Dia yang selalu aku perhatikan dari jauh.

Dia yang sering menampakkan ekspresi datar.

Dia yang sudah mengambil perhatianku selama 1 tahun ini.

Oh Sehun.

Laki – laki itu sudah menjadi pusat emosiku selama ini.

SM1719 PRESENT :

I and You

Disclaimer : EXO punya SM Ent, orangtua mereka, diri mereka sendiri, dan Tuhan Yang Maha Esa.

Cast : Oh Sehun, Kim Jong In

Rated : T – M (maybe)

Genre : Kalian tentukan sendiri lah yang pasti campur aduk :)


DON'T LIKE? DON'T READ!


-Jong In POV-

Aku melangkah di sepanjang koridor dengan kepala menunduk. Menatap ujung sepatuku dengan kedua tangan yang memegang erat tali tasku. Rasanya, lebih menarik memandang sepatuku yang terus menginjak lantai koridor daripada mengamati sekelilingku. Aku terus melangkah tak perduli. Langkahku makin lama terlihat makin cepat.

BRUK

BYURR!

"Akh."

"Owh..maaf. Kupikir tidak ada orang tadi,"

Aku meringis pelan. Aku jatuh telungkup dengan dagu yang terantuk keras di lantai keramik. Dan dapat kurasakan jika seragam sekolahku basah. Aku melirik. Menatap sepatu seorang siswa yang berdiri tak jauh dariku dengan sebuah ember merah ditangannya.

Suara tawa yang berasal dari semua siswa yang menyaksikanku terjatuh itu terdengar mendengung di dalam telingaku. Aku meringis dalam hati. Dapat kurasakan ujung daguku meneteskan sebuah cairan kental dari dalam kulitku. Perih.

Aku menoleh dan menatap siswa yang masih berdiri tak jauh dariku dengan ember merahnya. Mataku sempat terbelalak ketika mengetahui siapa yang menyiramku itu.

Oh Sehun.

Namja yang menarik perhatianku selama 1 tahun berada di sekolah ini.

Terbesit di benakku rasa kekecewaan yang besar pada pemuda putih itu. Aku tak menyangka dia akan melakukan ini padaku.

Lagi.

"Apa yang kau lihat?. Kenapa menatapku seperti itu"

DEG

Aku tertohok mendengar penuturan dingin Sehun. Sudah ribuan kali aku mendengar nada seperti itu. Tapi rasanya masih tetap sama.

Terasa sangat sakit.

Aku menoleh. Memandang ke sekeliling. Semua siswa yang berada di koridor menatapku dengan tangan yang bersedekap di depan dada.

Tatapan itu...

Tatapan tajam yang seakaan merendahkanku. Tatapan yang seakan mengatakan jika mereka tidak suka dengan keberadaanku di sini.

Sekali lagi, aku menoleh pada Sehun. Namja itu juga menatapku dengan pandangan yang sama.

Aku ling – lung.

Perlahan, aku mencoba bangkit dari posisiku. Aku kembali meringis. Daguku semakin terasa nyeri. Aku pikir, sebuah garis sayat terbentuk di sana. Aku masih merasakan darahku menetes perlahan – lahan melalui ujung daguku. Jatuh mengotori kemeja dan blazer sekolahku yang basah.

Sehun terlihat mengernyit jijik padaku.

"Cepat pergi dari sini sebelum kau mengotori lantai ini dengan darah kotormu itu."

Sehun melempar ember yang berada di tangannya ke arahku. Lebih tepatnya di samping tubuhku. Suara bantingan benda yang terdengar keras itu menggema ke seluruh penjuru koridor. Aku memejamkan kedua mataku dengan erat. Takut. Rematan pada tali tasku semakin erat ku beri.

Sehun lantas berjalan pergi dengan menabrak bahuku lumayan kasar. Aku bahkan sempat mundur beberapa langkah dari tempatku karena dorongannya yang terbilang tidaklah pelan itu. Dapat kudengar suara Sehun yang berdecih muak setelahnya.

Hening.

Aku semakin dalam menundukkan kepalaku. Tidak berani melihat sekelilingku. Aku bahkan membiarkan darahku menetes ke seragamku.

Sakit. Sangat sakit jika kalian menanyakan keadaanku. Tapi aku tetap diam tak bersuara. Toh, siapa juga yang akan perduli denganku di sini?.

"Cih! Dasar lemah!. Bisanya hanya mendesah di atas ranjang bersama orang kaya. Pelacur!"

DEG

Aku semakin mengeratkan genggamanku pada tali tasku ketika mendengar hinaan itu. Bahkan saking eratnya, buku – buku jariku memutih.

"Dasar jalang! Berapa harga tubuhmu jika aku menidurimu selama satu malam penuh?"

Aku menggigit bibir bawahku keras. Sudah!. Hentikan!

"Pelacur sepertimu sebaiknya enyah saja dari sekolah ini! Kau tahu kau tak pantas bersekolah di sini?. Merusak nama baik saja! Cuih!"

Aku tidak memperdulikan setiap hinaan yang keluar. Aku melangkah pergi dengan tubuh yang mulai menggigil kedinginan. Dalam perjalananku, aku terus dipaksa untuk menerima hinaan berupa 'jalang' dan 'pelacur' dari semua warga sekolah.

Aku terus menunduk dengan bibir bawah yang kugigit keras. Tak kuperdulikan jika air mata kini sukses menetes jatuh melalui pipiku. Aku terisak dalam diam.

Sambil terus melangkah, aku mencoba menyemangati diriku sendiri.

'Tak apa Kim Jong In. Mereka hanya tidak memahami situasi yang sebenarnya. Kau pasti bisa melewatinya'

Aku terus berusaha menguatkan diriku dengan kata – kata yang hampir selalu sama setiap hari. Aku terus menganggap itu adalah sambutan spesial dari mereka untukku selama memasuki sekolah.

Aku teringat pada perkataan ibuku dulu.

"Jika mereka melakukan itu, itu tandanya mereka menyayangimu dan menganggapmu spesial, Jong. Hanya saja mereka tidak tahu harus memperlakukanmu seperti apa. Ambil positifnya. Jika mereka terus melakukan itu padamu, terlihat betapa perdulinya mereka terhadap kehidupanmu. Mereka terus memikirkan dan tak pernah melupakanmu"

Aku menyeka air mataku dengan kasar. Baiklah Kim Jong In!. Kau pasti bisa!. Bukankah kau sudah terbiasa dengan hal ini?.

-Jong In POV end-

"PART 1 : I and my feelings"

KREK

Jong In memasuki uks sekolah dengan tubuh basah. Pemuda tan itu berjalan pelan menuju salah satu kasur disana setelah menutup pintu. Ia melepaskan tas selempangannya yang juga dalam keadaan basah di lantai.

"Haahh.." Jong In menghela napas lelah. Ia kemudian melepas blazer beserta kemeja sekolahnya yang nampak mencetak jelas lekuk tubuh pemuda tan itu. Setelah mengibas – ngibaskan seragamya, Jong In meletakkan kedua kain itu pada rangka kasur yang terkena sinar matahari. Tak lupa ia juga melepas sepatunya yang dirasa basah hingga ke dalam.

Jika kalian memintaku menjelaskan keadaan seorang Kim Jong In saat ini, maka aku hanya akan mengerutkan alis sedih. Lihatlah penampilannya saat ini. Seluruh tubuhnya basah oleh air bekas siraman Sehun beberapa menit yang lalu. Tubuhnya juga nampak menggigil kedinginan. Rambutnya yang semula tertata rapi, kini berantakan dengan tetesan air yang masih setia menetes melalui ujung rambut hitamnya. Oh! Jangan lupakan dagunya yang saat ini menampakkan cairan merah yang sudah mulai mengering.

Betapa kacaunya seorang Kim Jong In saat ini. Niatnya datang kesekolah hanya ingin belajar dengan sungguh – sungguh. Tapi, sepertinya ia harus menghapus niat itu untuk saat ini. Tidak mungkin kan, ia memasuki kelas dengan keadaan seperti sekarang?.

Jong In berjalan mendekati kotak P3K yang digantung apik di dinding putih itu. Membuka kaca transparan yang menapilkan isi kotak itu dari luar, pemuda tan itu lalu mengambil kapas, alkohol, betadine dan beberapa plaster luka dari dalam kotak itu.

Setelah menutup kembali kotak itu, Jong In bercermin di sebelahnya. Ia menatap pantulan dirinya sendiri di cermin. Menatap luka sayat pada dagunya yang saat ini darahnya sudah berhenti mengalir.

Luka ini dari Oh Sehun.

Jong In lalu membuka penutup botol alkohol dan mulai menuangkan cairan kimia itu ke arah kapas yang ia pegang. Dengan perlahan, ia mengarahkan kapas itu ke arah dagunya dan mulai membersihkan darah dari lukanya.

"Akh.."

Setelah dirasa bersih, Jong In lalu menuangkan betadine ke kapas yang lainnya dan mengolesi luka sayatnya dengan cairan kecoklatan itu. Jong In meringis pelan merasakan perih lukanya yang berdenyut – denyut. Kemudian, pemuda tan itu mulai membuka bungkusan plester berwarna coklat dan merekatkannya di atas kapas yang sudah di beri betadine. Ia lalu menutup lukanya dengan kapas itu.

Setelah dirasa sudah tertutup aman, Jong In kembali memandang pantulan dirinya dari cermin. Sekarang, ia harus memikirkan pakaiannya yang hampir keseluruhan basah itu. Apa dia membawa pakaian cadangan didalam lokernya?. Seingatnya hanya baju olahraga saja yang ia taruh disana.

"Haahh.." Jong In kembali menghela napas lelah. Ia merapikan peralatan yang tadi di pakainya untuk mengobati lukanya, dan menaruhnya kembali pada kotak P3K.

Jong In mendudukkan dirinya pada salah satu kasur di dekat jendela uks. Bajunya yang terkena terpaan sinar matahari itu melambai – lambai pelan karena angin yang berhembus. Gorden di dekatnya pun ikut melambai pelan. Jong In memandang pakaiannya itu dengan pandangan kosong.


Kim Jong In masuk di sebuah sekolah elit yang berada di Seoul karena bantuan beasiswa yang ia terima. Seoul International Senior High School, adalah salah satu sekolah elit yang di miliki Korea. Sekolah yang terkenal karena kemampuan akademik yang dimiliki siswanya itu hampir tidak memiliki kasus sama sekali yang disebabkan oleh siswanya. Bisa dikatakan sekolah itu bersih dari segala masalah yang ada. Tidak ada yang mendengar salah satu siswa di sana yang terlibat dalam tawuran antar pelajar. Jangankan tawuran. Mereka bahkan tak pernah absen dalam setiap pelajaran maupun kelas tambahan kecuali ada halangan yang menghambat siswa itu sendiri.

Sekolah yang terbilang cukup disiplin, dan santun itu tak hayal menjadi idaman setiap orangtua yang ingin sekali menyekolahkan anaknya disana. Namun, satu hal yang mungkin masyarakat tak ketahui mengenai hal sebenarnya dari sekolah itu.

Angkuh.

Setiap siswa yang bersekolah di sana rata – rata memiliki sikap angkuh dan acuh. Mereka jarang terlihat membantu sesama kecuali itu dalam keadaan terdesak. Mereka akan bangkit sendiri tanpa bantuan orang lain.

Sempat terbesit dalam benak seorang Kim Jong In untuk tidak bersekolah di sana. Tapi, ia tak akan menyia – nyiakan beasiswanya. Ia akan menggapai ilmu setinggi mungkin, walaupun jalannya curam dan penuh rintangan.

Tapi betapa keberuntungan tidak ingin memihak pada namja tan itu. Fakta bahwa ia di bully oleh hampir seluruh warga sekolah, membuatnya terus terjatuh. Tapi ia berusaha untuk bangkit kembali. Ia bertekad untuk tidak menyerah semudah itu hanya karena sebuah batu kecil yang terus menghalangi jalannya.

Dan bullyan itu sudah menjadi makanannya sehari – hari selama bersekolah di sana. Jong In bahkan sudah bersikap biasa ketika menerima telur yang mendarat mulus di kepalanya atau mungkin pasir yang sengaja ditaruh penuh didalam sepatu olahraganya. Baginya, semua itu sudah biasa. Lebih tepatnya ia sudah terbiasa. Hatinya bahkan sudah kebal dengan rasa sakit yang terus menghantamnya.


Kejadian ini mungkin sudah lama ia alami. Mungkin sekitar 1 tahun yang lalu?. Ketika ia barusaja menjadi murid kelas 10 di sekolah ini. Saat itu, tanpa sengaja salah satu teman sekelasnya mendapati Jong In tengah saling berpangkuan dengan seorang pengusaha kaya di sebuah club malam. Apalagi saat itu keadaan Jong In yang hampir naked dengan bibir yang saling melumat dengan pengusaha kaya itu.

Setelah kejadian itu, teman sekelas Jong In itu dengan cepat menyebarkan berita itu kepada teman sekelasnya yang lain. Ia bahkan menunjukkan sebuah foto yang memperlihatkan keadaan Jong In tersebut.

Jong In kemudian langsung dibuat bingung dengan sikap teman – teman sekelasnya yang tiba – tiba terkesan menghindarinya itu. Bahkan, tak ada lagi yang mau duduk bersama Jong In. Ingin sekali namja tan itu bertanya ada apa kepada teman – temannya itu. Tapi, ia urungkan niatnya itu ketika teman – teman sekelasnya menatapnya dingin dan merendahkan.

Sampai ketika seorang siswi kelas 12, menyiram Jong In dengan air bekas pel saat namja tan itu sedang menikmati makan siangnya di kantin sekolah. Siswi itu bahkan berteriak lantang didepan Jong In.

"PERGI KAU DARI SINI! DASAR JALANG!"

Jong In tentu saja terkejut dengan sikap kakak kelas itu padanya. Namja tan itu bingung. Kenapa siswi itu menyiramnya dengan air bekas pel tanpa sebuah alasan yang jelas. Siswi itu bahkan mengatainya jalang. Seingatnya, ia tak pernah memiliki masalah dengan kakak kelas. Jangankan memiliki masalah. Jong In saja tidak mengenal kakak kelasnya sendiri.

Tapi, kebingungan Jong In terjawab sudah. Salah satu teman sekelasnya melempar kasar tas Jong In ke lantai koridor sekolah dan mendorong Jong In hingga terjatuh. Tak tahan dengan perlakuan kasar yang terus diterimanya itu, ia kemudian bangkit dan berani bertanya apa salahnya pada temannya itu. Teman sekelas Jong In yang tadi melempar tas Jong In pun mulai berbicara kepada Jong In, apa alasan ia berbuat kasar kepada namja tan itu. Ia bahkan menunjukkan sebuah foto di hadapan Jong In. Foto yang memperlihatkan keadaan Jong In di sebuah club malam dengan seorang pengusaha kaya.

Ketika itu, Jong In langsung membeku melihat fotonya dengan seorang pengusaha kaya yang dalam keadaan intim dari galeri handphon temannya. Detik itu juga, Jong In mengerti.

Kenapa teman – temannya menjauhinya. Kenapa ia disebut jalang. Dan kenapa ia di perlakukan kasar.

Jong In sempat merasa malu. Tapi, tak dapat dipungkiri juga bahwa ia merasa marah dan kecewa. Bisakah ia memiliki perasaan marah jika privasinya di obrak – abrik oleh orang lain?. Jong In juga punya rahasia yang tak bisa dibongkar sembarangan.

Akhirnya, Jong In hanya diam menunduk. Kepala yang terus menunduk itu terlihat pasrah menerima setiap lemparan tomat, telur maupun tepung dari para siswa yang menyaksikan Jong In. Ia bungkam walaupun hinaan terus di dapatnya. Jong In hanya berjalan pergi dengan tas yang ia peluk erat dalam dekapannya.

Sampai ketika ia secara tidak sengaja berpapasan dengan Sehun di koridor, Jong In menyempatkan melihat wajah namja putih itu yang saat ini terlihat datar. Secara tidak sengaja, dirinya menatap Sehun yang juga sedang menatapnya.

jijik. Benci. Marah.

Tatapan itu seperti bisa menggambarkan Sehun saat ini. Walaupun hanya sebuah tatapan yang namja itu beri.

"Dasar jalang"

DEG

Jong In memberhentikan langkahnya. Tubuhnya membeku mendengar hinaan dengan nada dingin penuh kebencian itu. Jong In tidak menyangka. Sehun akan mengatakan hal itu padanya. Perkataan yang langsung membuat hatinya seketika terasa seperti ditusuk ribuan jarum tajam.

Sehun hanya acuh dan terus melanjutkan langkahnya tanpa memperdulikan Jong In.

Namja tan yang masih membeku di tempatnya itu bahkan tidak tahu jika setitik air mata telah sukses menetes melewati pipi kirinya. Pertahanannya runtuh ketika mendengar perkataan Sehun barusan.

Sehun membencinya.

Orang yang ia suka sudah membencinya.

Ketakutan yang ia sempat pikirkan, akhirnya sudah menjadi kenyataan.


Mengingat kenangan yang mengawali nasibnya kini, Jong In hanya bisa tersenyum kecut. Pandangannya berubah sendu ketika mengingat perlakuan Sehun yang semakin hari semakin dingin dan kasar padanya itu.


-TBC-


Apaan ini?! No commentlah.. aku malah bikin ff gak jelas kek gini -_-

Oke. Gimana menurut kalian?. Apakah ff ini pantas dilanjut?

Silahkan review sebanyak – banyaknya, favorit, atau apalah itu..agar aku punya semangat lagi buat ngetik ff gaje ini. Bagi yang ingin ngasih saran, silahkan. Aku akan menerimanya dengan senang hati dan tangan terbuka lebar menerima kado dari kalian.

Selamat natal bagi yang merayakannya dan tahun baru 2016 yaw :3 #Tiup terompet

Salam hangat "SM1719"