Chapter 4

Melupakan betapa panasnya malam mereka, kini Lay tengah mendudukkan dirinya di atas ranjang dengan selimut putih yang melilit tubuhnya. Ia tidak tahu kemana laki-laki sialan itu pergi, pertama membuka matanya Lay hanya merasakan bagian bawah tubuhnya terasa nyeri dan itu sudah membuktikan segalanya. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, begitu menyadari hidupnya telah hancur. Laki-laki itu berhasil mempengaruhi Lay hanya dengan sentuhannya saja. Dan Lay merasa ia benar-benar menjijikkan.

"Apa yang sudah kulakukan?" Lay menarik rambutnya dengan kasar, bercak merah yang mengering di atas seprai putih itu seakan tengah menertawakannya. Ia benar-benar jalang. Tidur dengan lelaki yang merupakan sepupu kekasihnya, dan bukannya berusaha menolak—kau hanya tidak sadar bahwa laki-laki yang menidurimu begitu licik Lay—, ia malah tampak begitu menikmatinya, ia begitu menginginkannya. "Aku benar-benar menjijikkan."

Melepas selimut yang melilit tubuhnya, Lay bergerak terseok ke arah pintu apartement itu. Mencoba membuka pintu itu namun yang ia dapatkan hanya pintu yang bergeming, Kris menguncinya di dalam kamar apartement ini. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Menelepon managernya? Atau Luhan? Tidak! Lay tidak dapat melakukannya.

Gadis itu hanya kembali melangkah mendekati ranjang yang kini benar-benar memperlihatkan betapa banyaknya noda bekas mereka bercinta. Lay jatuh terduduk, ia benar-benar sudah kehilangan kesuciannya, ia sudah kehilangan mahkota yang selama ini ia jaga yang bahkan Luhan, kekasihnya sendiri tidak pernah ia perbolehkan menyentuhnya. Tapi kini, dengan mudah Lay menyerahkan semuanya kepada Kris.

"Aku benar-benar bodoh." Lay menggeram kesal, ingin rasanya ia membuang dirinya sendiri, dan melihat betapa banyaknya bercak merah yang tercetak di tubuh mulusnya membuat ia merasa ingin mati seketika itu saja. "Aku kehilangan kesucianku…" Lay kembali terduduk, ia menekuk lututnya dan menenggelamkan wajahnya di sana.

"Luhan… maafkan aku…"

Meninggalkan Lay yang tampak frustasi dengan dirinya, di tempat lain, Kris tampak begitu bahagia. Efek bercinta dengan Lay sepertinya membuat laki-laki itu memasang wajah cerahnya sepanjang hari, menyapa setiap karyawan kantornya dengan senyum yang baru pertama kali dilihat karyawannya.

Ia bahkan tidak memperdulikan Luhan yang terlihat uring-uringan karena mengkhawatirkan Lay yang menghilang sejak semalam. Luhan hanya tidak tahu bahwa kekasihnya itu tengah berada di atas ranjang Kris dalam keadaan yang benar-benar menggairahkan. Oh, bicara soal Lay, Kris menjadi tidak sabar untuk bercinta lagi dengan gadis itu.

"Apakah kau melihat Lay semalam Kris? Beberapa pelayan mengatakan kau sempat mengobrol dengannya." Luhan mengangkat kepalanya untuk bertanya kepada Kris yang tampak menyibukkan dirinya dengan berkas-berkas kerjasama perusahaan.

"Tidak, setelah aku menyapanya, si mesum itu pergi begitu saja," jawab Kris dengan penuh dusta, oh ayolah, jangan bahas gadis itu dulu. Kris tidak akan bisa berkonsentrasi jika ada yang membahas gadis yang sialnya sudah menjadi miliknya itu—ooh, itu hanya tanggapanmu Kris. "Berkonsentrasilah Lu, kerjasama kali ini sangat penting, jangan mengacaukannya."

….

Kris menyusuri koridor apartementnya dengan perasaan yang menggebu-gebu, ia sudah tidak sabar melihat Lay yang ia kunci di dalam apartementnya. Gadis itu tentu tidak akan bisa kemana-mana dan jika ia mencoba menghubungi seseorang, apakah ia tahu ia sedang berada di mana? Di tangannya Kris sudah membeli beberapa pakaian untuk Lay, ia tentu tidak ingin gadis itu bertelanjang dada di sekitarnya. Hal itu bisa saja membuat Kris kembali menyetubuhi gadis itu.

"Lay, where are you?" Mendengar gemericik air, Kris segera membuka pintu kamar mandi dan menemukan Lay yang terduduk di bawah pancuran air shower, gadis itu meringguk sambil menenggelamkan wajahnya membuat Kris segera masuk ke dalam sana dan mematikan aliran air itu. "Lay…" Kris mengangkat gadis itu dan tercengang ketika melihat bibir gadis itu yang membiru. "Dasar bodoh!"

"Luhan…" Kris berdecak ketika mendengar gumaman gadis itu, meski begitu ia biarkan saja gadis itu bergumam sesuka hatinya, yang terpenting baginya sekarang adalah menghangatkan kembali tubuh Lay. "…dingin Lu." Ini sudah selimut yang ketiga dan Lay masih mengatakan dingin? Harus berapa selimut lagi yang harus Kris keluarkan? Dan ketika Kris membuka lemarinya ia menyadari bahwa selimutnya benar-benar habis.

"…dingin…"

Apa yang harus Kris lakukan sekarang. Gadis ini benar-benar. Lihat, siapa yang bertindak bodoh dan kini siapa yang harus kelimpungan. "Ah, tidak ada cara lain." Kris menyingkap ketiga selimut yang melilit tubuh Lay dan ikut membenamkan tubuhnya kedalam selimut itu. Ia memeluk tubuh Lay, membuat dada telanjang gadis itu menyentuh tubuhnya.

"Luhan…" Lay mengeratkan pelukan Kris pada dirinya, mungkin ia berpikir yang tengah memeluknya ini adalah Luhan, tapi tidakkah Lay tahu tindakannya itu membuat seseorang harus mati-matian menahan hasratnya.

"Kau mengodaku Lay?" Kris berusaha keras menahan desahannya ketika benda kenyal itu menggesek dirinya, juga bagian bawah gadis itu yang seakan menekan miliknya. "Sial. Aku butuh pelampiasan sekarang." Dan detik selanjutnya Kris sudah membuat dirinya sendiri tanpa busana. Ia membawa Lay bersama dirinya masuk ke dalam selimut, menutup tubuh mereka hingga ujung kepala. Dan membuat desahan-desahan mengairahkan itu kembali terdengar. Menyalurkan hasratnya sendiri dan membuat Lay merasa hangat kembali. Ya, hangat kembali.

Setelah pelepasan yang kesekian, akhirnya Kris mau tidak mau harus menyudahinya, melihat tubuh Lay yang bersimbah keringat dan juga nafas gadis itu yang tampak terengah-rengah membuat Kris terenyuh juga. Ia tidak mungkin memanfaatkan gadis itu ketika gadis itu tidak sadar bukan?—tapi kau sudah melakukannya Kris.

Dan mengingat gadis itu memanggilnya dengan nama Luhan membuat ia merasa benda berat dan panas menghantam tubuhnya. Yah, mau bagaimana-pun Kris mengelak, Kris tahu pasti kali ini mereka bercinta karena Lay menganggap dirinya Luhan, Lay menginginkan Luhan dan Kris tentu saja tidak akan pernah menyerah begitu saja. Lay miliknya, seutuhnya miliknya.

Dan di pagi selanjutnya, Lay terbangun dengan selimut yang melilit tubuhnya, ia mengernyit ketika merasakan bagian bawah tubuhnya bertambah sakit. Ia melirik sekilas ruangan tempat ia terbangun itu, dan ruangan itu masih ruangan yang sama dimana ia terbangun di hari sebelumnya. "Aku lapar…" gumam Lay pelan, tentu saja ia merasa lapar, sudah dua hari ini ia tidak makan dan sepertinya ia juga tidak ada meminum apapun.

Lay mendudukan tubuhnya dan melihat sebuah gaun ungu lengkap dengan dalaman juga bra. Ia tidak tahu gaun itu milik siapa, tapi yang pasti Lay bisa menggunakannya sekarang dan segera pergi dari tempat ini. Tanpa memperdulikan tubuhnya yang bersimbah keringat, Lay segera mengenakan gaun itu, mengambil sebuah sepatu dengan asal dan berlari kea rah pintu.

Dan tebak! Pintu itu tidak terkunci, bersyukurlah dirinya. Dengan mengendap-endap Lay turun ke lobby dan meminta satpam apartement itu untuk mencarikannya taxi. Dan begitu pantatnya menyentuh kursi di taxi, ia benar-benar bernafas lega, peristiwa dua hari ini akan Lay lupakan seumur hidupnya, tidak akan pernah ia ingat lagi.

Tapi, bagaimana jika Luhan tahu dirinya telah memberikan miliknya yang paling berharga pada orang lain? Tidak! Luhan tidak boleh tahu itu, dan mungkin Lay harus bercinta dengan Luhan juga, agar laki-laki itu tidak meninggalkannya. Dan membiarkan Luhan memilikinya seutuhnya, atau mungkin sekarang ia harus mengatakan pada publik bahwa ia dan Luhan sudah menjalin hubungan. Mungkin Lay harus meminta Luhan untuk melamarnya.

….

Di tempat lain, Kris yang memperhatikan Lay sejak gadis itu muncul di lobby hanya terkekeh geli. Gadis itu benar-benar lucu menurut Kris. Jongin yang duduk di sebelahnya dan ikut memperhatikan Lay hanya mengernyit melihat tingkah laku sahabatnya itu yang terkadang tersenyum dengan antusias seperti remaja yang tengah jatuh cinta, ups… Kris memang sedang jatuh cinta sepertinya.

"Kau benar-benar serius dengan gadis itu Kris?"

Yang ditanya hanya mengangguk dengan antusias sebelum menyesap kopi hitam pesanannya. "Persiapkan pernikahanku bulan depan Jong, kurasa bulan depan gadis itu sudah mengandung anakku."

"Apa?!" Jongin memekik keras, mengabaikan beberapa pengunjung café yang menatapnya dengan kesal. "Kau membuang benihmu ke dalam rahimnya? Kau gila?!"

"Bukan membuang kawan, aku menanamnya."

"Itu sama saja." Jongin hanya memutar bola matanya mendengar ucapan Kris. Laki-laki itu bahkan tidak habis pikir dengan apa yang ada dalam kepala emas sahabatnya itu. Dan pernyataan Jongin tentang sahabatnya yang jatuh cinta itu memang benar adanya, lihat saja sekarang. Ya ampun, ia dengan Kyungie tersayangnya saja hanya berakhir dengan ia memuntahkan laharnya di luar. Mungkin lain kali Jongin harus menanam benihnya pada rahim Kyungie tercintanya.

Kris melirik sekilas pada Jongin sebelum mengambil handphone-nya dan menghubungi seseorang, menyelesaikan pembicaraan singkatnya, Kris kembali menoleh pada Jongin dan menampilkan senyum lebarnya. "Aku sudah menghubungi Kyungsoo dan nanti kekasihmu yang akan mengurus gaun pernikahaan Lay juga jas yang akan aku pakai, lalu kau harus mencari gereja untuk pemberkatan kami dan mungkin itu saja."

Jongin terdiam, menatap pada Kris yang sepertinya tanpa beban mengatakan hal itu. "Tapi, bagaimana dengan sepupumu itu, siapa namanya? Luhan? ya Luhan?"

Dan pertanyaan Jongin itu berhasil membuat Kris terpekur, hanya sebentar, karena selanjutnya Kris kembali menyunggingkan senyum lebarnya. "Luhan? Aku akan mengaku padanya bahwa aku sudah menghamili Lay, dan mau tidak mau dia harus membiarkanku menikah dengan Lay, dan bereskan?"

Jongin menggeleng mendengar jawaban Kris, sahabatnya ini benar-benar bodoh ternyata, apa ia pikir semudah itu mengambil kekasih seseorang untuk dijadikan istri? Jika Jongin yang berada di posisi Luhan, dan Kyungsoo menjadi Lay, sudah dipastikan ia tidak akan pernah melepas Kyungsoo karena Kyungsoo sudah menyerahkan hidupnya sepenuhnya pada Jongin. Dan Luhan mungkin akan melakukan hal yang sama.

"Kau pasti berpikir aku bodoh Jong, tapi Lay sepenuhnya milikku, aku laki-laki pertama baginya."

Sekarang giliran Jongin yang terpekur dengan kalimat Kris. Ia hanya berpikir mungkin saja Luhan dan Lay sudah bercinta, hanya Luhan akan melakukan hal yang sama dengannya, tapi ternyata tidak sama sekali? Apa Luhan tidak bosan ya? Kalo Jongin sudah pasti memaksa Kyungsoo melakukannya. Jangan samakan Luhan denganmu yang pervert Jongin.

"Tapi, bagaimana dengan karier gadis itu Kris?"

"Kurasa akan ada sedikit masalah pada awalnya tapi semakin lama aku yakin semua akan baik-baik saja…" Kris menyesap coffee latte yang di pesannya sebelum melanjutkan kalimatnya. "…atau mungkin Lay harus berhenti menjadi penyanyi karena harta-ku cukup untuk memenuhi kebutuhannya."

….

Kyungsoo tampak terkekeh geli ketika menyelesaikan pembicaraannya dengan Kris, sahabat kekasihnya itu benar-benar aneh, selain menyukai boneka dan fanatic terhadap galaxy, ia juga sangat suka menyuruh orang tanpa melihat pekerjaan orang itu, dan Kyungsoo yang seorang dokter disuruh mencari gaun pengantin? Ya ampun, Kyungsoo bahkan buta fashion. Lagipula Kris akan menikah dengan siapa? Bukankah laki-laki itu tidak memiliki kekasih? Atau mungkin sudah? Ah, itu bukan urusan Kyungsoo.

"Dokter Do…" pintu ruangannya terbuka dengan keras dan menampilkan sosok laki-laki yang mengaku kekasih dari pasiennya yang bernama Tao. Laki-laki itu tampak terengah-engah, mungkin laki-laki itu berlari dari ruangan kekasihnya hingga kemari.

"Ada apa Tuan?"

"Tao, Tao siuman dokter." Kyungsoo membulatkan matanya, ternyata pasiennya itu siuman lebih cepat dari yang ia perkirakan. Dan, tidak sia-sia seluruh perngorbanan yang laki-laki itu lakukan untuk Tao. Kyungsoo tahu, setahun yang lalu, laki-laki itu datang bersama Tao dari Amerika Serikat, meskipun penanganan medis di Amerika lebih canggih, tapi laki-laki itu tidak rela membiarkan gadisnya berada sendiri di sana dan memutuskan membawa gadisnya ke Korea.

Jujur saja, Kyungsoo merasa terenyuh melihat apa yang di lakukan laki-laki itu. Dan kini, semua terbayar sudah. "Hai, Tao…" Kyungsoo tersenyum pada Tao yang tampak tengah berusaha untuk duduk, tentu saja tubuhnya sulit untuk di gerakkan karena selama beberapa tahun terakhir ini gadis itu hanya tertidur. "Bagaimana tidur panjangmu?"

Kyungsoo mengeluarkan testoskopnya, memeriksa Tao dengan seksama diiringi dengan tatapan laki-laki di sebelah Tao yang seakan tidak pernah ingin melepas genggaman Tao darinya. "Kurasa keadaanmu sudah stabil tapi kau harus mengikuti terapi untuk memulihkan kerja ototmu."

"Terima kasih dokter," lirih Tao, gadis cantik itu terlihat tersenyum kecil pada Kyungsoo, dan Kyungsoo balas tersenyum kecil. Tapi ketika mata Tao menangkap keberadaan laki-laki yang sedari tadi berdiri di seberang tempat tidurnya, senyum di bibirnya perlahan memudar.

Mungkin pada bingung gimana maksud dan jalan cerita ini, sebenernya gue juga bingung sih gue nulis apaan-_- bukannya berakhir elegan tulisan gue jatuhnya malah ke arah yang yang nggak banget. Dan chapter ini adalah chapter yang sangat tidak memuaskan buat gue-_- gue bahkan mulai bingung untuk nulis lanjutannya seperti apa, padahal kemarin-kemarin gue udah nemu konsepnya harus gimana-_-

Maafkan saya

Dan untuk update selanjutnya sepertinya akan memakan waktu yang sangat lama, yah, karena gue perlu mencari dan menemukan feel cerita ini kembali, supaya tulisan gue yang nggak seberapa ini lebih baik (meskipun kata baik itu dalam artian nggak sebagus yang kalian pikirkan)

Jadi, maafkan saya.

Dan untuk para review-ers yang selama ini sudah setia meluangkan waktu untuk review fict ini, saya ucapkan banyak terimakasih, dan maaf jika mengecewakan kalian.