Dor Dor Dor !

Baku tembak pun tak dapat dihindari, penyamaran gadis musim semi itu sebagai wanita panggilan telah terbongkar,

tapi paling tidak, misinya untuk membunuh Kakashi berhasil, meski ia harus mengorbankan tubuhnya lagi untuk ditiduri laki-laki setengah abad itu,

Dan sekarang ia hanya perlu lolos dari para bodyguard itu lalu keluar dari mansion mewah ini.

"Sial peluruku habis!"

Gadis itu melempar pistolnya ke sembarang arah,

Ia memutuskan untuk berlari menuju mobil bosnya yang terparkir tak jauh dari mansion mewah kediaman Kakashi Hatake targetnya.

Kaki mungil tak beralasnya berlari gesit menghindari biji-biji besi yang terus terarah padanya.

Semakin dekat dengan mobil Lamborghini merah yang telah menunggunya di seberang sana.

Kaca mobil tersebut terbuka menampakkan wanita berambut coklat ikal sebagai bosnya.

DOR!

Manik emerald gadis bersurai pink itu membelalak tak percaya.

"T-tante M-Meeiii..."

Tangannya menyentuh dadanya, tepat pada biji peluru yang menembus di sana,

Wanita itu menembaknya.

DOR DOR DOR!

Tubuh gadis itu tersentak-sentak akibat tembakan peluru yang bertubi-tubi melesat menembus kulit putihnya.

BRUKKH!

"Maaf Sakura, kau harus mati!" ucap wanita itu sembari memakai kacamata hitam yang sedari tadi menggantung di kerah bajunya.

Senyum sarkastik menghias wajah cantik wanita berumur empat puluhan itu.

Kaca lamborghini merah itu menutup, kemudian berlalu begitu saja meninggalkan tubuh gadis bernama Sakura yang kini tergeletak tak bernyawa.

.

.

.

.

.

"Bunuh dia!"

"Hajar!"

"Bangun bodoh! kalahkan dia!"

"Aku sudah bertaruh mahal untukmu! brengsek!"

"Hajar, pukul!"

"Mati kau!"

"Bunuh dia!"

Suasana gedung tua di pinggir pasar itu selalu riuh pada hari sabtu dan minggu,

Bukan karena aktifitas warganya yang saling bertransaksi jual beli, melainkan suara riuh pertarungan liar yang selalu meramaikan gedung tua bekas pabrik tekstil yang telah bangkrut dan ditinggalkan pemiliknya.

Di tengah arena terlihat bocah berumur 10 tahunan tengah menyeka darah segar yang keluar dari sudut bibir kecilnya. Nafas berat si bocah semakin terdengar menyiksa, pandangannya sedikit mengabur akibat pukulan telak lawan yang mengenai wajahnya beberapa detik lalu.

Plak plak!

Bocah itu menampar-nampar pipi miliknya sendiri, berharap kesadarannya tak meninggalkan raganya, manik obsidian kelamnya mengerjap-ngerjap berusaha menjaga pandangannya agar tak semakin mengabur.

Sementara lawannya yang berpostur dua kali lipat lebih besar dari tubuhnya itu sepertinya sudah bersiap akan melakukan serangan lagi.

Namun dengan sigap tangan mungilnya meraup pasir yang ia pijak lalu melemparkannya tepat pada bola mata pria di hadapannya.

Sontak pria itu kehilangan penglihatan, dan kesempatan si bocah untuk menghajar.

Ia menendang tepat perut musuhnya, membuat pria bertindik itu terjungkal.

Kini posisi si bocah sudah berada di atas menduduki perut pria itu, menghajarnya habis-habisan dengan tangan kecilnya hingga tak sadarkan diri,

3 2 1

Wasit menudingkan tangannya menghitung mundur.

Dan tak ada reaksi dari pria bertindik yang telah terkapar di sana,

Suara gemuruh penonton pun terdengar menyoraki kemenangan si bocah, namun tak sedikit dari mereka juga mendesah kesal karena bocah itu menang dan menyebabkan mereka kalah taruhan.

.

.

.

"Ini bayaranmu Sasuke!" selembar kertas berwarna biru terulur padanya.

'lima puluh ribu'

Benar-benar tak sepadan dengan luka lebam dan memar yang menghiasi wajah dan seluruh tubuhnya, namun bocah ini tak protes sedikit pun, percuma juga melakukannya, yang ada ia mungkin akan langsung mati di tempat oleh para preman di sana,

Setidaknya dengan uang itu ia masih bisa mengisi perutnya untuk satu minggu ke depan.

Nasi bungkus di hadapannya masih belum tersentuh, ia masih memanjatkan doa penuh syukur pada Tuhan karena ia bisa mengisi perutnya hari ini.

Saat ia akan memasukkan suapan pertama pada mulut kecilnya, ia melihat seseorang memperhatikannya.

Sasuke beranjak dari tempatnya dan menghampiri bocah bersurai pirang yang sedari tadi berdiri memperhatikannya, "Kau lapar?"

Bocah laki-laki itu hanya diam, namun tatapan iris sapphirenya tak beralih dari nasi bungkus yang Sasuke pegang.

Kryuukkk...

Bocah itu memegang perutnya malu,

"Ayo makan denganku", Sasuke menarik tangan bocah bersurai kuning itu untuk ikut duduk dengannya menikmati nasi bungkus sederhana digenggamannya,

"Namamu siapa?" tanya bocah bersurai kuning itu dengan mulut penuh gumpalan nasi.

"Sasuke" jawabnya singkat.

"Aku Naruto"

"Hn"

"Sasuke, Aku lihat kau bertarung di sana," tunjuk Naruto ke arah gedung tua tadi, "Apa kau seorang petarung liar?"

"Hn"

Sasuke masih terus fokus mengunyah makanan dalam mulutnya, tanpa ambil perduli dengan rasa penasaran bocah kuning di sampingnya.

"Kenapa kau menjadi petarung liar?"

Sasuke menghentikan sejenak kunyahannya dan langsung menelan kasar makanan dalam mulutnya, "Kau fikir ada pekerjaan lain yang bisa anak kecil sepertiku lakukan?! Mereka para orang dewasa itu tak mempekerjakan bocah seperti kita!" baritone Sasuke meninggi karena sedikit kesal dengan bocah yang baru dikenalnya ini.

"Sudah, jangan banyak bicara! Makan lah!" ia pun kembali menyuapkan segumpal nasi memasuki mulutnya.

"Apa aku boleh ikut denganmu? Aku juga ingin bertarung di sana",

"uhuk-uhuk!" Sasuke tersedak mendengar ocehan Naruto, buru-buru ia meraih botol air mineral di sampingnya dan meneguk air di dalamnya,

"Kau bercanda?!"

Naruto menghentikan suapannya, "Tidak, aku serius".

"Memangnya kau tak punya keluarga?",

Naruto menggeleng, "kau?"

Sasuke pun menggeleng lemah,

"Baiklah... Mulai sekarang kau ku anggap keluargaku!"

.

.

.

.

.

2 tahun kemudian...

"Brengsek! Apa mau mu hah?!"

"Mau ku? Tentu saja kau! Mati!"

Preman itu kembali mengayunkan tongkat besinya ke arah Naruto, namun dengan gesit ia melompat ke belakang melewati gerobak-gerobak kayu milik pedagang yang berjajar di sana.

"Atas dasar apa kau menginginkanku mati?!" teriak Naruto yang telah sedikit menjauh menghindari amukan pria yang sebenarnya tak ia kenali ini.

Naruto sudah menduga ada yang mengikutinya saat keluar dari gedung arena pertarungan liar tadi, dan benar saja setelah melewati area pasar segerombolan preman menyerangnya. Untung ia bisa melarikan diri dan hanya preman bertindik ini yang berhasil menyusulnya.

"Jadi kau tak merasa bersalah? Dasar bocah sialan!" kembali ia melakukan serangan pada bocah pirang yang berhasil ia kejar.

"Apa maksudmu? Aku bahkan tak mengenalmu!"

"Kau! Membunuh adikku keparat!"

Naruto mengernyit tak mengerti,

"Yahiko! Kau membunuhnya!" teriak preman bersurai merah ini geram.

"Tunggu dulu, Yahiko?"

Ah, Naruto baru ingat. Yahiko adalah lawannya di arena pertarungan liar minggu lalu. Tapi ia tidak membunuhnya. Yahiko curang, Yahiko bahkan mati karena tertusuk belatinya sendiri.

BUGH !

Karena tidak fokus dengan arah pukulan lawan, Naruto menerima satu hantaman keras mengenai kepalanya.

"Itu bukan salahku! Bukan aku yang membunuhnya". Darah segar mengucur dari dahi berkulit tan Naruto. Ia melindungi kepala berhias surai kuningnya dengan kedua tangan saat melihat pria itu mengayunkan tongkat besinya ke arah Naruto.

Ia memejamkan matanya erat,

'Aku pasti mati' batinnya.

BUAAGH !

"Kau tidak apa-apa?"

"S-Sasukeee..."

"Aku tidak apa-apa, kau datang tepat waktu" Naruto meraih uluran tangan Sasuke yang membantunya berdiri.

"Brengsek!"

"Jangan ikut campur kau!" umpat pria bersurai merah itu sembari bangun dari tempatnya tersungkur karena tendangan keras Sasuke pada punggungnya.

"Ckh! Sial! Bala bantuannya datang!" umpat Naruto melihat segerombolan preman yang menghampiri mereka.

Pria itu tersenyum meremehkan,

"Dua lawan sebelas, hasilnya..."

"Matilah kalian berdua!"

BUAGH BUAGH

BUSH SSHH

BUAGHH BUSHH

pria dengan codet di pipinya menyerang, ia melayangkan tinjunya ke arah Sasuke.

SHH...

Sasuke mengelak dengan cepat, ia melompat ke udara dan...

BUAGH!

Pria bercodet itu terjerembab menghantam tanah.

SHIUHHH...

Naruto melakukan salto ke belakang, mendaratkan kakinya tepat ke arah perut lawan.

DUGHH !

Sikut Sasuke menukik tepat pada tengkuk pria yang menyerangnya.

Ia lesatkan kakinya ke arah musuh yang berada di kanan kirinya,

BUAGH !

UGH!

DUGH !

BUAGH !

SHIUUHHH...

Sebuah kursi kayu melayang ke arah Naruto,

BRUAAGHH!

Naruto menghalau kursi itu dengan tendangannya.

Ia lalu melirik orang yang melakukan itu padanya, ternyata dia pria yang mengaku kakak Yahiko tadi.

"Baiklah akan ku selesaikan".

Naruto berlari ke arah pria bersurai merah di depannya, bersiap melayangkan kepalan tangannya.

Namun tanpa Naruto ketahui, pria itu mengeluarkan sebuah pisau lipat dari balik saku celana belakangnya.

"Matilah kau!"

CRASHH!

DUAGH!

Sebuah goresan panjang terbentuk pada lengan berkulit tan milik Naruto.

Bukan luka parah, hanya sebuah goresan kecil yang memanjang di kulit tannya itu. Dan lagi-lagi itu karena bantuan Sasuke yang bergerak gesit menghantamkan balok kayu ke arah pria itu hingga ia terhempas terlebih dahulu sebelum pisau lipatnya merobek perut Naruto.

"Ceroboh!" gerutu Sasuke.

Ia kemudian mendekati pria yang masih setengah sadar karena pukulannya itu dan merampas pisau lipat tadi dari tangannya

"Nagatooo" teriak salah satu dari kelompok preman tadi yang menyadari ketuanya kini dalam bahaya.

Sasuke mengarahkan pisau itu tepat pada leher pria bernama Nagato tadi, dan memaksanya untuk berdiri dengan semakin menekan ujung runcing mata pisau itu menusuk kulit lehernya.

"Naruto..."

Naruto langsung menghampiri Sasuke yang memanggilnya.

mereka menguasai situasi sekarang.

"Diam di tempat! Atau temanku akan mengakhiri hidupnya sekarang !" teriak Naruto lantang.

Sasuke memaksa Nagato ikut mengikuti langkahnya menjauh.

Srrtthh...

"Aarrgghhh !" pekik Nagato saat mata pisau itu sedikit menggores kulit lehernya.

"Sekali kalian melakukan pergerakan sedikitpun, ku pastikan ujung pisau ini akan mengakhiri hidupnya!" bentak Sasuke mengacungkan pisau yang ternoda darah Naruto dan Nagato ke arah preman-preman tadi yang bergerak ingin menolong ketuanya.

Sontak mereka langsung mengurungkan niatnya saat melihat Sasuke semakin menekankan pisaunya, dan memilih berdiam diri di tempat membiarkan ketuanya menjadi sandera kedua bocah itu.

Setelah dirasa cukup jauh dan segerombolan preman itu sudah tak terlihat, Sasuke menghempaskan pria bersurai merah itu ke sembarang arah kemudian ia dan Naruto berlari meninggalkan Nagato yang tersungkur dan terbatuk-batuk akibat nafasnya yang tercekat sedari tadi.

.

.

.

Seorang wanita berambut pirang memperhatikan Sasuke dan Naruto dari dalam sebuah Lamborghini berwarna merah, ia tersenyum simpul memandang punggung Sasuke dan Naruto yang berlari menjauh.

"Kau memang berselera tinggi Mei"

"Tentu saja"

"Dia hebat untuk bocah seumurannya",

"Dia Uchiha, Tsunade. Dia Uchiha"

Kaca mobil itu menutup dan melaju pergi dari tempatnya.

To be continued...