengeluarkan surat level 3"
"huh?! Kenapa bisa?" tanya Naruto. "kau lihat anak itu. ia terus-terusan berbohong. Padahal bukti yang dikumpulkan sudah jelas kalau anak itu menyontek. Padahal masih kelas 1 tapi ia nekat melakukan hal itu. Anak jaman sekarang memang berani mati"
..
"kumohon sensei, percayalah padaku. Aku tidak menyontek. Aku tidak akan melakukan hal curang seperti itu"
"tapi aku melihat dengan mata kepalaku sendiri Sasuke. Kau menulis contekan diatas meja mu kan?"
"bukan aku yang menulisnya. Sensei percayalah pada—"
"sudah cukup. Padahal jika kau mengakui kesalahanmu aku tidak akan melakukan hal ini. Tapi, ini adalah hukumanmu karena kau tak mau jujur padaku. Kakashi sensei.." Kurenai melirik Kakashi yang duduk tepat disampingnya. "Sasuke, sensei sangat kecewa padamu mungkin jalan satu-satunya hanya memanggil orang tua mu. Setelah itu kami akan mengurus surat peringatan level 3" kata Kakashi.
Wajah Sasuke makin memucat, tidak.. jangan libatkan kedua orang tuanya.. apalagi ayahnya.. tidak.. Sasuke tidak mau ayahnya makin membencinya. Apa tidak ada yang percaya dengan ucapannya?
"apa sensei yakin kalau ia menyontek?" tiba-tiba Naruto datang menghampiri Sasuke. Ia memegang pundak Sasuke, menenangkan tubuh Sasuke yang bergetar hebat.
"apa maksud mu? jelas-jelas aku melihat contekannya" kata Kurenai tak mau kalah. Naruto tersenyum lalu menatap wajah Sasuke. "hei, kau menderita sindrom Pinocchio kan?" tanya Naruto. Sasuke membuka mulutnya lebar. "a—apa kau bilang? Mana mungkin aku menderita sindrom itu hik!" wajah Sasuke makin memucat. Dengan cepat ia menutup mulutnya, Sasuke berdoa agar cegukannya segera berhenti.
"apa maksudmu Uzumaki Naruto? bisakah kau jelaskan pada sensei?" tanya Kurenai. Naruto tersenyum lalu memegang pundak Sasuke. Sasukepun terkejut dengan tindakan Naruto. "seperti yang sensei lihat. Orang ini menderita sindrom Pinocchio. Sidrom Pinocchio adalah sindrom dimana penderitanya tidak akan pernah bisa berbohong. Jika ia berbohong maka ia akan cegukan dengan tiba-tiba. Cegukan itu akan berhenti jika ia berkata dengan jujur. Singkatnya, ia akan cegukan jika ia berbohong" ucap Naruto enteng. Kakashi dan Kurenai terdiam.
"ka—kau.. menderita sindrom ini, Sasuke?" tanya Kakashi. Sasuke menggeleng dengan cepat.
"tidak! Aku tidak punya sindrom itu hik! Jangan percaya si pirang bodoh itu hik!" Sasuke kembali menutup mulutnya. Sial, kenapa cegukannya tidak berhenti? Cegukannya malah menjadi tambah parah sampai-sampai Sasuke kesulitan bernafas.
"jadi selama diinterogasi apakah Sasuke mengalami cegukan?" tanya Naruto. Kakashi dan Kurenai saling bertatapan.
"tidak, ia tidak cegukan sama sekali" jawab Kurenai. Naruto tersenyum lalu merangkul Sasuke. "nahhh itu artinya Sasuke tidak bohong. Untuk apa orang jenius sepertinya menyontek? iya kan Sasuke?" tanya Naruto.
"singkirkan hik! Tanganmu bodoh hik!" Sasuke menatap tajam Naruto. Kakashi menawarkan air putih ke Sasuke. Berharap agar cegukan Sasuke segera berhenti. "itu percuma sensei, cegukannya akan berhenti jika ia berkata jujur. Nahh jadi Sasuke, apa benar kau menderita sindrom Pinocchio?" tanya Naruto lagi. Sasuke menatap Naruto, kemudian ia menatap guru-gurunya secara bergantian. Sial, Sasuke benar-benar sudah terpojok. Lagi pula cegukan ini makin parah. Ia benar-benar tidak bisa bernafas.
"i—iya hik! Aku hik! Menderita sindrom hik! Pinocchio!" ucap Sasuke. nafasnya terengah-engah. Semua guru yang ada diruangan itu terdiam. mereka menatap Sasuke dengan tatapan bingung.
"nah! Cegukannya berhenti kan? hehehehe benar dugaanku" guman Naruto.
"sindrom Pinocchio? Bukankah itu penyakit langka?"
"aku baru tahu kalau ternyata Uchiha memiliki penurus seperti ini"
"sindrom yang aneh"
Guru-guru mulai berbisik membicarakan Sasuke. Sasuke hanya menundukan wajahnya. Malu.. sungguh ia sangat malu. Padahal ia sudah menutupinya, padahal ia sudah berjanji pada ayahnya, semua pengorbanan Sasuke sia-sia. Ia benar-benar orang yang bodoh.
Naruto melepas earphone yang tergantung dilehernya. Dipakaikan earphone itu ke telinga Sasuke. Sasuke menatap Naruto dan hendak protes. Namun tiba-tiba Naruto menempelkan jarinya dibibir Sasuke. "kau tidak ingin mendengar ucapan mereka kan? pakai saja ini, anggap saja ini permintaan maaf ku tadi siang" kata Naruto sambil ternsenyum lebar. Sasuke hanya terdiam. Bibirnya terlalu kelu, padahal tadi ia ingin memaki Naruto. Ekspresi sok dewasanya itu benar-benar menyebalkan.
"jadi, jika pelakunya bukan Sasuke lalu siapa?" tanya Kurenai. Naruto tersenyum lalu melirik kearah pintu keluar.
"sensei bisa bertanya dengan orang itu" kata Naruto sambil menunjuk pintu yang tertutup. Semua guru terlihat bingung dengan ucapan Naruto. Oh ayolah bagaimana Naruto tahu kalau pelakunya ada dibelakang pintu itu? dengan perlahan Kakashipun membuka pintu tersebut.
"De—Deidara?" ucap Kurenai tak percaya.
"huh? A—apa? ada apa?" tanya Deidara bingung. Ia melirik ke kiri dan kekanan. Siapa tahu Kurenai sensei salah menyebut orang.
"jangan bercanda Naruto! kau jangan asal tuduh orang!" Kurenai menatap tajam kearah Naruto. "—mana bisa kau menuduh orang yang kebetulan lewat?!" lanjut Kurenai. Naruto lagi-lagi tersenyum.
"coba saja sensei tanyakan pada pelakunya, iya kan Deidara?" tanya Naruto. Tiba-tiba wajah Deidara memucat.
.
.
.
"haaaahhh.. akhirnya masalahnya selesai juga" kata Naruto sambil meregangkan otot-ototnya yang kaku. Sasuke yang berjalan disampingnya hanya terdiam. wajah Sasuke terlihat sangat kelelahan. Dengan tiba-tiba kedua tangan Naruto mencubit pipi kenyal milik Sasuke.
"singkirkan tanganmu dobe!" dengan kasar Sasuke menepis tangan Naruto.
Nging! Cidera dibahu Sasuke tiba-tiba kambuh lagi. "oi, bahumu tidak apa-apa?" tanya Naruto sambil memegang bahu Sasuke yang cidera. "tidak apa-apa, bahuku baik-baik saja hik!" Sasuke langsung menutup mulutnya. Naruto terdiam, dengan sengaja ia memukul bahu Sasuke dengan kencang. "AKH! SAKIT DOBE! KAU MAU KUBUNUH HAH?!" teriak Sasuke
"..." mereka berdua terdiam. Hanya terdengar suara tiupan angin yang berhembus dari jendela.
"pfffttt! Hahahahaha.. sudah kuduga, kau pasti berbohong. Tak ada gunanya lagi kau berbohong, Sasuke" Naruto mengacak-acak surai hitam milik Sasuke. Sasuke hanya diam tak bergeming. Wajahnya merah menahan malu. Naruto mengenggam tangan Sasuke dan mengajaknya masuk keruang kesehatan.
"permisi.. disini ada yang cidera" teriak Naruto. Hening tak ada jawaban. Ruangan ini benar-benar kosong.
"kau itu bodoh atau apa sih? Sekarang jam 6 sore, semua penghuni sekolah sudah pulang kerumah masing-masing" kata Sasuke malas. Ahh sungguh ia ingin cepat-cepat pulang. Kepalanya bisa meledak jika harus berhadapan dengan si pirang 'energik' itu.
"yosh! Baiklah jika tidak ada perawat maka aku saja yang akan mengobati mu, ttebayo!" ucap Naruto semangat. "h—huh? Ap— hei!" dengan semangat Naruto menarik tangan Sasuke dan menyuruhnya duduk diranjang UKS.
"lepas bajumu" perintah Naruto. "khhh..." Sasuke menahan amarahnya. Lagipula ia benar-benar tak ada tenaga untuk meladeni makhluk bodoh seperti Naruto.
"hmmm.. cideranya cukup parah. Lihat bahumu bahkan sampai membiru. Pasti sakit..." guman Naruto. Sasuke hanya terdiam, wajahnya memerah. Baru kali ini ada orang lain selain keluarganya yang melihat tubuhnya. Sasuke benar-benar malu.
"akhhh.." Sasuke merintih kesakitan ketika Naruto mengobati cidera Sasuke dengan sekantong es dingin. "diamlah, kudengar es dingin bisa melemaskan otot yang cidera" kata Naruto. Dengan telaten ia mengobati bahu Sasuke.
"Tubuhmu kurus sekali? Kau ini tidak makan dengan teratur ya?" Tanya Naruto.
"Bukan urusanmu, lagipula kau bukan ibuku" balas Sasuke seadanya. Naruto hanya tersenyum melihat sikap dingin 'teman barunya' itu.
Ruang kesehatan begitu sunyi, Naruto dan Sasuke tak ada niatan untuk membuka suara. Hanya deru suara angin dan burung camar yang menghiasi telinga mereka.
"hei..." panggil Sasuke. Merasa terpanggil Naruto pun menoleh kearah Sasuke. "—siapa namamu?" tanya Sasuke dengan tatapan polos. Naruto terdiam, wajahnya memucat. Jadi selama ini Sasuke tidak tahu namanya? Menyedihkan sekali.
"Uzumaki Naruto, kau bisa memanggilku Naruto, ttebayo!" kata Naruto sambil tersenyum ramah.
"kau.. bagaimana kau tahu kalau aku mengidap sindrom Pinocchio?" tanya Sasuke. Naruto menaikan sebelah alisnya.
"yaaa.. bisa dibilang aku pintar mengamati orang, saat kita bertabrakan aku bertanya padamu apakah kau terluka. Tapi kau bilang kalau kau tidak apa-apa lalu setelah kau mengatakan itu tiba-tiba kau cegukan. Mulai dari situ aku sudah curiga dengan mu" kata Naruto. Ia duduk disamping Sasuke dan memberikan segelas teh hangat pada Sasuke.
"aku orang yang aneh ya?" guman Sasuke. Naruto menatap Sasuke. "—gara-gara sindrom ini aku seperti orang yang aneh kan?" Sasuke mengcengkram kuat gelas yang ada ditangannya. Naruto menatap langit-langit ruang kesehatan. Rambut pirang miliknya menari-nari tertiup angin musim semi yang memabukan. Naruto tersenyum tipis.
"kau tidak aneh. Tuhan menciptakan makhluknya pasti dengan alasan tertentu. Mungkin sindrom yang ada pada dirimu adalah anugrah yang diberikan Tuhan untukmu. Apa kau mau menyia-nyiakan anugrah Tuhan?" kata Naruto. Sasuke terdiam. Baru kali ini ada orang yang tidak menganggapnya aneh. Hati Sasuke menjadi hangat.
"sudah malam, pakailah jasmu. Kita pulang sama-sama" ajak Naruto. "memang rumahmu dimana?" tanya Sasuke sambil memakai jasnya. "Kirigakure, bukankah kau juga tinggal disana?" tanya Naruto. Sasuke mengangguk.
"Sasuke, ayo!" Naruto mengulurkan tangannya sambil tersenyum bodoh. Sasuke tersenyum tipis.
"tidak usah, aku tidak mau gandengan tangan dengan om om bodoh sepertimu" ucap Sasuke sambil melangkah pergi meninggalkan Naruto. Naruto membuka mulutnya lebar. "kau tidak cegukan, berarti kau tidak bohong. Apa aku terlihat seperti om om" guman Naruto sambil memanyunkan bibirnya kesal.
"Naruto!" panggil Sasuke. Naruto hanya menatap Sasuke dengan malas.
"masalah sindrom Pinocchio, hanya kau aku dan guru-guru saja yang boleh tahu jadi jangan pernah sebarkan rahasia itu. mengerti?" perintah Sasuke. Naruto menggerlingkan matanya malas.
"iya, iya aku tahu. Lalu kalau guru-guru? Bagaimana kalau mereka membocorkannya?" tanya Naruto. "aku sudah meminta Kakashi sensei agar tidak membocorkan rahasia itu. Kurasa Kakashi sensei bisa diandalkan" kata Sasuke. "oh.." jawab Naruto singkat.
.
.
.
Naruto dan Sasuke pulang bersama. Sesekali Naruto mengoceh panjang lebar mengenai kehidupannya. Sasuke hanya membalasnya dengan deheman atau anggukan. Terkadang Naruto sedikit kesal dengan sikap irit bicaranya Sasuke.
"baiklah, kita berpisah disini. Selamat malam" pamit Sasuke.
"Sasuke! tunggu sebentar!" panggil Naruto. Sasuke menghela napasnya dengan kesal. "ada apa? kau takut jika jalan sendirian?" ejek Sasuke.
"tidak, aku tidak takut. Tapi kumohon dengarkan aku. Hari ini kau jangan lewat jalan pintas" kata Naruto
"hah?! Memang kenapa?" tanya Sasuke kesal. "pokoknya jangan, kau lewatlah jembatan merah yang ada disana. Bukankah kau juga bisa lewat sana" kata Naruto. Sasuke menaikan sebelah alisnya. Apa-apan ini! Kenapa si pirang dobe itu memerintahnya?! Tidak sopan sekali.
"kau ini kenapa sih? Lagi pula lewat jalan pintas lebih cepat! Kau—" Sasuke terdiam saat melihat tatapan serius milik Naruto. Apa ini? Apa yang terjadi dengan Naruto? kenapa tiba-tiba wajahnya serius seperti itu?
"ugh.. baiklah aku akan lewat jembatan." Kata Sasuke. Ia pun berlari meninggalkan Naruto.
"hehehehe.. sepertinya rencanamu gagal, iya kan?" guman Naruto sambil tersenyum sinis.
..
..
..
..
[Sasuke POV]
Aku duduk terdiam dikursiku. Menatap kosong papan tulis yang ada didepan kelas. Bel istirahat terlah berbunyi 5 menit yang lalu tapi entah kenapa aku enggan untuk pergi keluar kelas. Aku masih memikirkan ekspresi Naruto kemarin malam. Kenapa? Apa yang terjadi dengannya? Lalu kenapa dia menyuruhku untuk melewati jembatan merah? Apa yang sebenarnya terjadi?
"ssst.. Deidara, apa kau berhasil menjebak Sasuke" bisik Hidan
"tidak, rencanaku gagal. Padahal aku sudah menunggunya dijalan pintas yang biasa ia lewati" balas Deidara sambil memanyunkan bibirnya kesal. Tunggu, jadi inikah yang dimaksud Naruto?
"padahal aku ingin sekali menghajar wajah sok kerennya itu. aku yakin jika ia selalu lewat jalan itu tapi saat kutunggu ternyata dia tak lewat-lewat. Menyebalkan!"
"kenapa kau tidak memukulnya disekolah?" tanya Sasori. Deidara menjitak Sasori dengan keras. "apa kau gila?! Aku baru saja menerima surat peringatan level 2! Jika aku berulah lagi disekolah bisa-bisa aku dikeluarkan dari sekolah! Walaupun begini aku tetap ingin belajar, bodoh!" kata Deidara sambil menjitak kepala Sasori.
Aku terdiam. Jadi waktu itu Naruto memperingatiku agar aku tidak bertemu dengan Deidara? Tapi bagaimana Naruto bisa tahu? Siapa sebenarnya Naruto? ukhhh.. memikirkannya saja membuat kepalaku berdenyut sakit. Baiklah, aku harus minta penjelasan darinya. Lagi pula earphone miliknya masih ada padaku. Sekalian saja aku kembalikan padanya.
Aku bangkit dari kursi dan berjalan meninggalkan kelas. Kugenggam earphone berwarna jingga milik Naruto. Ya! Aku harus minta penjelasan dari Naruto. Tapi tunggu.. aku tidak tahu kelas Naruto! Astaga Sasuke?! kenapa kau begitu bodoh?!
Aku merutuki segala kebodohan ku. Bagaimana bisa aku lupa menanyakan kelas Naruto?!
"loh? Sasuke sedang apa kau disini?" tanya Naruto. Ah! itu dia, kebetulan sekali!
Aku memberikan earphone jingga itu pada Naruto. "ini, aku lupa memberikannya padamu" kataku. Naruto menerima earphone itu dan langsung memakainya. "waahhh! Terimakasih Sasuke! kau tau, aku begitu kesulitan jika tak ada ini!" Naruto lagi-lagi tersenyum konyol. Ya, itu memang ciri khasnya.
"ah! biar kutebak! Pasti kau ingin bicara sesuatu dengan ku" selidik Naruto. Aku mengerutkan alisku. Bagaimana dia bisa tahu?
"kau itu, dari gerak-gerikmu saja aku sudah bisa membacamu, teme!" kata Naruto lagi.
"err.. tidak ada, aku hanya ingin mengembalikan earphone mu!" jawabku seadanya. Naruto menatapku dengan tatapan menyelidik. "kau yakin?" tanyanya.
"iya, aku yakin! Hik!" buru-buru kututup mulutku ini. Sial! Sidromnya kambuh lagi. Kulihat Naruto yang sedang menahan tawanya. Akhh aku benar-benar malu! kutarik tangannya dan kuajak dia keatap sekolah. Dengan begini aku bisa bicara 4 mata dengannya.
"jadi.. kau ingin bicara apa?" tanya Naruto. "Naruto—" panggilku. Naruto menoleh kearahku.
"bisakah kau jelaskan kejadian yang semalam? Kau melarangku untuk melewati jalan pintas. Memang sebenarnya apa yang terjadi? Apa benar aku sedang terancam?" tanyaku. Naruto terdiam. ia duduk bersender ditembok lalu memejamkan matanya.
"ya, benar. Jika kau lewat jalan itu maka kau bisa terluka" jawab Naruto. aku tersenyum tipis. Sudah kuduga pasti ada yang tidak beres.
"bagaimana kau bisa tahu?" tanyaku. Naruto membuka matanya dan menyuruhku untuk duduk disampingnya. Aku mengangguk dan duduk disampingnya. Naruto menghela nafas panjang. "jika ku beri tahu apa kau percaya padaku Sasuke?" tanya Naruto. aku mentapanya bingung. Kulihat wajah Naruto terlihat amat serius. Kurasa ini adalah pembicaraan yang cukup serius.
"jika itu masuk akal, maka aku akan oercaya padamu" kataku. Naruto terkekeh pelan. "tuhan pasti memberikan anugrah kepad setiap makhluk ciptaannya, entah itu kekayaan, kemakmuran, ataupun kebahagian. Tapi untukku tuhan memberikan anugrah yang berbeda—" kata Naruto. angin musim semi berhembus kencang hingga mengibarkan surai pirang milik Naruto. "—aku diberi kekuatan. Kekuatan dimana aku bisa mendengar sesuatu yang tidak dapat didengar orang lain" lanjutnya.
"hah?! Apa maksudmu?" tanyaku penasaran.
"singkatnya, aku bisa mendengar suara hati orang" kata Naruto mantap.
TBC..
Haaiii kembali lagi sama saya.. kali ini saya mau ngambil tema sindrom. Waktu nonton drama korea yang judulnya pinocchio ntah kenapa saya kepikiran bikin ff ini. Lucu aja gitu kalo misalnya sasuke kena sindrom pinocchio wkwkwkwk.. pasti greget.
Oh iya untuk yang belum tau sindrom pinnochio sebenarnya sidrom ini cuma khayalan. Jadi di dunia ini gak ada yang namanya sindrom pinnochio. Nahh untuk mengetahui sindrom ini saya kasih ciri-ciri penderita sindrom pinocchio ya.. *saya ngopas ini*
Pinocchio syndrome adalah sindrom yang menyebabkan cegukan ketika berbohong karena masalah dalam sistem saraf otonom dan itu adalah sindrom yang tidak dapat disembuhkan.
Orang yang menderita sindrom pinocchio akan cegukan bahkan jika mereka berbohong melalui telepon atau SMS.
Namun, setelah mereka memperbaiki kebohongan (jujur) maka cegukannya akan berhenti.
Cegukan dimulai dari mengatakan kebohongan kecil secara alami berhenti dari waktu ke waktu, tetapi kebohongan besar yang bertentangan dengan hati nurani mereka tidak akan berhenti samapi mereka memperbaikinya.
Karena mereka tidak bisa berbohong, penderita sindrom ini jadi kesulitan untuk berteman dan beradaptasi dengan lingkungannya.
Terakhir, karena sindrom pinocchio terlihat jelas ketika si penderita berbohong, sehingga orang benar-benar percaya dengan semua perkataan penderita sindrom ini (artinya jika dia tidak cegukan, berarti dia jujur).
Yak! Itulah ciri-ciri penderita sindrom pinocchio. Ngebayangin sasuke punya sindrom kaya gitu entah kenapa saya senyum-senyum sendiri wkwkwkwk.. maap yaa kalo ceritanya aneh, makasih yang udah mau baca ff aneh saya. Heheheheh salam Hatsuki!