Disclaimer©Masashi Kishimoto

Guardian©Angels0410

"Dunia tidak selalu akan mendukungmu dalam segala hal."

Perkataan itu memang tepat untuk dua insan berbeda genre yang hanya duduk diam saling melempar pandangan tidak suka. Aura di sekitar mereka sanggup untuk mengusik para pengunjung lainnya.

"Apa kau akan diam saja?" Pertanyaan yang baru saja terlontar menjadi awal percakapan, berasal dari gadis berambut pink.

"…" Sang lawan bicara hanya diam, memandang datar dengan tangan yang terlipat di dadanya.

"Aku bicara langsung ke pokok permasalahan saja. Aku menolak perjodohan ini." Ucap sang gadis tadi lantang dan meminum wine yang sudah tersedia dihadapannya. Gadis pink itu bernama Haruno Sakura.

"Apa." Aura tidak senang semakin mengeruak dari sang lawan bicara.

"Aku menolak perjodohan ini Sabaku-san. Jujur saja aku tidak menyukaimu ditambah lagi aku sudah memiliki pacar yang lebih baik darimu." Sakura kembali meneguk seluruh wine tanpa tersisa.

"Tidak."

"Apa!" Gelas yang berada di tangan Sakura diletakkan di atas meja dengan keras hingga menimbulkan bunyi nyaring.

"Aku tidak bisa membatalkannya." Masih dengan posisi dan wajah datarnya.

"Kenapa!" Sakura sudah tidak bisa bicara pelan lagi, emosinya sudah tersulut.

"Orang tuaku akan membunuhku jika menolak perjodohan ini." Ucap Sasuke serius.

"Itu masalahmu. Aku akan tetap membatalkan perjodohan ini." Sakura tersenyum mengejek.

"Itu terserah kau saja, aku tidak ingin mencampuri urusan ini lagi." Setelah meminum wine miliknya dengan sekali teguk, Gaara pun pergi meninggalkan Sakura.

'Lihat saja, aku akan membatalkan pernikahan yang akan diadakan besok. Dengan atau tanpa bantuanmu. ' Tekat Sakura.

Sakura membongkar isi tasnya dan mengeluarkan ponsel. Ia memeriksa beberapa nomor dan menekan tombol panggil pada ponselnya.

"Ha-hallo." Terdengar jawaban dari sembrang telpon.

"Hallo Hinata."

"Sakura-chan?"

"Iya, ini aku. Aku ingin meminta bantuanmu, bisa kita bertemu saja?"

"Bisa Sakura-chan, tapi sekarang aku sedang berada di kampus."

"Baiklah, tak masalah. Aku akan ke sana segera."

"Ta-"

"Sudah katakan saja di mana kita akan bertemu."

"Bagaimana kalau di kantin fakultas saja Sakura-chan?"

"Baiklah. Tunggu aku di sana."

Tut… tut…tut…

-0o0o0-

Setelah memarkirkan mobilnya, Sakura berjalan terburu-buru menuju tempat yang sudah dikatakan oleh Hinata.

Sebuah kantin fakultas yang cukup ramai, banyaknya mahasiswa di kantin itu membuat Sakura harus mencari Hinata dengan seksama. Ia mulai memasuki kantin, "Hinata." Panggil Sakura ketika ia lihat Hinata berada di sudut kantin.

"Sakura-chan, ayo duduk sini " Balas Hinata sambil mempersilakan Sakura duduk di sampingnya. "Sebenarnya ada apa Sakura-chan?"

Sakura memegang kedua bahu Hinata dan memandang Hinata serius. "Hinata kau adalah sahabatku kan?" Tanya Sakura masih dengan posisi yang sama.

"Hmmm." Hinata mengangguk.

"Jika aku meminta bantuanmu, apakah kau akan membantuku?" Tanya Sakura kembali.

Hinata menggangguk lagi.

"Kau janji?"

Tidak seperti tadi, Hinata kini lebih memikirkan jawaban untuk pertanyaan Sakura yang satu ini. "I-iya. Tapi apa yang harus aku bantu Sakura-chan?" Terpaksa Hinata menjawab ya, ketika Sakura menatapnya makin dekat.

Sakura membenarkan posisi duduknya dan mulai menceritakan masalahnya.

Flashback On

"Sakura ayo cepat ganti bajumu." Ucap ibunya ketika Sakura baru saja pulang dari kampusnya.

"Nanti saja kaa-san, aku masih lelah."

"Sakura lakukan apa yang dikatakan kaa-sanmu." Kali ini ayahnya yang berbicara.

"Sebenarnya ada apa ini kaa-san?" Sakura bertanya saat melihat banyak hidangan makanan.

"Kita akan kedatangan tamu penting. Sudah cepat ganti baju dan berdandanlah sedikit."

Tak mau berlama-lama, Sakura pun masuk ke kamarnya dan mengikuti perintah ibunya. Selesai dengan kegiatannya, ia melihat keluar jendela dan melihat sebuah mobil merah yang terparkir di halaman rumahnya.

Tok tok tok /pintu kamar diketuk.

"Sakura-chan ayo turun."

Dari dalam kamar, Sakura mendengar ibunya memanggilnya untuk turun. Dengan wajah malas ia membuka pintu dan ikut turun bersama ibunya menuju ruang tamu. Saat turun ia melihat empat orang yang sama sekali tidak dikenalnya.

"Putri anda sangat cantik Kizashi." Pujian itu terdengar dari seorang pria yang tampak seumuran dengan ayah Sakura.

"Hahahaha… Putramu juga sangat tampan. Aku rasa mereka akan sangat cocok."

Ucapan itu benar-benar membuat Sakura terkejut, matanya kini menatap pria yang berada di samping ayahnya. Sakura sangat yakin bahwa pria yang dimaksudkan oleh ayanya adalah pria berambut merah dengan tato Ai. Mata mereka bertemu, bila biasanya dua insan berbeda genre bertemu pandang mungkin akan digambarkan perasaan senang. Namun diantara keduanya hanya ada tatapan tidak suka dan tidak peduli.

"Wah lihat mereka saling memandang. Mungkin sekarang mereka sudah jatuh cinta." Kali ini perkataan itu keluar dari Ibu Sakura.

"Kaa-san..." Perkataan itu tidak sesuai dengan apa yang dirasakan Sakura saat ini.

"Sudah tak perlu malu Sakura." Mana mungkin Sakura malu hanya karena memandang laki-laki yang sama sekali tidak dikenalnya. Tidak mungkin ia akan jatuh cinta dengan laki-laki itu, jika sebenarnya dia sudah memiliki kekasih. Sungguh bodoh jika dia merasakan hal itu.

"Sudah ayo duduk, sampai kapan kau akan berdiri dan terus memandangnya" Ucapan itu keluar dari Ayahnya.

Duduk dihadapan pria yang terus menatapnya membuat Sakura emosi. Sebelum membuat keribut Sakura segera mengalihkan pandangannya, melihat dua orang lainnya. Tapi Sakura sama sekali tidak merasakan pandangan bersahabat, walaupun dua orang di hadapannya tersenyum. "Sebenarnya ada apa ini kaa-san?" Tanya Sakura to the point.

"Tou-san akan memperkenalkanmu dengan teman tou-san dulu. Dia merupakan pemimpin di Suna."

Sakura hanya memberi senyum sekilas dan kembali menatap ayahnya. Ia tidak mengerti apa maksud kedatangan seorang pemimpin Suna ke kediaman mereka. Sungguh tidak seperti biasanya.

"Kaa-san dan Tou-san ingin menjodohkanmu dengan anak Yodaime Kazekage."

Perkataan itu membuat Sakura berhenti bernafas. Bagaimana ayah dan ibunya dapat merancang pertemuan ini lebih tepatnya perjodohan ini tanpa menanyakan pendapat Sakura. "Per-perjodohan..?"

"Mungkin lebih tepat pernikahan." Ucapan itu terdengar dari perempuan berkucir empat.

"Per-pernikahan?" Ulangnya dengan wajah terkejut.

Semua orang mengangguk, ,emang selama ini dia tidak pernah memberitahukan kepada orang tuanya bahwa dia sudah memiliki kekasih. Padahal orang tuanya sudah sering menanyakan mengenai hal tersebut dan kekasihnya sendiri sudah beberapa kali meminta untuk mendatangi orang tuanya. Tapi Sakura selalu tidak pernah mempertemukan orang tuanya dengan sang kekasih. Dan sekarang dirinya menyesali hal tersebut.

Sekarang Sakura harus mencari jalan keluar untuk masalah ini. Ia sama sekali tidak menyukai orang yang akan dinikahkan dengannya. Ia sama sekali tidak ingin mengakhiri hubungannya dengan sang kekasih. Otaknya berusaha keras untuk mencari jalan keluar namun tidak ada jalan yang terpikirkan olehnya.

Selama dia berfikir, Sakura tidak menyadari bahwa orang-orang di sekitarnya sudah pergi entah ke mana. Yang ada di ruangan itu hanyalah dirinya dan pria berambut merah yang diyakininya akan menikah dengannya.

"Kemana yang lain?" Tanya Sakura.

"Sudah pergi ke ruang makan." Laki-laki itu berjalan meninggalkan Sakura.

"Tunggu aku perlu bicara denganmu." Kata Sakura masih duduk di tempat.

"Katakan."

Sakura kini berdiri menghampiri laki-laki itu, "Aku sama se-"

"Sakura… Gaara… sampai kapan kalian akan di situ. Ayo ke mari, kita akan mulai makan." Ucap ibunya.

"Iya kaa-san." Kata Sakura.

"Lebih baik kita bicarakan di lain waktu. Aku akan memberitaukan di mana tempat bertemu. Sekarang lebih baik mengikuti perintah kaa-sanmu. Aku sudah malas berada di rumah ini."

Perkataan laki-laki itu jelas menyinggung Sakura. Dengan perkataan itu Sakura sadar bahwa Gaara tidak akan cocok dengannya apalagi jika menjadi suaminya nanti.

Flashback Off

Sakura menceritakan semua hal yang terjadi tanpa menutupi apapun. Dengan penuh perasaan marah Sakura meluapkan semuanya tanpa sengaja pada Hinata, dengan berteriak. Membuat teman-teman Hinata menatap tidak suka pada Sakura, lebih tepatnya mengawasi mereka berdua.

Hinata sebagai mahasiswa terbaik, tercantik, memiliki tabiat yang lembut dan baik di kampusnya pasti mendapatkan perhatian lebih dari mahasiswa lainnya. Jika Hinata menangis mungkin mahasiswa lain menganggap Sakura jahat dan akan mengusir Sakura dari fakultas mereka. Oleh karena itu Hinata tetap tersenyum dan menguatkan perasaannya, yang biasa akan langsung menangis jika seseorang berteriak padanya.

"Hinata."

Suara yang terdengar dari belakang mereka, membuat mereka berbalik, "Ino"

"Ada apa ini?" Tanya Ino sambil duduk di hadapan mereka berdua.

"Tidak ada apa-apa Ino." Jawab Hinata lembut.

Seakan tidak percaya dengan jawaban Hinata, Ino menatap Sakura dengan sengit, "Aku mendengar dia berteriak padamu Hinata."

Sikap Ino yang selalu khawatir terhadapnya dapat dimaklumi oleh Hinata. Ino adalah pacar dari Neji, kakak Hinata. "Tidak apa-apa Ino, dia hanya kesal pada sesuatu. Ino kenalkan dia Sakura-chan teman sebangkuku saat di Konoha high school. Dan Sakura-chan dia adalah teman dekatku di kampus."

"Aku pacar nii-sanmu." Tambah Ino bangga.

"Kau pacaran dengan Sadako itu?" Kalimat itu keluar begitu saja dari mulut Sakura seakan tidak percaya.

"Ya. Ada apa? Hah!?" Ino kini memandang marah, sangat tidak suka jika pacar kesayangannya disebut sadako.

"Aku hanya heran kenapa ada seseorang yang mau dengannya." Sejenak Sakura melirik jam tangannya.

"Hinata sepertinya aku harus pulang, Naruto-kun sudah menungguku di depan fakultasmu. Kalau dia terlalu lama menunggu bisa-bisa ia buat onar. Kau tahu sendiri kelakuan pacarku itu kan..." Memberi jeda sambil menghela napas, "Kalau begitu aku mengharapkan bantuanmu besok. Aku akan mengirimkan email di mana tempat kita bertemu."

"Ba-baiklah."

Setelah kepergian Sakura, Ino menanyakan hal lain, "Hinata. Apa yang dikatakannya benar?"

"Ehh?" Tatap Hinata bingung.

"Dia pacar Naruto?"

Hinata mengulas sebuah senyum yang terlihat terpaksa, "I-iya."

Ino hanya menepuk punggung Hinata memberi kekuatan bagi Hinata. Setahu Ino, Hinata sejak dulu sangat menyukai Naruto dan 'mungkin' sampai saat ini juga. Namun Hinata harus menyerah saat mengetahui Sakura sudah jadian dengan Naruto.

Neji pernah bercerita padanya bahwa Hinata pernah pulang sambil menangis setelah bertemu dengan Sakura dan Naruto. Saat itu Sakura dan Naruto mengundang semua teman-temannya di Konoha high school untuk merayakan hari jadian mereka berdua. Itu merupakan hal yang tidak pernah dibayangkan oleh Hinata.

Dulu sempat terpikirkan oleh Ino bagaimana bisa Hinata yang terkenal sangat cengeng dapat tetap tabah dan mempertahankan senyum di wajahnya, ketika bertemu dengan Sakura maupun Naruto. Siapa yang menyangka jika Hinata yang dianggap gampang menangis alias cengeng dapat mengulas senyum saat hatinya benar-benar hancur.

-0o0o0-

Pagi ini matahari sangat terik dengan angin yang bertiup sedikit kencang, membuat rambut Hinata sedikit berantakan. Hinata memperbaiki rambutnya dengan jari-jari lentiknya. Sudah setengah jam Hinata menunggu Sakura di tempat yang telah ditetapkan. Untuk pertemuan hari ini, Hinata sampai meninggalkan satu mata kuliahnya. Bagi Hinata janji haruslah ditepati dan dijunjung tinggi.

Lelah menunggu Sakura, Hinata pun memilih mencari tempat duduk. Ia melihat sebuah bangku yang berada dibawah teduhan pohon rindang, tepat terletak disebrang jalan. Dan kesanalah ia memilih untuk menunggu.

Tttiiiinnnnn…..

Suara itu berasal dari sebuah mobil yang melaju sedang. Bagaimana dia bisa sangat ceroboh dengan tidak memperhatikan sekitar saat menyebrang jalan. Sebelum mobil itu betul-betul menambrak tubuh munyil Hinata, ternyata si pengemudi masih sempat menginjak rem.

Berlahan Hinata membuka mata dan melihat sosok yang berdiri dihadapannya. Pria itu cukup tinggi dibandingkan dengan Hinata, membuatnya harus mengangkat kepala. Ingin melihat sang pengemudi namun akibat matahari yang menghadap padanya –silau- membuatnya tidak dapat melihat wajah sang pria. Walaupun Hinata tidak melihat wajah pengemudi tersebut, dia bisa mengetahui pengemudi itu adalah laki-laki. Pakaian yang dikenakannya sudah menampakkan hal itu, sebuah tuxedo putih. Wangi pria itu bisa membuat wajah Hinata merona, maskulin.

"Dasar bodoh." Itu merupakan kalimat yang pertama sekali didengar Hinata.

Terkejut, ya pasti saja. Kata-kata itu ditujukan pada Hinata dan dia sendiri menyadari kesalahannya.

"Ma-maaf.. Maaf." Ia membungkukkan badannya sembilan puluh derajat.

Sang pria segera menghela napas berat dan kembali ke dalam mobil tanpa berkata apa pun. Hinata masih diam tidak bergerak dari tempatnya, menghalangi mobil pria itu.

Ttttiiiinnnnn…

Mendengar klakson mobil tersebut, Hinata langsung menyingkir. Kini ia hanya menatap kepergian mobil tersebut sampai berbelok di kejauhan.

"Hinata." Dirasakannya tepukan di punggungnya.

"Sa-sakura-chan."

"Ada apa? Kenapa wajahmu merah?" Tanya Sakura.

Hinata tadi tidak terlalu fokus dengan Sakura, namun ketika matanya menatap penampilan Sakura. "Sakura-chan!" Terdengar berteriak.

"Apa?" Tanyanya bingung.

"Ke-kenapa kau memakai gaun pengantin?" Tatapan Hinata menulusuri Sakura, dari atas ke bawah dan kembali lagi ke atas.

"Kamu harus membantuku."

Hinata menelan ludahnya, ada firasat buruk, "Ma-maksudnya?"

"Bertukar posisi." Sakura memandang penuh harapan.

TBC

Terima Kasih Telah Bersedia Membaca Karyaku

Jika Kamu Berkenan, Favorite-Follow-Review Cerita ini.

HORAS!