It's Wrong Sequel

Genre : Sad, Hurt Cast : Kim Taehyung or V (BTS), Jeon Jeong Guk or Jungkook (BTS), Jung Min Ri (OC), Jung Hoseok or J-Hope (BTS), Park Jimin (BTS) Length : Chaptered? Rating : PG-13

.

.

Lamunannya tentang seorang 'Jeon Jeong Guk' membuyar seketika tatkala ponselnya yang terletak di atas meja berdering singkat. Tanpa melihat pun Taehyung tau jika ada sebuah pesan yang terkirim ke ponselnya. Tapi, dari siapa? Tanpa babibu, Ia segera membuka lockscreen ponselnya lalu membaca isi pesan tersebut. Isi pesan yang membuatnya terdiam, membeku. Tolong, jika ini mimpi, jangan bangunkan Taehyung.

From : Kookie

Sunbae, ini aku. Ayo bertemu di taman. Aku menunggumu.

Tapi kenapa─

Sunbae?

.

.

It's Wrong | Sequel 2

.

.

Hoseok menoleh ke arah pintu kamar Jungkook yang baru saja terbuka. Keningnya mengerut samar, heran. Di ambang pintu, terlihat seorang Jeon Jeong Guk yang sudah rapi dengan baju casualnya. Tanpa berpikir lebih dari lima detik, Hoseok sudah tau jika adik sepupunya ini berniat pergi keluar. Menemui seseorang atau teman-temannya, entahlah.

"Jung—"

"Hyung, aku pergi dulu." Pamitnya sembari membungkukkan badan. Tanpa Hoseok sadari, anak itu sudah berada di depan pintu apartemen, sudah memakai sepatunya.

"Ke mana?"

"Bertemu teman, hyung. Aku pergi." Tangannya bergerak guna menggerakkan kenop pintu ke bawah.

"Bahkan kau belum makan, Jungkook-ah!" Pekik Hoseok tatkala siluet Jungkook menghilang di balik pintu yang tertutup.

.

.

.

Taehyung membisu tatkala sesosok pemuda tinggi, berwajah manis dengan gigi kelincinya sudah berdiri di hadapannya. Pemuda itu tersenyum, menyapanya. Tapi Taehyung tetap membisu. Taehyung gugup, Taehyung bingung. Bahkan hatinya berdegup cepat saat pemuda itu menyuruhnya untuk duduk. Ya Tuhan, kenapa Taehyung jadi berlebihan seperti ini?

"Lama tidak bertemu, Taehyung sunbaenim." Jungkook tersenyum manis, menampakkan gigi kelinci lucunya yang membuat siapapun gemas melihatnya.

Taehyung terdiam. Lidahnya terasa kelu, sangat. Ia ingin sekali memanggil nama Jungkook, menanyakan kabar anak itu, menanyakan apakah— Ia masih kesal pada Taehyung yang sudah membentaknya pada saat itu?

"Sunbae, apa kabar?"

"Baik." Suara Taehyung terdengar serak, demi apa. Seterluka itukah dirinya saat Jungkook memanggilnya dengan sebutan 'sunbae'? Berlebihan, astaga.

"Kau terlihat tidak baik-baik saja. Sunbae sakit? Sunbae belum makan? Ayo kita ke restoran, aku juga belum makan."

"Terserah kau saja, Jungkook-ah."

Sesaat, Jungkook tertegun. Taehyung masih sama, pikirnya. Meskipun saat ini Ia terlihat tidak secerewet dulu, meskipun tatapan matanya tak secerah dulu, Taehyung masih sama. "Sunbae…"

"Hm?" Taehyung menoleh ke arahnya, menatapnya dengan serius; sama seperti biasanya.

Jungkook menggeleng. Ia beranjak dari duduknya lalu melangkah ke depan.

Taehyung masih diam. Ia masih duduk di tempatnya, matanya memandang punggung Jungkook yang perlahan menjauh. Namun Jungkook berhenti tak jauh darinya, menoleh ke arahnya lalu menatapnya dengan tatapan bingung.

"Sunbae tidak ikut? Ayo." Jungkook berbalik, menarik tangan Taehyung lalu kembali melangkah ke depan.

Taehyung menurut saja. Ia mengikuti langkah Jungkook di depannya. Dan sialnya, Jungkook menggenggam tangannya. Jantung Taehyung berdebar, demi Tuhan.

.

.

.

"Jadi, kenapa kau memanggilku ke sini?" Taehyung memulai percakapan saat keduanya hanya duduk diam menunggu pesanan di restoran pilihan Jungkook ini.

"Hm?" Jungkook menoleh ke arah Taehyung. "Aku bosan."

"Hanya itu?" Taehyung mengernyit. Untuk apa pula menemuinya jika alasannya hanya 'bosan'?

Jungkook terdiam. Mata bulatnya memandang ke bawah, enggan memandangi wajah Taehyung lebih lama lagi.

"Hey, aku bertanya."

"Aku—" Jungkook menggigiti bibir bawahnya. "Maaf kalau sunbae tidak suka dipanggil ke sini. Ah, ya Tuhan. Aku lupa, ini hari minggu. Seharusnya sunbae menghabiskan waktu dengan kekasih sunbae, Jung Min Ri sunbaenim." Jungkook merutuki dirinya sendiri. Bagaimana bisa Ia lupa jika Taehyung sudah memiliki kekasih? Jungkook bodoh, Jungkook bodoh.

"Kau belum mengetahuinya?" Taehyung memandang Jungkook dengan raut tak percaya.

"Apa?" Jungkook ikut memandang Taehyung, penasaran.

"Aku pikir beritanya sudah tersebar di seluruh sekolah. Kau benar-benar belum mengetahuinya? Selama ini kau ada di mana, Jungkook-ah?"

Seperti biasa, kata-kata Taehyung sedikit menyakiti hati Jungkook. Kapan Taehyung akan berhenti mengatakan kalimat pedas macam itu, sih?

"Kami sudah berakhir." Terdengar kekehan pelan terlontar dari bibirnya. Taehyung menepuk ringan pundak Jungkook. "Dan itu semua karena ulahmu."

"Apa yang—" Mata Jungkook melebar sempurna. Sesaat kemudian, berbagai prasangka buruk terlintas di benaknya.

Karenaku? Taehyung dan Min Ri sunbae putus karenaku?

Apa Min Ri sunbae tau jika aku mencintai Taehyung sunbae?

Apa Min Ri sunbae marah padaku? Dendam?

Atau—

"Aku mencintaimu, bodoh."

Matanya semakin melebar. Ia menatap Taehyung, tak percaya dengan semua yang dikatakannya barusan. Ia menggeleng kuat, lalu tertawa. "Tidak mungkin. Sunbae ini kan, normal." Lalu Ia tertawa lagi, melupakan hatinya yang kembali hancur karena perkataannya sendiri. Jungkook masih mencintai Taehyung, asal kalian tau. Ia sudah mencoba melupakan perasaan bodoh itu, tapi Ia tidak bisa.

Taehyung tak menjawab. Ia lebih memilih menikmati makanannya yang baru saja datang.

Jungkook melakukan hal yang sama seperti Taehyung. Ia masih bertanya-tanya, Ia benar-benar penasaran. Tadi itu, Taehyung bercanda, kan? Tidak mungkin Taehyung juga merasakan hal yang sama, pikirnya.

"Berhenti memanggilku sunbae. Aku tidak menyukainya." Ucap Taehyung disela kegiatan makannya.

Jungkook hanya terdiam.

"Berhenti mendekati Park Jimin. Anak itu memiliki obsesi untuk berada di dekatmu. Aku tidak suka."

Jungkook masih terdiam.

"Oh ya." Taehyung menghentikan kegiatan makannya, lalu Ia meminum sedikit orange juice pesanannya. "Kata Jimin, kau sering menerima telepon dan pesan saat latihan. Dari siapa?"

"Uh?" Jungkook tersedak. Setelah meminum minumannya, Ia memandang wajah Taehyung. "Eomma?" Jawabnya yang lebih terdengar seperti pertanyaan.

"Aku bukan eommamu, ya Tuhan." Taehyung berdecak pelan.

"Yang menelepon itu eomma." Jelas Jungkook lalu kembali melahap makanannya.

"Aku pikir itu kekasihmu."

Jungkook tersedak, lagi. "Aku tidak punya kekasih."

"Kau punya."

"Siapa?"

"Aku."

Jungkook tersedak, untuk yang ketiga kalinya. Matanya membelalak sempurna, bibirnya setengah terbuka. Ia terkejut, Ia senang, namun Ia marah, sedih. "Sunbae, hentikan semua ini."

"Apa?" Taehyung mengernyit sambil menatapnya.

"Jangan bercanda, Kim Taehyung sunbaenim. Kau—" Jungkook menelan salivanya secara kasar. "—normal"

"Siapa yang mengatakan hal itu?" Taehyung terkekeh pelan. "Siapa yang bilang kalau aku normal?"

Tanpa alasan, Jungkook merasa jika Ia marah. Ia emosi. "Sunbae, kubilang hentikan! Jangan bercanda! Kenapa kau begini, hah? Apa kau sedang melakukan taruhan? Dimana temanmu, hah? Pasti mereka sedang melihat kita dari tempat tersembunyi, iya kan?! Hentikan semua ini! Kau pikir aku murahan, hah?! Aku bukan pelacur yang—"

"Kalau benar ini taruhan, pasti aku yang pertama kali mengajakmu ke sini. Kalau benar ini taruhan, pasti aku tidak berlagak sedingin ini. Kalau benar ini taruhan, pasti—" Taehyung menghela nafasnya. "—jantungku tidak akan berdetak secepat ini." Taehyung mendengus. Lalu Ia mengumpat pelan, "Sial."

Jungkook menunduk. Air matanya menetes tanpa aba-aba, dan Ia bersyukur karena bibirnya masih dapat menahan suara isakan yang mendesak keluar. Jungkook tidak percaya dengan semua kalimat yang dikatakan Taehyung. Jungkook tidak akan, tidak ingin percaya pada semua kata-kata manis yang Taehyung ucapkan. Ia tidak ingin terjun ke dalam jurang yang sama, tidak untuk yang kedua kalinya.

"Jungkook-ah? Hey." Taehyung beranjak dari kursinya, berjalan ke sebelah Jungkook lalu berjongkok di sana. "Jangan menangis." Taehyung menangkup sebelah pipinya, lalu mengusap air matanya secara perlahan.

"Permainan macam apa ini?" Lirih Jungkook pelan, sangat pelan.

Taehyung terdiam. Jemarinya yang bergerak mengusap air mata Jungkook seolah membeku; ikut terdiam. Matanya menatap manik Jungkook yang tak menatapnya.

"Bersikap romantis, seolah kau sangat mencintaiku, tapi akhirnya kau mencampakkanku. Kau pikir aku boneka macam apa, Kim Taehyung?" Suaranya terdengar serak, sangat.

Taehyung masih terdiam, masih menatap Jungkook. Bahkan Ia dapat melihat bulir-bulir air mata yang tertumpuk di pelupuk matanya.

"Aku bilang hentikan semua ini, Kim Taehyung. Aku cukup senang karena bisa bersahabat denganmu saat itu. Aku sudah senang karena dapat melihatmu secara dekat. Aku kelewat senang karena kau selalu bersikap manis padaku, sebelum kau memiliki kekasih. Terima kasih untuk semuanya. Sungguh, jika kau tidak datang di kehidupanku seperti sekarang, mungkin aku sudah berada di dalam gundukan tanah karena memiliki obsesi berlebihan terhadapmu. Berlebihan, ya?" Jungkook tertawa pelan. Ia menepis tangan Taehyung yang masih bertengger di pipinya, lalu tersenyum pada si pemilik tangan. Seyuman yang membuat Taehyung merasa direndahkan.

"Jika saja aku tidak mengatakannya pada saat itu, jika saja aku bisa menahan semuanya, jika saja—" Jungkook menghela nafas kasar. "Jika saja kau tidak bertanya apa alasannya pada saat itu. Seharusnya kau tidak bertanya, Taehyung-ssi. Seharusnya kau tidak bertanya."

"Jungkook-ah…"

"Aku tidak mengenalmu."

"Jungkook-ah, kumohon…"

"Aku tidak melihatmu, aku sudah lupa akan dirimu."

"Jungkook-ah, maafkan aku…"

"Bodoh! Kubilang hentikan semua ini! Kubilang hentikan semua sandiwara yang sudah kau persiapkan sejak dulu!Aku tau semuanya, Kim Taehyung! Tidak perlu bersembunyi lagi, tidak perlu berpura-pura di hadapanku lagi karena aku sudah tau semuanya!" Tiba-tiba saja Jungkook berteriak tanpa kendali. Setelahnya Ia beranjak dari duduknya, lalu meninggalkan Taehyung yang terpaku menatap punggungnya yang menghilang di balik pintu yang baru saja tertutup.

.

.

.

.

.

Jungkook memeluk lututnya yang ditekuk dengan erat. Tubuhnya bergetar seiring dengan isakan kecil yang mengalun dari bibir pucatnya. Air mata yang sudah membasahi pipi sejak tadi kian menderas. Telinganya seolah tuli; Ia mengabaikan teriakan khawatir Hoseok yang beradu dengan suara ketukan pintu dari luar sana. Bibirnya seolah bisu, hanya bisa mengalunkan isakan dan tidak menjawab deretan pertanyaan Hoseok.

Jungkook tau, seharusnya Ia tidak begini. Seharusnya Ia bersikap baik pada Hoseok yang sudah berbaik hati ingin merawatnya disini. Tapi Ia tidak pernah membalas kebaikan Hoseok. Dua puluh menit yang lalu, Ia datang dengan keadaan berantakan dan langsung berjalan ke kamar. Ia mengabaikan pertanyaan Hoseok yang sudah jelas sekali mengkhawatirkannya dan lebih memilih untuk membanting pintu kamarnya dengan kasar hingga menimbulkan suara nyaring yang mengejutkan.

Jungkook sudah tau jika Hoseok akan ikut hancur melihatnya yang sudah hancur seperti ini. Tapi Ia tidak ingin peduli, Ia tidak ingin peduli dengan perasaan orang di sekitarnya saat Ia merasa bahwa dirinyalah yang paling hancur diantara semua orang yang berdiri di sekitarnya. Katakan saja Jungkook itu egois, atau semacamnya. Ia tidak akan peduli dengan semua itu.

"Jungkook-ah, aku tidak tau ada apa denganmu. Tapi kumohon, jangan seperti ini."

Itu Hoseok, tentu saja. Hanya dari suaranya, Jungkook sangat tau jika Hoseok teramat khawatir padanya. Namun, Jungkook masih terdiam.

Tubuhnya terasa remuk, dadanya terasa sesak; ini semua karena Ia terlalu lama meringkuk di sudut ruangan, paru-parunya butuh oksigen lebih. Tapi Jungkook masih enggan beranjak dari posisinya. Pikirannya berkecamuk, memikirkan semua kata demi kata yang meluncur dari bibir Taehyung beberapa jam yang lalu. Jungkook mengingat semuanya dengan jelas, bahkan Ia merasa jika dirinya mendengar suara Taehyung yang mengatakan tiap kata dan kalimat yang bersarang di pikirannya.

.

"Kami sudah berakhir."

"Dan itu semua karena ulahmu."

.

"Aku mencintaimu, bodoh."

.

"Aku pikir itu kekasihmu."

"Aku tidak punya kekasih."

"Kau punya."

"Siapa?"

"Aku."

.

"Kalau benar ini taruhan, pasti aku yang pertama kali mengajakmu ke sini. Kalau benar ini taruhan, pasti aku tidak berlagak sedingin ini. Kalau benar ini taruhan, pasti—"

"—jantungku tidak akan berdetak secepat ini."

.

"Jungkook-ah, maafkan aku…"

.

Dan Jungkook merasa jika Ia akan gila. Karena suara Taehyung terdengar begitu jelas di telinganya, seolah pemuda berparas menawan itu tengah berbisik di telinganya—sial. Itu membuat Jungkook takut, tapi sialnya lagi, Ia menyukai sensasinya.

Demi Tuhan, tolong singkirkan imajinasi Jungkook tentang Taehyung yang berbisik tepat di depan telinga Jungkook dan nafas sialannya yang menerpa permukaan kulit Jungkook, sial. Jungkook bertanya dalam hati, kenapa Ia bisa memikirkan imajinasi mengerikan ini disaat dirinya sedang hancur?

.

.

.

.

.

"Apa yang kau lakukan padanya?!"

Taehyung memandang heran sesosok pemuda di hadapannya yang baru saja membentaknya tanpa alasan yang jelas. Pemuda itu baru saja datang, berdiri di hadapannya sambil menatapnya garang, lalu membentaknya seperti tadi. Taehyung tidak mengerti, sungguh.

"Heh, kau tuli? Jawab pertanyaanku!"

Bugh

Taehyung terkejut bukan main tatkala pemuda itu mendaratkan sebuah tinjuan di rahang bawahnya. Itu menyakitkan, sungguh. Taehyung tidak mengenal pemuda di hadapannya ini, demi Tuhan. Apa urusannya? Apa maksudnya datang tiba-tiba dan dengan tidak sopannya membentak Taehyung, lalu tanpa aba-aba meninju rahangnya? Yang benar saja.

"Kau siapa?" Tanya Taehyung sembari mengusap rahangnya yang mulai membiru.

"Kau apakan Jungkookku, hah?!"

"Jungkookmu?" Taehyung mengepalkan tangannya. Tanpa alasan yang jelas, Ia merasa jika hatinya terbakar tatkala pemuda yang tak dikenalnya itu menyebut Jungkook dengan tambahan 'ku'. "Dia milikku, brengsek." Desis Taehyung. Mata hitamnya menatap sini pemuda yang sama sinisnya di hadapannya.

"Milikmu, huh?" Pemuda itu terkekeh. "Mati saja kau, Kim Taehyung."

Bugh

Satu tinjuan untuk pipi Taehyung.

Bugh Bugh

Taehyung membalas dengan emosi membara; akhirnya Ia tersulut emosi juga.

Bugh

Satu tinjuan lagi untuk rahang Taehyung. Taehyung bersiap untuk membalas, dan—

Bugh

Taehyung terlambat. Satu tinjuan telak sudah mendarat mulus di perutnya dan berhasil membuatnya memuntahkan darah, hanya sedikit.

Belum lagi Taehyung ingin membalas, pemuda itu sudah melangkahkan kaki jenjangnya untuk menjauh; meninggalkan Taehyung di taman belakang sekolah yang kebetulan sekali sangat sepi. Tentu saja sepi. Jika ramai, mana mungkin pemuda itu berani melakukan ini.

.

.

.

.

"Hai—"

"Astaga, Taehyung!"

"aw! Jangan sentuh, bodoh! Ini sakit."

Mata Jimin membelalak sempurna melihat kondisi sahabatnya yang kelewat mengenaskan ini. Wajahnya yang memar, ditambah lagi dengan noda darah mengering di sudut bibirnya. Dalam hati Jimin berniat mengomeli Taehyung, jika dugaannya benar, kalau Taehyung seperti ini karena Ia berkelahi, mencari masalah atau semacamnya.

"Kau berkelahi?"

Taehyung menggeleng pelan. Kali ini Ia sudah mendudukkan diri di sebelah Jimin. Beruntung saja keadaan kelas kali ini sangat sepi sehingga Taehyung tidak perlu repot menjawab deretan pertanyaan dari teman-temannya yang lain.

"Lalu wajahmu kenapa?"

"Ada yang memukulku, tentu saja." Taehyung terkekeh pelan melihat ekspresi Jimin yang menunjukkan jika Ia tak puas dengan jawaban Taehyung. "Tadi aku ke taman belakang, lalu ada orang yang tiba-tiba datang dan menghajarku tanpa alasan. Bahkan dia tau namaku." Taehyung bergelidik ngeri.

"He, apa? Itu gila!" Pekik Jimin histeris.

"Kau berlebihan. Aku baik-baik saja, kok. Pukulan orang itu— aw! Hey, ini sakit!" Taehyung meringis kesal saat Jimin kembali menekan memar di rahangnya dengan jari telunjuk. Ini sudah yang kedua kalinya sejak Ia memasuki kelas ini, demi apa.

"Kalau kau baik-baik saja, pasti tidak terasa sakit." Jawab Jimin dengan wajah sok polosnya.

"Dasar bodoh." Umpat Taehyung kesal.

"Memang kenapa dia memukulmu? Kau salah apa?"

"Aku tidak tau. Sesudah memukulku yang pertama kali, dia bertanya, 'Kau apakan Jungkook ku' dengan aksen berlebihan. Aku marah, tentu saja."

"Marah karena, 'Jungkook ku'?" Tebak Jimin memotong perkataan Taehyung.

"Apa yang—"

"Oke, lanjutkan saja."

Taehyung menghela nafas sejenak. "Lalu aku mengatakan kalau—"

"Jungkook itu milikmu?" Potong Jimin, lagi.

"Hey, dari mana kau tau!? Kau ada di sana, heh?!" Teriak Taehyung emosi. Jika saja dugaannya benar, Ia tak segan-segan memukul Jimin di sini.

"Hey, santai saja bung. Aku hanya menebak. Apa tebakanku benar?" Jimin terkekeh pelan.

"Ah—" Taehyung menghela nafas pelan. Dugaannya salah. Ah ya ampun, Jimin itu sahabatnya. Mana mungkin Jimin berkhianat. "Ya, kau benar. Lalu kami berkelahi dan, yah.."

"Apa?! Kau memukulnya juga?! Ya Tuhan, kau sudah berjanji untuk tidak berkelahi lagi, Kim Taehyung!" Pekik Jimin frustasi sembari memberikan hadiah untuk kening Taehyung berupa jitakan-jitakan kasar.

"Ya, hentikan, ya!"

.

.

.

.

Saat ini Jungkook sedang menikmati makan siangnya. Di kantin, ramai. Tapi Ia sendiri. Belakangan ini Jungkook lebih suka menyendiri. Lagipula, siapa yang ingin berteman dengannya? Mustahil saja membayangkan ada yang mau berteman dengan orang sepertinya.

Yang terkenal dengan sebutan, anak sok pendiam, tak acuh dengan keadaan di sekitarnya, sombong, angkuh, culun, anak manja.

Sialan. Orang zaman sekarang senang sekali menduga yang tidak-tidak. Nyatanya Jungkook tidak begitu. Apalagi dugaan terakhir. Anak manja, katanya? Sejak kapan Jungkook menjadi manja? Siapa yang bisa memanjakannya? Orang tuanya sibuk, dia tidak punya saudara kandung, Hoseok tidak mungkin memanjakannya. Tidak masuk akal sekali.

"Kookie? Kau melamun lagi?"

Jungkook sedikit terperanjat tatkala tiba-tiba saja di hadapannya kini seorang Jung Hoseok tengah menatapnya dengan tatapan bingung. Jarak wajahnya dengan wajah Hoseok dekat sekali, dan wajah Hoseok terlihat menyeramkan saat dilihat sedekat ini—ups.

"Sejak kapan hyung disini?" Tanya Jungkook dengan ekspresi kelewat polosnya.

"Sejak kau tidak menyadari keberadaanku." Hoseok terkekeh. "Bagaimana kabarmu?"

"Hyung—" Jungkook memutar matanya malas. "Kita selalu bertemu hampir setiap pagi. Kau masih menanyakan kabarku? Astaga." Jungkook menggeleng pelan, tak kuasa melihat tingkah hyungnya yang satu ini.

"Hehe." Hoseok menunjukkan cengiran bodohnya lalu tanpa permisi menyeruput minuman dingin milik Jungkook.

Jungkook ingin protes, tapi diurungkannya. Hoseok sudah banyak membantunya. Untuk apa protes hanya karena minumannya diminta?

"Jungkook-ah, jangan melamun." Tegur Hoseok.

"Ah—" Jungkook mengerjap pelan, lalu tersenyum kikuk. "Maaf, hyung. Ah ya, kenapa hyung ada di sini? Tumben sekali, biasanya saat istirahat seperti ini, hyung pergi ke ruang latihan bersama Jimin."

"Dia sunbaemu, Jungkook. Sopanlah sedikit." Hoseok menghela nafas tatkala Jungkook hanya menunjukkan cengirannya atas respon dari tegurannya barusan.

"Oke oke, maaf. Jimin sunbae, Jimin hyung, apalah."

"Anak pintar. Aku ke kelas. Sampai jumpa di apartemen, kelinci manis." Ucap Hoseok sebelum meninggalkan Jungkook yang melongo di tempat.

"Yak! Hyung! Kau belum menjawab pertanyaanku, aish!"

.

.

.

.

.

Taehyung meringis pelan tatkala Jimin dengan sengaja menekan luka lebam di rahangnya dengan kain basah. Tangannya melayangkan satu pukulan ringan di kening Jimin, bibirnya menggumamkan umpatan halus yang ditujukan pada sahabat tercinta. Jimin hanya menunjukkan cengiran tak bersalahnya lalu melanjutkan kegiatannya; mengobati luka lebam Taehyung.

"Parah sekali." Gumam Jimin seraya menggelengkan kepalanya.

"Apa?"

"Lukamu, bodoh. Ini akan membekas cukup lama, kalau tidak salah." Ucap Jimin setelah membersihkan peralatan untuk mengobati luka Taehyung.

"Biar saja. Yang penting aku masih tampan. Iya, kan?" Taehyung terkekeh pelan saat Jimin memelototinya dengan ekspresi jijik.

"Aku lebih tampan darimu." Ungkap Jimin dengan ekspresi berlebihannya. Ia membereskan kotak P3K di Ruang Kesehatan Sekolah yang terlihat cukup berantakan.

"Ya ya, terserah kau saja."

"Tae-ah."

"Hm?"

"Bagaimana kau dengan Jungkook?"

Taehyung terdiam sebentar. Lalu Ia menghela nafas pelan. "Entahlah."

"Kau mencintainya kan?"

Taehyung tidak menjawab.

"Kau harus bisa mempertahankannya, kau—"

"Aku pikir ini sudah berakhir, Jimin-ah."

Jimin mengernyit tak mengerti. Ditatapnya Taehyung yang tengah menunjukkan ekspresi frustasi yang begitu kentara. "Ada apa?"

"Dia membenciku." Lirih Taehyung, lalu Ia terkekeh. "Dia sangat membenciku, Jimin-ah."

"Kenapa kau berpikir begitu?"

"Karena dia membenciku."

.

.

.

"Aw, aw! Jimin! Berhentii, ya! Jimin!" Jungkook memekik tak karuan saat Jimin tanpa rasa kasihan menarik daun telinganya dan menyeretnya ke ruang latihan. Sial sekali. Makanannya belum habis, Ia masih lapar. Tapi manusia dengan tubuh kekurangan kalsium ini malah menyeretnya ke tempat lain.

"Apa sih?!" Bentak Jungkook tanpa sadar saat Jimin melepaskan tangannya dari telinga Jungkook. Telinga Jungkook memerah, wow.

"Jujur padaku, kelinci licik!"

"Ha?" Jungkook menganga tatkala sunbaenya yang satu ini tiba-tiba berkata begitu tanpa alasan yang jelas. Jujur katanya? Jujur apa? Tunggu, 'kelinci licik'? Sejak kapan Jimin memanggilnya begitu?

"Kau yang melakukan semuanya, kan?!"

Jungkook masih menganga, tak paham apa yang dilakukan sunbaenya ini.

"Kau yang membuat Taehyung datang ke kelas dengan keadaan babak belur, kan?! Kau yang membayar orang untuk menghajar Taehyung, kan?! Dasar licik! Seharusnya aku—"

"Tunggu." Jungkook menyela sebentar. Nada bicaranya tenang meskipun manusia di hadapannya ini terlihat sangat emosi. "Taehyung sunbaenim? Babak belur? Kenapa kau menuduhku?" Sekuat tenaga, Jungkook mencoba tidak terlihat panik.

Hell, siapa yang tidak panik saat seseorang mengatakan jika orang yang kau cintai sedang dalam kondisi tidak baik; babak belur?

Tunggu—

─orang yang kau cintai?

"J-Jadi…" Mata sipit Jimin mengedip lucu, gugup. Bahkan Jungkook tidak tau kenapa sunbae menyebalkannya ini bisa menjadi semanis sekarang. "Bukan kau?"

Jungkook menggeleng ringan. "Taehyung sunbae… Ugh—" Jungkook menggigiti bibir bawahnya ragu. "Dia baik-baik saja, kan?" Tanyanya lirih.

Jimin terdiam sebentar, lalu Ia mengangguk ragu. "Sepertinya begitu. Maaf sudah menuduhmu. Aku permisi." Jimin tersenyum tipis lalu berjalan menjauhi Jungkook yang sibuk dengan pikirannya.

Apa Taehyung sunbae baik-baik saja?

Apa dia kesakitan?

Siapa yang melakukan hal itu?

.

.

.

.

.

"Taehyung sunbaenim!"

Taehyung menoleh saat didengarnya suara yang begitu dirindukannya tengah memanggil namanya. Awalnya Ia berpikir bahwa dirinya sedang berimajinasi saja. Pasalnya Ia sangat merindukan sang empu suara ini. Tapi sayangnya si empu—menurut Taehyung sendiri—sudah membencinya—. Tetapi saat obsidian kembarnya melihat sesosok pemuda tampan dengan jas khas anak kelas satu di sini berlari kecil ke arahnya, Taehyung tertegun.

Antara percaya tidak percaya.

"Sunbae, kata Park Jimin kau babak belur? Siapa yang memukulmu? Apa kau baik-baik saja?"

Taehyung masih tertegun. Ia sungguh tidak percaya. Orang yang beberapa hari lalu membentaknya habis-habisan di depan umum kini menanyakan hal yang membuat Taehyung yakin jika orang di hadapannya ini tengah mengkhawatirkannya.

"Ah—" Ia tertunduk sedikit, lalu mengusap tengkuknya sebentar. "Maaf, kalau menurut sunbae aku tidak sopan. Aku hanya—"

"Jungkook-ah." Taehyung menyela dengan suara yang sengaja direndahkan.

Kali ini giliran Jungkook yang terdiam. Mata bulatnya menatap mata Taehyung yang kini juga menatapnya.

"Kau membenciku, kan?"

Jungkook masih terdiam. Tanpa sadar tangannya meremas jas sekolahnya dengan erat. Ia ingin menangis saat Taehyung bertanya begitu. Tidak mungkin, tidak mungkin Jungkook membenci orang yang sangat dicintainya sampai sekarang.

"Jung—"

"Kookie?"

Keduanya menoleh tatkala sebuah suara mengganggu momen keduanya. Taehyung menggerutu dalam hati, bersiap melafalkan serapah bagi siapa saja yang merusak momen dramatis ini. Namun saat netra Taehyung menangkap seseorang yang kini tengah merangkul Jungkook dan berbincang pelan, matanya melebar sempurna.

Itu orang yang sama, dengan yang memukulnya saat itu.

"Kau!"

Jungkook menoleh, begitu pula halnya dengan pemuda di sampingnya.

"Kau yang saat itu, kan?!"

"Apa-apaan?" Pemuda bernama Jung Hoseok itu terkekeh pelan, terkesan meremehkan. "Hey, aku ini sunbaemu. Sopanlah sedikit. Ayo, Kookie. Jangan dekat-dekat dengan orang tidak waras itu." Ucapnya seraya merangkul bahu Jungkook, membawanya menjauh dari Taehyung yang sibuk menahan amarahnya.

.

.

.

.

"Apa?! J-Jung Hoseok?"

"Ya. Sebelum dia pergi aku sempat membaca name tagnya."

"Kau… yakin?"

Taehyung mengernyit tak mengerti saat melihat respon Jimin. Lima belas menit yang lalu Ia bercerita tentang seseorang yang membawa Jungkook menjauh dari hadapannya. Ia juga berkata jika orang itu sangat mirip dengan yang memukulnya dua hari yang lalu. Bukannya marah atau mengomel, Jimin terkejut dan terlihat tidak yakin dengan pernyataan Taehyung.

"Kau kenal dia, Jimin-ah?" Tanya Taehyung, mengabaikan pertanyaan Jimin sebelumnya.

"Uh, oh—" Jimin menggigiti bibir bawahnya, ragu ingin menjawab atau tidak. Akhirnya Ia mengangguk. Tidak mungkin juga Ia berbohong pada sahabat setianya ini.

"Kau mengenalnya sangat dekat?"

"Dia senior di kelas dance, Taehyung-ah.. Dan.." Jimin terdiam sebentar. Menimbang-nimbang apakah Ia akan memberitahu soal ini atau tidak.

"Dan?"

"Dia orang yang paling berpengaruh dalam kehidupan Jungkook. Jung Hoseok.. Dia kakak sepupu Jungkook, Taehyung-ah. Sepertinya dia tau semuanya, semua tentangmu, semua yang berkaitan dengan Jungkook dan dirimu."

"Kalau begitu, aku dan Jungkook—"

"Aku ragu, Taehyung-ah." Jimin menghela nafas gusar. Hati-hati mengatakan kalimat selanjutnya, tak ingin melukai perasaan sahabat sehidup sematinya. "Aku ragu dia akan mengizinkanmu bersama Jungkook jika kejadiannya sudah begini,"

"Sudah kuduga." Taehyung menghembuskan nafas perlahan. Matanya menatap langit mendung di atas sana. Bibirnya membentuk segaris senyuman yang entah mengapa terasa menyakitkan. "Jim, kau tau? Aku pikir Jungkook membenciku, seperti halnya Hoseok sunbae yang begitu membenciku."

"Tidak." Jimin menolak tegas. Sorot matanya pun terlihat tegas saat bersitatap dengan Taehyung. "Dia mencintaimu." Jimin menghentikan kalimatnya, lalu kembali melanjutkan, "Dia sangat mencintaimu, Kim Taehyung."

.

.

.

.

"Jimin hyung!"

Jimin menoleh saat didengarnya sebuah suara memanggil namanya. Ia mengernyit saat melihat sesosok makhluk manis pemuda yang terkenal arogan saat berhadapan dengannya kini tengah menunjukkan ekspresi memohon yang entah mengapa terlihat begitu menggemaskan di mata Jimin.

"Jimin hyung!"

Pemuda bernama lengkap Jeon Jeong Guk itu mengguncang tubuhnya, menyadarkannya dari lamunan sialannya tentang Min Yoon Gi—salah satu sunbae yang menjadi target barunya—yang menunjukkan ekspresi sama seperti yang Jungkook tunjukkan tadi. Well, selain mesum, Jimin juga terkenal playboy, kalau kalian ingin tau saja.

"Jimin hyung, apa yang terjadi dengan Taehyung sunbae?!"

Jimin masih terdiam. Otaknya masih tak sanggup mencerna keadaan yang terjadi di sini. Baru saja Ia meninggalkan anak ini di ruang latihan, tapi Ia tiba-tiba muncul dengan wajah panik dan memanggilnya hyung? Wow, keajaiban dunia.

"Jimin hyung!"

"Eh, apa?" Jimin mengerjapkan matanya, baru saja tersadar dari lamunannya saat Jungkook berteriak tepat di depan telinganya.

"Taehyung sunbae kenapa?!"

"Tae? Um, dia.. Babak belur?" Jimin menjawab dengan ekspresi bodohnya. Rupanya otak malangnya ini belum bisa mencerna kejadian disini dengan baik.

"Iya aku tau, ya ampun!" Jungkook memekik frustasi, lelah menghadapi sunbaenya yang kelewat idiot ini. "Maksudku, kenapa Taehyung sunbae babak belur..?"

"Ah, itu." Jimin mengangguk mengerti. "Katanya, ada yang memukulnya saat Ia menyendiri di taman belakang."

"Hah?!" Mata Jungkook melebar, bibirnya setengah terbuka. Ekspresi terkejut yang membuat Jimin ingin tertawa sekarang juga. "Dimana dia sekarang, hyung?!"

"Sepertinya dia akan pulang sebentar lagi. Di gerbang, mungkin? Kenapa? Kau mau—"

"Terima kasih hyung, aku pergi!"

Belum lagi Jimin menyelesaikan kalimatnya, Jungkook sudah melesat secepat angin menuju gerbang sekolah. Awalnya Jimin kebingungan dengan sikap anak itu yang tiba-tiba berubah drastis. Namun selang beberapa menit kemudian, Ia tersenyum. Dalam hati berharap jika sahabat seperjuangannya akan mendapatkan cintanya kembali.

.

.

.

.

.

"Hoseok hyung?"

"Hm."

"Kau mengenal Taehyung sunbae?"

"Tidak. Aku hanya mengenalnya melalui ceritamu."

"Kalau begitu, apa Taehyung sunbae mengenalmu?"

"Bukan urusanku, manis."

"Hyung, umurku sudah diatas lima belas tahun. Berhenti mengatakan jika aku ini manis atau aku serius akan menendang bokongmu setelah ini."

Hoseok terkekeh sebentar. "Itu kenyataannya, sayang. Kau memang manis."

Jungkook memelototkan matanya. "Sayang?" Ia berkata dengan aksen jijik. Namun sedetik kemudian Ia tertawa renyah. "Hyung, itu menjijikkan."

"Bercanda." Hoseok menunjukkan cengiran bodohnya.

Untuk beberapa detik, Jungkook terdiam. Lalu Ia memandang Hoseok, ragu ingin mengatakan sesuatu yang tersangkut di pangkal lidahnya.

"Katakan saja, ada apa?" Ucap Hoseok tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop yang digunakannya untuk mengerjakan tugas mudah dari para guru tidak berkeperikesiswaan. Ia sudah hafal betul gerak gerik Jungkook.

"Hyung, sepertinya aku… Aku—" Jungkook menggigiti bibir bawahnya, ragu.

Hoseok menghentikan kegiatannya sejenak, lalu menoleh pada sang adik. Menatap matanya dalam-dalam, serius. "Ada apa?"

"Hyung…" Suaranya terdengar seperti rengekan halus. Bibirnya sedikit mengerucut, meskipun begitu terlihat sangat manis. "Aku bingung, hyung…"

"Ada apa, hm?" Ujar Hoseok setelah terkekeh melihat ekspresi Jungkook.

"Dari tadi kau bertanya 'ada apa'. Tidak ada pertanyaan lain?" Gerutu Jungkook seraya menghembuskan nafas kesal.

"Maaf. Oke. Apa yang terjadi? Apa yang membuatmu bingung?"

"Taehyung sunbae…"

Nama yang diucapkan Jungkook kurang dari satu detik yang lalu membuat Hoseok kembali menghentikan kegiatannya. "Kenapa?"

"Hyung, dia.. ugh- Dia bilang, dia mencintaiku, hyung.."

Hoseok terdiam, menunggu cerita selanjutnya dari sang adik.

"Saat malam itu, aku menangis, bukan karena Taehyung sunbae menyakitiku. Aku hanya… Aku bingung, hyung. Apa.. Apa benar dia mencintaiku?"

Hoseok masih terdiam. Matanya terfokus ke arah layar laptop kesayangannya. Ia tidak mengabaikan Jungkook. Telinganya masih dapat mendengar jelas segala curahat hati Jungkook. Ia hanya sedang mengerjakan tugas sembari mendengarkan curahan hati Jungkook.

"Hyung?" Jungkook menggigiti bibir bawahnya ragu sebelum melanjutkan, "Sepertinya aku masih mencintai Taehyung sunbae, hyung."

Hoseok menghentikan aktifitasnya lagi. Ia menoleh, menatap sedikit tidak suka ke arah Jungkook. "Kau masih mencintai orang yang sudah menyakitimu, Kook?" Ucapnya dengan penekanan hampir di setiap katanya.

"Sekarang dia berberbeda, hyung.. Dia—" Jungkook menunduk saat Hoseok menatapnya tajam. Ia tidak suka ditatap begitu. "—berubah." Bisik Jungkook lirih.

"Mungkin saja dia melakukan hal itu karena suruhan temannya. Jimin, ya. Jimin itu teman si Taehyung, kan?"

"Hyung, tidak.. Aku melihat ketulusan di matanya hyung, percayalah." Jungkook menatap Hoseok penuh harap.

Hoseok menghela nafas kasar. "Aku tidak suka dengan anak itu." Gumam Hoseok sebelum melanjutkan kegiatan 'mari-mengerjakan-tugas'nya.

"Kenapa?"

"Dia membuatmu sedih, menangis."

"Itu dulu, sekarang—"

"Sama saja, Kook sayang."

"Hyung.."

"Kook, dengar." Hoseok kembali menghentikan kegiatannya. Matanya menatap datar Jungkook yang menunjukkan ekspresi memohonnya. "Aku tidak suka—"

"Hyung, aku mau bertanya saja, daripada hyung membicarakan sesuatu yang tidak penting." Ucap Jungkook setengah mencibir.

"Silahkan." Gumam Hoseok seraya melanjutkan kegiatannya lagi. Dalam hati Ia berdoa agar kegiatannya tidak terganggu lagi.

"Tadi saat hyung menarikku pergi, Taehyung sunbae terlihat mengenal hyung.. Dia seperti—" Jungkook berpikir sejenak. "Marah?"

Hoseok diam. Masih menunggu Jungkook melanjutkan perkataannya.

"Hyung, kalau kau membenci seseorang, kau tidak akan segan-segan untuk menghajarnya. Kau pernah bilang begitu, iya kan?"

Hoseok mengangguk ringan, tanpa ragu.

"Kalau begitu, berarti—" Mata Jungkook sedikit membelalak. "Hyung yang menghajar Taehyung sunbae sampai babak belur?" Tanya Jungkook dengan suara setengah panik, seperempat terkejut, seperempat lagi, bingung.

"Kalau iya, bagaimana?"

"Hyung!"

"Jangan berteriak." Tegur Hoseok tegas. Ia melirik Jungkook sekilas, lalu kembali mengerjakan tugasnya. "Aku gemas saja dengan anak itu. Emosi juga, sebenarnya. Salah siapa membuat adik manisku menangis seperti kemarin lusa?"

"Kau berlebihan, hyung."

"Ini karena aku ingin melindungimu, bodoh."

Jungkook tertawa ringan. Rasanya Ia ingin marah, tapi marah pada Hoseok bukan ide yang baik. Bisa saja Hoseok tidak memberinya makan saat Ia marah, mengenaskan.

"Apa yang lucu? Tumben sekali, tidak marah saat Taehyungiemu disakiti."

"Biar saja." Jungkook tertawa lagi. "Setidaknya dia diberi sedikit pelajaran." Ucap Jungkook seraya menunjukkan cengiran manisnya.

"Tepat." Ucap Hoseok setelah mematikan laptopnya.

"Tapi hyung harus minta maaf juga. Sepertinya lebamnya parah."

"Iya iya, aku tau itu."

"Aku mengantuk. Dadah, hyung." Ujar Jungkook sebelum beranjak dari sofa lalu berjalan ke kamarnya, meninggalkan Hoseok di ruang tamu sendirian.

.

.

.

.

Taehyung hampir saja terjatuh dari kursi saat Jungkook tiba-tiba saja muncul di hadapannya dengan cengiran khas anak kecil miliknya. Matanya menatap bingung Jungkook yang masih bergeming di hadapannya; menunjukkan cengiran lucunya tanpa mengatakan apapun.

"Jung?" Akhirnya Taehyung memulai percakapan.

"Hai sunbaenim. Aku Jeon Jeong Guk. Aku perhatikan belakangan ini, sunbaenim terlihat seperti memikirkan sesuatu. Apa sunbaenim memikirkanku?"

Taehyung terperangah sebentar. Bibirnya terbuka setengah, matanya menatap Jungkook dari ujung rambut sampai dagunya. "Hei, hei. Apa maksudnya ini?"

"Aah, ternyata benaar.. Sunbaenim memikirkanku, senangnyaa.." Tanpa meminta persetujuan, Jungkook menarik kursi terdekat lalu duduk di sana, di sebelah Taehyung. Tangannya diletakkan di atas meja, lalu Ia menatap Taehyung dengan polosnya.

"Jungkook, astaga. Apa yang terjadi denganmu?"

"Sunbae, aku membuatmu sedih kah?" Tanya Jungkook, masih dengan ekspresi dan tatapan polosnya.

"Apanya?"

"Maafkan aku, sunbae."

"Hei, Jungkook-ah? Ada apa? Hei, jangan sedih, jangan menangis—ya ampun." Taehyung mendesah kasar. Ia bingung, sangat. Bagaimana bisa anak ini datang tiba-tiba, mengejutkannya dengan sikap aneh—tapi manis—nya lalu menunjukkan ekspresi bersalah yang begitu kentara seperti ini?

"K-Kata Jimin hyung—" Jungkook menggigiti bibir bawahnya, ragu untuk melanjutkan. Dadanya sesak, bahkan air mata sudah menggenang entah sejak kapan dipelupuknya. "S-Sunbae mencintaiku?" Lirih Jungkook dengan takut-takut. Ia menunduk, enggan menatap Taehyung. Dan saat itu juga, air matanya menetes tanpa aba-aba.

Taehyung tertegun. Lagi, bibirnya terbuka setengah. Namun kali ini matanya hanya menatap lurus pada sosok yang tertunduk di sebelahnya. Tak lama kemudian, Taehyung tersenyum. Dengan suara penuh kelembutan, Ia memanggil Jungkook, "Hei, Kookie.. Tatap mataku."

Takut-takut, Jungkook mengangkat kepalanya. Ditatapnya mata Taehyung ragu. Ia ingin menghindar, Ia takut.

"Anak itu berkata begitu padamu? Ck, kurang ajar."

Hati Jungkook berdenyut nyeri. Rasanya seperti ditusuk oleh benda tajam, untuk yang kesekian kalinya. Seharusnya Ia tidak begini. Seharusnya Ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan sunbae pendeknya yang satu itu. Seharusnya—

"Seharusnya kau tau itu semua dari aku, bukan dari Jimin. Tidak seru, jadi tidak romantis begini." Bibir Taehyung mengerucut lucu, terlihat kesal.

"A-Apa?" Air mata kembali menggenang di pelupuk matanya.

"Apanya yang apa?" Taehyung terkekeh sebentar. "Bukankah saat itu aku sudah mengatakannya, ya?"

Belum sempat Jungkook mencerna apa yang dikatakan Taehyung, suara baritone itu kembali menyahut.

"Aku mencintaimu, Kookie sayang. Jangan berpikir aku berbohong lagi. Bentakanmu saat itu masih membekas di sini." Ucap Taehyung diakhiri dengan akting menepuk dadanya dengan ekspresi kesakitan.

"Sunbae—"

"Hyung, Kookie. Panggil aku hyung."

"Hyung, jadi.."

"Jadi pacarku, Kookie sayang?" Lanjut Taehyung asal dengan cengiran anehnya.

"Ung." Jungkook menunduk. Rona merah mulai menghiasi pipi putihnya. Tanpa ragu dan sedikit malu-malu, Ia mengangguk.

"Manis sekalii.." Taehyung terkekeh.

"Ah, ung, hyung." Jungkook mengangkat kepalanya, menelusuri setiap lekuk wajah Taehyung dengan pandangan matanya. "Sudah baikan?"

Mengerti dengan yang ditanyakan kekasih barunya, Taehyung mengangguk. "Sepertinya begitu. Ada apa?"

"Maafkan Hoseok hyung, ya."

"Hoseok, hyung?" Samar, ekspresi di wajah Taehyung berubah marah, emosi. Namun saat melihat wajah Jungkook, emosinya melunak.

"Ya.. Hyung pasti mengenalnya kan? Dia yang, uh—" Jungkook melirik Taehyung. "Membuatmu babak belur seperti ini."

"Dia sangat membenciku, ya?" Taehyung terkekeh samar. Jungkook membuatnya ingat dengan si kakak sepupu itu. "Dia kakak sepupumu, jadi.. Kalau dia tidak suka denganku, kau boleh pergi."

"Tidak, tidak!" Jungkook menggeleng cepat dengan mata yang melebar, panik. "Hoseok hyung tidak bermaksud begitu.. Dia, dia hanya salah paham. Ugh, hyung.."

"Dia sangat membenciku, ya?" Ulang Taehyung.

"Dulu, iya.." Jungkook menggigiti bibir bawahnya, lagi. Ia gugup, ya ampun. "Sekarang, tidak."

Taehyung terdiam.

"Dia bilang hanya ingin memberi pelajaran pada hyung karena, ugh.." Jungkook menunduk malu saat rona merah kembali menghiasi pipinya. "Karena aku menangisimu lagi, hyung. Ya ampun, memalukann.." Jungkook melirih di akhir kalimat. Wajahnya pasti sudah semerah tomat, ya ampun.

"Menangisiku? Maaf.. Aku tidak—"

"Aku menangis karena aku merindukanmu, hyung."

"Jungkook-ah.."

"Aku menangis karena aku takut kehilanganmu."

"Kookie.."

"Aku menangis karena—" Jungkook menatap Taehyung dalam-dalam, dengan mata yang kembali meneteskan air yang sudah membasahi pipinya yang memerah. "—aku mencintaimu, hyung."

Taehyung tersenyum. Ia merengkuh tubuh Jungkook, membawanya dalam pelukan hangat sambil membisikkan tiap kata-kata cinta yang sudah lama terpendam.

"Aku mencintaimu, Jeon Jeong Guk."

"Aku menyayangimu."

"Jangan pergi lagi, maafkan aku."

"Aku menyesal, aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu."

Saat Jungkook merengek dipelukannya, Taehyung terkekeh pelan. Ia mengecup sayang kening Jungkook, lalu kembali membisikkan kata-kata cinta yang sama.

Dan momen indah itu harus berhenti saat Jimin, ditambah Hoseok, datang dan langsung berteriak histeris melihat Taehyung dan Jungkook yang seperti ini saat kondisi kelas sedang sepi.

"AAAAA! MANIS SEKALI, YA AMPUN!"

"KIM TAEHYUNG, KAU APAKAN LAGI ADIKKU?! JANGAN MACAM-MACAM, INI SEKOLAH, DEMI APA, ASTAGA!"

Dan keduanya—Taehyung dan Jungkook—hanya mampu tersenyum kikuk menghadapi kedua manusia di hadapan mereka ini. Lalu mereka tertawa geli melihat ekspresi masing-masing. Jungkook memekik sambil tertawa saat Hoseok pura-pura menjewer telinga kanannya. Taehyung mengaduh kesakitan saat Jimin mencubiti pipinya tanpa ampun.

Yang pasti, mereka bahagia untuk saat ini, besok dan seterusnya. Sangat bahagia. Karena Jungkook tau, Taehyung tidak akan menyakitinya lagi. Dan karena Taehyung tau, Jungkook adalah hal terindah yang dimilikinya mulai saat ini; sehingga Ia tidak boleh merusaknya barang sekalipun.

fin

Hai semua yang sudah berbaik hati menunggu fanfic ini!^^
Sebelumnya aku minta maaf banget, baru bisa update sekarang.. Setiap mau ngelanjutin ini pasti ngeblock mulu T,,T Maafkan diriku hng T..T
Dan, aku mau bilang makasih buat semua yang udah nungguin fanfic ini sampai lumutan/? xD Demi apapun, aku sayang sama kalian! Terlebih buat yang kasih review yang demi apa bikin aku ketawa-ketawa sendiri pas bacanya :v

Seperti biasa, ini balasan review yang lain/?buat kalian…

Vkooke Haai, udah aku lanjut nih ya xO Makasih buat semangatnya xD

Akmy Sumpah deh, dari awal chapter sampai sekarang aku jadi semangat sendiri setelah liat review kamu xD Makasih udah mau nunggu/?:' Maaf kalau chap ini gak sesuai keinginan dan sama sekali gak fast update, huhuhu T..T

Vkookie Aaah, makasih udah mau menunggu fanfic ini^^ Semoga chapter ini memuaskan(?)

Guest Adduuh, sorry banget nih.. Awalnya mau bikin slight HopeMin, tapi aku bingung meletakkan momen couple absurd/? Itu dimana T.T Sekali lagi maaf yaa, maaf juga karena bikin lama nunggu..

Naah.. Selesai xD
Oh ya, mohon maaf buat yang reviewnya gak kebalass.. u.u

AND SPECIAL THANKS FOR ALL READERS YANG BERBAIK HATI MEREVIEW DI FANFIC INI XD /brb matiin caps lock/

Afyb | Kookiestaetae | ulyalenivk3001 | machillaloannindisch1 | Jvz1230 | ayuya24 | Maulina97 | babykook | YulJeon | Phigukie | Pungqi | anyavsyh | CypherJeon | Han Eun Kyo | Bunny | Guest | vkook | gitta | akmy | Kim Vanny | WONWOOCAPER | Riska971 | KPOPfics | nuruladi07 | VampireDPS | Kira | Rosita818 | Reepetra | butlerkook | rizqiqaharini | Guest (2) | vkookie | 9094 | anyavsh | Reechan07 | LuluHD | yukiyukaji | tayhyung | BunnyJungie | nadhoot

See you~ ^^