Semalaman itu, Len di hantui dengan rasa resah. Yah... Setidaknya kedatangan gadis itu telah membuat resahnya menghilang. /LenMiku/OnS!AU

.

.

.

.

.

This Night (c) Kagayaku Hoshina

Vocaloid (c) Crypton & Yamaha

Tidak ada keuntungan apapun yang di hasilkan dari fanfic ini. Hanya untuk pemuas rasa lapar akan MikuLen.

Thanks to nee-chan/Nekochanflat for beta!

Owari no Seraph!AU

.

.

.

.

.

Pemuda pirang itu mendesah pelan.

Bukan dalam artian apa-apa. Meski ini bukan pertama kalinya ia berperang, rasa resah itu tetap ada. Maksudnya siapa yang tahu bahwa ia besok masih bisa menghirup udara?

Meski sedari sore tadi ia memberi perintah pada anak buahnya agar tidur nyenyak, ia sendiri tak bisa memejamkan mata.

Kalau saat esok hari ia mengantuk bagaimana? Sebagai seorang pemimpin rencana penyerbuan kali ini—meski pangkat Leon lebih tinggi, Mayor Jenderal—ia tak boleh salah langkah. Nyawa seratus orang berada di tangannya.

Jam kecil di nakas samping tempat tidurnya berdetik. Menandakan detik-detik yang terbuang. Suaranya terdengar lebih keras. Mungkin karena sudah larut dan tidak ada suara lain.

Kagamine Len—pemuda pirang itu—berguling-guling sendiri di kasurnya. Kemudian, ia bangkit seraya menggeram. Kesal karena kelopak matanya tak mau menutup.

Iris sewarna laut itu bergerak ke kiri. Memandang jam yang kini menunjukkan pukul 02:33. Ya sudahlah. Lebih baik ia tak usah tidur. Toh, jam 04:00 nanti ia memang sudah harus bangun.

Memutuskan hal itu, Len menurunkan kakinya ke lantai. Mencari sandal kamarnya.

Mendadak, terdengar ketukan pintu. Kemudian disusul suara manis yang sudah Len dengar selama bertahun-tahun.

"Len... kau sudah tidur?"

"Belum. Buka saja." pintu kayu itu terbuka setelah pemuda berpangkat Letnan Kolonel itu berkata.

Gadis itu berdiri di ambang pintu. Helaian toska itu dikuncir satu acak-acakkan. Anak rambut miliknya tergerai di bahu. Sementara mata yang serasi dengan rambutnya itu menatap Len penuh kelembutan.

"Sudah kuduga kau belum tidur."

—Blam. Pintu berwarna putih itu di tutup.

"Siapa yang bisa tidur jika besok kau harus berperang?" nada sinis di keluarkan. Sementara matanya menatap dinding di sebelah kiri. Seolah itu adalah pemandangan yang indah.

"Hanya orang yang sangat berani dan yakin bila ia akan menang yang bisa." Hatsune Miku berkata seraya mengacak pelan surai pirang milik atasannya.

Len mengerang frustasi.

"Aku bukan anak kecil lagi, Miku! Lagi pula, aku ini atasanmu, tahu!" namun tak di pungkiri bahwa ia senang di perlakukan seperti itu.

"Bagiku kau tetap Len yang masih berumur 10 tahun." Miku menarik tangannya dari atas kepala Len.

Biru dan toska. Dua pasang mata itu bertemu. Sedetik kemudian, tawa bahagia terdengar dari bibir mereka. Sejenak, dua insan ini melupakan rasa penat yang menghantui.

Tawa itu perlahan menguap dari mereka. Menyisakan hening nan canggung.

"Jadi... Len... kita harus apa sekarang?" Miku ikut duduk di pinggir kasur. Dua puluh sentimeter memisahkan dia dan Len.

Sebuah ide busuk melintas di pikiran pemuda pirang. Dia menangkap pergelangan tangan Miku. Mengurung Miku di bawahnya.

"Len! Apa yang—" suara aneh mulai keluar dari mulutnya tatkala Len menghembuskan nafas hangat di telinganya.

"Bagaimana kalau... satu ronde?" suara itu berubah menjadi sedikit lebih berat. Iris safirnya terasa berkilau di antara gelapnya tirai malam.

Miku belum sempat menjawab karena Len lebih dulu mendominasinya. Tidak ada kata 'tidak' dalam kamus Len sekarang. Miku menyerah.

Yah... setidaknya ini akan menjadi obor untuk sang Letnan Kolonel esok hari.

End?

.

.

.

.

.

Etto... udahlah. Gak tahu mau bilang apa. Review? /sodorin mangkok /BUKAN