Sepatu kets putih mengantar langkahnya, menyusuri jalanan sempit menuju tempatnya berteduh hampir sepanjang hidupnya. Langkahnya terhenti didepan sebuah bangunan sederhana, catnya nampak kusam dan mulai mengelupas menandakan bahwa usia bangunan itu sudah cukup tua.

Sejenak ia memandang bangunan tua yang ia sebut rumah. Matanya bergerilya, sedikit bergidik ketika menemukan sebuah celah dijendela.

Pantas saja semalam udaranya dingin sekali, ternyata kacanya pecah. Hahh.. pasti ulah anak-anak nakal itu lagi. gumamnya dalam hati.

Ia melenggang mendekati pintu. Merogoh kunci dalam saku baju hangatnya, tak berapa lama ia menemukannya. Membuka pintu dan melepas sepatunya sembarang, ia lempar tas selempang yang sejak tadi bertengger dibahunya keatas kursi lapuk diruang tamu rumah.

Seperti hari-hari sebelumnya, apa yang ia lakukan setelah itu selalu sama. Mandi, memasak makan malam dengan menu yang sama setiap harinya, apalagi kalau bukan ramyeon dan lalu tidur.

Rutinitas membosankan, tapi bukankah kehidupan diperkotaan mayoritas seperti itu? Mereka hidup seperti robot, hidup bukan untuk mencari kebahagiaan tapi mencari cara bagaimana agar mereka bisa bertahan. Memenuhi kebutuhannya akan kepuasan lahiriyah, tanpa peduli kalau sebenarnya batin mereka kehausan dan kelaparan.

Kini yeoja itu tengah berbaring diatas tempat tidur. Matanya menatap lurus kearah langit-langit ruangan. Senyap, tak ada suara sedikitpun kecuali deru nafasnya yang mendominasi pendengaran. Angannya melayang, tiba-tiba ia merindukan orang-orang yang kini sudah tak ada lagi disampingnya.

"Eomma… appa… Hyun Hwa-ya…"

Bibir mungilnya menyerukan nama-nama yang selama ini selalu menjadi penyemangatnya. Menjadi satu-satunya alasan mengapa ia masih bertahan hidup dalam kesendirian.

"Berjanjilah, kau harus hidup bahagia sayang…" Suara eomma seakan berputar dalam otaknya. Menggali kembali kenangan yang selama ini terpatri abadi dalam benaknya.

Kenangan ketika semuanya berubah, ketika harapannya hancur dan kehidupannya seakan runtuh seketika.

"Telah terjadi kecelakaan dijalan Samsungdong yang melibatkan dua buah kendaraan pribadi berplat nomor 37xxx dan 42xxx. Belum diketahui jumlah korban jiwa karena keadaan kedua kendaraan yang masih terperangkap didasar jurang oleh karena itu pihak kepolisian mengalami kesulitan dalam melakukan evakuasi."

Sepuluh tahun lalu. Sebuah kecelakaan tragis menimpa keluarganya, eomma, appa, dan juga adik kesayangannya. Appa dan Hyun Hwa adiknya tewas seketika ditempat kejadian sedangkan eomma sempat dibawa kerumah sakit walaupun akhirnya beliau juga meninggal.

Tapi ia tetap merasa bahwa dirinya beruntung, setidaknya ia sempat mendengar suara eomma sebelum eomma menghembuskan nafasnya yang terakhir. Sebuah janji yang harus ia tepati. Janji untuk terus hidup bahagia.

"Eomma, aku sudah menepati janjiku untuk terus hidup. Tapi untuk bahagia… maafkan aku eomma…" Suaranya bergetar, kristal bening meluncur dari ujung maniknya.

Ia menarik selimbut yang sejak tadi menutup sebagian tubuhnya hingga menutupi seluruh tubuhnya sampai keujung kepala. Isakan teredam didalamnya. Ia menangis, lagi. hampir setiap malam sebelum tidur ia selalu seperti itu.

Perlahan suara iasakannya semakin pelan dan akhirnya menghilang. Nampaknya ia menangis hingga terlelap.

Kabut tebal membumbung diudara, langit masih tampak gelap. Lampu tidur dirumah-rumah yang ada disepanjang lintasan sepedanya masih banyak yang menyala menandakan penghuninya masih terlelap dalam tidur.

Tapi tidak dengannya, seperti biasa setiap fajar ia akan bekerja sebagai pengantar koran dan susu. Pekerjaan yang sudah ia tekuni sejak sepuluh tahun lalu.

Ia mengayuh sepedanya sedikit lebih cepat karena daftar rumah pelanggan yang harus dikunjunginya hari ini bertambah cukup banyak dari biasanya. Beban sepedanyapun bertambah karena kotak susu yang ia bawa hari ini lebih banyak.

"Rumah terakhir… "

Ia meletakkan dua buah kotak susu didepan pintu sebuah rumah. "Selesai."

Senyumannya mengembang, akhirnya pekerjaan pertamanya selesai. Pekerjaan pertama? Ya, pekerjaan pertama, masih banyak pekerjaan-pekerjaan lain yang menunggunya setiap hari. Bukannya ia serakah akan uang, ia hanya tak mau banyak menghabiskan waktunya dirumah. Itu hanya akan membuatnya semakin terpuruk dan kesepian.

"Hwa young-ah! Ini bayaranmu hari ini, dan ini." Ahjussi memberikan lembaran uang dan sekotak susu pada Hwa Young.

"Gomawo Kim ahjussi-ku yang tersayang.." Hwa Young tersenyum sambil menggoyang-goyangkan tangan ahjussi kedepan dan kebelakang seperti anak kecil. Ahjussi hanya balas tersenyum melihat tingkah Hwa Young yang selalu beraegyo dihadapannya.

Hwa Young sudah menganggap Ahjussi sebagai keluarganya sendiri karena selama ini sejak keluarganya meninggal Ahjussi lah yang selalu membantunya, memberinya pekerjaan, dan bahkan membantu membayar uang sekolah Hwa Young ketika Hwa Young masih di High School.

Hwa Young beranjak meninggalkan tempatnya bekerja dipagi hari, ia mengayuh sepedanya santai menuju tempat bekerjanya yang kedua. Sepedahnya berhenti didepan sebuah bangunan kecil. Didepannya banyak terdapat sepeda motor yang terparkir rapi. Hwa Young memarkirkan sepedanya diantara deretan sepeda motor disana, tak lupa sebelum masuk ia mengunci ban sepeda kesayangannya terlebih dahulu.

"Ooh, Hwa Young-ah wasseo?" Terdengar sapaan dari salah satu namja yang tengah berdiri didekat pintu sambil membawa tumpukan berkas ditangannya yang sepertinya hendak ia antar.

"Ne, pagi-pagi begini sudah ada barang yang harus diantar?" Hwa Young menatap tumpukan berkas tadi dengan takjub.

"Eoh, aku pergi dulu, aku harus mengantarnya dengan cepat." Lelaki tersebut berjalan keluar, Hwa Young membantunya membukakan pintu.

"Gomawo Hwa Young-ah," imbuh lelaki tadi sambil berjalan keluar menuju salah satu sepeda motor yang terparkir dihalaman.

"Cheonmaneyo, hati-hati ahjussi!" Hwa Young sedikit berteriak ketika lelaki tadi mulai menjauh dari hadapannya.

Hwa Young berjalan mendekat kearah meja panjang diruangan itu, ada beberapa orang disana ada juga yang baru sampai, dan semuanya laki-laki.

"Annyeong Hwa Young-ah!"

"Annyeong oppa.."

"Ommo, uri Hwa Young-i wasseo?"

"Ne,"

Setiap ada sapaan yang mengarah padanya, Hwa Young selalu membalasnya dengan ramah. Ia berteman baik dengan semua rekan kerja walaupun semuanya laki-laki.

"Hwa Young-ah!" seseorang berteriak dari arah meja, ia meletakkan gagang telepon. Sepertinya ia baru saja menerima telepon dari seseorang.

"Ne, Boss!" Hwa Young menjawab dengan antusias, sedikit berlari kecil ia menghampiri lelaki paruh baya yang baru saja memanggilnya.

"Ada tugas untukku Boss?" Tanya Hwa Young.

"Ne, pergilah kealamat ini." Boss menyodorkan selembaran ditangannya pada Hwa Young. Hwa Young membacanya dengan teliti.

"Aku harus ambil barang kealamat ini?" Hwa Young bertanya dengan sebelah alisnya yang naik.

"Kenapa wajahmu seperti itu? Tentu saja! dan antarkan secepat mungkin ke Paran Senior High School."

"Mereka orang kaya kenapa harus menggunakan jasa pengantar barang kecil seperti kita?"

"Ya! Kau menghina perusahaanku?!" Boss sedikit berteriak ketika mendengar nada bicara Hwa Young yang bermaksud menyindirnya. Melihat kejahilannya berhasil membuat Boss marah, Hwa Young menampakkan deretan gigi putihnya dan segera menyambar kunci motor yang tergantung berjajar dengan kunci motor lainnya.

Ia berlari keluar, tapi saat baru mencapai bibir pintu Hwa Young membalikkan tubuhnya seraya berteriak.

"Boss! Kau terlihat lebih tua dari umurmu! Aku sarankan agar kau jangan marah-marah terus! Saranghaeyo Boss!" Hwa Young membentuk love sign dengan kedua tangannya yang ia satukan diatas kepalanya dan lalu berlari keluar.

Wajah Boss yang awalnya tegas berubah melunak, bahkan tampak ia tersenyum kecil melihat tingkah salah satu pegawainya yang selalu dapat membuatnya senang.

Hwa Young bediri didepan gerbang sebuah rumah. Gerbangnya tinggi dan bahkan rumah didalamnya tidak terlihat kecuali jika kita berdiri sedikit lebih jauh dari sana.

Hwa Young menekan bell beberapa kali, matanya mencuri pandang disela pagar. Kenapa harus menggunakan jasa pengantar barang, padahal aku yakin banyak sekali pelayan didalam sana.

Seseorang berjalan kearah pagar dengan sebuah paper bag ditangannya. Ia membuka pintu gerbang perlahan.

"Annyeonghaseo.." Sapa Hwa Young ramah setelah pintu gerbang terbuka.

"Ye, Annyeonghaseo. Apakah agasshi dari jasa pengantar barang? "

"Ye,"

"siapa namamu agassi?"

"Namaku? Ah, Ryu Hwa Young imnida."

Laki-laki tersebut tampak menautkan kedua alisnya. Hwa Young tersenyum kaku menanggapi tatapan yang dipikirnya aneh. Kenapa ahjussi ini menatapku seperti itu?

"Ah, Choseonghamnida. Agassi tolong antarkan ini. aku mohon secepat mungkin."

"Ye, tentu saja. Aku akan mengantarkannya dengan cepat." Hwa Young tersenyum sambil memperagakan sesuatu yang ia sebut 'cepat' dengan tangannya.

Hwa Young memberi hormat sekilas lalu berjalan kearah sepeda motor, belum sampai lima langkah ia menghentikan langkahnya, cepat-cepat ia berlari kembali kearah lelaki tadi.

"Chogiyo ahjussi, kepada siapa aku harus memberikan ini?" Hwa Young lupa menanyakan kepada siapa ia harus mengirimkan paper bag itu. Hwa Young mengankat paper bag dan menunjuknya dengan telunjuk tangan kirinya.

Lelaki tadi tersenyum lembut melihat wajah polos Hwa Young. Ia mengangguk mengerti.

"Cho Kyuhyun, tolong antarkan pada Cho Kyuhyun. Ia bilang ia akan menunggu digerbang sekolah."

Hwa Young mengangguk-nganggukkan kepalanya tanda mengerti, ia mengulas senyumnya dan segera bergegas menuju Paran Senior High School.

Digerbang sekolah Paran Senior High School, seorang namja bersandar pada tembok samping gerbang. Sebuah headphone terpasang dikedua belah telinganya. Rambut coklatnya nampak berantakkan seolah menunjukkan bahwa ia adalah seorang trouble maker disekolah. Wajah datarnya membuat siapa saja yang melihatnya enggan untuk menyapa.

Suara deru mesin motor terdengar mendekat kearahnya. Kyuhyun melepas headphone nya, matanya lekat menatap benda tersebut. Air mukanya yang tadi datar perlahan mulai berubah, sebuah senyuman kecil terukir dibibirnya, namun berlainan dengan itu maniknya meredup.

Hwa Young turun dari motor, ia membuka baghasi yang terletak dibagian belakang motornya. Sebuah paper bag ia keluarkan dari sana. Kepalanya berputar kekanan dan kekiri mencari seseorang bernama Kyuhyun yang ahjussi tadi bilang menunggu didepan gerbang sekolah.

"Aishh, ahjussi tadi bilang dia menunggu disini…"

Hwa Young menggerutu karena tak juga menemukan seseorang bernama Kyuhyun itu. Sementara namja yang sejak tadi bersandar didinding perlahan mendekatinya. Setelah berdiri tepat dibelakang Hwa Young ia menepuk pundak Hwa Young.

Hwa Young membalik tubuhnya, menatap haksaeng yang berdiri tegap didepannya dari balik helm yang masih ia gunakan. Apa dia yang bernama Cho Kyuhyun?

"Kenapa lama sekali? Cihh, apanya yang express bahkan aku lihat motor bututmu berjalan seperti siput." Kyuhyun berdecih meremehkan. Matanya bergantian menatap seseorang dihadapannya dan juga sebuah sepeda motor yang terparkir tepat dibelakang pemiliknya.

"Mwo?! Siput?!" pekik Hwa Young, namun segera ia tahan teriakannya agar tak terlalu keras, ia tak mau menjadi pusat perhatian semua orang.

"Kau seorang Yeoja?" tanya Kyuhyun dengan kedua belah alisnya yang saling bertaut.

"Memangnya menurutmu aku ini apa hmm?"

"Entahlah, perawakanmu tampak aneh… " kyuhyun mengangkat kedua bahunya. Matanya tak lepas menatap Hwa Young dari atas hingga bawah.

"Mwo?! Aneh?" Suara Hwa Young terdengar mengeras, ia menarik helmnya cepat. Matanya terbelalak marah. "Kau bilang aku aneh?!" tukas Hwa Young lagi.

Kyuhyun mundur satu langkah setelah sadar kalau yeoja dihadapannya ini tengah marah.

"Kau Cho kyuhyun?" tanya Hwa Young sarkatis.

Kyuhyun mengangguk perlahan.

"Ya! Tu-an mu-da Cho-Kyu-Hyun yang ter-hor-mat!" Hwa Young berteriak tepat didepan wajah Kyuhyun.

"ini milikmu?" tanya Hwa Young lagi.

Kyuhyun kembali mengangguk sebagai perwakilan dari jawabannya.

Hwa Young menyeringai, Kyuhyun bergidik melihat seringaian yeoja dihadapannya. Seringaianku pasti kalah dengan seriangaiannya yang terlihat seperti ratu setan itu.

Hwa Young melempar paper bag yang sejak tadi dipegangnya ketanah. Ia menatap Kyuhyun yang melihatnya dengan pandangan tak percaya.

Seringaiannya bertambah lebar ketika Kyuhyun tampak tak berkutik dengan tindakannya yang diluar dugaan.

Rasakan ini tuan muda!

sepatu cats putih milik Hwa Young mendarat sempurna diatas paper bag milik Kyuhyun.

"Ya! Apa yang kau lakukan?!" Kyuhyun berteriak melihat paper bag yang berisi baju olah raga miliknya kini tampak lusuh karena diinjak oleh hwa Young.

"Kau tidak lihat? Aku menginjak paper bag milikmu tuan muda! Isinya baju olah raga bukan?" Nada bicara Hwa Young meremehkan. Ia kembali menyeringai.

Dalam sekali hentakkan Hwa young menendang paper bag yang ada dibawah kakinya, semua isinya berhamburan didepan gerbang sekolah. Tak dihiraukannya tatapan semua orang yang mengarah padanya dan juga Kyuhyun, ia sudah terlalu marah untuk mepedulikan sekitarnya.

Hwa Young melenggang meninggalkan Kyuhyun yang masih shock. Ia kembali mengenaklan helmnya dan hendak menyalakan mesin sepeda motornya.

"Ya! Ryu Hwa Young!"

"WAE?!" Hwa Young balas berteriak lebih kencang.

Telunjuk Kyuhyun mengarah tepat kearah Hwa Young, "Kau harus mengganti semuanya!"

"Aku akan menggantinya tuan muda! Kau datang saja kekantorku aku menunggumu!" Hwa Young menyalakan mesin motornya.

"Eoh, dan satu lagi. kesialanmu belum berakhir tuan muda. Aku rasa kau harus menerima satu lagi amukan seseorang,"

Mendengar ucapan Hwa Young Kyuhyun mengalihkan pandangannya kearah baju olah raganya, ia baru sadar akan satu hal. Yoo sonsaengnim.

Hwa Young menyeringai dibalik helmnya dan lalu melajukan sepeda motornya meninggalkan pelataran Paran Senior High School.

Bayangan Hwa Young semakin jauh dari pandangan kyuhyun. Bibir Kyuhyun mengulum sebuah senyuman. Ia menatap baju olah raganya yang berserakan dan mengambilnya.

"Drrtttt.. drrtttt"

Kyuhyun merogoh handphone yang ada disaku blazernya.

"Yeoboseo.."

"Yeoboseo ahjussi,"

"Apakah paketnya sudah sampai?"

"Sudah ahjussi,"

"Untuk apa seragam olah raga? Kau tak pernah ikut pelajaran itu tuan muda… dan gadis itu,"

"Shutt, jangan diteruskan ahjussi. Aku yakin kau mengerti maksudku,"

Sementara itu Hwa Young tampak memikirkan sesuatu, ada sesuatu yang janggal terjadi. Dari mana dia tahu namaku? Boss? Atau ahjussi dirumahnya itu? Hwa Young menggelengkan kepalanya, pasti dari ahjussi, ahjussi tadikan tahu namaku.

.
.

Beberapa siswa berlarian mengelilingi lapangan sekolah dengan pakaian olah raga yang mereka kenakan. Senda gurau terdengar mewarnai kegiatan mereka, adapula yang bergosip ria, membicarakan isu-isu yang tengah hangat diperbincangkan disekolah ataupun topik-topik yang mereka anggap menarik.

Ujung rambut coklatnya berayun mengikuti arah tiupan angin. Maniknya menatap lurus kearah lapangan luas didepannya, ia menatap satu persatu tingkah teman-temannya. Mencoba membayangkan bagaimana rasanya jika ia ada diposisi yang sama. Berlari kesana kemari, tertawa sepuasnya, melakukan apapun yang ia suka.

Sebelum lamunan merenggut semua kesadarannya, ia segera mengarahkan perhatiannya kearah handphone nya, mengutak ngatiknya dan lalu memasangkan headphone yang sejak tadi tersambung ke handphone dikedua telinganya, ia menyetel MP3 di handphone nya dengan volume penuh seolah tak ingin ada suara lain yang menyusup ditelinganya.

Sebuah melody berputar. Menyembunyikan semua suara dari luar sana, mengalun, menggetar gendang telinganya. Kyuhyun, ia mulai tenggelam dalam kesepiannya. Perlahan kelopak matanya tertutup, menyembunyikan manik hitamnya, hembusan nafasnya teratur menandakan kedamaian tengah melingkupinya.

"Appa… " Kyuhyun kecil memanggil appa yang berdiri tepat disamping ranjangnya, appa memunggungi Kyuhyun. Dapat Kyuhyun lihat tangan appa yang terkepal kuat disamping tubuhnya.

"Appa…" sekali lagi Kyuhyun memanggil sang appa. Namun lagi-lagi appa tak memberikan tanggapan apapun.

"App-"

"Wae?"

Akhirnya appa membalik tubuhnya menghadap Kyuhyun. Melihat itu senyuman Kyuhyun berkembang dibibir pucatnya. Namun seketika senyuman itu lenyap setelah dilihatnya raut sang appa yang merah padam seolah menahan marah.

"App-"

"Berhenti memanggilku appa! kau bukan anakku!"

Mata Kyuhyun terbelalak mendengar teriakan appa disadarinya ia meremas selimbut tebal yang membungkus tubuhnya menyalurkan seluruh ketakutan yang ia rasakan.

"Apa salah Donghae dan Hana hingga mereka harus menukar nyawa mereka dengan nyawamu yang tak berguna itu?! APA SALAH MEREKA?!"

Tubuh appa merosot hingga berlutut dilantai, sedangkan Kyuhyun hanya bisa terpaku mendengar teriakan appa yang bertubi-tubi menghantamnya, melukainya. Air mata menggenang dipelupuk membuat pandangannya menjadi buram.

Perlahan tangan Kyuhyun terangkat kedada sebelah kirinya, menepuk-nepuknya keras mencoba menghilangkan sesak dan rasa sakit disana. Bukannya membaik, rasa sakit itu semakin menjadi membuatnya meringis dan terbatuk bersamaan, bersama itupula air matanya mulai berjatuhan semakin deras.

Kyuhyun meringis, tangan kanannya terangkat meremas dada sebelah kirinya dan tangan kirinya segera mengambil botol berisi pil berjumlah cukup banyak dari saku blazernya, mengambil satu butir dari sana dan menenggaknya.

Dadanya naik turun dengan cepat, tampak susah payah Kyuhyun mengatur napasanya. Keringat dingin bercucuran didahinya, tangan kanannya masih tetap meremas dada sebelah kirinya mencoba mengurangi rasa sakit. Dan sepertinya pil yang tadi ia minum mulai bekerja, wajahnya yang tadi menampakkan ekspresi kesakitan kini mulai berangsur tenang.

"Kyuhyun-ah," sebuah tangan menyentuh pundak kyuhyun, kyuhyun mengangkat kepalanya menatap orang yang telah mengalihkan perhatiannya dari rasa sakit yang sudah ia anggap temannya sejak kecil.

"Yoo sonsaengnim," Suara kyuhyun terdengar sedikit bergetar. Yoo sonsaengnim menautkan kedua alisnya, ia mengangkat tangannya menyentuh dahi Kyuhyun.

Kyuhyun melepas headphone nya dan menggantungkannya dileher.

"Gwenchana?" tanya Yoo Sonsaengnim cemas. Tangan Yoo sonsaengnim beralih ketangan Kyuhyun.

"Gwenchana, kkokjonghajimaseyo…" Kyuhyun sedikit tersenyum menanggapi pertanyaan guru olah raganya.

"Jangan berbohong, kau pikir aku tidak meperhatikanmu sejak tadi?" nada bicara Yoo sonsaengnim terdengar mendesak, mendengar itu Kyuhyun hanya meringis memperlihatkan deretan giginya.

"Hanya sedikit… hmm, hanya sedikit sakit," akhirnya Kyuhyun mengaku namun senyuman tak lepas ia berikan pada namja berusia sekitar empat puluh tahunan yang kini tengah duduk disampingnya.

"Kita pulang saja sekarang, aku akan mengantarmu.."

"Tidak mau, lagi pula ini bukan apa-apa, naneun gwenchana jincha jincha gwenchana." Kyuhyun berbicara dengan nada manja membuat Yoo sonsaengnim terkekeh dibuatnya.

"hei ahjussi cepat kembali kelapangan. Kau lihat, mereka mulai memandangi kita."

"Kau kurang ajar Cho Kyuhyun! Aku ini gurumu!"

"Arra, Joon Sang ahjussi. Tapi sekarang aku sedang berbicara sebagai keponakanmu,"

"Panggil aku samchon!"

"Samchon ahjussi." kata Kyuhyun pendek mendengar perintah guru sekaligus samchonnya itu.

Yoo sonsaengnim hanya menggelengkan kepalanya mendengar kata-kata kurang ajar kyuhyun, ia sudah tak asing lagi mendapat perlakuan tak sopan dari keponakan satu-satunya itu.

"Aishh, kau ini. Arra, sebaiknya kembalilah kekelas, udara disini sangat dingin. Beritahu Kim ahjussi agar tak usah menjemput, biar hari ini aku yang mengantarmu pulang."

"Siap laksanakan Boss!" seru Kyuhyun.

Yoo sonsaengnim beranjak dari tempat duduknya, ia tersenyum lalu mengacak rambut Kyuhyun dan berlalu dari hadapan Kyuhyun.

Kyuhyun menatap kepergian pamannya dengan pandangan sedu. Entah apa yang akan terjadi padaku sekarang jika kau tak ada paman.

Bell sekolah berdering panjang menandakan jam pelajaran telah berakhir. Semua siswa berebutan menuju pintu keluar, berlari menyusuri lorong sekolah menuju gerbang dan mereka berhamburan disana.

Sepasang mata sayu melihat pemandangan tersebut dari jendela kelas, tak ada ekspresi yang ia tunjukan. Wajah datarnya seolah mewakili semua rasa yang ada didadanya. Apa yang ia lihat, apa yang ia rasakan. Ia seolah sudah tak tahu lagi harus seperti apa ia mengungkapkan semua itu.

Amarah, air mata, semuanya seakan telah habis dan tak tersisa lagi. Lalu bagaimana dengan tawa dan senyuman sebenarnya? Entahlah sepertinya ia lupa bagaimana caranya tersenyum dan tertawa yang berasal dari hati. Selama ini ia hanya melakukannya dan menggunaknnya sebagai topeng hingga waktu mengikis semua itu sampai sekarang.

Keadaan sekolah mulai sepi. Ia masih betah berdiam diri dibangkunya, sebuah tempat duduk yang terletak diujung ruangan, matanya menatap lurus kearah jendela yang terletak tepat disamping kirinya. Kali ini ia tak menyumpal telinganya dengan benda apapun. Ia menikmati kesendiriannya, menikmati desir angin dari jendela yang terbuka. Hembusan angin yang menyentuh pori-pori kulitnya menelusup menyisipkan rasa dingin disana.

"Satu jam." Sebuah suara mengganggu ketenangan Kyuhyun.

Kyuhyun menatap orang yang berdiri dibibir pintu, orang itu yang baru saja menginterupsi ketenangannya. Tahu siapa ia, Kyuhyun hanya menyunggingkan sebelah bibirnya. Yang ditatap balik memperlihatkankan smirk seperti apa yang Kyuhyun lakukan.

"Kau mau membuatku mati bosan tuan muda?" ledek seseorang yang kini mulai melangkahkan kakinya menuju bangku Kyuhyun. Ia mendudukkan dirinya dibangku tepat didepan Kyuhyun.

Kyuhyun menangkupkan dagunya diatas kedua telapak tangannya. Mengedip-ngedipkan matanya sambil tersenyum manis.

"Samchon…." Kyuhyun mengayun setiap kata yang keluar dari bibirnya. Menampakkan aegyonya dan menghilangkan smirk yang tadi berkembang dibibirnya.

"Kau pikir aku akan luluh dengan aegyo gagalmu itu? No! Tidak akan pernah Kyuhyun-ah!" Yoo sonsaengnim menggelengkan kepalanya kekanan dan kekiri menegaskan apa yang barusaja ia katakan. "Ingat, aku bukan Kim ahjussi arrasseo?!" tukasnya lagi.

Kyuhyun menarik tangannya yang tadi bertumpu diatas meja, kini sepasang tangan kurus itu terlipat didepan dada.

"Mataku tidak katarak, aku tahu kau bukan Kim ahjussi," Yoo sonsaengnim mendesis mendengar kata-kata pedas yang Kyuhyun lontarkan. Sungguh berbanding terbalik dengan Kyuhyun yang baru saja berbicara dengan nada manis padanya.

"Siapa yang bilang matamu katarak? Matamu hanya minus bukan?" Yoo sonsaengnim menampilkan smirknya lagi. kyuhyun memanyunkan bibirnya, ia tahu ia tak akan menang jika melawan pamannya yang satu ini.

Kyuhyun beranjak dari tempat duduknya dan lalu menyambar tasnya. "Ayo pulang sekarang!" ujarnya.

"Imo-mu ingin bertemu, malam ini ayo kita makan malam bersama, dan bermalamlah dirumah kami."

Kyuhyun menghentikan langkahnya. Pandangannya meredup, degup jantungnya mulai terasa tak normal lagi.

"ah, emhh… Kim ahjussi tidak suka aku pulang terlambat, apalagi kalau sampai menginap." Kyuhyun berkata sambil membelakangi pamannya.

Yoo sonsaengnim beranjak dari posisinya dan berdiri dibelakang Kyuhyun, ia menatap punggung Kyuhyun lekat.

"Aku sudah memberitahu Kim ahjussi mengenai ini, jangan mencemaskan apapun."

Kyuhyun berdiam diri, entah alasan apa yang harus ia lontarkan untuk menolak ajakan pamannya itu. Mengerjakan PR? Oh tidak, pamannya tidak akan mempercayai alasan klasik seperti itu. Bagaimana kalau pergi kepesta teman? Mungkin pamannya akan bertanya, 'sejak kapan kau punya teman?'. Kyuhyun menghela nafasnya, kini ia mulai merutuki kepribadiannya yang introvert itu.

Kyuhyun membalik tubuhnya menghadap Yoo sonsaengnim, mungkin memang tak seharusnya ia berbohong. Ia bertekad untuk mengatakan apa yang ia pikirkan.

"Samchon…" kalimat Kyuhyun menggantung. Yoo sonsaengnim masih setia menunggu kelanjutan kalimat itu walaupun sebenarnya ia sudah tahu apa yang akan Kyuhyun katakan padanya sekarang.

"Samchon, kau tahu sendiri… kalau aku, aku tidak suka bertemu… imo,"

"Kyuhyun-ah" tangan Yoo sonsaengnim terangkat diudara, mencoba menyentuh lengan Kyuhyun namun Kyuhyun menghindar.

"Aku mohon jangan memaksaku," Kyuhyun menundukkan kepalanya dalam.

"Tapi dia sangat merindukanmu, sudah hampir satu tahun kalian tidak bertemu."

"katakan padanya untuk bersabar, kita bertemu saat peringatan hari kematian eomma saja. Maafkan aku…"

"Kyuhyun-ah, sampai kapan kau akan terus seperti ini? sudah sepuluh tahun berlalu Kyuhyun-ah.."

Kyuhyun menundukkan kepalanya semakin dalam. Matanya terasa semakin panas dan pandangannya mulai buram,butiran bening mulai menggenang dipelupuk matanya.

"Samchon, aku mohon mengerti. Kau tahu alasan kenapa aku seperti ini. jadi sekali lagi aku mohon jangan pernah mengungkitnya lagi." suara Kyuhyun kian bergetar, bahkan terasa menggema diruangan sunyi itu.

Yoo sonsaengnim menghembuskan nafasnya kasar, "Tapi tidak seharusnya kau seperti ini, tidakkah kau sadar alasanmu itu mulai tak masuk akal? Jika Kyuhyun yang kini berdiri dihadapanku adalah Kyuhyun sepuluh tahun lalu maka aku akan mengerti, tapi sekarang? Kau sudah dewasa Kyuhyun-ah,"

"Jangan pernah mencoba menasihatiku. Aku yang tahu perasaanku, aku yang merasakannya, bukan orang lain." Nada suara Kyuhyun terdengar dingin dan menusuk, ia mulai mengangkat kepalanya dan terlihatlah matanya yang berkaca-kaca dengan pandangan tajam.

"Sebagai pamanmu menasihatimu adalah kewajibanku Cho Kyuhyun. Jangan pernah menyangkal itu." Emosi Yoo sonsaengnim mulai naik, ia tak tahu bagaimana bisa ia memiliki keponakan sekeras kepala Kyuhyun. "Kau pikir memiliki wajah yang mirip dengan ibumu itu adalah keinginannya? Tidak Cho Kyuhyun!" lanjutnya lagi.

"Samchon, kau tahu apa yang aku dengar sepuluh tahun lalu? Ah, kau memang sudah tahu. Haruskah aku mengingatkanmu? Haruskah aku memperjelas semuanya lagi?" Kyuhyun meringis, ia mulai meremas dadanya yang mulai terasa sakit. "Kau tahu apa itu rasa bersalah? Seperti apa yang mereka katakan, akulah yang menyebabkan semuanya terjadi! Akulah yang menyebabkan kalian semua kehilangan eomma dan-"

Kyuhyun tercekat, rasa sakit didadanya terasa seperti mencekik. Ia mundur satu langkah dari posisinya mencari tempat bersandar, hingga akhirnya tangannya dapat berpegang pada punggung kursi.

Yoo sonsaengnim melangkah lebar mendekati Kyuhyun. Tangannya menyentuh kedua lengan Kyuhyun mencoba menopang tubuh ringkih itu.

"Jangan teruskan Kyuhyun-ah, maafkan aku.. maafkan aku," Yoo sonsaengnim berujar berulangkali mengungkapkan kata maaf atas penyesalannya.

Sedangkan Kyuhyun menggelengkan kepalanya kuat. "Anni… eomma dan Donghae hhyung, mereka…"

"Berhenti Cho Kyuhyun!" Yoo sonsaengnim meneriaki Kyuhyun, ia memegang kedua lengan Kyuhyun semakin kuat. Dapat ia rasakan beban tubuh Kyuhyun yang mulai bertumpu padanya. ia tahu apa yang selanjutnya akan terjadi, secepat mungkin ia merengkuh tubuh Kyuhyun dalam pelukannya, dan seperti perkiraannya tubuh Kyuhyun merosot kelantai. Matanya terpejam dengan deru nafas yang cepat.

.

Sebuah botol bening menggantung pada tiang di samping tempat tidur berukuran medium. Ada cairan yang memenuhi ruang kosong didalam botol hingga setengah bagiannya, sebuah selang juga tersambung pada bagian ujung botol, mengalirkan cairan yang tertampung didalamnya pada sebuah tangan kurus yang terkulai disamping tubuh yang tertutup selimbut hingga bagian dada.

Ruangan itu sepi padahal ada tiga orang disana. Tak ada suara yang mereka keluarkan apalagi dari seseorang yang tengah terbaring. Bahkan mungkin ia sendiri tak sadar kalau sekarang ia sudah ada diatas pembaringan.

Sementara itu dua pasang mata menatap sosok yang terbaring dengan pandangan sedu, entah apa yang mereka pikirkan. Mereka hanya diam larut dalam lamunan masing-masing. Hingga decitan suara pintu yang terbuka memecahkan keheningan didalam ruangan bercat baby blue itu.

"Kyuhyun-ah.." sebuah suara mengalun dalam kesunyian itu, suaranya terdengar serak, nampaknya ia habis menangis.

"Yeobo," Yoo sonsaengnim beranjak dari posisinya yang tadi duduk disamping tempat tidur Kyuhyun, ia meraih tubuh istrinya yang baru saja datang dan mendekapnya.

Suara isakan terdengar teredam bibalik tubuh Yoo sonsaengnim, itu suara isakan istrinya. Kim Haneul. "ssttt, uljima, nanti Kyuhyun bangun."

Yoo sonsaengnim mengusap lelehan air mata dikedua pipi istrinya dan lalu membimbingnya hingga duduk dikursi yang tadi ia tempati.

Kim ahjussi yang mengerti bahwa seharusnya ia tak berada disana, tampak membungkukkan tubuhnya dan pamit meninggalkan ruangan. Yoo sonsaengnim membalasnya dengan anggukan kecil tanda sebagai persetujuan.

Jung Haneul meraih tangan kanan Kyuhyun yang terbebas dari infus, menggenggamnya menyalurkan kehangatan pada tangan dingin nan kurus milik keponakannya tersayang.

Ia mengarahkan tangan pucat itu hingga menyentuh pipinya. Sejenak ia ber gidik ketika tangan dingin itu menyentuh kulit wajahnya. Seharusnya aku bisa menepati janjiku pada eonnie untuk menjagamu Kyuhyun-ah, jika saja aku bisa meyakinkanmu… mungkin kau tak akan menjadi seperti ini sekarang…

Yoo sonsaengnim menatap gerik-gerik istrinya. Ia tahu benar seberapa rindu dan sayang istrinya pada Kyuhyun. Bahkan Changmin putranya kerap kali cemburu jika melihat eommanya yang sangat perhatian pada Kyuhyun.

Yoo sonsaengnim seakan tersadar akan sesuatu, ia menyentuh pundak istrinya lembut lalu berbisik. "Yeobo, aku tunggu diluar. Eusanim bilang kemungkinan Kyuhyun akan bangun sekitar dua jam lagi, karena itu keluarlah sebelum Kyuhyun bangun."

Sang istri tak menanggapi perkataan suaminya. Namun Yoo sosaengnim tahu istrinya mendengarkan apa yang ia katakan.

Yoo sonsaengnim melangkahkan kakinya keluar ruangan. Dirogohnya handphone yang ada disaku baju hangatnya, namun seketika langkahnya terhenti ketika dilihatnya sepasang kaki berdiri tak jauh dari tempatnya kini. "Changmin-ah," panggilnya.

"Eoh, appa." Seseorang yang Yoo sonsaengnim panggil Changmin barusan segera menegakkan tubuhnya.

"Appa pikir kau tidak ikut,"

"Hmm," Changmin hanya bergumam pelan mendengar tanggapan ayahnya.

"Kau mau masuk?" tanya Yoo sonsaengnim pada putra semata wayangnya.

Changmin mengalihkan pandangannya pada daun pintu kamar Kyuhyun, terlihat ia menelan salipanya. Yoo sonsaengnim memandang Changmin paham.

"Appa mengerti, sebaiknya kita tunggu diluar saja, hm?"

Changmin tampak berpikir mendengar ajakan ayahnya, sampai akhirnya ia mengangguk walaupun terlihat jelas keraguan disana.

Mereka berjalan bersama melewati lorong dirumah mewah kediaman keluarga Cho. Changmin berjalan sambil menundukkan kepalanya. Yoo sonsaengnim sekilas menatap Changmin, dilihatnya tingkah putranya itu. Sebagai appa yang telah membesarkan Changmin hingga sebesar ini ia yakin benar apa yang Changmin pikirkan sama dengan apa yang ia pikirkan sekarang.

Sebuah kursi dihalaman belakang kediaman keluarga Cho mereka pilih sebagai tempat mereka duduk. Yoo sonsaengnim masih terus memandangi Changmin, ia mengusap kepala Changmin membuat Changmin mendongakkan kepalanya yang tertunduk sejak tadi.

"Waeyo? Kau mencemaskan Kyuhyun?" tanya Yoo sonsaengnim tanpa bertele-tele. Changmin membelalakkan matanya. Bibirnya mengerucut sedemikian rupa.

"Ani! Kenapa aku harus mencemaskannya?!" sungut Changmin cepat.

Yoo sonsaengnim terkekeh melihat reaksi Changmin. Ia menggeplak kepala Changmin hingga Changmin meringis dan berdiri sambil berkacak pinggang didepan ayahnya. "Appa!" bentaknya.

"Ahahaha.. arrasseo, anja." Yoo sonsaengnim menarik tangan Changmin, menyuruhnya untuk kembali duduk disampingnya.

"mianhaeyo uri Changminnie," Changmin mendesis pelan mendengar permintaan maaf ayahnya yang menurutnya terdengar seperti dibuat-buat.

Keheningan menyelimuti mereka selama beberapa saat, Chagmin berdehem pelan menyadarkan Yoo sonsaengnim yang ternyata tengah tenggelam dalam lamunannya.

Yoo sonsaengnim mengukir senyumannya tipis. "Changmin-ah.."

"Appa," Changmin memotong perkataan appanya, ia menatap mata Yoo sonsaengnim.

"Apa dia akan baik-baik saja, appa?"

Kembali sebuah senyuman terukir kecil dibibir Yoo sonsaengnim, sudah ia duga kalimat itulah yang sejak tadi ingin Changmin katakan. Meskipun sejak kecil mereka seringkali bertengkar tapi tak ada yang bisa menyangkal kalau mereka memiliki hubungan yang sangat dekat, jauh lebih dekat dari apa yang bisa di bayangkan.

Bukan hanya dekat secara nyata, tetapi Kyuhyun dan Changmin juga memiliki ikatan batin yang sangat kuat. Mungkin karena mereka minum asi dari ibu yang sama? Sejak bayi Kyuhyun memang dirawat oleh imonya dan dibesarkan bersama dengan Changmin dan juga Donghae. Tapi semuanya berubah sejak tragedi sepuluh tahun lalu terjadi.

.
.

"Bagaimana kalau dia benar-benar datang ke kantor?" Hwa Young bergumam sendiri.

Ia membalikkan tubuhnya menghadap kekanan. "Bagaimana kalau dia benar-benar minta ganti?" tubuhnya sekarang berputar kearah kiri.

Kedua tangannya meremas ujung selimbut, bola matanya berputar seolah mencari solusi yang tersembunyi disana.

"Tapi dia orang kaya, aku yakin dia tak akan minta ganti hanya untuk satu setel baju olah raga," kembali tubuhnya ia putar menghadap kesebelah kanan. Sprei yang tadi rapi sekarang berubah menjadi sangat berantakkan karena Hwa Young terus berguling kekanan-kekiri.

"Atau jangan-jangan dia hanya anak pelayan? Dan dia pasti minta ganti!" Hwa Young berteriak, ia menarik tubuhnya yang tadi terbaring hingga keposisi duduk.

"Aishh! Boss bisa marah kalau tahu aku merusak paket milik pelanggan! Aishh!" Tangannya mengacak rambut hitamnya frustasi.

"HAAAAHHHHH…" tempat tidur miliknya berdecit ketika Hwa Young menjatuhkan punggungnya dengan keras keatas tempat tidur.

"Apa yang harus aku lakukan?!"

.

Sepasang kaki melangkah gontai memasuki bangunan sederhana itu,

"Hwa Young-ah gwenchana?"

Hwa Young menatap orang yang baru saja menyapanya, ia hanya mengangguk kecil dan berlalu dengan langkah yang terlihat sedikit ia sered.

"Hwa Young-ah, sejak kapan kau berubah menjadi panda?" sebuah suara kembali menyapanya, kini suara itu berasal dari seseorang yang duduk didepannya.

"Hm?" Hwa Young tampak tak mengerti kemana arah pembicaraan orang itu yang merupakan boss nya.

"Sejak kapan kau berubah menjadi panda?" ulang boss lagi,

"Panda? Panda apa? Siapa panda?" Hwa Young memiringkan kepalanya kearah kanan.

Boss menautkan alisnya, baru kali ini ia melihat Hwa Young yang kehilangan otaknya. Wajah boss memerah menahan tawa, ia tahu resiko apa yang harus ia tanggung kalau sampai membuat Hwa Young marah.

"Bukan siapa-siapa, haha.." boss tertawa hambar lalu mengalihkan pandangannya pada koran yang sejak tadi ada ditangannya. Kedua belah pipinya yang mulai keriput masih tampak sedikit mengembung karena menahan tawa.

Hwa Young menatap boss sekilas, aneh gumam Hwa young. Ia melepas tas yang sejak tadi tersampir dibahunya. Mendudukkan dirinya dan bersandar pada punggung kursi. Lima menit, sepuluh menit, belum ada paket yang harus ia antar pagi ini.

"Hwa Young-ah, kau tidak tidur semalaman?"

"Ne?" Hwa Young menegakkan posisi duduknya, ia menerima kopi yang diberikan oleh ahjussi rekan kerjanya. "Mm, ahjussi. Semalaman aku tidak bisa tidur.. gomawo untuk kopinya,"

Ahjussi membalas dengan senyuman kecil dan lalu mendudukkan dirinya disamping Hwa Young.

Dilihatnya Hwa Young mengembungkan kedua belah pipinya, lingkaran hitam terlihat disekitar mata indahnya seolah mengatakan kalau semalaman tadi ia tidak tidur.

Tadi malam Hwa Young memang benar-benar tidak tidur, kepalanya masih dipenuhi tentang tuan muda yang kemarin ia temui. Sepertinya ia sangat mencemaskan itu, dan bahkan karena ia terjaga semalamn ia memutuskan untuk mengantar susu dan koran jauh lebih pagi dari biasanya.
"Waeyo? Kau ada masalah?" ahjussi bertanya pada Hwa Young lalu ia menyeruput kopi panas dari gelas yang ada digenggamannya.

"Tidak ada apa-apa ahjussi, aku hanya… tidak bisa tidur semalam," Hwa Young menghembuskan nafasnya sedikit kasar, mendengar itu ahjussi mengalihkan perhatiannya dari kopi yang ada digenggamannya kepada Hwa Young yang duduk disampingnya.

"Jeongmal Gwenchana?" tanya ahjussi memastikan.

"mm, tidak ada apa-apa ahjussi, sungguh…"

"kalau begitu biar aku saja yang melaporkannya pada Boss,"

"ANDWAE! Ahjussi aku benar-benar tak sengaja menendang paper bag miliknya, dia yang lebih dulu menghinaku dan perups-"

Ahjussi menutup mulut Hwa Young dengan tangannya yang bebas. Ia tersenyum melihat Hwa young yang sudah berhasil masuk dalam perangkapnya.

Mata Hwa Young membulat. Ia sadar kalau baru saja ia membocorkan masalahnya pada ahjussi. Ahjussi melepas bekappannya dimulut Hwa Young.

"SStttt… disini ada boss, kita bicara diluar saja arra." Kata ahjussi sambil berbisik bermaksud agar tak terdengar oleh boss yang duduk tak jauh dari tempat mereka sekarang.

Hwa Young mengangguk. Ia beranjak dari duduknya bersama ahjussi.

"Eodiga?!" suara boss menghentikan langkah mereka yang hendak membuka pintu.

Ahjussi memandang Hwa Young sejenak. "Kami mau mengelap motor didepan, jika ada paket yang harus diantar, beritahu saja kami."

Boss tampak berpikir, namun akhirnya ia mengizinkan. Hwa Young dan ahjussi keluar dari bangunan tempat mereka bekerja. Hwa Young terus menundukkan kepalanya hingga tak sadar kalau ahjussi telah berdiri didepannya, tak ayal punggung ahjussi tertabrak oleh Hwa Young, membuat ahjussi sedikit terdorong kedepan.

"Mianhae ahjussi," ujar Hwa Young pelan.

"Gwenchana, sekarang ceritakan padaku apa yang terjadi." Ahjussi menghela nafasnya melihat Hwa Young yang masih saja menunduk.

"Ahjussi tidak akan mengatakannya pada boss kan?"

"Kapan aku pernah mengadu pada boss?"

"Ahjussi akan mempercayai ceritaku kan?"

"memangnya kapan aku tidak mempercayaimu?"

"Ahjussi akan membantuku kan?"

"Aku selalu membantumu Hwa Young-ah,"

"Walaupun aku yang salah?"

"Tent- ye? Kau bilang kau yang salah?"

Hwa Young kembali menundukkan kepalanya, ia mengangguk kecil terlihat dari gerakan kepalanya yang naik turun perlahan.

Ahjussi menampakkan wajah aneh, seakan ia mengatakan semoga aku tidak mengambil keputusan yang salah dengan membantunya. "Baiklah, aku akan membantumu sebisaku, sekarang ceritakan apa yang terjadi,"

Hwa Young tersenyum melihat respon ahjussi. Ia menceritakan semuanya dari awal sampai akhir, tak dikurangi dan tak dilebihkan semuanya ia katakan apa adanya.

"Kalau begitu dia yang salah!"

"Sudah aku bilang kan ahjussi, dia yang salah."

"walaupun dia dari keluarga kaya, kau tetap tidak boleh meminta maaf padanya. sudah jelas kau hanya membela diri."

"Betul! Aku tak akan pernah minta maaf!"

"Bagus! Jangan pernah minta maaf! Walaupun kau sampai dilaporkan kepolisi, jangan pernah minta maaf!"

"walaupun sampai dilaporkan kepolisi aku tak akan pernah minta maaf…"

Nada bicara Hwa Young semakin merendah, ia memikirkan kembali apa yang baru saja ia katakan.

"Polisi? Kalu aku benar-benar ia laporkan kepolisi bagaimana ahjussi?"

"Ye? Polisi?" Ahjussi juga seakan baru saja menyadari apa yang ia katakan. Ekspresinya yang tadi penuh semangat menggebu tiba-tiba saja meredup.

Hwa Young mengangguk. "Ahjussi akan membantuku kan kalau aku sampai dilaporkan kepolisi?" tanya Hwa Young penuh harap.

"Mmm, untuk itu.. aku…" ahjussi gelagapan. Dalam pikirannya seperti bergantian menampilkan foto-foto polisi yang berwajah seram. Ahjussi menggelengkan kepalanya cepat mencoba menghilangkan semua bayangan yang ada di pikirannya. "Hehe.. mianhae Hwa Young-ah, untuk itu aku…"

"AHJUSSIII!"

.

.

Kyuhyun terbangun, ia menemukan dirinya sudah ada diatas tempat tidur dikamarnya. Matanya yang tadi menatap sekeliling kini mengarah pada tangan sebelah kirinya. Ia menghela nafas, menggoyangkan tangannya seperti memainkan selang yang ada disana. Namun tak bertahan lama ia meringis ketika jarum yang tertanam didalamnya tertarik.

Sakit, kadang aku ingin saat terbangun seperti ini dan melakukan hal yang sama dengan apa yang baru saja kulakukan, rasa sakit itu hilang dan artinya aku mati.

Matanya sayu, pandangannya kosong. Tak lama manik hitam itu kembali menghilang, lenyap bersama kesadarannya. Entah ia terlalu lelah mungkin. Hingga sangat cepat ia tenggelam kembali dalam alam mimpinya.

.

.

Kyuhyun melangkahkan kakinya menuruni anak tangga. Perlahan dan nampak berwibawa, seperti anak-anak dari keluarga berada pada umumnya, berkharisma dan selalu santai dalam melakukan segalanya.

Saat mencapai anak tangga paling bawah, mata Kyuhyun menangkap objek asing, anni. Bukan objek asing sebenarnya tapi tetap saja terasa asing jika 'itu' sudah ada dirumahnya sepagi ini. ia berjalan menghampiri objek asing yang dimaksud. Memasuki ruang makan luas yang selalu ia gunakan setiap harinya, sendiri. Hanya sendiri.

"Changmin-ah?"

TBC