Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto – Intimidate © barapanda

Warning: AU, OOC, teacher-student, age gap, plot-rush, third's POV, et cetera, don't like don't read!

(remake dari fanfiksi "Little Girl" punyaku sebelumnya, storyboard agak berubah)

.

Chapter 1: Gadis Mungil

.

Uchiha Itachi memutuskan sambungan telepon bersamaan dengan helaan napasnya yang berat.

Pagi ini, ketika ia sedang berjalan di koridor sekolah untuk segera mengikuti upacara penerimaan murid baru, tiba-tiba Mikoto, ibunya tercinta, meneleponnya. Sungguh, sekian lama tidak berhubungan dengan beliau sejak ia memutuskan untuk tinggal memisah dari keluarganya membuatnya rindu, tetapi karena sayangnya waktu tersebut kurang tepat untuk berbincang santai bersama ibunda, ia sempat ragu antara menjawab panggilan dari ibunya tersebut atau mengabaikannya sejenak dan bergegas menuju lapangan.

Namun, ia tak sampai hati.

Oleh karena itulah, saat ini Itachi baru saja keluar dari ruang kelas yang kosong—setelah berbicara dengan Mikoto—dan kemudian kembali melanjutkan perjalanannya untuk menghadiri upacara tersebut.

Salah, amat salah bila menganggap bahwa Itachi adalah seorang murid saat ini.

Ia seorang guru.

Guru olahraga, tepatnya.

Memang, agak mengejutkan bila membayangkan kalau dirinya yang selama ini dikenal jenius selama masa sekolahnya, dan mendapat nilai tertinggi saat ujian masuk universitas dan lulus dengan prestasi membanggakan, akhirnya memilih untuk bekerja sebagai guru di sebuah sekolah menengah atas.

Bukan berarti bahwa ia memang menginginkannya.

Kalau boleh jujur, pekerjaannya ini adalah bentuk pemberontakannya.

Memiliki seorang ayah yang merupakan inspektur di kepolisian pusat membuat sosoknya menjadi keras dan tegas, begitu pun dengan anak-anaknya. Itachi, yang sering diwanti-wanti akan masuk dan bekerja di kepolisian bersama Fugaku, ayahnya, memilih untuk menolak dan memutuskan untuk memilih pekerjaannya sendiri. Tidak dengan perintah ayahnya.

Awalnya, ia bisa saja segera melamar pekerjaan yang paling diingankannya saat ia lulus, namun melihat bagaimana kemarahan Fugaku begitu mendengar keputusannya, membuatnya untuk menghindari pekerjaan yang sekiranya paling diminati dan akhirnya melamar pada pekerjaan yang mungkin membosankan—sekaligus juga memperlihatkan bahwa kemampuannya bukan hanya untuk bekerja di kepolisian, atau bisa juga untuk menampilkan bahwa ia sama sekali tidak tertarik menjadi petugas keamanan.

Dan begitulah ia berakhir pada pekerjaan ini. Sebagai tenaga pengajar di sekolah.

Meskipun ia agak kecewa karena tempat yang lowong untuk menjadi seorang guru di sana hanyalah guru di bidang olahraga, ia pun menerima pekerjaan itu.

Meskipun tidak terlalu mengandalkan intelektualnya, paling tidak ketangkasannya juga tidak kalah bagusnya dengan semua teori yang dipelajarinya.

Hingga tanpa terasa bahwa tahun ini telah memasuki tahun ketiganya mengajar di sekolah tersebut. Sebagai guru olahraga baru yang paling muda, juga paling digemari oleh murid-muridnya.

Oh, tentu saja.

Selain memiliki kecerdasan dan ketangkasan, boleh dikatakan bahwa Itachi… juga dianugerahi wajah yang rupawan.

Selama dua tahun mengajar, sudah rahasia umum jika ia memiliki banyak murid penggemar. Bahkan beberapa guru wanita yang masih lajang pun juga menaruh hati padanya. Di usianya yang masih dua puluh lima tahun, tanpa memiliki kekasih apalagi istri, membuatnya semakin digencari oleh mereka.

Namun, walaupun begitu, bukan berarti ada banyak murid perempuan yang telah menyatakan perasaan mereka padanya.

Tentu saja, bukan? Jika menilik posisinya, ia adalah seorang guru. Seberapa suka dan cintanya murid-murid tersebut padanya, tentu mereka tidak akan sembarangan untuk langsung menyampaikan hal tersebut padanya. Tindakan paling jauh yang bisa mereka lakukan adalah dengan memberikannya hadiah di saat Valentine atau natal. Itu pun kebanyakan tanpa nama.

Jangan mengira bahwa Itachi menikmatinya.

Tidak, sama sekali tidak.

Lihat, bagaimana ayahnya yang sangat keras dalam mendidik anak-anaknya, dan agaknya sifat tersebut juga menurun padanya—walaupun ia masih jauh lebih ramah dibanding beliau. Dan bicara soal ayahnya, beruntungnya, Fugaku akhirnya menyerah dan menerima segala keputusan yang telah dipilihnya. Walaupun, diakibatkan timbulnya hawa tidak menyenangkan sewaktu ayahnya masih marah padanya, membuat ia pun keluar dari rumah dan tinggal sendirian dengan memisah dari orangtuanya.

Kembali lagi pada segala kepopulerannya itu.

Sejujurnya, ia merasa risih dengan semua perlakuan itu.

Masih ada satu masalah yang belum dapat Itachi selesaikan semenjak ia lulus kuliah, hingga saat ini.

Keinginan ibunya, yaitu… agar dirinya segera memperkenalkan pada beliau seorang perempuan yang dicintainya, dan kemudian menikah.

Pernikahan.

Bahkan hal itu tidak pernah terpikirkan olehnya saat ia lulus dan hendak mencari pekerjaan.

Walaupun Mikoto tak begitu mendesaknya, tetapi Itachi tahu, bahwa ibunya sangat mengharapkan momen itu terlaksana. Karena… ia yang selama masa sekolahnya terlalu fokus belajar, membuatnya tak pernah merasakan apapun itu yang namanya asmara. Mungkin ibunya hanya khawatir padanya.

.

Uchiha Itachi kemudian duduk di bangku yang telah tersedia, ketika diam-diam ia pun menyelinap untuk hadir dalam upacara penerimaan murid baru, dan meminta maaf pada guru lainnya.

Ketika ia mengedarkan pandangannya dan melihat wajah-wajah baru yang telah hadir, merasa bahwa wajah-wajah tersebut akan menjadi calon murid yang akan diajarnya nanti, Itachi melihat seorang perempuan bertubuh mungil yang tampaknya juga terlambat menghadiri upacara. Ia menebak bahwa perempuan itu merupakan salah satu murid baru juga.

.

.

Dua hari setelah upacara penerimaan murid baru, kegiatan belajar-mengajar pun telah berjalan seperti biasanya. Itachi sedang melangkahkan kakinya santai di sepanjang koridor yang lengang. Tentu saja, karena jam pelajaran telah mulai beberapa menit yang lalu. Dan saat ini, ia akan mulai mengajar anak kelas satu untuk pertama kalinya pada tahun ini, yang mana itu berarti bagi dirinya untuk bertemu wajah baru. Seraya menunggu para murid untuk mengganti seragam mereka dengan pakaian olahraga, Itachi segera pergi ke lapangan terlebih dulu dan menyiapkan peralatan yang menunjang materinya.

Namun, di tengah perjalanannya menuju gudang olahraga, ia berjumpa dengan perempuan yang sebelumnya pernah terlambat datang menghadiri upacara penerimaan murid baru waktu itu.

Seorang gadis mungil, bertubuh pendek sekali untuk anak sepantarannya.

Itachi mengamati gerak-gerik gadis itu sesaat. Rambutnya yang berwarna biru keunguan itu tergerai panjang di punggungnya. Gadis itu tampak kebingungan, dengan mata yang celingukan memandang setiap papan nama kelas di atas pintu.

Tersesat?

Karena kasihan, Itachi berinisiatif untuk membantunya. Maka, ia pun kembali berjalan mendekati gadis itu dengan langkah pelan. Ketika ia telah berjarak kira-kira satu meter dari belakang gadis mungil itu—yang tampaknya belum menyadari keberadaannya—Itachi menyapanya.

"Selamat pagi."

Seketika, gadis itu melonjak kaget, dan segera menoleh ke belakang dengan pandangan cemas. Namun, karena tingginya yang memang sangat pendek jika dibandingkan dengan Itachi yang tinggi menjulang, gadis itu harus mendongak penuh untuk melihat wajahnya.

Dari situlah, pandangan mereka pertama kali bertemu.

"Ah… uhm …." Sadar bahwa yang berada di hadapannya itu adalah seorang guru, gadis itu tampak gugup dan kalut untuk menjelaskan kondisinya saat ini. Terutama melihat tatapan Itachi yang tampak begitu tajam, seolah ingin menembus mata dan pikiran gadis malang itu.

Itachi sedikit merasa bersalah telah menatapi gadis itu sebegitu dalam, apalagi saat gadis tersebut segera menundukkan pandangannya dan mulai gelisah—merasa bahwa dirinya akan dimarahi. Padahal, maksud dari tatapan Itachi tidak seperti itu.

Ia hanya… terpesona. Terutama pada cara gadis itu memandangnya tadi.

"Ada yang bisa kubantu?" tanya Itachi, berusaha mencairkan suasana yang terasa menegangkan bagi murid yang baru masuk dan datang terlambat pada minggu pertamanya. Bahu gadis itu tampak kembali kaku sejenak saat mendengar suaranya, namun ketika menangkap tawarannya, ia tampak ragu-ragu.

"Ng… saya… datang terlambat, sensei. Dan juga… tidak tahu di mana letak kelas saya," tutur gadis itu tergagap.

Ternyata memang tersesat.

Tanpa membuang waktu, Itachi pun akhirnya memutuskan untuk mengantarkan gadis itu sebentar ke ruang kelasnya sebelum pergi ke lapangan sekolah.

.

.

Semenjak pertemuan itu, Itachi bertanya-tanya kapan gilirannya untuk mengajar kelas gadis mungil itu. Entah apa yang merasukinya saat pertama kali Itachi bersitatap dengannya, ia merasakan gelenyar yang aneh di dadanya—hatinya. Dan sensasi itu membuatnya ingin bertemu dengan gadis itu kembali. Mungkin ini akan tampak aneh baginya, karena selama ini ia tak pernah sebegitu ingin bertemunya dengan perempuan selain dengan ibunya. Dan gadis bertubuh mungil itu pun berhasil memengaruhinya.

Maka, ketika pada akhirnya kesempatan itu tiba, entah bagaimana perasaannya membuncah begitu melihat sosok mungil itu kembali, tengah berjalan menuju ke lapangan bersama serombongan teman sekelasnya. Ini adalah pertemuan pertama mereka dalam pelajaran olahraga. Dan Itachi tidak pernah sebegitu bersemangatnya untuk mulai mengajar.

Dan sejujurnya, bahkan ia masih belum tahu siapa nama gadis yang berhasil mencuri perhatiannya itu.

Berhubung sekarang adalah pertama kalinya ia mengajar kelasnya, Itachi mengeluarkan buku absensi kelas dan mulai mengabsen satu per satu daftar nama murid. Dengan begini, ia bisa mengetahui nama gadis itu.

"Hyuuga Hinata."

Gadis mungil itu mengangkat tangannya ragu-ragu.

Akhirnya.

Berusaha untuk menahan senyum, Itachi kembali mengabsen dan kemudian segera memulai pelajarannya.

.

Rupanya, Hyuuga Hinata sangat lemah dalam pelajaran yang diajarkannya, olahraga.

Entah karena fisiknya yang mungil dan tampak lemah atau memang gadis itu tak sanggup menggerakkan tubuhnya lebih kuat. Tetapi, Itachi bisa menilai dari awal, bahwa Hinata memang tipe anak yang tidak sanggup berolahraga berat, meskipun ia tidak memiliki penyakit apapun. Itachi sedikit kecewa begitu mengetahui bahwa gadis itu sangat lemah dalam mata pelajaran yang diajarkannya, yang tiba-tiba membuatnya merasa bahwa dirinya adalah guru yang payah.

Lihat, bagaimana gadis itu memberi pengaruh pada kondisi mentalnya sejenak.

Setelah mengucapkan kalimat penutup untuk mengakhiri pelajaran, Itachi segera memanggil beberapa anak laki-laki membantunya membereskan peralatan olahraga yang mereka pakai tadi, sedangkan dirinya hanya mengamati punggung Hinata yang telah berjalan keluar dari lapangan mengikuti serombongan teman sekelasnya dengan lunglai. Masih belum mengalihkan pandangannya dari sana, sebuah ide terlintas di kepalanya.

Itachi lupa, kalau tahun lalu ia sempat memberi pelajaran tambahan untuk bidang olahraga bagi murid-murid yang sangat payah dalam bidang tersebut. Ia biasanya mengambil beberapa menit sebelum jam pelajarannya habis khusus untuk murid seperti itu. Dan kalau ditilik kembali, tidak ada satupun murid yang begitu payahnya dalam olahraga selain Hyuuga Hinata, dan entah mengapa, Itachi merasa bahwa ini adalah kesempatan baginya untuk mengetahui lebih jauh tentang gadis tersebut.

Tersenyum singkat, Itachi berjalan keluar dari lapangan saat bel istirahat telah berdering.

.

.

Pada pertemuan keenam, barulah Itachi bisa melaksanakan rencananya. Karena materi kali ini adalah bola basket—dan ia yakin olahraga ini akan lebih sulit daripada atletik bagi Hinata. Para anak lelaki tampak bersemangat, sedangkan sebagian anak perempuan agak lesu saat mendengarnya menyampaikan materi singkat tentang bola basket. Saat menerangkan materinya, matanya sesekali menatapi Hinata yang hanya duduk termenung di belakang barisan murid yang berkumpul, sendirian.

Dari sini, Itachi juga telah mengetahui kalau Hinata juga kesulitan dalam menjalin pertemanan.

Begitu selesai menerangkan, setelah memperagakan beberapa gerakan yang akan diajarkannya dalam olahraga basket, Itachi segera mengintruksikan semua muridnya satu per satu agar mempraktekkan apa yang telah diperagakannya tadi sesuai urutan absen. Dapat dilihatnya bahwa hampir semua murid dapat melakukannya dengan baik, meskipun beberapa juga ada yang kesulitan saat menguasai bola. Namun, begitu sampai pada giliran Hinata, Itachi segera menatapnya seksama dan mengamati gerakan gadis itu.

Hinata mengambil bola basket dengan ragu, dan setelah mengambil napas panjang, barulah ia memantulkan bola ke lantai dan mencoba memantulkannya kembali secara berulang dengan dorongan tangannya. Tetapi, baru pantulan pertama, bola itu menyentuh ujung sepatunya dan kemudian bergulir ke ujung lapangan. Dengan panik, Hinata segera mengejar bola itu dan memungutnya lalu kembali ke tempatnya semula untuk mencoba mempraktekkannya lagi.

Hal yang sama terulang kembali.

Menghela napas berat, Itachi merasa bahwa ia memang harus menggunakan jam khusus untuk melatih Hinata di akhir pelajaran nanti.

Ketika pergantian giliran telah usai, dan setelah semua murid sudah mendapat kesempatan untuk praktek, Itachi segera menutup pelajaran dan juga sekaligus memberitahu bahwa murid dengan nilai terendah harus tetap tinggal di lapangan sebelum bel istirahat berbunyi. Langsung saja semua pasang mata menoleh pada Hinata yang hanya menunduk lesu.

Saat semua murid sudah meninggalkan lapangan, dan hanya menyisakan Hinata seorang diri, Itachi terdiam sejenak dan menatapi Hinata dengan pandangan menilai. Hinata yang tampak canggung berdiri seorang diri di pinggir lapangan, hanya bersama dirinya yang merupakan seorang guru olahraga, pun menggerak-gerakkan ujung sepatunya kikuk.

"Hyuuga-san."

Gadis itu segera berdiri tegap dan kaku, lalu mendongak dan segera menyahut panggilannya dengan tergagap, "Y-ya, sensei?"

Itachi memungut bola basket yang ada di sekitarnya, dan kemudian mengoper bola tersebut pada Hinata. Sedangkan Hinata yang merasa tidak siap akan dioper bola olehnya malah mengangkat tangannya defensif dan akhirnya tidak berhasil menangkap bola itu, membiarkan bola basket tersebut menggelinding kembali ke tempat Itachi.

Refleksnya kurang bagus juga, rupanya.

Itachi kembali menghela napas pendek, memutuskan untuk beringsut mendekat pada Hinata yang semakin lama bersikap kaku. Sebelum itu, ia memungut bola basket kembali dan kemudian menyerahkannya langsung pada Hinata—yang diterima dengan gugup.

"Coba praktekkan gerakan tadi kembali."

Begitu mendengar titah sang guru, Hinata segera mengambil jarak sedikit dari Itachi yang agak terlalu dekat dengannya, lalu bersiap kembali memantulkan bola dengan dorongan tangannya secara berulang.

Entah karena suasana saat ini semakin menegangkan bagi Hinata, membuatnya semakin tak fokus dan terlalu sibuk menenangkan detak jantungnya yang menggila kala berdekatan dengan Itachi. Gadis itu tak tahu sejak kapan ia merasa begitu pada gurunya tersebut, namun ia yakin bahwa degupan itu bukanlah sesuatu yang menyenangkan.

Tapi menakutkan.

Maka, satu-satunya yang paling diinginkan oleh Hinata adalah untuk tidak mencari perhatian di depan guru olahraganya itu—namun tampaknya sia-sia saja.

Bidang yang diajarkan oleh guru yang paling ingin dihindari oleh Hinata mengajarkan bidang yang paling lemah dikuasai olehnya.

Dan mau tak mau, ia sudah menimbulkan perhatian yang tak diinginkannya dari guru tersebut.

Itu membuat Hinata tak nyaman, dan tak menyukai kondisi dirinya yang seolah kehilangan kontrol, dan tak mampu menenangkan gelisah yang terkadang membuatnya takut.

Sekali lagi Hinata jelaskan bahwa ia sangat tidak senang berada dalam kondisi ini—saat hanya berdua saja dengan Uchiha Itachi.

Menyadari bahwa tidak ada perkembangan lebih jauh pada Hinata, dan entah dorongan apa yang membuat Itachi untuk memilih menghentikan gerakan Hinata secara kontak fisik—bukan secara lisan seperti biasanya—Itachi berdiri di belakang Hinata yang tampaknya masih berusaha berkonsentrasi pada gerakannya sehingga tidak menyadari keberadaannya, dan kemudian menangkap kedua pergelangan tangan gadis itu secara tiba-tiba.

Spontan, Hinata terkesiap.

"Berhenti sebentar. Kurasa kau tidak menyimak penjelasanku tadi tentang cara melakukannya dengan benar?" Itachi berkata dengan suara rendah, kedua tangan Hinata masih berada dalam cengkeramannya. Sedangkan Hinata sendiri mulai merasakan gemetar tak berarti.

"Ng… t-tidak, sensei."

Itachi merasakan tremor pada sepasang tangan yang masih digenggamannya, sehingga ia pun akhirnya melepaskannya juga—yang kemudian memungut bola basket yang sempat terabaikan sejenak.

"Nah, sekarang perhatikan baik-baik di mana letak kesalahanmu."

Sekian menit berikutnya diteruskan dengan Itachi yang sesekali mempraktekkan kembali gerakan-gerakan yang diajarkannya dan kemudian menyuruh Hinata untuk mengikutinya juga—begitu seterusnya hingga bel istirahat pun berdering.

"Cukup. Kurasa ini sudah cukup untuk memperbaiki nilaimu yang lalu," ujar Itachi menyudahi.

Sedangkan Hinata tampak semakin kelelahan dengan napas yang memburu dan keringat yang mengaliri pelipisnya. Itachi sedikit kasihan padanya. Baru berolahraga sebentar saja dampaknya sudah begitu.

Sayup-sayup, mereka dapat mendengar kegaduhan yang ditimbulkan oleh murid-murid yang baru saja keluar dari kelas.

Namun, lapangan yang mereka gunakan masih lengang, dan entah mengapa keadaan itu membuatnya terus-terusan memandangi Hinata—yang sepertinya hendak mengatakan sesuatu padanya kali ini.

"Uhm… sensei? Boleh saya kembali ke kelas sekarang?"

Intonasi yang pelan dan lemah, namun di satu sisi terdengar sangat manis. Meskipun terdengar suara yang sedikit bergetar, itu membuat Itachi mulai menyukai suara Hinata.

Namun, kembali pada situasi mereka sekarang, Itachi menyingkirkan pemikirannya sejenak dan kemudian mempersilakan Hinata untuk segera mengganti seragamnya dan istirahat.

Itachi kemudian membereskan bola basket yang tersisa di sana, dengan suara Hinata yang terngiang dalam kepalanya.

.

.

.

Bersambung

.

A/N: Oh, yeah… walaupun kubilang ini remake dari fanfic oneshot punyaku sebelumnya, kali ini kubuat jadi… multi-chapter! Sebenarnya dari dulu aku kepikiran soal latar belakang keluarga Uchiha untuk versi AU, kenapa kebanyakan mereka dibuat dalam keluarga kaya yang memiliki perusahaan besar? Padahal kalau dibandingkan dengan versi canon-nya, dulu Uchiha merupakan anggota kepolisian di desa Konoha (tapi sekarang sudah ditiadakan). Nah, dan kalau jadi inspektur kepolisian, penghasilannya juga lumayan kok (kalau dlihat-lihat di anime detektif). Haha, tapi itu terserah kekreatifan authornya sih…

A/N (2): Satu lagi… bisa dikatakan aku author baru di sini, dan sebagai perkenalan… tolong jangan sembarangan menebak gender-ku dari penname. Nama boleh manis, tapi salahkah kalau laki-laki suka sesuatu yang manis? /lirikItachi