Title : It's Wrong

Genre : Brothership, Bromance, Sad, Hurt
Cast : Kim Taehyung or V (BTS), Jeon Jeong Guk or Jungkook (BTS) and Jung Min Ri (OC)
Length : Oneshoot
Rating : T

.

.

.

Jungkook tau ini salah. Tapi, Ia tidak bisa berhenti mencintai Taehyung barang sedetikpun.

.

.

.

Jeon Jeong Guk atau kerap disapa Jungkook, ialah seorang pemuda tampan yang─sangat─pintar. Banyak orang yang menyukainya, bahkan mencintainya. Perempuan atau laki-laki, senior atau junior, teman sekelas atau bukan, semua menyukainya, , Jungkook tidak pernah mengerti bagaimana rasanya cinta. Cinta yang sebenarnya. Yang bukan main-main.

Selama ini, Jungkook mengiyakan saja ajakan para senior, teman sebaya bahkan juniornya untuk berpacaran. Berpacaran dengannya, tentu saja. Maksudnya, Jungkook menjadi kekasih mereka. Ya, begitu.

Bukan bermaksud mempermainkan hati semua orang yang ingin menjadi kekasihnya. Jungkook hanya menghargai mereka. Jungkook pun mengerti rasanya tak dihargai saat mencintai seseorang, meskipun pada nyatanya Ia tidak pernah mencintai siapapun. Jungkook tidak pernah mencintai, Ia hanya pernah─sering sekali─dicintai.

Sayangnya semua kenyataan di atas harus dimusnahkan begitu saja saat Jungkook untuk yang pertama kalinya melihat seorang senior berjalan di hadapannya. Wajahnya tampan, tubuhnya tinggi, dan sialnya Jungkook menyukainya. Sangat sangat menyukainya. Atau bahkan, mencintainya?

Setiap malam Jungkook memikirkannya. Terlebih saat Ia mengetahui nama seniornya itu. Kim Taehyung. Namanya indah, menurut Jungkook. Dan bagi Jungkook, semua yang dimiliki seniornya itu indah, sangat indah. Wajahnya, matanya, hidungnya, bibirnya, lengannya, kakinya, semuanya. Jungkook seolah terobsesi dengan semua itu.

Namun, disaat yang sama, beberapa pertanyaan mengambang dibenaknya. Kenapa Ia mencintai seseorang yang 'sejenis' dengannya? Kenapa Ia mencintai Taehyung, yang nyatanya adalah seorang lelaki sepertinya? Apa yang dipikirkannya sehingga terjerumus ke dalam pesona Taehyung?

Dan tepat sebelum Ia berpikir lebih lanjut tentang jawaban atas pertanyaan tadi, Ia dikejutkan oleh sesosok mahkluk tampan yang sedari tadi berada dipikirannya. Jungkook terdiam, mata bulatnya membelalak lucu. Ia terkejut. Ia bingung harus melakukan apa saat pemuda bernama Kim Taehyung itu menyapanya dengan senyuman yang selalu menjadi faVoritnya selama ini.

.

"Mm, Jeon Jeong Guk, kan?"

Suaranya─ Suaranya terdengar begitu merdu di telinga Jungkook, ya Tuhan.

"Hei, kau baik-baik saja?"

Tolong selamatkan Jungkook. Jungkook terlalu gugup, sangat gugup.

"Jeon Jeong Guk?"

"Eh─" Jungkook mengerjap cepat; baru saja tersadar dari lamunannya.

"Kau Jeon─"

"Jungkook, panggil saja Jungkook. Umh, yah, Jungkook." Ucapnya gelagapan.

"Ah, baiklah." Taehyung tersenyum. Dan demi apa, senyuman itu berhasil membuat hati Jungkook meleleh saat itu juga.

Jungkook terdiam. Ia menunduk, tak sanggup memandang wajah Taehyung dengan jarak sedekat ini.

"Aku perhatikan, belakangan ini... Kau─" Taehyung tampak berpikir sejenak. "─selalu memperhatikanku?"

Bingo! Tertangkap basah sudah kegiatan seorang Jeon Jeong Guk selama ini. Sudah dapat dipastikan jika wajahnya memerah kali ini. Jungkook malu, sangat malu. Sampai-sampai Ia ingin menangis saat ini juga.

"Hey, hey." Taehyung menyentuh pundaknya, lalu menepuknya pelan. "Tidak usah canggung begitu. Aku senang diperhatikan oleh dirimu." Ucap Taehyung.

Jungkook terdiam lagi. Ia masih tertunduk dan matanya kembali membelalak sempurna. Berkali-kali Ia mengulang kalimat terakhir yang Taehyung ucapkan. Taehyung senang diperhatikan olehnya?

"Daripada memperhatikan dari jauh seperti itu, bagaimana kalau kita berteman saja?" Tawar Taehyung sembari menunjukkan senyuman khasnya.

"Hanya teman?" Gumam Jungkook sangat pelan, berharap Taehyung tak mendengarnya. Namun beberapa detik kemudian, Ia tersenyum sembari menatap Taehyung. "Ayo kita berteman, sunbae-nim."

.

.

.

.

.

Hari demi hari berlalu, dan Jungkook masih setia ditempatnya. Ia masih berada di samping Taehyung, selalu. Selama Taehyung tidak menyuruhnya menjauh, Ia akan terus mendekat. Selama Taehyung masih menerimanya dengan baik, Ia akan terus datang ke kelas Taehyung tepat setelah bel istirahat dibunyikan. Selama Taehyung tidak mengetahui perasaannya yang terpendam selama ini, Ia akan baik-baik saja.

.

"Tae-hyung!" Jungkook selalu menyukai hal ini. Saat Ia memanggil nama hyungnya, lalu Ia menoleh dengan senyuman khas yang ditujukan untuk Jungkook.

"Hai Kookie." Taehyung mengusak rambut Jungkook, lalu Ia tertawa saat wajah juniornya tertekuk lucu; Jungkook selalu mengatakan jika Ia tidak ingin rambutnya berantakan namun Taehyung senang sekali membuat rambut Jungkook berantakan.

"Menyebalkan, hish." Gumam Jungkook sembari merapikan rambutnya.

"Kau tampan saat rambutmu berantakan, Kook." Ujar Taehyung disela tawanya yang belum juga mereda. Ia selalu tertawa saat Jungkook seperti ini, saat wajah Jungkook menunjukkan ekspresi cemberutnya yang sangat lucu bagi Taehyung.

Setelahnya, Jungkook terdiam. Matanya mengerjap beberapa kali. Berkali-kali, otaknya mengulang kalimat yang diucapkan Taehyung tadi. Ini terlihat berlebihan, tapi, Jungkook sangat senang apabila Taehyung berkata seperti itu; berkata bahwa Ia tampan. Ia sangat senang, sampai-sampai rasanya kakinya tak berpijak di tanah lagi.

"Hei, Kook. Ayo ke kantin?" Ucap Taehyung sembari berjalan mendahului Jungkook.

Dan sama seperti biasanya, Jungkook akan selalu mengikuti Taehyung dari belakang.

.

.

Jungkook memakan makanannya dengan malas. Wajahnya kembali tertekuk, cemberut. Pasalnya, sebelum melahap makanan yang ada di hadapannya ini, lagi-lagi Taehyung membuat rambutnya berantakan dan sekaligus melarangnya untuk merapikan rambutnya. Jungkook tidak suka rambutnya berantakan, demi apapun. Dan melihat Taehyung yang terkikik disela makan siangnya di kantin ini membuat nafsu makan Jungkook semakin menurun.

.

"Jungkook-ah, aku ingin bercerita." Ujar Taehyung sembari menyeruput jus mangga dari gelasnya.

Beberapa detik kemudian, mata bulat Jungkook memandang wajah Taehyung dengan serius─atau bahkan kelewat serius─. Ia selalu seperti ini saat Taehyung ingin bercerita. Antusias, tapi berlebihan.

"Sebenarnya aku malu sekali menceritakan hal ini padamu. Tapi, ugh.. Aku tidak tau harus bercerita pada siapa lagi selain denganmu." Gumam Taehyung sembari mengusap tengkuknya.

"Ayo cepat ceritakan, hyung. Aku tidak akan bilang siapapun, janji."

"Oke, baiklah. Aku, sebenarnya... Sebenarnya aku─" Taehyung menghela nafas kasar. Lalu melanjutkan, "Aku sedang jatuh cinta, Jungkook-ah."

Jungkook terdiam. Entah mengapa, tiba-tiba dadanya terasa sesak. Seperti ada yang meremas hatinya kuat-kuat, namun tak terlihat siapa yang meremasnya. Nafasnya tercekat, terlebih saat Ia mengatakan hal yang seharusnya tak dikatakannya. "Jatuh cinta pada siapa, hyung?"

"Ugh, kau tau... Jung Min Ri?" Taehyung mengusap tengkuknya lagi. Ia terlihat sangat gugup kali ini.

"Ya, aku tau." Ujar Jungkook pelan, bahkan sangat pelan.

.

Tentu saja, tentu saja Jungkook tau siapa itu Jung Min Ri. Siapa yang tidak mengenal murid terpintar di sekolah ini? Siapa yang tidak mengenal murid tercantik di sekolah ini? Siapa yang tidak mengenal murid terbaik di sekolah ini? Siapa yang tidak mengenal Jung Min Ri, gadis yang paling disegani semua orang di sekolah ini?

Jungkook pintar, tapi Ia tidak sepintar Jung Min Ri. Jungkook sempurna, tapi Ia tidak sesempurna Jung Min Ri. Dalam hati, Ia merutuki dirinya yang seenaknya mencintai senior, sunbae yang seharusnya tak dicintainya. Ia mengumpat dalam hati untuk dirinya sendiri. Untuk dirinya yang bodoh, yang sudah mencintai Taehyung tanpa alasan yang pasti.

.

"Jungkook-ah, ayo ke kelas. Sebentar lagi jam istirahat akan berakhir."

.

Dan kali ini saja, bolehkah Jungkook menyalahkan Taehyung? Bolehkah Jungkook merutuki Taehyung? Bolehkah Jungkook berteriak dihadapan Taehyung, jika semua ini adalah kesalahannya? Kesalahannya, karena Ia tidak pernah mengerti isi hati Jungkook. Karena egois, selalu memikirkan diri sendiri ketimbang memikirkan seorang pemuda lemah yang selalu mengekorinya, yang selalu ingin mendapat perhatian lebih darinya. Karena dirinya selalu menang, selalu berhasil membuat Jungkook luluh hanya dengan tatapan matanya. Bolehkah Jungkook melakukannya?

.

.

.

.

.

Hari ini, tepat di hadapan Jungkook, Taehyung akan menyatakan perasaannya kepada Jung Min Ri. Taehyung yang memintanya ke sini. Taehyung yang memintanya menyaksikan momen yang harusnya menjadi momen bahagia untuk semuanya. Tapi tidak, tidak untuk Jungkook. Tidak, karena sialnya Jungkook masih mencintai Taehyung hingga saat ini, sangat mencintainya. Awalnya, Jungkook ingin menolak. Namun, tatapan memohon dari Taehyung membuatnya luluh, membuatnya kembali mengalah. See? Selalu Taehyung yang menang, selalu.

Jungkook berharap sekali, jika saat perjalanan menuju sekolah tadi, Ia mengalami kecelakaan yang setidaknya membuatnya tidak menemui Taehyung untuk hari ini saja. Atau sekaligus membuatnya buta, sehingga Ia tidak dapat melihat Taehyung lagi, sehingga Ia tidak mencintai Taehyung lagi. Tapi sayangnya Tuhan berhendak lain. Tuhan membuatnya selamat sampai di sekolah. Dan Tuhan membuat Jungkook sanggup berdiri di hadapan Taehyung yang tengah berdiri menatap netra milik gadis pujaan hatinya.

.

"Min Ri-ah, aku tau ini terlalu cepat untukmu, untuk kita."

Ingin sekali rasanya Jungkook menutup telinganya. Ingin sekali rasanya Jungkook berlari sejauh mungkin; meninggalkan Taehyung bersama Min Ri. Namun saat ini, tubuhnya terpaku, mati rasa, tak dapat digerakkan.

"Tapi aku, aku terlanjur mencintaimu. Aku sangat mencintaimu, Min Ri-ah. Maukah kau menjadi kekasihku?"

Dan sekali lagi, Jungkook sangat berharap jika semua ini mimpi. Dan jika benar ini mimpi, Jungkook ingin sekali segera terbangun dari tidurnya.

"Aku─" Gadis bersurai sebahu itu tertunduk malu. Pipinya merona, jantungnya berdegup kencang; gugup. "Aku mau, Taehyung-ah. Aku mau menjadi kekasihmu."

Dan lagi, tolong ingatkan Jungkook untuk memperbaiki tiap sisi hatinya yang telah hancur berkeping di dalam sana.

.

.

.

.

.

Jungkook terus melangkahkan kakinya. Matanya mengerjap sesekali, mencoba menghilangkan rasa perih yang semakin lama semakin terasa. Tangannya mengepal kuat, seolah hal itu dapat membuat rasa sakit pada hatinya berkurang. Jungkook ingin sekali berbelok saat dilihatnya sebuah tikungan di depan sana. Namun Ia tidak bisa. Ia masih mengekori Taehyung, yang mungkin sudah tidak menganggapnya ada.

Tentu saja. Mana mungkin Taehyung menganggap Jungkook ada jika disebelahnya sudah ada seorang gadis berperawakan bak seorang model? Tsk, sangat mustahil.

Jungkook itu bodoh. Sangat bodoh, mungkin. Ia bodoh, karena masih saja mengekori Taehyung disaat seperti ini. Bahkan Ia tidak peduli dengan desas desis komentar pedas orang-orang yang melihatnya seperti ini. Setidaknya Taehyung tidak merasa terganggu, pikir Jungkook. Sejak awal, Jungkook sudah bertekad, Ia akan berhenti berlaku seperti ini jika Taehyung melarangnya, menyuruhnya berhenti. Tapi Taehyung belum melakukannya, kan? Taehyung belum melarangnya, belum menyuruhnya berhenti.

Jungkook hanya akan terdiam jika Taehyung mengabaikannya. Jungkook hanya akan tersenyum tipis saat Taehyung tertawa bersama kekasih barunya. Jungkook hanya akan mengepalkan tangannya kuat-kuat saat mereka─Taehyung dan Min Ri─bersikap kelewat mesra di hadapannya. Dan Jungkook hanya akan menangis dalam diam dikala dirinya sudah mengunci pintu kamarnya rapat-rapat.

.

.

.

.

.

'Tae-hyung, ayo bertemu di tempat biasa :D Hanya kita berdua, hyung. Bisa, kan? Aku menunggumu^^'

Taehyung mengernyit heran setelah membaca isi sebuah sticky note berwarna biru muda yang tertempel di atas mejanya. Ia sangat mengenal tulisan tangan milik siapa ini. Ia juga tau siapa yang rela bangun di pagi buta dan lekas pergi ke sekolah demi menempelkan sticky note yang biasanya berisi kalimat penyemangat atau pertanyaan-pertanyaan yang membuat Taehyung tersenyum. Tapi kali ini, kenapa isinya adalah sebuah ajakan?

Saat Taehyung memilih untuk menelepon si penempel sticky note, yang didengarnya hanya suara operator yang menyatakan jika nomor yang ditujunya sedang tidak aktif. Taehyung penasaran, sangat. Jadi, Ia langsung melesat menuju tempat yang dimaksud si penempel sticky note. Setibanya di sana, Taehyung mencoba mengatur nafasnya. Pasalnya, Ia berlari dari kelasnya hingga ke sini.

Matanya memandang sekeliling, mencari seseorang yang membuatnya penasaran setengah mati. Taehyung mendesis pelan tatkala yang dilihatnya hanya pemandangan kosong; tanpa adanya satu mahkluk hidup di sana. Dalam hati Ia merutuki adik kelasnya yang kelewat kekanak-kanakan itu.

.

"Jadi kau membohongiku, Jeon Jeong Guk? Awas saja." Gumamnya.

"Tidak kok, hyung." Dan tiba-tiba, seseorang yang sedari tadi membuat Taehyung penasaran berdiri tepat di belakang Taehyung.

Taehyung menoleh ke belakang. Tanpa sadar, senyumnya mengembang. "Ada apa, Jungkook-ah?"

"Aku merindukanmu, hyung." Suaranya terdengar serak, namun sayangnya Taehyung tidak menyadarinya.

"Eh? Bukannya selama ini kita selalu bersama, Jungkook-ah? Bukannya selama ini kau selalu mengikutiku?" Tanya Taehyung dengan polosnya. Entah sadar atau tidak, Ia baru saja menyakiti hati Jungkook dengan pertanyaan tadi.

"Aku tau." Jungkook tertawa pelan; terdengar memilukan, tetapi lagi-lagi Taehyung tidak menyadarinya. "Hyung, bagaimana hubungan kalian?" Jungkook mengepalkan tangannya saat dadanya terasa amat nyeri. Ternyata, pertanyaan yang dilontarkannya beberapa detik yang lalu dapat memberikan efek samping pada hatinya, ajaib sekali.

"Uh? Aku dan Min Ri?"

Jangan sebut nama itu, Tae-hyung bodoh. Batin Jungkook sembari mengepalkan tangannya lebih kuat.

"Kami baik." Taehyung tersenyum lebar. Dan kali ini, entah mengapa senyuman itu membuat Jungkook ingin menangis. "Kau sendiri?"

"Apa?"

"Bagaimana kabarmu?"

"Ah─" Jungkook tersenyum simpul. "Aku baik." Dustanya dengan senyuman manis bak gula yang menjadi topeng akan air matanya.

"Jungkook-ah, sebenarnya ada apa? Kenapa memanggilku ke sini?"

"Kau tidak suka kupanggil ke sini ya, hyung?" Jungkook menghela nafas. "Maaf."

"Bukan, bukan begitu Jungkook-ah. Aku─"

"Tentu saja hyung tidak suka. Lagipula untuk apa menemui sahabat yang tak lebih penting daripada kekasihnya? Pasti Min Ri-sunbaenim akan memarahiku kalau tau hyung menemuiku." Suaranya bergetar, air matanya menggenang. Namun Jungkook berusaha sebaik mungkin untuk menyembunyikan semua itu dari Taehyung.

"Jungkook-ah, jangan begitu. Aku tidak begitu, kok. Min Ri tidak mungkin marah. Jungkook-ah, sebenarnya ada apa?" Jujur saja, kali ini Taehyung panik. Baru pertama kali Ia melihat Jungkook seperti ini. Awalnya, Jungkook tidak pernah menyalahkan dirinya sendiri di hadapan Taehyung.

"Hyung, aku mohon─" Sekuat tenaga, Jungkook mengumpulkan keberanian untuk melanjutkan kalimat ini. "─perintahkan aku untuk berhenti menemuimu, untuk berhenti mengikutimu, untuk berhenti melihatmu." Dan air matanya menetes begitu saja.

Taehyung tercengang. Firasat buruk menghampirinya, membuat jantungnya seolah berhenti berdetak. "Apa maksudmu, Jungkook-ah?!" Teriaknya tanpa sadar.

.

Isakan kecil tercipta dari bibirnya, air mata semakin membasahi pipinya. Jungkook menunduk, lalu membekap mulutnya dengan kedua telapak tangan guna meredam suara isakannya. Jungkook pernah mengatakan pada Taehyung jika Ia tidak suka dibentak. Jungkook sangat yakin jika hyungnya mengingat hal itu. Tapi, mengapa Taehyung membentaknya?

.

"Jungkook-ah..." Suaranya melembut, seolah mencoba menenangkan. Tangannya terulur guna menggapai pundak Jungkook, lalu mengusapnya secara lembut. "Maaf.."

Jungkook masih sama; terisak dan meneteskan air mata. Namun, dengan suara yang bergetar, Ia berkata, "K-Kumohon, hyung. Kumohon."

"Kenapa? Kenapa kau memintaku melakukan hal itu, Jungkook-ah?" Lirih Taehyung sembari meremas pelan sebelah pundak Jungkook.

"A-Aku─" Isakannya semakin menjadi. Ingin rasanya Jungkook mengatakan yang sebenarnya pada Taehyung. Tapi, apa gunanya? Lagipula, mana mungkin Taehyung juga mencintainya. Taehyung itu normal, dan tentunya sudah memiliki kekasih.

"Katakan padaku." Taehyung menatap netra Jungkook lamat-lamat, serius.

.

Jungkook kembali diluluhkan oleh tatapan matanya. Air matanya semakin menderas, namun isakannya perlahan mereda. Ia enggan menatap netra Taehyung, namun tatapan mata Taehyung seolah mengunci semuanya.

.

"Katakan padaku, Jeon Jeong Guk." Nada bicaranya terdengar serius, sama halnya seperti tatapan matanya.

"Aku tidak bisa, hyung." Lirihnya disela isakan yang belum sepenuhnya mereda. "Aku tidak bisa mencintaimu dengan cara seperti ini." Lirihnya sepelan mungkin, sangat berharap jika Taehyung tidak mendengarnya.

.

Beberapa detik kemudian, Taehyung terdiam. Matanya masih menatap Jungkook, tangannya masih meremas bahu Jungkook. Namun, tatapan yang awalnya memancarkan keseriusan kini memancarkan sesuatu yang tak dapat dideskripsikan. Kecewa? Marah? Sedih?

.

"Maaf, hyung." Lirihnya lagi setelah isakannya mereda. Ia tertunduk, tak sanggup lagi menatap netra Taehyung.

"Jungkook-ah, katakan jika kau berbohong."

Jungkook menggeleng lemah. Ia masih tertunduk, masih enggan menatap netra Taehyung.

"Pergi."

Entah mengapa, nada yang digunakan Taehyung untuk mengucapkan kalimat tadi terdengar begitu dingin di telinga Jungkook.

"Kau yang menyuruhku bukan? Kau yang menyuruhku melakukan ini. Jangan menyesal, Jeon Jeong Guk." Bisik Taehyung tepat di hadapan telinganya.

Jungkook masih terdiam di tempatnya. Menunggu apa yang akan dikatakan Taehyung setelah ini.

"PERGI DARI KEHIDUPANKU, GAY MENJIJIKKAN! JANGAN PERNAH MENGIKUTIKU LAGI, JANGAN PERNAH BERDIRI DI BELAKANG APALAGI DI HADAPANKU! JANGAN PERNAH TEMUI AKU LAGI, DASAR BRENGSEK! ENYAH KAU DARI KEHIDUPANKU!"

.

Dan Jungkook yakin, segala kalimat yang terucap dari bibir Taehyung adalah kejujuran yang sangat murni. Kejujuran yang mampu membuat hatinya terasa diterbangkan ke langit, lalu dijatuhkan begitu saja hingga hancur tak berbentuk.

fin

Review, please? :D