Disclaimer : I do not own anything. Fans obsession, not for commercial. Copyright=Masashi Kishimoto-sensei, absolutely.

Warning : Alternative Universe, Sasufem!Naru, possible!OOC, Confusing!EYD, wierd!fluff-stuffs, possible!brain-crack, freak-time!life-basis, possible!over-imagination, and other standard warnings

Sasu-Naru reunion! Sedikit disisipi dirty-jokes. Semoga tidak melanggar rate, huhu...

Enjoy, please~!

.

.

.

Sasuke menghela napas lega ketika pesawat telah mendarat dengan sempurna di Honolulu Airport. Ini pertengahan bulan Maret, masih di penghujung musim dingin. Selain suhu di luar yang diperkirakan sekitar 20°C, persentase hujan lumayan besar. Cukup berhasil membuat perjalanan udara Sasuke tidak terasa begitu nyaman.

Menapakkan kaki ke jalur lepas-landas pesawat, Sasuke menyempatkan diri untuk menghirup udara sekitar. Senyum tak bisa ia tahan ketika melihat lautan biru beberapa ratus meter dari tempatnya berdiri. Suara deburan ombak seolah menyambut kedatangannya. Sasuke mengakui, Hawaii adalah negara kedua setelah Tanah Air yang ia favoritkan. Apalagi kalau ke sini di waktu-waktu musim panas. Udaranya pas sekali untuk duduk santai di pantai sambil sesekali curi pandang ke sana kemari—cuci mata. Siapa tahu ada yang lagi main voli pantai pakai bikini. Nanti kan ada yang goyang-goyang.

...Net, hey. Maksud Sasuke netnya yang bergoyang dihantam bola. Jangan berpikir yang tidak-tidak.

Begitu masuk ke dalam bandara, Sasuke merasa seperti jadi anak hilang. Ia bisa melihat orang-orang di sekitarnya disambut oleh keluarga masing-masing, atau barangkali tour-guide yang bertugas.

Oh, betapa besar harapan Sasuke sampai di sini dan disambut oleh seonggok gadis berambut pirang yang entah kabarnya bagaimana sekarang ini.

Melirik ponsel teranyarnya, Sasuke langsung dongkol. Benda itu dihampiri pesan dari orang yang Sasuke tugaskan untuk menjemputnya. Katanya, ombak sedang besar sehingga perahu tidak diperbolehkan untuk berlayar. Dalam satu jam ke depan, Sasuke akan dijemput oleh helikopter pribadi milik Uchiha.

Satu jam ke depan, Sasuke harus melakukan apa agar tidak bosan?

Ketika Sasuke duduk termenung di tangga depan halaman bandara bagai orang yang baru kabur dari rumah, seorang titisan Kami datang untuk membuat Sasuke tidak bosan. Ia datang dari arah jam tiga dengan kecepatan atlet lari handal. Tanpa mengendurkan kecepatan, tangannya menggaet dan mengangkat koper Sasuke, lalu lanjut berlari menjauhi Sasuke. Sasuke cengo selama beberapa saat.

Sadar ada yang tidak beres, Sasuke ikut berlari. "HOI! ITU KOPERKU!"

...Ternyata titisan Kami itu seonggok pencuri.

"BERHENTI HEI!" Sasuke kembali berteriak. Penduduk sekitar yang baru keluar untuk menyapu halaman menatap Sasuke seolah dia adalah alien dari planet lain.

Salah Sasuke juga. Sudah tahu di Hawaii, malah pakai bahasa Konoha. Bertemu pencuri bisa membuat si Jenius Uchiha juga kelimpungan, ternyata.

Yeah, yang penting sekarang Sasuke sudah tidak bosan lagi.

Sasuke menyumpah,"—Shit."

Sudah sepuluh menit Sasuke melakukan adegan bollywood bersama si Pencuri Handal. Sudah belok kanan, menurun sedikit, naik tangga, Sasuke belum bisa meraih koper tercintanya. Sasuke masih bisa mengekori, tapi jarak mereka tidak berkurang sama sekali.

Ini berbahaya. Dari hasil analisis Sasuke, pencuri itu sudah terbiasa melakukan semua ini. Keseimbangan dan dorongan kakinya dalam berlari masih konstan, sedangkan Sasuke sudah mulai ngos-ngosan. Tinggal hitung mundur sampai Sasuke memutuskan untuk belok ke konter minuman terdekat.

...Oh, koper, jangan tinggalkan Sasuke.

Bohlam konslet muncul, Sasuke dapat ide. Di depan sana, kalau tidak salah ada jalan memotong. Tepat, pencuri itu di ujung juga belok kanan—menuju tengah kota. Buru-buru ia belok ke jalan tikus yang dimaksud.

Dasar Sasuke sedang sial, bukannya mendapat jalur cepat untuk menghadang si Pencuri, dirinya malah menabrak seseorang yang sedang jalan lewat sana. Seolah Uchiha berambut pertengahan antara pantat bebek dengan ayam itu terperangkap dalam anime berlabel E campur Komedi, Sasuke mendarat dengan wajah tertanam di tengah dua bukit kenyal yang amat dikagumi kaum pria.

Oh, sial. Sasuke menabrak seorang manusia bergender perempuan.

Belum sampai sana, orang yang ditabrak Sasuke langsung menendangnya dengan kuat, sampai badan Sasuke terpelanting kembali keluar jalan tikus itu, dalam posisi terkapar.

Itu seriusan perempuan? Tenaganya gede amat?—Sasuke membatin, ngeri. Begitu Sasuke mendudukkan diri dengan punggung mendadak encok, matanya dapat melihat jelas. Seorang perempuan berambut pirang panjang dengan mata sebiru samudera yang terlihat terkejut berdiri di 'pintu masuk' jalan tikus.

"S-Sasuke?!"

Mata Sasuke memang rada error, tapi ia sedang memakai kacamatanya. Sasuke juga berani bersumpah ia tidak menderita katarak. Tak salah lagi, perempuan yang ia lihat alias korban tabraknya adalah Namikaze Naruto.

Doa Sasuke dikabulkan. Meski tidak disambut di bandara, setidaknya tetap bertemu juga.

Setelah hampir lima tahun, mamen. Sasuke ingin menangis bahagia.

"Bialkan aku membunuh paman mecum itu!" jeritan cadel dengan dialek asing mengejutkan Sasuke. Merendahkan penglihatannya, ia melihat sesosok bocah berambut pirang yang sedang menggenggam sebelah tangan Naruto. Kecil-kecil cabe rawit. Pelototannya nyeremin juga.

"Tadi itu Cuma kecelakaan, sayang... mālie..." ujar Naruto pada bocah itu. Mata indahnya memancarkan kasih sayang pada si Bocah.

Sasuke mangap-mangap. Bocah pirang itu... Oh, Wow. Beginikah akhir kisah hidup Uchiha Sasuke yang biru-biru? Ditinggal kawin, tahu-tahu bertemu, pujaan hatinya sudah punya anak?

Sakitnya tuh, di sini.

Badan Sasuke mendadak lemas semua.

Melihat Sasuke memucat dan seperti akan pingsan, Naruto buru-buru menghampiri, menjulurkan tangannya—bermaksud membantu. "Kau tidak apa-apa?" tanyanya khawatir.

Sasuke menepis lengan Naruto kasar. "Setelah empat tahun menunggu...! Kami... Ini terlalu kejam!" Sasuke terkekeh nelangsa. "Kenapa kita harus bertemu saat kau bersama anakmu?! Kenapa tidak dengan suamimu sekalian?! Naruto, bunuh aku, deh..."

Naruto berkedip.

Satu. Dua. Satu. Dua.

Wajahnya merona secara bertahap.

Bletak!

Satu jitakan berhasil mendarat di rambut unggas Sasuke.

"Hei!" Sasuke memekik protes. Tangannya kini sibuk mengelus puncak kepalanya yang mengeluarkan benjolan imajiner bertingkat.

"Pertama, Uchiha Sasuke. Ini bukan anakku, tapi keponakanku," klarifikasi Naruto, memutar bola matanya. Oke, rambut bocah yang Sasuke kira anaknya itu memang pirang. Tapi, lihat matanya, hey! Merah dengan pupil seperti kucing, mata khas milik Kurama! "Kedua, aku belum punya suami, tahu. Kau tidak lihat berita bulanan? Namikaze Naruto itu single. Kau ini mengejekku, teme?!"

Sasuke mingkem. Dalam hati, ia sudah mewek terharu karena perkiraannya ternyata keliru. Syukurlah~!

"Lalu...err... Kau menungguku? Kukira pintu 'menantu' sudah ditutup oleh Tante Mikoto untukku? Terakhir kali aku bertemu Paman Fugaku pun...auranya sedikit tidak bersahabat," Naruto tertawa garing. "Terima kasih, deh..."

Sasuke merengut, mengingat hobi baru Ibunya yang suka obral foto padanya. "Aku cuma mau kamu," ujarnya dengan kekanakkan.

Naruto tertawa. Apa-apaan itu? Sasuke manyun?

"Paman ini aneh," komentar si Bocah berambut pirang. Sasuke mendelik padanya. "Ayo pulaaaang!"

Naruto kembali menjulurkan tangannya. Kali ini, Sasuke menyambutnya—bahkan tetap menggenggam tangannya selama beberapa saat setelah mereka berdiri berhadapan.

Tatap. Tatap. Tatap.

Ah, sepertinya ada yang sedang melepas rindu.

"BIBI NALU!" jeritan protes dari jagoan Kurama mengejutkan keduanya. Naruto langsung menarik tangannya dari genggaman Sasuke—menggaruk pipinya dengan gugup.

"N-nanti kita sambung lagi. Aku...harus mengantar Kenji pulang. Aloha."

Sasuke menahan diri untuk tidak lompat-lompat kesenangan. Ia melambaikan tangannya pelan dengan sebelah tangan masuk ke dalam saku celana—memasang pose keren. Setelah Naruto agak jauh, Sasuke ikut berbalik dan mulai melangkahkan kakinya.

Satu langkah... bahu Sasuke terasa sangat ringan. Seolah semua beban yang ia rasakan hangus bersamaan dengan pertemuannya kembali bersama Naruto.

Dua langkah... senyum simpul terpasang di wajah Sasuke.

Tiga langkah... Sasuke berhenti, memasang wajah dongkol.

CEO Uchiha Group itu berbalik dan kembali berlari.

...Oh, tidak. Sasuke tidak berlari untuk mengejar Naruto. Ia sudah terlampau percaya diri bisa menghubungi Naruto nanti. Hubungan mereka akan baik-baik saja.

Sasuke kembali berlari karena tersadar sesuatu.

"MALING KAMPRET! KEMBALIKAN KOPERKU!"

Ya, Sasuke berlari untuk melanjutkan pengejarannya.

.

.

.

Semoga saja pencuri itu segera sadar kesalahan yang dia lakukan. Sebelum Uchiha Sasuke menyerah untuk mengejarnya sendiri dan memilih untuk meminta bantuan pihak yang berwajib.

Mending kalau Cuma polisi biasa. Bagaimana kalau langsung dial nomor ketua FBI?

.

.

.

Twin Trouble

Sequel to "Yang Benar Saja"

Chic Proudly Present

.

.

.

Detik berganti jadi menit, menit bergilir menjadi jam, jam berubah menjadi hari, hari berangsur menjadi minggu, minggu terulang menjadi bulan, bulan menggenap jadi tahun. Matahari akan terbit, lalu nantinya terbenam digantikan oleh Bulan. Begitu pun dengan Bulan, ia akan kembali diganti Matahari keesokan paginya.

Waktu terus berlalu. Zaman berangsur berubah. Mereka yang masuk spesies makhluk hidup tumbuh dan berkembang.

Begitu pula dengan pelayan rumah tangga di Mansion Uchiha. Mereka yang dulunya berdarah muda, mampu mengurusi hunian terlampau megah itu bersama-sama, menjadi saksi Uchiha Fugaku meraih kesuksesan awal sebagai CEO Uchiha Group menggantikan mendiang Uchiha Madara-sama, kini harus menerima bahwa kulit mereka mulai mengkerut dan tulang-tulang yang mereka andalkan mulai reyot dimakan usia. Sekarang waktunya mereka menikmati dana pensiun yang tidak bisa disebut sedikit, melimpahkan tanggung jawab kepada pasukan pelayan yang baru.

Menjadi pelayan Uchiha adalah suatu kesempatan yang boro-boro datang dua kali, sekali saja patut dipertanyakan kebenarannya. Bukan sembarang orang yang bisa menginjakkan kaki di lantai rumah tradisional tapi megah itu. Bukan hanya kecakapan, etika pun harus tinggi. Dan hal paling penting yang harus dimiliki pelayan adalah...kejujuran.

Kalian bisa bayangkan sendiri isi mansion Uchiha itu seperti apa. Sebuah cangkir saja jika dijual bisa ditukar dengan ponsel. Kalau tidak jujur, bagaimana jadinya?

Jumlah pelayan total itu ada dua puluh. Sepuluh orang shift siang dan sisanya shift malam. Meski Uchiha bisa mengganti perabotan atau barang yang hilang dicuri, kalau semua pelayan rutin pulang membawa barang-barang, kan berabe nantinya.

Bicara soal jujur...

Pelayan baru mengakui, mereka merasa dibohongi oleh pelayan senior. Katanya keluarga Uchiha tidak pernah meminta yang aneh-aneh. Katanya keluarga ini cukup damai, apalagi anak-anaknya juga pendiam semua—mungkin efek dari tradisi menurun keluarga yang mengharuskan generasinya memiliki tata krama jempolan. Mansion ini juga bisa dibilang agak membosankan kalau tidak ada pertemuan keluarga besar dan kunjungan dari kerabat dekat. Sepi, sih.

Pelayan senior bilang, hari-hari mereka di Mansion Uchiha tidak akan membosankan. Mereka mengabdi pada Uchiha yang telah berevolusi, katanya.

Pertama kali bertemu pemilik mutlak pundi-pundi harta Uchiha, pelayan baru merinding berjamaah. Bukan. Merindingnya mereka bukan karena Tn. Uchiha itu galak. Justru dia mengulum senyum, meskipun tipis. Masalahnya ada pada aura suram yang dibawanya ke mana-mana.

Nasib JONGJIR alias Jomblo Ngenes tapi Tajir mah gitu. Radius 1 kilometer juga sudah tercium aroma tidak sedap.

Berkali-kali mereka menjadi saksi pertengkaran Tn. Uchiha dengan Nyonya Besar Mikoto mengenai berlembar-lembar foto berisikan potret putri konglomerat yang sukses membuat pelayan pria ngeces sedang yang wanita merengut iri. Dari hasil menguping berjamaah, pelayan menyimpulkan dua hal: 1. Tn. Uchiha menolak tegas rekomendasi jodoh dari ibunya karena mempertahankan entah-siapa-itu. 2. Nyonya Besar berpendapat pilihan terbaik bagi putranya adalah memilih salah satu gadis dari foto.

Alhasil keduanya selalu berakhir bertengkar hebat.

Kalau begini sih, memang tidak membosankan. Tapi tetap saja tidak enak untuk dilihat.

Diam-diam mereka bersyukur dianugerahi rezeki yang cukup dan hidup dalam batas ukuran wajar. Tidak sampai penuh drama seperti keluarga tempat mereka bekerja ini.

Ada sih, saat-saat tertentu di mana pelayan merasa Mansion besar itu menghangat. Seperti ketika teman-teman Tn. Uchiha semasa SMU datang berkunjung untuk menghabiskan waktu mengolok Tn. Uchiha dalam canda. Atau ketika Uchiha Itachi menelepon untuk sekedar menanyakan kabar dan memberi petuah-petuah bijak seorang Kakak. Pada saat itu, senyum Tn. Uchiha serasa bagai mentari di tengah Mansion kelam ini. Hoho. Waktu-waktu di mana ketampanan Uchiha Sasuke terlihat lebih menonjol dan pelayan wanita berlomba untuk cari perhatian. Siapa tahu jodoh.

Peraturan nomor satu, senior selalu benar. Kalau senior salah, kembali ke nomor satu.

Slogan itu cukup eksis di lapisan masyarakat. Bukan hanya di acara pembuka sekolah tingkat baru yang seringkali berisi perpeloncoan, dalam generasi pelayan pun hal itu ditetapkan secara mutlak.

Pendapat itu tak sepenuhnya salah, karena senior lebih berpengalaman dari pada yang baru. Harus ingat fakta itu, wahai junior yang ingin protes. #Udahjadiseniormahgini

Pelayan baru percaya apa yang dikatakan senior mereka itu benar, setelah Tn. Uchiha kembali dari Hawaii. Keesokan harinya Tuan Besar dan Nyonya Besar datang. Lagi-lagi pelayan harus merelakan mata mereka menyaksikan pertengkaran. Anehnya, wajah Tn. Uchiha lebih bersemi dari Konoha yang baru saja memasuki musim semi.

Ini anak, melakukan gencatan senjata dengan orang tua masih bisa-bisanya tersenyum, batin pelayan, heran. Miris juga mendapati Tn. Uchiha yang sangat diagungkan oleh media ternyata menjadi anak durhaka.

Mungkinkah dinginnya Hawaii sedikit mengkonsletkan kewarasan Uchiha Sasuke?

Hari bersejarah terjadi, ketika seongok kepala pirang muncul di tengah kumpul keluarga besar Uchiha. Awalnya, keadaan mansion penuh dengan ketegangan. Lalu tiba-tiba saja, semuanya jadi penuh warna.

Uchiha Mikoto tiba-tiba berubah jadi tante-tante hebring.

Uchiha Fugaku tiba-tiba rajin tertawa.

Uchiha Sasuke tiba-tiba tidak bisa berhenti tersenyum seperti orang bodoh.

Mansion terasa lebih hidup, karena kedatangan Namikaze Naruto.

Mansion terasa lebih mejikuhibiniu lagi, setelah lahirnya dua malaikat Uchiha.

Tiap hari dapat asupan senyum, kebahagian, bahan gosip bermanfaat untuk mengevaluasi diri, dan tak lupa gaji yang melimpah.

Tak ada yang lebih menguntungkan selain mengabdi pada keluarga Uchiha.

.

.

.

Lain di dalam, lain di luar.

Hanase Takeda—23 tahun. Seorang pria yang didakwa bertampang ikemen dan dicurigai mudah akrab dengan bocah ingusan. Takeda bekerja sebagai guru kelas 1 di Konoha Elementary. Tiga tahun pertamanya penuh dengan pelangi. Gemas rasanya, membimbing malaikat-malaikat kecil itu untuk mempelajari dasar-dasar ilmu pengetahuan.

Enaknya mengajar anak kelas satu tuh, gini. Cara berpikir muridnya masih begitu sederhana dan mudah ditebak. Kalau pun ada yang nakal dan sulit diatur, mereka masih terlihat imut di mata Takeda.

...Yah, setidaknya Takeda mengimani hal itu, sampai si Kembar Uchiha menampakkan batang hidungnya di tahun keempat Takeda mengajar.

Uchiha Eiji dan Uchiha Chiharu. Dua bocah yang kelahirannya sempat menggemparkan media massa. Bukan karena mereka lahir dari batu, bukan. Apalagi dari patung pancoran. Lahirnya mereka itu normal, oa-oa'an pula. Hanya saja, identitas orang tuanyalah yang membuat semuanya berbeda. Iya, Ayah mereka adalah Uchiha Sasuke—CEO Uchiha Group yang pernah divonis mengidap aseksual karena berkali-kali menolak lamaran dari pewaris perusahaan besar lain. Tak heran bagaimana hebohnya dunia ketika akun media sosial Uchiha Sasuke yang biasanya penuh urusan perusahaan jadi penuh dengan foto bayi tanpa busana.

Mungkin Sasuke akan didakwa mengidap pedofilia jika saja tak ada status, Aku jadi Ayah, dong! Di akunnya.

Awal-awal sekolah, si Kembar terlihat normal-normal saja. Mereka datang pagi pulang siang, seperti anak lainnya. Meski tidak menangis ketika berpisah dengan sang Ibunda, keduanya tampak tak rela ditinggalkan. Sepanjang pelajaran, keduanya cenderung pasif.

Entah hanya bayangan Takeda saja, atau mereka memang sibuk saling memelototi selama di sekolah.

Setelah satu bulan tidak ada perkembangan apapun, Takeda inisiatif bertanya pada keduanya. Usut punya usut, mereka tidak suka ide sang Ibunda agar mereka duduk sebangku. Alhasil Takeda berpendapat, baiknya si Kembar duduknya dipisah saja.

Setelah dipisah, keduanya mulai menunjukkan jati diri.

Uchiha Eiji, dengan hasil tes IQ yang cukup tinggi, selalu menonjolkan diri di dalam pelajaran ekstak. Bukan artinya Chiharu sang saudari kembar kalah pandai. Hanya saja, Eiji jadi satu yang menjawab paling lantang ketika Takeda bertanya. Terutama pelajaran hitungan.

"Kalian punya delapan apel, kalau sensei minta dua, berarti sisanya tinggal...?" Takeda terkikik geli saat muridnya mulai bergumam pada diri sendiri dengan dua tangan di atas meja—sedang menghitung. Baru juga beberapa detik, Eiji mengacungkan tangannya tinggi-tinggi. "Ya, Eiji-kun?"

"Sisanya delapan, sensei!" jawab bocah itu dengan cengiran lebar.

Takeda jadi tidak enak menghilangkan cengiran lugu itu, tapi mau bagaimana lagi. Jawaban yang tadi kurang tepat. Ia mulai menggambar delapan apel di papan tulis. "Coba lagi dihitung, Eiji-kun. Nih, ada delapan apel. Sensei minta dua—" dua apel dihapus dari papan tulis. "—Sisanya jadi berapa, Eiji-kun?"

"Delapan!" jawab Eiji keras kepala.

"Kalau diminta dua jadi enam, Eiji-kun," teman sebangkunya memberitahu. Takeda menghela napas saat Eiji menggelengkan kepalanya kuat-kuat.

"Sisa apelnya tetep delapan! Soalnya, kalau sensei yang minta, Eiji gak mau ngasih. Sensei udah gede! Beli aja sendiri!" katanya lagi, kali ini disertai kerucutan bibir.

Doeng.

Takeda tidak tahu harus kesal atau gemas dengan bocah itu.

Ada juga ketika hari mendongeng. Saat itu Takeda membacakan buku "Snow White". Sepanjang cerita, Eiji terus mengangkat tangannya dan ngedumel.

"Cermin tidak bisa bicara, tahu!"

"Sensei! Masuk ke rumah orang diam-diam itu tidak sopan! Kenapa Snow White melakukannya?"

"Kurcaci itu sudah bilang untuk menutup pintu! Snow White itu bodoh atau apa? Kenapa tetap dibuka?"

"Kenapa sisir bisa buat pingsan?!"

"Bagaimana caranya apel bisa membunuh orang?!"

"Tidak masuk akal! Kenapa semua sihir di negeri dongeng bisa hilang dengan satu ciuman pangeran?!"

"Penyihir itu tidak nyataaa!"

Itulah Uchiha Eiji. Seorang bocah SD yang mengaku mengatasnamakan logika di atas segalanya. Susah konsentrasi pada pelajaran, tak segan memprotes, otak yang cerdas. Hobi protes pada guru, tapi sekalinya diprotes balik langsung melotot tajam. Anak yang jujur. Saking jujurnya, tadi malam pipis di celana saja dia mengaku.

Lain lagi dengan Uchiha Chiharu.

Pembawaan gadis cilik berambut pirang itu amat tenang. Dalam waktu singkat, ia berhasil membuat seisi kelas menyukainya. Bisa mingkem dan menerima apa yang Takeda jelaskan. Kelihatannya memang normal-normal saja, kan?

Pertama kali Takeda menyadari ada yang aneh, saat pembelajaran outdoor di taman sekolah. Semua murid membawa meja kecil dan peralatan menggambar milik masing-masing. Takeda membebaskan muridnya untuk menggambar apa saja yang mereka inginkan. Eiji dengan penuh kerealistikannya, mulai menggambar sketsa taman menggunakan pensil. Bukan maestro, tapi terlalu bagus untuk ukuran anak seusianya. Sedangkan Chiharu, malah membuat kotak persegi yang ditengahnya dihias kotak-kotak juga.

"Ini QR code gambar taman ini, hasil potret dari satelit," jelasnya santai saat Takeda bertanya.

"Hah?" Takeda kurang paham.

Mencibir kesal, gadis itu membuka aplikasi pembaca kode QR pada sebuah ponsel yang berwarna hitam kelam.

Tunggu—Takeda melotot horror. Sejak kapan ponselku ada di sana?

"Nih, lihat!" seru Chiharu bangga, memperlihatkan hasil scan gambarannya.

QR code berisi link langsung ke foto satelit.

Takeda mengamankan ponselnya, lalu beralih pada anak yang lain. Berusaha keras mengimani dalam hati, kalau Chiharu itu murid biasa-biasa saja.

Keyakinannya itu dihancurkan pada pertengahan bulan kelima—waktunya mengumpulkan buku catatan. Saat buku anak lain penuh dengan tulisan yang agak sulit dibaca, meliak-liuk tidak karuan seperti cacing kepanasan. Tulisan Chiharu cukup rapi. Takeda kelas 4 SD saja belum tentu serapi itu.

Tapi, rapi bukan berarti mudah dibaca.

div style="text-align: justify;"

uIbu pergi ke pasar./u/div

div style="text-align: justify;"

uAyah berangkat ke kantor./u/div

div style="text-align: justify;"

uSaya makan di ruang makan./u/div

div style="text-align: justify;"

uAndi berangkat ke sekolah./u/div

Nulisnya pake HTML*, mamen.

Takeda sangsi. Jangan-jangan Chiharu itu Isteri Plankton yang menyamar.

Takeda semakin yakin saat pertama kalinya si Kembar mengikuti perkemahan musim panas. Langit malam itu benar-benar cerah. Semua murid yang berada di bawah bimbingannya sedang berkumpul di ruang musik untuk menunjukkan kebolehan masing-masing.

Giliran Eiji tiba, listrik mati tiba-tiba. Di tengah kehebohan jeritan cempreng dan tangisan penuh ingus, Takeda mendengar si Kembar berbisik.

"Chiharu! Kamu apain lampunya?!"

"Check doang, Ei. Kata Papa tempat ini punya pengamanan jempolan. Cuih. CCTVnya aja gampang dicari titik butanya."

"Benerin gih, sana! Telingaku sudah mulai sakit dengan teriakan bocah cengeng ini!"

"Tenang aja. Sistem pengacau listriknya Cuma lima belas menit, kok. Bentar lagi juga nyala,"

Benar-benar fantastik. Dengan umur enam tahun lebih, Eiji dan Chiharu ini diberi makan apa? Tumis buku filosofi? Semur koran? Goreng keyboard? CPU bakar? Sate monitor? Kerak kabel?

Setelah mengenal betul bagaimana luar biasanya dua bocah itu, Takeda tidak menyangka akan kembali diberi musibah oleh Kepala Sekolah untuk jadi wali kelas mereka di kelas 4. Di tengah sorak bahagia wali kelas si Kembar sebelumnya, Takeda mendapatkan tatapan iba dari guru lainnya.

Sebut saja nama keduanya, satu kantor guru pun sudah tahu. Dua murid yang mendadak congkak setelah diminta ikut sistem akselerasi di kelas 1 semester dua. Ini dia contoh murid yang kampret. Mentang-mentang sudah pandai, guru menjelaskan malah asyik dengan dunia sendiri. Disuruh mengerjakan tugas malah melotot. Bagian diberi tes akselerasi yang satu mengerjakan hanya sampai nilai 0,001 kurang dari syarat lulus akselerasi, yang satu malah mengirim virus untuk komputer pembaca LJK—entah bagaimana caranya.

Berkali-kali pihak sekolah mencoba mengadakan konsultasi orang tua. Berkali-kali juga mereka mendapat cengiran kelewat lebar dari wanita cantik berambut pirang yang berstatus sebagai ibu dari si Kembar.

"Yang penting nilai mereka masih masuk standar naik kelas, kan?" katanya santai. Pantas saja anaknya luar biasa. Ibunya juga enggak kalah luar biasa ternyata.

Guru mana yang tidak botak kalau begini terus.

Mau ambil langkah lanjut, Kepala Sekolah dag-dig-dug. Adviser terbesar sekolah mereka adalah Uchiha. Kalau anaknya diapa-apakan, bagaimana jadinya sekolah ini?

Memang sulit hidup di zaman di mana uang terlihat menyeramkan.

Masih waras sampai saat ini pun, Takeda sangat bersyukur. Semoga saja...Takeda tidak mengalami penuaan dini satu tahun ke depan.

.

.

.

Mālie : tenang dalam bahasa Hawaii.

Aloha : selamat tinggal/sampai jumpa dalam bahasa Hawaii.

Ikemen : pretty-boy, cowok imut, atau apalah itu

HTML : Hyper-Text Mark Languange, bahasa komputer. Salah satu penjabarannya adalah yang digunakan di web dan diuraikan oleh web browser.

Yosh! Segitu dulu prolognya ya. Deskripsi latar masih sekilas, karena belum menyorot dari sisi pasangan tercinta kita dan dua bintang baru : Eiji dan Chiharu!

Referensi cerita Snow White yang Chic pakai itu dari animasi om Disney. Habis yang itu menurut Chic seru :v

So... Apakah yang ini mau dilanjut?

Let me know what're you thinking about! Review, please~

Sekian terimagaji,

Chic White

(Your Possible!Chic-ken*roosting*)