Minggu pagi yang cerah. Suasana begitu tentram di salah satu mansion milik keluarga Akashi. Beberapa hari yang lalu, mansion yang sudah lama tidak dikunjungi oleh pemiliknya itu kedatangan rombongan pemuda bersurai warna-warni ditambah seorang gadis bersurai merah muda. Mansion mewah yang terdiri dari dua bangunan besar yang dihubungkan dengan sebuah koridor panjang itu masih tak berubah sedikit pun meski telah berdiri selama puluhan tahun.

Sang pemilik mansion mewah itu, Akashi Seijuurou, saat ini masih tertidur pulas di dalam kamarnya. Tidak biasanya pewaris perusahan besar Rakuzan ini masih tertidur sampai se-siang ini. Salahkan teman-teman–budak-budak–nya yang seenaknya mengganggu waktu berduanya dengan sang pujaan hati semalam. Padahal Akashi sengaja menyelesaikan pekerjaannya tiga kali lebih cepat demi mendapatkan waktu liburan hanya berdua saja bersama sang pemikat hatinya yang juga menjabat sebagai sekretaris dan asisten pribadinya di mansion mewahnya ini.

Tetapi, karena sang pujaan hati, Kuroko Tetsuya, meminta agar teman-teman–budak-budak–nya juga ikut, dengan sangat terpaksa Akashi mengiyakan karena Kuroko juga memberikan ancaman tidak akan ikut liburan bersama Akashi jika permintaannya tidak dipenuhi. Alhasil, jadilah mereka bertujuh–Akashi, Kuroko, Midorima, Kise, Murasakibara, Aomine, dan Momoi– ditambah Nigou datang ke mansion Akashi yang selain mewah juga dekat dengan pantai pribadi milik Keluarga Akashi.

Berkas cahaya matahari yang menembus celah tirai jendela yang dibuka Kuroko beberapa waktu lalu– setelah melihat Akashi tertidur sangat lelap, Kuroko mengurungkan niat untuk membangunkan pemuda yang sebentar lagi akan menjadi pendamping hidupnya itu– lama kelamaan menganggu kenyamanan tidur sang surai merah yang tubuhnya masih terbalut selimut hangat dan lembut berwarna biru muda. Akashi memutar tubuhnya, mengubah posisi tidurnya agar lebih nyaman. Tangannya yang bebas meraba-raba sisi tempat tidur di sebelahnya. Seingatnya, semalam sebelum tidur, Akashi yakin seseorang bersurai biru muda ikut tidur di sampingnya. Tetapi kenapa saat ini tangannya hanya merasakan lembut dan dinginnya seprei kasur? "Ngh…. Tetsuya?" gumam Akashi sambil membuka pelan matanya. Sedetik kemudian, kedua matanya membelalak saat melihat orang yang dipanggilnya tidak berada di sampingnya.

"Tetsuya?" panggil Akashi lagi setelah mengambil posisi duduk. Kesadarannya sudah sepenuhnya kembali. Rasa kantuknya menguap begitu saja saat melihat Kuroko tidak ada. Dengan cepat dia melirik jam weker yang terletak di atas nakas. Waktu sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Tetsuya pasti sedang mengajak Nigou lari pagi, batin Akashi sedikit kecewa. Niatnya ingin bersama Kuroko 24 jam penuh selama liburan telah gagal di hari pertama.

Akashi segera menyibakkan selimutnya. Sebagai seorang Akashi dia tidak boleh membuang-buang waktu. Secepat mungkin dia harus bertemu Kuroko pagi ini. Selain karena rindu dengan wajah dan suara Kuroko meski baru berpisah selama beberapa jam, Akashi juga ingin menagih jatah morning kiss-nya. Saat hendak berdiri, manik dwiwarnanya menangkap secarik kertas berwarna biru muda yang diletakkan di bawah ponsel merahnya.

'Ohayou, Seijuurou-kun. Maaf aku tidak membangunkanmu pagi ini. Soalnya tidur Seijuurou-kun terlihat nyenyak sekali, aku tidak tega membangunkan Seijuurou-kun. Beberapa hari yang lalu Seijuurou-kun juga kurang tidur dan istirahat. Makanya, selagi kita sedang liburan saat ini, aku akan berusaha agar Seijuurou-kun bisa banyak beristirahat dan merilekskan pikiran dan tubuh Seijuurou-kun.

Kuroko Tetsuya

P.S : Aku pergi lari pagi bersama Nigou.
P.S.S : Pakaian dan keperluan Seijuurou-
kun sudah aku siapkan. Silahkan dipakai.
P.S.S.S : Kita akan sarapan bersama Kise-
kun dan yang lainnya di taman pukul 8.30.'

Akashi tersenyum lembut membaca secarik kertas yang berisi tulisan tangan Kuroko. Meski tetap saja dia merasa kecewa karena ternyata Kuroko sendiri juga tidak mau membangunkannya. Dia jadi berpikir, bagaimana wajahnya saat tertidur tadi sehingga Kuroko bisa menyimpulkan tidurnya nyenyak sekali? Selama ini tidak ada seorangpun yang pernah mengatakan Akashi sedang tertidur nyenyak, bahkan ayah dan ibunya sekalipun. Banyak orang justru akan meragukan apakah Akashi benar-benar sedang tertidur, soalnya wajah Akashi yang mereka lihat lebih seperti Akashi yang sedang memejamkan mata dan sama sekali tidak terlihat sedang terjatuh ke alam mimpi.

Hanya Kuroko saja yang bahkan bisa tau kapan Akashi sedang tertidur nyenyak. Senyum Akashi semakin lebar. Akashi memang tidak pernah salah dan tidak akan pernah salah, begitu juga saat dia memilih Kuroko. Kuroko benar-benar pasangan yang sempurna untuknya. Senyum lembut yang sebelumnya tercetak di wajah tampan Akashi perlahan berubah menjadi seringaian yang penuh dengan sejuta makna.

_ Surat Lamaran : Extra Story _


SURAT LAMARAN : EXTRA STORY

Kuroko no Basket © Fujimaki Tadatoshi-sensei

Story and OCs belongs to Miho Haruka

Rated: T+

Pairing: AkaKuro, etc.

Warning: BL, OOC, typo(s), gaje, OC, abal-abal, etc.

Genre : Romance, Friendship, little bit Humor

Summary: Cerita tambahan kehidupan Akashi dan Kuroko. Extra story dari Surat Lamaran/Badsummary/BL/


Story 1 : Otou-san!

_ Surat Lamaran : Extra Story _

Kuroko sedang mempersiapkan meja makan saat salah seorang maid datang membawakan beberapa hidangan tambahan untuk ditata di atas meja makan. Seperti yang telah Kuroko tuliskan di secarik kertas di atas nakas di kamar Akashi, pagi ini mereka bertujuh – plus Nigou – akan sarapan di taman.

Taman mansion Akashi cukup luas dan dipenuhi dengan berbagai macam bunga dengan aneka warna. Di tengah taman tersebut berdiri sebuah bangunan berkubah yang ditopang oleh tiang-tiang besar disekelilingnya tanpa dinding penyekat, mirip seperti bangunan-bangunan pada masa Yunani Kuno. Di dalam bangunan itulah saat ini Kuroko berada. Setelah meminta beberapa butler untuk membawa meja makan beserta kursinya, Kuroko segera dibantu para maid dan para koki untuk menyiapkan sarapan pagi.

Nigou yang sejak tadi terus mengikuti kemanapun Kuroko pergi akhirnya memilih untuk bermain sendiri di taman bersama seekor kupu-kupu sambil menunggu pemiliknya selesai dari kesibukannya. Kuroko yang telah kembali segar setelah mandi sehabis lari pagi dengan semangat menata piring di atas meja. Kuroko sangat menikmati kegiatannya pagi ini. Dia lalu melihat jam tangannya. Lima menit lagi jam setengah sembilan. Itu artinya sebentar lagi Akashi dan yang lainnya akan datang kesini. Kuroko semakin mempercepat gerakannya.

Belum cukup semenit, suara melengking yang penuh semangat mencapai indra pendengaran Kuroko. Tanpa menoleh sekalipun, Kuroko tau siapa yang datang. Tinggal tunggu beberapa detik lagi, hingga tubuh Kuroko yang unyu dan terlihat rapuh itu dipeluk dengan kekuatan penuh oleh seorang pilot mantan model remaja bersurai kuning dan tambah beberapa detik lagi hingga pelukan itu menjadi dobel kekuatannya karena kedatangan seorang gadis bersurai merah muda, pemilik sebuah yayasan pendidikan yang cabangnya berada hampir di seluruh jepang.

"Ohayou, Kuroko-cchi/ Tetsu-kun!" sapa Kise dan Momoi bersamaan.

Kuroko yang sudah terlanjur terjepit hanya bisa terus berekspresi datar sambil menatap kedatangan tiga temannya yang lain. "Ohayou, Kise-kun, Momoi-san, Aomine-kun, Midorima-kun, dan Murasakibara-kun."

"Ohayou, Tetsu!" balas Aomine sambil mengelus surai baby blue Kuroko.

"Ohayou, Kuroko." Midorima memilih untuk segera duduk di kursinya. Mengabaikan tingkah teman-temannya yang lain yang sedang menempel dengan Kuroko. Walau sebenarnya, dalam hati dia juga ingin dekat-dekat dengan Kuroko. Tangan kanan Midorima memegang sebuah buku gambar bersampul gambar hewan versi kawaii – tentu saja, lucky item Cancer hari ini.

"Ohayou, Kuro-chin. Apa kau mau cemilan?" sahut Murasakibara sambil menyodorkan kripik kentangnya pada Kuroko.

"Murasakibara-kun, jangan makan cemilan pagi-pagi. Apalagi sebelum sarapan. Itu tidak baik bagi kesehatan," tegur Kuroko tegas. Entah untuk keberapa kalinya semenjak mereka berteman.

Wajah Murasakibara sedikit cemberut. "Hai'i," meski kesal dia tetap menjawab dan menyingkirkan kripik kentangnya untuk sementara.

"Minna-san, sambil menunggu Akashi-kun datang, silahkan duduk di kursi kalian. Kita akan mulai sarapan saat semuanya sudah ada di sini," sahut Kuroko sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Kise dan Momoi.

Mereka berenam lalu mengambil kursi masing-masing. Tanpa di beritahupun, satu kursi di samping Kuroko sengaja mereka kosongkan. Mereka tidak ingin acara sarapan mereka pagi ini berubah dari mereka yang memakan menjadi mereka yang dimakan. Tanpa disebutkan pun, semua orang sudah tau apa yang menyebabkan mereka berpikir akan dimakan, apalagi kalo bukan gunting tajam berganggang merah milik Akashi.

"Waaah! Semua ini Kuroko-cchi yang menyiapkannya-ssu?" tanya Kise. Manik kuningnya terkagum-kagum melihat penataan meja di depannya. Pandangan matanya tidak jauh beda dengan keempat orang lainnya.

"Hai'i," sahut Kuroko pelan.

"Kuroko-cchi hebat-ssu!" puji Kise sambil tersenyum lebar.

"Lumayan, nanodayo. Bukan berarti aku suka nanodayo," komentar Midorima.

"Kuro-chin, skill-mu semakin meningkat nee," sahut Murasakibara. Matanya sudah terfokus ke semua makanan di depannya.

Aomine tidak berkomentar, tetapi kepalanya trus saja mengangguk setuju. Matanya sibuk menjelajahi hidangan di atas meja, dia tidak sabar menikmati hidangan yang terlihat sangat menggugah selera itu.

Sementara Momoi, entah kenapa dia merasa gagal menjadi seorang perempuan. Dia belum bisa menata meja makan sebaik Kuroko, padahal dirinya sendiri perempuan. Jujur, Momoi merasa sangat gagal.

Saat Kuroko akan tersenyum menanggapi respon teman-teman di depannya. Sebuah panggilan menginterupsi. Tepat pukul 8.30, sang pemilik mansion dengan aura khasnya berjalan mendekati tempat Kuroko dengan pandangan terpaku pada satu titik, yaitu Kuroko sendiri. "Tetsuya," panggil Akashi lagi.

"Akashi-kun, kau sudah datang. Ohayou, Akashi-kun," sahut Kuroko tanpa sadar telah melakukan kesalahan.

Kening Akashi berkedut. Auranya yang tadi tenang-tenang saja tiba-tiba berubah gelap dan sedikit bergejolak. "Tetsuya."

Kuroko memandang Akashi dengan tatapan bertanya, masih belum sadar kesalahannya. Sementara Kise dan yang lain sibuk mempertahankan diri dari gejolak serangan badai hawa dingin dan mengintimidasi dari tubuh Akashi. Mereka benar-benar bingung. Kenapa hingga sekarang Kuroko tetap tidak berpengaruh dengan aura gelap Akashi ini.

"Tadi kau memanggilku apa?" tanya Akashi yang saat ini sedang berdiri tepat di depan Kuroko.

Kuroko teringat sesuatu dan akhirnya menyadari kesalahannya. "Ah! Gomen, Seijuurou-kun. Aku kelepasan memanggil Seijuurou-kun dengan Akashi-kun. Gomen." Sahut Kuroko, Akashi melihat ada perasaan bersalah di manik biru langit Kuroko, meski tentu saja hanya Akashi yang bisa menyadarinya.

"Baiklah, aku maafkan," sahut Akashi tidak tega melihat manik Kuroko yang seperti itu. Auranya kembali tenang. Membuat orang di sekitarnya kembali bisa bernafas lega. Kuroko membalasnya dengan mengangguk. Dia lalu tersenyum tipis membuat Akashi dan yang lainnya tertegun. Hari ini sepertinya mereka diberkati, karena sepagi ini mereka telah melihat senyum malaikat dari malaikat biru tanpa sayap di depan mereka. Akashi yang berdiri tepat di depan Kuroko lima kali lebih tertegun dibandingkan yang lain. Soalnya melihat senyumnya saja, Kise dan yang lainnya sudah tertegun, apalagi Akashi yang selain melihat senyum Kuroko, dia juga terhipnotis oleh manik biru langit Kuroko yang bersinar memikat Akashi.

"Seijuurou-kun?" panggil Kuroko tapi tak ada respon. "Seijuurou-kun!" Akashi berkedip, Kuroko menatapnya bingung. "Kita akan memulai sarapan, Seijuurou-kun silahkan duduk," Kuroko mempersilahkan.

"Sebelum itu, Tetsuya. Aku menagih morning kiss-ku. Kau meninggalkanku pagi tadi, jadi sebagai hukumannya, jatah morning kiss-ku hari ini adalah dua kali," sahut Akashi tanpa ragu. Seluruh kalimatnya barusan didengar oleh semua orang yang ada di sana. Hal itu membuat wajah Kuroko memerah.

Sialan, Akashi/Akashi-kun/Aka-chin/Akashi-cchi. Apa maksudnya berkatas seperti itu/-ssu/nanodayo. Mendengar Kuroko/Tetsu/Tetsu-kun/Kuro-chin/Kuroko-cchi memanggil nama kecilnya saja sudah membuat nafsu makanku hilang/-ssu/nanodayo. Sekarang dia malah mau memamerkan kemesraannya bersama Kuroko/Tetsu/Tetsu-kun/Kuro-chin/Kuroko-cchi. Dasar Akashi/Akashi-kun/Aka-chin/Akashi-cchi sialan!, batin kelima orang lainnya penuh emosi. Beberapa dari mereka bahkan hanya bisa menggigit serbet makan mereka dan ada juga yang hanya bisa menangis dalam hati meratapi nasib kalau Kuroko benar-benar sudah menjadi milik si Raja Iblis. Sedetik kemudian, mereka berlima tiba-tiba tersadar. Mereka teringat dengan kemampuan Akashi membaca pikiran orang – entah itu benar atau tidak. Mereka dengan was-was melirik Akashi dan segera bernafas lega setelah melihat tak ada perubahan yang terjadi pada Akashi. Pandangan Akahsi masih terpaku pada Kuroko yang entah sejak kapan wajahnya memerah menyangi surai Akashi.

Kelima manusia pemilik surai warna warni itu tidak tau, sang Raja Iblis yang mereka sebut itu diam-diam telah menyusun rencana hukuman bagi mereka. Tetapi hal itu dia abaikan dulu, tak ada satupun yang bisa menggantikan atau menyingkirkan Kuroko dari prioritas utama pikirannya.

Kuroko yang tiba-tiba di tagih morning kiss oleh Akashi hanya bisa mengalihkan pandangnnya dengan gugup sambil menggumamkan sesuatu. "Se-Seijuurou-kun, kalau kita melakukannya di sini, nanti dilihat yang lain," sahut Kuroko tak bisa menyembunyikan perasaan malunya. Meski yakin teman-temannya akan memakluminya–ini hanya kepercayaan Kuroko saja, meski sebenarnya seratus persen salah –, tetap saja dia merasa malu.

"Tidak apa-apa, Tetsuya. Ini juga merupakan bagian dari hukumanmu," balas Akashi sambil menyeringai samar. Seringaian itu lolos dari penglihatan Kuroko karena Kuroko sibuk menatap ke arah lain.

"Tetap saja aku malu, Seijuurou-kun. Hal seperti ini tidak baik dilakukan di muka umum!" wajah Kuroko semakin memerah. Suaranya juga bergetar karena gugup. Kelima orang yang masih duduk di kursinya jadi bertanya-tanya sampai sejauh mana wajah Kuroko akan terus memerah.

Akashi menghela nafas, berpura-pura lelah menghadapi sikap Kuroko. Dia yakin Kuroko pasti akan memberikannya morning kiss dengan sikap malu-malu yang menurut Akashi –bukan hanya Akashi saja– semakin menambah taraf kemanisan Kuroko. "Jangan membuatku mengulanginya, Tetsuya. Lakuk–"

"Ditempat lain atau tidak sama sekali, Seijuurou-kun." De javu.

Akashi terbelalak, Kuroko memotong kalimatnya dengan tegas. Saat ini Kuroko memandangnya langsung ke manik mata, meski wajahnya tetap merah seperti sebelumnya. Akashi yakin kalimat yang barusan diucapkan Kuroko telah menguras habis semua stock keberaniannya pagi ini.

Akashi kembali menghela nafas. Kuroko benar-benar menarik baginya. Bukan berarti dia senang mempermainkan Kuroko seperti ini. Justru sebaliknya, dengan melihat sikap Kuroko yang seperi ini membuat Akashi semakin jatuh cinta dan tidak akan melepaskan Kuroko sedetik saja. "Baiklah. Tetapi kau pasti tau akan ada hukuman tambahan akibat dari tindakanmu ini kan, Tetsuya?"

Kuroko mengangguk mantap. "Terserah Seijuurou-kun saja. Aku siap menerima apapun." Jawab Kuroko. kelima orang yang seperti sedang menonton adegan telenovela di depannya terkejut mendengar jawaban Kuroko. Terutama kata terakhir yang diucapkan pemuda manis itu.

"'Apapun', ya?" Akashi tiba-tiba menyeringai. Momoi, Kise, Murasakibara, Midorima, dan Aomine yang melihatanya segera meneriakkan nama Kuroko dengan penuh tangisan di dalam hati sambil berharap keselamatan malaikat biru mereka.

"Jika itu yang kau inginkan, Tetsuya," Akashi memandang lima pemuda pemudi di depannya. "Ryouta, Satsuki, Daiki, Shintarou, dan Atsushi." Yang namanya dipanggil segera menegakkan badannya, menunggu perintah yang akan diberikan oleh si Raja Iblis, "berbalik dan tutup mata kalian. Sekarang."

Dengan cepat kelima orang bersurai warna warni itu segera berbalik dan menutup mata. Mereka tidak berani mengeluarkan satu pertanyaanpun. Saat Akashi menyebut nama mereka, mereka serasa sedang berhadapan dengan malaikat pencabut nyawa.

Kuroko/Tetsu/Tetsu-kun/Kuro-chin/Kuroko-cchi, semoga kau selamat/-ssu/nanodayo. Maafkan kami yang tidak bisa berbuat apa-apa/-ssu/nanodayo, batin mereka berlima lagi-lagi sambil berdoa pada Kami-sama.

"Nah, Tetsuya. Sudah tidak ada yang melihat. Kau bisa memberikanku morning kiss sekarang," kata Akashi sambil tersenyum tampan.

Sejenak Kuroko terpaku, tetapi mengingat permintaan Akashi membuat dirinya tersadar kembali. "Ta- tapi, Seijuurou-kun –" Kuroko menghentikan kalimatnya saat melihat senyum tampan Akashi berubah menjadi senyum sejuta makna, membuat Kuroko yakin jika dia menolak lagi, hukumannya nantinya akan sangat jauh dari bayangannya. Setelah memantapkan hati, dengan gugup Kuroko mendekati Akashi. Setelah berpikir cukup cepat, dia putuskan morning kiss pagi ini cukup di kedua pipi saja. Maka dengan cepat dia mencium pipi kanan kiri Akashi. "Oha – mmh," saat Kuroko akan mengucapkan selamat pagi, Akashi malah menarik lehernya dan menempelkan kedua bibir mereka. Kuroko berusaha menolak di awal, tetapi ciuman Akashi serasa menyerap tenaganya. Tubuhnya menjadi lemas dan matanya tertutup rapat. Leguhan pelan tetapi menggoda juga keluar dari mulut Kuroko saat Akashi menginvasi rongga mulutnya.

Manik dwiwarna Akashi memberi isyarat bahwa dirinya sedang tersenyum bangga saat ini. Si pujaan hati yang cukup keras kepala lagi-lagi ditaklukannya. Kadang Akashi memang sedikit kesal dengan sifat keras kepala Kuroko, tetapi sifat itulah yang menjadi salah satu daya tarik Kuroko bagi Akashi. Entah sudah berapa leguhan yang lolos dari mulut Kuroko, wajahnyanya juga semakin memerah dan nafasnya juga sedikit memburu. Akashi dapat merasakan tubuh Kuroko bergetar pelan, dia lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Kuroko sementara kedua tangan Kuroko mengalung di lehernya.

Alarm Akashi tiba-tiba berbunyi.

Jika ini tidak segera dihentikan, dia bisa melakukan hal-hal yang lebih jauh lagi. Saat ini dia tidak bisa melakukan hal itu, apalagi setelah melakukan perjanjian dengan ayah Kuroko beberapa waktu lalu. Dia harus menahan diri. Sekarang bukan saatnya. Lagi pula jika menilai situasi, ini benar-benar tidak baik. Dia tidak mungkin memperlihatkan wajah Kuroko yang seperti ini kepada kelima makhluk yang masih setia menutup mata disana. Akashi lalu (dengan terpaksa) menarik diri. Dia terdiam memperhatikan ekspresi Kuroko yang entah kenapa semakin sering mereka berciuman semakin mudah memerah dan semakin menggodanya.

"Sei-kun…" panggil Kuroko, ada nada manja dalam suaranya, sepertinya dia belum sadar sepenuhnya. Ini semua gara-gara Akashi. Kuroko sekarang terlihat berantakan. Padahal mereka hanya berciuman tapi efeknya pada Kuroko sampai seperti ini.

"Tetsuya, kita lanjutkan nanti. Sekarang kita sarapan dulu, ya." Bisikan Akashi di telinga Kuroko membuat Kuroko tersadar.

Wajah Kuroko semakin merah lagi. Dia lalu menutup wajahnya dengan kedua tangannya. "Ini gara-gara Seijuurou-kun!" balas Kuroko pelan tetapi masih terdengar oleh Akashi.

Akashi tersenyum lembut sekali lagi. Dia lalu mengelus surai biru muda Kuroko, membantu memperbaiki beberapa helai yang tidak rapi. Kuroko juga tidak berlarut-larut dalam perasan malu–tapi senang– miliknya. Dengan cekatan dia memperbaiki pakaiannya yang agak kusut dan juga pakaian Akashi yang masih setia berdiri di depannya. Saat sudah yakin semuanya sudah rapi kembali dan wajah Kuroko juga sudah kembali seperti biasa – jangan remehkan kemampuan expressionless milik Kuroko –, meski wajahnya masih sedikit memerah, Akashi segera memerintahkan kelima teman–budak–nya untuk kembali berbalik dan diperbolehkan membuka mata.

"Ayo mulai sarapan," ajak Kuroko mencoba mengabaikan ekspresi yang dibuat oleh kelima temannya saat ini.

Tak ada balasan dari ajakan Kuroko, yang ada hanya anggukan dalam diam. Perlahan mereka meraih garpu dan sendok makan yang telah disiapkan Kuroko sebelumnya. Tetapi saat mencoba memasukkan satu suapan, mereka dibekukan oleh aura membunuh yang berasal dari satu titik di sebelah Kuroko yang sedang menikmati sarapannya. Mereka berlima hanya bisa pasrah. Ini bukan kemauan mereka, tubuh mereka yang bereaksi sendiri. Lagi pula ini juga salah si sumber aura membunuh itu. Mereka hanya diperintahkan menutup mata, bukan menutup telinga! Ingat, bukan menutup telinga! Jadi bukan salah mereka jika suara menggoda milik Kuroko terdengar dan akhirnya membuat tubuh mereka bereaksi seperti ini: wajah memerah–terutama Momoi –, jantung berdegup kencang, dan tubuh bergetar pelan.

Mereka semakin pasrah saat merasa Akashi mulai membuka mulut hendak mengatakan sesuatu. Kami-sama, selamatkanlah kami/-ssu/ nanodayo, doa mereka berjamaah. Dalam hati berharap Kami-sama mau segera mengabulkannya meskipun beberapa menit yang lalu mereka telah berbuat dosa dengan berfantasi ria menggunakan malaikat biru-Nya sebagai objek fantasi.

"Seijuurou-kun, segeralah sarapan. Aku tidak yakin bisa menangani ini sendirian," teguran Kuroko membuat Akashi dalam sekejap menghilangkan aura membunuhnya berganti dengan aura bersahabat yang sangat cerah hingga menyilaukan mata. Janjinya dengan ayah Kuroko tidak berlaku jika Kuroko sendiri yang meminta, tentu saja Akashi tak akan menolak.

Kelima mahkluk yang akhirnya berhasil menelan satu suapan makanan mereka sangat bersyukur kepada Kami-sama karena kehadiran Kuroko yang lagi-lagi menyelamatkan mereka. Di satu sisi mereka sangat bersyukur dengan pertolongan Kuroko, tetapi di sisi lain mereka juga hanya bisa menerka-nerka dan meratapi nasib mendengar kalimat kedua yang Kuroko ucapkan. Kuroko/Tetsu/Tetsu-kun/Kuro-chin/Kuroko-cchi,batin mereka lagi dengan air mata imajiner yang keluar perlahan dari pelupuk mata mereka. Kami-sama, selamatkanlah kokoro ini/-ssu/nanodayo, doa mereka dalam hati berusaha tegar dengan cobaan hidup di depan mereka.

"Ayam gorengnya habis. Aku akan menambahnya sebentar. Permisi, minna-san," sahut Kuroko tiba-tiba sambil berdiri dari duduknya lalu berjalan menuju dapur.

Baru saja kelima makhluk malang disana mengela nafas lega, mereka lagi-lagi harus merasakan hawa membunuh yang tidak lain tidak bukan berasal dari Akashi. Mereka serentak meletakkan sendok dan garpu, bersiap menerima apapun yang akan Akashi keluarkan, gunting tajam itu sekalipun. Mereka benar-benar sudah pasrah, keburuntungan mereka pasti sudah habis karena telah terpakai berkali-kali sejak datang ke taman ini.

"Kenapa kalian tidak melanjutkan sarapan kalian?" tanya Akashi yang sejak Kuroko berdiri dari duduknya telah meletakkan sendok dan garpunya. Akashi menyeringai karena tak ada jawaban dari kelima orang di depannya. Kurasa mereka sudah lebih pintar sekarang, batin Akashi. "Aku rasa kalian tau kesalahan kalian. Jadi tanpa aku katakankan pun, kalian pasti tahu apa yang harus kalian lakukan, bukan?"

"Ha'i, Akashi-kun. Kami minta maaf. Kami akan melupakan apa yang telah terjadi hari ini." Sahut Momoi cepat.

"Bagus. Aku akan melupakan kejadian yang sebelumnya juga. Anggap saja kali ini kalian selamat. Aku tidak akan mengeluarkan guntingku hari ini," sepertinya, Akshi melanjutkan dalam hati.

Kise, Momoi, dan Aomine terang-terangan menghembuskan nafas lega, Midorima menaikkan ganggang kacamatanya sambil berusaha bersikap seperti biasa. Sedangkan Murasakibara kembali melahap makanannya dengan cepat. Jika kalian bertanya-tanya kenapa bayi besar bersurai ungu ini bersikap sama seperti teman–budak– Akashi yang lain, jawabannya adalah karena Murasakibara tipe penurut dan sejak awal bertemu Akashi dia memang selalu mengikuti perintah Akashi.

Sudah lima menit, Kuroko belum juga kembali. Akashi mulai tidak sabar dan sedikit cemas. Pikiran absurd memenuhi kepalanya. Saat hendak berdiri dari kursinya untuk mengecek keadaan Kuroko, sebuah suara tiba-tiba menghentikannya.

"Otou-chan!" suara seorang anak yang entah berasal dari mana tiba-tiba menggema ke seluruh taman. "Otou-chan!" suara itu lagi tetapi kali ini terdengar semakin mendekat. Akashi dan kelima makhluk bersurai warna-warni lainya mengedarkan pandangan mencari sumber suara. Dan saat Akashi merasakan sesuatu memeluk kakinya dari belakang, dia segera menunduk untuk melihat apa yang sedang menempel di kaki kanannya saat ini. "Otou-chan," panggil anak itu lagi.

Semua orang yang berada di tempat itu seketika membelalakkan mata tidak percaya. Seorang anak kecil setinggi paha orang dewasa tiba-tiba saja menghampiri Akashi sambil memanggilnya 'Otou-chan'. Yang lebih membuat mereka tidak percaya adalah surai merah anak itu yang tidak jauh beda dengan milik Akashi. Dan saat anak itu mendongakkan kepalanya untuk menatap wajah Akashi, mereka bisa melihat kedua manik mata anak itu memiliki warna yang mirip dengan manik biru langit Kuroko.

"Otou-chan," panggil anak itu lagi, membuat semua makhluk disekitarnya tersadar dari keterkejutannya.

"A-Akashi, aku tidak menyangka… Dia…" sahut Aomine tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Tetsu-kun/Kuroko-cchi..!" gumam Momoi dan Kise sambil menitikkan air mata. Mereka tidak sanggup menghadapi kenyataan di depannya. Mereka juga tidak sanggup percaya kenyataan ternyata Akashi telah memiliki seorang anak sebelum Kuroko bersamanya.

"Ini tidak mungkin. Bagaimana bisa?" gumam Midorima. Maniknya tidak terlepas dari sosok yang masih melekat erat di kaki Akashi.

"Aka-chin, I'll crush you!" geram Murasakibara sambil menatap Akashi sengit.

"Apa maksud kalian?" tanya Akashi dingin. Bukan berarti dia tidak mengerti alur pemikiran teman–budak–nya saat melihat ada seorang anak yang sedikit mirip dengannya memanggilnya 'Otou-chan'. Siapapun yang melihatnya pasti yakin kalau anak di sebelah kanannya ini adalah anak Akashi. Dia kembali menatap anak kecil di sebelah kanannya. "Bocah, kau siapa?" tanya Akashi kembali. tatapan dinginnya tertuju tepat ke arah anak itu. Anak itu terdiam seketika. Dia menjadi sedikit gemetar saat merasakan aura mengintimidasi dari Akashi. Matanya mulai berkaca-kaca. Tinggal tunggu beberapa detik lagi dan anak itu akan menangis.

Pada saat anak itu hampir meneteskan air matanya, Kuroko terlihat sedang berjalan menaiki anak tangga gazebo menuju tempat Akashi dan yang lainnya. "Maaf menunggu lama, aku harus mengangkat telpon penting dulu. Apa lauk yang lainnya masih–" mata Kuroko tertuju pada anak kecil yang sejak tadi menjadi pusat perhatian Akashi dan teman-temannya. Wajahnya yang datar semakin datar saat menatap wajah anak itu dan wajah Akashi secara bergantian. Kuroko tanpa sadar terdiam ditempat. Untung saja nampan di tangannya masih dipegang erat.

"Ah! Eh! Tetsu-kun! Kau sudah membawa ayam gorengnya? Kebetulan aku ingin nambah ayam gorengnya!" sahut Momoi berusaha mengalihkan perhatian Kuroko. Dia lalu berjalan menghampiri Kuroko dan pelan-pelan mengambil nampan yang dipegang Kuroko. Saat nampan itu sudah berpindah tangan, Momoi menatap wajah Kuroko. Manik merah mudanya terbelalak saat melihat setetes air mata telah menuruni pipi Kuroko. Satu tetes itu kemudian disusul tetesan berikutnya. Kuroko spontan mengusap air matanya saat tersadar bahwa dia tiba-tiba menangis.

"Kuroko/Kuroko-cchi/Tetsu/Kuro-chin!" panggil keempat temannya yang lain secara bergantian sambil mengelilingi Kuroko.

Akashi yang juga tidak percaya Kuroko tiba-tiba menangis hanya bisa terpaku ditempat. Otaknya tiba-tiba merespon lambat semua impuls yang ada.

Apa yang terjadi? Jangan-jangan Tetsuya juga memiliki pemikiran yang sama dengan Shintarou dan yang lainnya, batin Akashi bingung. Perasaannya campur aduk. Dia tidak menyangka Kuroko akan menyimpulkannya seperti itu. Padahal Kuroko sama sekali tidak ada saat anak itu memanggil dirinya 'Otou-chan', jadi bagaimana bisa? Apa sebegitu miripnyakah Akashi dengan anak itu.

"Tetsuya…." Panggil Akashi sambil mencoba menghampiri Kuroko, tetapi tatapan dari kelima teman–budak–nya yang tertuju pada Akashi membuatnya terdiam di tempat. Pandangan itu dipenuhi rasa kecewa dan benci. Jika Akashi yang dalam keadaan seperti biasa mendapatkan tatapan seperti itu, dia pasti akan membalas dengan tatapan kebencian dan kekecewaaan berkali-kali lipat. Tetapi dirinya yang saat ini masih dalam keadaan shock melihat Tetsuya-nya menagis setelah melihat anak ini, sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk melawan. Hatinya mulai merasa takut, meski wajahnya tetap datar seperti biasa tetapi kilau di manik matanya mulai memudar.

"Kaa-chan…" sahut anak itu lagi. Kali ini dia memanggil seseorang dengan panggilan 'Kaa-chan'.

Semua orang di tempat itu kecuali Kuroko menatap ke arah anak itu dengan cepat.

"Huwaaaaaa! Kaa-chan!" panggil anak itu lagi sambil menangis. Dia melepaskan pelukannya dari kaki Akashi dan berjalan menghampiri kerumunan yang berada dekat anak tangga. "Kaa-chan, huweee!" anak itu segera berlari menuju sosok yang dipanggilnya 'Kaa-chan'.

Seluruh manusia di tempat itu seketika menahan nafas saat anak bersurai merah itu berlari menghampiri Kuroko dan memeluknya erat. Pikiran mereka dipenuhi pertanyaan apa yang sebenarnya sedang terjadi dan siapa anak yang mirip Kuroko dan Akashi ini?

"Ka-Kaa-chan, Tou-chan kowaii… huweeee….." anak itu semakin menagis sambil mempererat pelukannya pada Kuroko.

Kuroko terdiam. Dia menatap anak itu. Ada perasaan tidak asing yang menghampirinya. Perlahan dia mengarahkan tangannya menyetuh surai milik anak itu lalu dielusnya pelan. "Ada apa? Siapa Tou-chan? Dan siapa Kaa-chan?" tanya Kuroko dengan suara lembutnya. Meski dirinya baru saja menangis, tapi suaranya tidak terdengar serak sama sekali. Dengan suaranya yang lembut itu, membuat anak di depannya merasa nyaman dan berhenti menangis.

Anak bermanik mata biru seperti Kuroko mendongakkan kepalanya dan menatap wajah Kuroko bingung. Dia lalu menoleh ke arah Akashi yang masih terdiam di tempatnya. Telunjuk anak itu mengarah ke arah Akashi, "Tou-chan," lalu anak itu kembali menatap Kuroko dan telunjuknya berpindah ke arah Kuroko, "Kaa-chan." Setelah mengatakan itu, dia tersenyum lebar.

Kuroko gemas–tentu saja tercover dengan baik dengan wajah flatnya– dan ingin segera memeluk anak manis yang seperti perpaduan dirinya dan Akashi itu. Kuroko duduk menyamakan tingginya dengan anak itu. Tadi anak itu memanggilnya 'Kaa-chan', berarti saat ini Kuroko harus bersikap seperti selayaknya ibu bagi anak ini. "Yosh, Kaa-chan disini," sahut Kuroko sambil menggendong anak di depannya. "Apa yang dilakukan Tou-chan hingga membuatmu menangis?" Kuroko berjalan kembali menuju kursinya dan duduk disana dengan anak di gendongannya berpindah ke pangkuannya.

"Tou-chan kowaii yo, Kaa-chan," jawab anak itu sambil kembali menatap wajah Kuroko.

Kuroko dengan cepat menoleh ke arah Akashi yang sekarang sedang menatap mereka berdua dengan tatapan tidak mengerti. "Seijuurou-kun, apa yang telah kau lakukan?"

Akashi tertegun. Dia menatap manik Kuroko lama, berusaha mencari jawaban dari pertanyaan yang berkeliaran di kepalanya. Dan saat mengerti isyarat Kuroko untuk ikut berperan demi anak itu, Akashi segera kembali duduk di kursinya, di samping Kuroko. "Aku tidak melakukan apapun, Tetsuya." Sikap Akashi yang absolut telah kembali. Saat ini, Akashi bersiap untuk kembali melanjutkan sarapan paginya.

"Seijuurou-kun," panggil Kuroko lagi. Dia sama sekali tidak puas dengan jawab Akashi. Dia menuntut jawaban jujur.

Akashi menghela nafas, sekali lagi menghentikan acara sarapannya. "Tetsuya, apa kau tidak percaya padaku?" balas Akashi sambil menatap kedua manik Kuroko. Kuroko terdiam.

"Tou-chan, Kaa-chan, jangan beltengkal," sahut anak itu tiba-tiba. Manik birunya mulai kembali berkaca-kaca.

"Kami tidak bertengkar. Iya kan, Seijuurou-kun?" Kuroko melempar senyum yang sangat kecil ke arah Akashi.

"Iya. Kami tidak bertengkar. Jadi, jangan menangis. Kau laki-laki, kan?" Akashi menjawab pertanyaan Kuroko sambil mengelus surai anak itu. Anak itu mengangguk mantap. Dia sudah tidak takut pada Akashi lagi.

"Ha'i, Tou-chan!"

Untuk sesaat keberadaan lima orang bersurai warna warni di dekat tangga sana terabaikan. Mereka terdiam melihat interaksi antara Akashi dan Kuroko serta anak tidak dikenal itu. Mereka seperti sebuah keluarga yang bahagia dan akur. Adegan beberapa menit sebelumnya dimana Kuroko tiba-tiba menangis itu menguap entah kemana. Mereka ingin kembali ke kursi mereka masing-masing tetapi mereka tidak berani merusak suasana keluarga dadakan di depan mereka.

"Kaa-chan, meleka siapa?" anak itu mengalihkan perhatian Kuroko dan Akashi yang sedang berpandangan seperti sedang bertelepati.

"Ah, mereka teman-teman Kaa-chan dan Tou-chan. Ayo perkenalkan dirimu," Kuroko memberi isyarat pada kelima mahkluk di dekat tangga untuk mendekat.

"Ohayou gozaimasu, paman, bibi. Namaku Akabane Kanagi, empat tahun. Yoloshiku onegiashimasu," sahut anak itu sopan. Sekarang mereka telah mengetahui nama lengkap dan umur anak itu.

"Hai, nama bibi, Momoi Satsuki. Salam kenal ya, Kana-kun!" sahut Momoi sambil tersenyum lebar lalu kembali duduk di kursinya.

"Paman, Kise Ryouta-ssu! Kanagi-cchi kawaii-ssu!" kali ini Kise memperkenalkan diri dengan heboh.

"Midorima Shintarou," setelah mengatakan itu, Midorima kembali ke kursinya.

"Murasakibara Atsushi, aku tidak akan membagikan cemilanku nee. Kecuali Aka-chin atau Kuro-chin yang menyuruhku!"

"Aomine Daiki, aku kepala polisi. Sudah itu saja,"

Saat semua orang telah kembali ke kursinya. Acara sarapan pagi kembali dimulai. Akashi dan yang lainnya yang masih tidak percaya dengan situasi mereka saat ini terus memperhatikan anak yang masih betah berada di pangkuan Kuroko.

"Kaa-chan," sahut Akashi. Menguji apakah Kuroko baik-baik saja dan tidak kesal atau marah padanya.

"Nani, Tou-chan?" sahut Kuroko sambil menoleh ke arah Akashi. Mulutnya masih mengunyah dan sedikit saus dari mie goreng mengotori sudut bibirnya.

Sejenak Akashi terdiam mendengar jawab Kuroko. Mereka benar-benar seperti pasangan suami istri yang telah dikaruniai anak sekarang. "Ada saus di sekitar bibirmu. Sini aku bersihkan, Kaa-chan," Akashi mengulurkan tangannya meraih sudut bibir Kuroko. Kuroko diam saja menunggu jari Akashi menyentuhnya. Lagipula saat ini mereka memang sedang menjadi pasangan suami istri. Bisa juga dianggap sebagai latihan baginya.

Kelima makhluk yang melihatnya hanya bisa menjerit dalam hati, Kami-sama! Kenapa engkau tega pada kokoro ini?! Sementara si kecil bersurai merah yang telah membawa penderitaan batin bagi mereka hanya memandang kedekatan kedua orang tua–angkat?–nya sambil tersenyum puas.

"Kana-kun, ini makan," sahut Kuroko kuroko sambil menyodorkan sendok berisi menu sarapannya pagi ini ke depan mulut Kanagi. Wajahnya masih tetap datar tetapi matanya memancarkan sinar kebahagiaan, Kuroko merasa seperti benar-benar telah memiliki anak.

"Kanagi sayang Kaa-chan dan Tou-chan!" pekiknya senang lalu melahap makanan yang disodorkan oleh Kuroko.

_ Surat Lamaran : Extra Story _


Akemashite Omedeto, Minna-san to Senpai tachi! /party/

Gomen, baru sempat Update sekarang…. T.T
FF extra ini niatnya di update waktu Ultah Akashi-kun, tapi dikarenakan tembok besar berinisial U.A.S. menghalangi, jadi sempatnya baru sekarang. Hontouni gomen /bow/

Saya tau ini telat. Sangat malah. Tapi karena saya fans dan tidak ingin menyakiti Tetsu-kun, jadi saya akan mengatakannya. Izinkan saya mengatakannya. "Otanjoobi Omedeto, Akashi-kun. Semoga makin langgeng sama Tetsu-kun. ^.^

Buat minna-san to senpai tachi yang tetap mau membaca ff saya yang ceritanya mungkin agak nggak jelas ini, saya ucapkan terima kasih. Dan untuk review Surat Lamaran chap terakhir, saya benar-benar mengucapkan Arigatoo Gozaimashita! ^.^

Keep reading my ff, nee. Dan semoga minna-san to senpai tachi tidak bosan membacanya.

#Yang nonton Ova 75.5 terus dapat feel AkaKuro, please rise your hand? /angkatduatangan/

Ditunggu reviewnya, Minna-san to Senpai tachi…. ^.^

TBC?