Unforgiven Hero

.

.

.

.

.

.

Remake from "Unforgiven Hero" By Santhy Agatha

Cast : Jongin, Sehun, and others

Rate M

Warning for typos and lots of sexual content

Happy Reading

.

.

.

.

.

.


Chapter Eight


Preview Chapter Seven

Luhan mengamati wajah Sehun di foto itu. Lelaki itu terlalu sederhana. Apa sih yang dilihat Jongin di sana? Dia merasa dirinya seribu kali lebih baik dari lelaki kurus yang tak bisa berdandan macam Sehun. Benarkah ini Sehun yang selalu dipanggil oleh Jongin itu? Atau dia hanyalah lelaki beruntung yang dinikahi Jongin secara impulsif karena kebetulan dia bernama Sehun?

Dengan gemas, dicolokkannya rokoknya ke wajah Sehun di foto itu. Menghancurkan wajah Sehun di foto itu dengan kejam. Siapapun lelaki itu, dia membencinya. Dan setiap orang yang dibencinya akan hancur!

Dia harus menyadarkan Jongin akan kesalahannya, sebelum terlambat. Dia harus membuat Jongin menyesal karena telah berani-beraninya meninggalkannya dan memilih laki-laki yang sangat jauh di bawah levelnya. Jemarinya meraih ponsel keemasan di mejanya, sebuah suara menyahut di sana, dan Luhan bergumam dengan suara serak dan seksinya. "Aku perlu pergi ke sebuah tempat. Kau bisa mengatur perjalananku ke sana?"

.

.

.

"Lihat, Paman Shin menggila, dia memasak begitu banyak kue untuk sarapan." Jongin mengoleskan mentega lembut ke permukaan muffin panas, membuatnya meleleh dan berkilauan dengan aroma manis yang harum ke seluruh penjuru dapur. Paman Shin yang sedang mengaduk sesuatu di dalam panci hanya tersenyum mencela mendengar perkataan tuan mudanya itu dan melanjutkan kegiatan memasaknya.

Mereka sarapan di dapur yang menghadap ke timur, tempat sinar matahari pagi langsung masuk dan menghangatkan mereka. Menu sarapan mereka luar biasa. Muffin madu, biskuit kacang dan kelapa, telur orak-arik yang rasanya fantastis dan satu loyang besar pie apel hangat yang baru dikeluarkan dari oven. Memang benar kata Jongin, Paman Shin menggila dalam memasak. Sepertinya dia terlalu senang karena tuannya datang, dan akhirnya ada yang bisa dia buatkan masakan istimewa.

Pagi ini seindah pagi-pagi yang lain. Sehun sampai tidak sadar bahwa mereka sudah melewatkan beberapa hari di pulau indah ini. Berbulan madu, begitu kata orang-orang. Dan memang itulah yang terjadi. Mereka benar-benar bersenang-senang sepanjang hari, makan, mengobrol, membaca buku, bercanda, lalu ketika malam tiba mereka akan bercinta dengan panasnya. Pipi Sehun memerah, mengingat malam-malam panas mereka. Jongin benar-benar lelaki yang sangat bergairah. Di pagi hari, saat mereka sudah bercinta semalaman, lelaki itu masih bangun dengan penis mengeras dan mereka akan bercinta lagi karenanya. Seperti kata Jongin kepadanya dulu, lelaki itu memang selalu bergairah kepadanya.

"Paman Shin tampaknya sedang masak besar hari ini." Sehun berbisik pelan sambil melirik ke arah Paman Shin yang tampak sibuk. Jongin tersenyum simpul, "Memang, aku memintanya untuk menyiapkan makanan kita untuk seharian."

"Seharian?" Sehun mengernyit. Paman Shin biasanya selalu ada setiap saat di rumah ini. Begitu juga dengan para pelayan lainnya. Mereka selalu ada untuk mempersiapkan seluruh kebutuhan mereka, setiap saat. "Aku meliburkan semua pelayan mulai nanti siang sampai besok pagi mereka baru kembali. Paman Shin juga. Karena itu dia memasakkan kita makan siang dan makan malam untuk dihangatkan nanti malam."

"Kenapa kau meliburkan semua pelayan?" Jongin tersenyum nakal, lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Sehun dan berbisik menggoda, "Karena aku ingin hari ini kita di rumah seharian, hanya berdua." Pipi Sehun seketika memerah. Apa sebenarnya yang direncanakan oleh Jongin?

.

.

.

Rumah benar-benar benar sepi ketika para pelayan tidak ada, biasanya setiap saat Sehun akan berpapasan dengan para pelayan yang lalu lalang mengerjakan sesuatu di rumah ini. Sekarang suasana hening, tidak ada suara percakapan di lorong, kesibukan di dapur maupun suara langkah kaki orang-orang yang lewat.

Sehun dan Jongin memilih menghabiskan hari di perpustakaan. Jongin mengatakan akan menyelesaikan beberapa perkerjaan kantor sedangkan Sehun memilih untuk membaca. Perpustakaan di rumah pantai itu cukup lengkap, dengan berbagai bacaan ringan di sana, koleksi milik ayah Jongin. Sepertinya ayah Jongin benar-benar berniat untuk bersantai ketika mengisi buku-buku untuk perpustakaan ini.

Tanpa sadar hari sudah siang ketika Jongin mengangkat kepalanya dan bergumam, mengalihkan Sehun dari bacaannya yang menarik. "Aku lapar."

Sehun menutup bukunya dan tersenyum lembut, "Aku akan menyiapkan makanan." Paman Shin telah menyiapkan semuanya dan memberitahu Sehun cara menghangatkan makanannya. Sehun mencampurkan salad dengan udang dan saus alpukat yang telah disediakan oleh Paman Shin, lalu menghangatkan daging saus manis di panci.

Ketika Sehun sedang menuang kotak-kotak es batu ke dalam pitcher berisi es teh manis. Jongin datang ke dapur dan tersenyum. Dia mengendus ruangan dan mendekati Sehun dengan menggoda, "Aku bisa memperkerjakanmu sebagai koki pribadiku. Baunya harum, seharum masakan Paman Shin." Sehun tertawa geli, "Paman Shin memang yang memasak semuanya, aku hanya mempersiapkannya." Dengan cekatan dia mengaduk saus manis untuk daging di panci.

Jongin mendekat dan memeluknya dari belakang dengan mesra. Mengecup Sehun dengan menggoda. "Hentikan Kim Jongin. Atau kau akan terciprat kuah yang sedang mendidih ini." Sehun mengingatkan Jongin, tetapi tidak ada penolakan dari tubuhnya. Jongin melingkarkan lengannya makin erat, jamarinya bergerak turun menggoda, mengusap penis Sehun sambil lalu, membuat Sehun mengerang. Kuah itu telah mendidih, dan Sehun mematikannya.

Jongin mengajak Sehun mundur dari kompor, masih memeluknya, dia bersandar di meja dapur dan membawa Sehun yang masih di peluknya dari belakang. "Kita bisa telanjang seharian di rumah, karena tidak ada orang lain di sini."

"Jongin!" Sehun berseru dengan pipi memerah malu, membuat Jongin tertawa dan mengecupi leher Sehun penuh gairah. "Atau kita bisa bercinta di atas meja dapur." Jongin setengah menggigit leher Sehun, meninggalkan bekas kecil kemerahan di sana. Jemarinya mencengkram lembut penis Sehun lalu meremas-remasnya dari belakang. "Bagaimana menurutmu?"

"Jadi ini yang ada di benakmu ketika meliburkan semua pelayan?" Sehun berbisik lirih, untuk kemudian membiarkan bibirnya dilumat oleh Jongin dengan penuh gairah. Lelaki itu duduk di atas meja dapur, lalu mendongakkan kepala Sehun ke belakang, dia lalu menunduk ke atas Sehun dan melumat bibirnya, dengan cara terbalik. Menciptakan sensasi yang berbeda. Membuat dia bisa mencecap, dan merasakan bibir Sehun dengan cara yang lebih sensual.

Tubuh Sehun melemas akibat ciuman itu sehingga Jongin harus menopangnya, dia bersandar sepenuhnya di tubuh Jongin, dan merasakan penis Jongin mulai mengeras sama sepertinya, menekan tubuh belakangnya. Dengan lembut, Jongin kemudian membalikkan tubuh Sehun dan beranjak turun dari meja dapur. Dia mengangkat tubuh Sehun hingga terduduk di atas meja dapur itu. Dikecupnya dahi Sehun lembut, hidungnya, pipinya, dan kemudian kembali ke bibirnya lagi. Setiap kecupan Jongin membuat tubuh Sehun panas membara. Lelaki itu lalu membuka kemeja Sehun dan menurunkannya, membuat tubuh Sehun terpampang indah di depan Jongin. Sehun memang tidak memakai apapun lagi dibalik kemeja putih kebesaran yang dipakainya, Jongin sendiri yang menyuruhnya ketika para pelayan sudah pergi.

Jongin memuja penisnya. Mengelusnya lembut, mengusap ujungnya dengan penuh gairah hingga mengeras dan siap di tangannya. Sementara putingnya, Jongin mengecupnya lembut, menjilatinya dengan menggoda. Membuat Sehun mengerang akan sensasinya. Lelaki itu tidak membuat Sehun menunggu lama, disesapnya puting Sehun dengan penuh pemujaan, sedangkan tangannya bergerak memberikan kenikmatan di bawah sana, membuat tubuh Sehun lemas dan terbaring di atas meja dapur itu, dengan kaki menjuntai ke bawah.

Posisi Jongin sangat pas, karena tubuhnya tinggi, meja dapur itu pas setinggi pinggangnya. Dan sekarang dihadapannya, Sehun terbaring dengan kaki menjuntai ke bawah, pahanya terbuka, siap menerimanya. Dengan penuh gairah, tanpa peringatan apapun, karena Jongin tahu Sehun sudah sangat siap untuknya. Jongin segera melepaskan celananya dan menyatukan tubuhnya ke dalam kelembutan yang panas dan basah, yang sudah siap untuk menerimanya.

Kaki Sehun langsung melingkar di pinggang Jongin. Kemudian, ketika gerakan Jongin makin cepat dan bergairah, dia berdiri dan menumpukan tangannya di tepi meja dapur, membuat Sehun terbaring di sana penuh gairah, menerima desakan Jongin jauh di dalam tubuhnya yang menimbulkan gelenyar panas tak tertahankan. Jongin lalu mengangkat kaki Sehun yang semula melingkari pinggangnya dan mengangkatnya ke pundaknya. Posisi itu membuatnya semakin mudah bergerak, menemukan titik-titik kenikmatan Sehun yang ada jauh di dalam kelembutan lubang analnya, dan membawa laki-laki itu langsung menuju ke puncaknya.

"Kau sungguh nikmat Sehun..." Jongin berucap di antara napasnya yang memburu, "Apakah aku nikmat untukmu Sayang?" Sehun mencoba untuk menjawab. Tetapi sensasi itu sungguh menguasai tubuhnya, membuatnya malah semakin tersengal dan larut dalam kenikmatannya.

"Jawab aku Sehun..." Jongin tak mau menyerah, "Apakah aku nikmat untukmu?" Sehun mengulurkan tangannya, menyentuh pipi Jongin yang membungkuk di dekatnya, "Kau... sangat... ahh..." suaranya tertelan oleh napas memburu dan erangan tertahan karena dorongan Jongin yang bergairah, susah payah dia mencoba berkata, "Kau... sangat nikmat... untukku Jongin ohh..."

Jongin menatap Sehun dengan rasa memiliki yang dalam, "Kalau begitu, mari kita saling menikmati." Gerakannya menjadi semakin cepat, semakin bergairah, semakin tak tertahankan. "Ayo Sehun, nikmati aku... puaskan dirimu Sayang..." Jongin berbisik parau, membimbing Sehun ke dalam pusaran gairah. Sehingga dia mencapai puncaknya dengan begitu cepat. Mencengkeram Jongin dalam kenikmatan orgasmenya, dan merasakan lelaki itu orgasme bersamanya, di dalamnya.

.

.

.

"Tadi itu sungguh luar biasa." Jongin tersenyum sambil menyuapkan suapan terakhir makan siangnya ke mulutnya.

Mereka akhirnya makan siang menjelang sore, karena Jongin memutuskan mereka harus melanjutkan beberapa sesi bercinta lagi di dapur sebelum makan. Lelaki itu sungguh memiliki fantasi yang gila dalam bercinta. Pipi Sehun memerah mendengar godaan Jongin. Jongin sudah berhasil mengubahnya dari laki-laki pemalu yang tidak tahu apa-apa, menjadi laki-laki sensual yang selalu merespon setiap rangsangan yang diberikan oleh Jongin dengan luar biasa.

Tetapi Sehun menikmatinya. Dia sangat beruntung. Ada pasangan-pasangan yang tidak diberkahi kenikmatan di atas tempat tidur. Dan Sehun diberkahi suami yang luar biasa nikmat di atas tempat tidurnya. Jongin selalu memuaskan Sehun, menunggu Sehun siap menerimanya, dan mengantarkan Sehun sampai ke titik terdekat orgasmenya sebelum kemudian mencapai orgasmenya sendiri.

"Ya Jongin. Tadi memang luar biasa." Sehun akhirnya mengakuinya kepada Jongin, membuat lelaki itu tersenyum bahagia.

Selesai makan, Jongin mengajak Sehun jalan-jalan ke pantai pribadi mereka. Malam sudah menjelang dan lelaki itu memakaikan salah satu mantelnya pada Sehun, membuat Sehun memakai mantel yang kebesaran di tubuhnya. Tetapi Sehun berterimakasih kepada Jongin karena melakukannya. Udara cukup dingin malam ini. Langit yang gelap memayungi mereka, bertaburan bintang berkelap-kelip yang indah. Jongin mengajak Sehun berdiri di tepi pantai dan menatap ombak.

"Aku dulu bukan orang yang baik, aku menyakiti banyak orang dan membuat mereka kecewa." Jongin bergumam pelan, tatapannya menerawang jauh, "Tetapi kemudian ada sebuah peristiwa yang menghantamku. Dan membuat aku berbalik arah."

Peristiwa apa? Sehun mengernyit dan menatap Jongin, ingin bertanya. Tetapi lelaki itu berdiri di sebelahnya dengan tatapan menerawang, seolah sedang larut ke dalam masa lalunya, sehingga Sehun kembali diam, menatap laut dan mendengarkan.

"Aku berubah menjadi lebih baik, berusaha menjadi lebih baik. Dan aku benar-benar sudah menjadi baik ketika aku bertemu kau." Jongin menghela tubuh Sehun ke arahnya, dan mereka berhadap-hadapan, "Sejak aku mencintaimu."

Dipeluknya Sehun erat-erat. Beberapa hari ini dia sangat bahagia, Tertawa bersama Sehun, menghabiskan setiap menit bersama laki-laki itu, dan tidak pernah merasa bosan. Kebahagiaan itu menyelipkan seberkas rasa takut di benak Jongin, setiap dia menatap Sehun yang tersenyum kepadanya, tanpa dapat ditahannya pertanyaan-pertanyaan selalu muncul di benaknya. Bagaimana kalau Sehun tahu kenyataan yang sebenarnya? Apakah Sehun mau tersenyum lagi kepadanya? Apakah Sehun akan meninggalkannya?

Jongin takut menghadapi itu semua. Membayangkan kalau Sehun pada akhirnya mengetahui semua itu secara tidak sengaja. Mungkin Sehun melihat berita di masa lalu, atau bertemu dengan orang di masa lalu yang kebetulan tahu tentang kecelakaan itu dan masih mengingat Jongin, atau banyak kejadian lainnya yang bisa membuat Sehun tahu. Jauh di dalam lubuk hatinya, sebenarnya Jongin sangat ingin menahan Sehun di pulau ini. Jauh dari kehidupan luar, berbahagia di dalam surga mereka sendiri tanpa adanya gangguan dari pihak manapun.

Tetapi tentu saja itu tidak mungkin. Mereka mau tidak mau harus kembali ke dunia nyata. Dengan berbagai kemungkinan yang bisa terjadi. Jongin harus bersiap menghadapi yang terburuk setiap saat. Apakah Sehun akan menuduhnya sebagai pembohong besar? Membangun pernikahan mereka di atas sebuah kebohongan?

Apakah dia harus memberitahu Sehun sekarang? Tidak. Ini bukan saat yang tepat. Mereka begitu berbahagia sekarang. Saat-saat ini terlalu berharga untuk dinodai oleh kebencian di masa lalu. Jongin menelan ludahnya dan mengangkat dagu Sehun lembut, agar menatapnya, "Berjanjilah untuk tidak pernah meninggalkanku Sehun, apapun yang akan terjadi nanti."

Lelaki itu tampak bingung. Sehun membatin. Kenapa Jongin tampak begitu bingung? Apa yang sebenarnya berkecamuk di dalam hati lelaki itu?

"Berjanjilah Sehun." Suara Jongin terdengar mendesak, dipenuhi oleh kebutuhan. Sehun menyentuhkan jemarinya dengan lembut di alis Jongin yang berkerut gusar, mencoba menenangkan suaminya, "Aku berjanji Jongin." Jongin mendesah lega, dan memeluknya era-erat. Mereka berpelukan diiringi deburan ombak dan taburan bintang.

.

.

.

"Kau harus mengatakannya kepadaku." Lagi-lagi Tao menghalangi jalan Baekhyun di lobi apartemennya. Baekhyun menatap Tao jengkel sekaligus jengah. Beberapa hari ini Tao sangat mengganggunya, lelaki itu muncul di mana saja, berusaha mengorek-ngorek rahasia yang mungkin disembunyikan oleh Baekhyun, "Aku bisa menyuruh polisi menangkapmu kalau kau terus menguntit dan menggangguku seperti ini."

"Tidak perlu sampai seperti itu." Tao menarik napas frustasi, "Aku cuma butuh jawaban." Desahnya kesal. "Bukankah aku sudah menjawabmu? Kau berkali-kali bertanya kenapa aku merayumu malam itu. Aku sudah menjawab, mungkin karena aku sedang ingin bercinta! Titik! Itu saja jawabanku. Tetapi kenapa kau masih terus-menerus menggangguku. Sebenarnya kau ingin jawaban apa?"

"Itu karena jawabanmu bohong." Tao menatap Baekhyun tajam, "Katakan padaku yang sebenarnya Baek, atau aku akan terus mengganggumu."

"Oke baiklah!" Baekhyun setengah menjerit, tak tahan lagi. "Aku merayumu karena Jong... maksudku Presdirmu yang menyuruhku. Dia ingin membuat Sehun memergokimu sedang bercinta denganku!"

"Kenapa Presdir Kim ingin kau melakukan itu Baekhyun? Apa yang dia inginkan dari Sehun?" Baekhyun mengerang. Tao tidak akan berhenti mengorek informasi, dan dia tanpa sengaja telah membocorkan informasi penting kepada lelaki ini. Ya ampun. Jongin pasti akan amat sangat marah kepadanya.

"Aku tidak tahu. Dia memintaku dan aku melakukannya. Aku tidak bertanya apa tujuannya dan kenapa. Kalau kau memang ingin tahu, tanyakan pada Presdir Kim sendiri." Baekhyun mengibaskan rambutnya dan membalikkan tubuhnya, kemudian berhenti dan menatap Tao penuh peringatan, "Jangan menggangguku lagi Tao. Atau aku akan melaporkanmu kepada polisi atas perbuatanmu yang tidak menyenangkan, dan aku tidak main-main." Serunya sebelum melangkah pergi, meninggalkan Tao termenung di sana.

Dahi Tao berkerut memikirkan jawaban Baekhyun. Jantungnya berdegup kencang. Jadi benar semua dugaannya. Semua ini sudah direncanakan oleh Presdir Kim. Lelaki itu dari awal mungkin sudah mengincar Sehun dan berniat menyingkirkannya, meskipun dengan cara yang licik. Tao menggertakkan giginya. Dia telah dijebak dan dipermalukan di depan Sehun, tanpa ada kesempatan untuk membela diri. Kemudian Sehun mencampakkannya begitu saja untuk menikahi Presdir Kim. Tao tidak akan tinggal diam. Dia akan membalas, ketika waktunya sudah tepat nanti.

.

.

.

"Aku ingin kau segera hamil." Jongin tersenyum sambil mengusap perut Sehun sayang. Mereka sedang berbaring di atas ranjang, bersiap untuk tidur setelah percintaan mereka yang begitu panas dan bergelora. Tubuh mereka telanjang di balik selimut, saling memeluk erat.

Sehun yang sudah setengah tertidur di dalam pelukan Jongin langsung terjaga mendengarnya. Hamil, mengandung anak Jongin. Pikiran itu terasa begitu menyenangkan untuknya. Memiliki anak-anak dari Jongin, yang tampan dan eksotis dengan rambut gelap dan mata berkilauan, pasti amat sangat membahagiakan. "Apakah kau mau mengandung anak-anakku?"

"Tentu saja Jongin." Sehun tersenyum geli dan mendongakkan kepalanya, menatap Jongin lembut, "Kau kan suamiku. Pikirmu aku akan mengandung anak siapa kalau bukan dirimu?" Jongin tertawa, tawa yang dalam dan terdengar seksi di telinga Sehun, mengalun lembut, "Kalau begitu kita harus giat mengusahakannya."

Sehun mengangkat alisnya, "Kau melakukannya pagi, siang, sore, dan malam... kurang giat apalagi?" Tawa Jongin kembali memenuhi ruangan, membuat Sehun mau tak mau ikut tertawa juga. Jongin lalu memeluk Sehun dengan lembut, berdoa semoga kebahagiaan mereka tidak pernah berakhir.

.

.

.

Seluruh pelayan sudah kembali ke rumah pagi ini dan kegiatan berlangsung seperti biasa. Sehun sedang di dapur belajar membuat kue kelapa bersama Paman Shin. Ketika suara ribut-ribut terdengar dari lorong, yang mau tak mau terdengar sampai ke dapur. Itu suara Jongin, lelaki itu sedang mengumpat-umpat di telepon. Mengumpat-umpat?

"Bagaimana mungkin dia bisa lolos? Ini pulau pribadi. Tidak sembarang orang bisa kemari." Kemarahan tercermin jelas dalam suara laki-laki itu. Suara di seberang telepon menjawab, tampak mencoba menjelaskan dengan panik dan tergesa-gesa. Tetapi kemudian Jongin memotongnya dengan tajam.

"Sudah. Kita bicarakan keteledoran yang dibuat anak buahmu nanti. Kau yang harus menanggung ini semua. Nanti. Begitu aku selesai membereskan masalah ini." Lalu Jongin menutup telepon dengan kasar. Membuat Sehun merasa kasihan pada siapapun yang menjadi lawan bicara Jongin di telepon.

Beberapa detik kemudian pintu dapur terbuka, dan Jongin langsung masuk dengan wajah serius. "Sehun." Jongin memanggil dari ujung dapur. Membuat Sehun yang sedang bertaburan tepung dan membantu Paman Shin membentuk kue di cetakan menoleh, "Ya Jongin?"

"Kemari, aku ingin bicara." Jongin tidak pernah sekaku ini ketika berbicara kepadanya, membuat Sehun mengerutkan keningnya. Apakah lelaki itu sedang marah? Kepada siapa? Kepadanyakah? Dengan hati-hati dia melangkah keluar dapur, mengikuti Jongin ke arah teras samping. Jongin berdiri di sana, mondar-mandir dengan wajah gusar.

"Ada apa Jongin?" Lelaki itu melangkah mendekati Sehun dan merengkuh kedua bahunya, membuat Sehun dekat dengannya. "Anak buahku mengacau. Kita akan kedatangan tamu. Bukan tamu yang menyenangkan, tetapi kita terpaksa menampungnya beberapa hari demi kesopanan. Aku harap kau mengerti."

Sehun menganggukkan kepala. Sedikit lega mendengar perkataan Jongin, Jadi hanya karena masalah itu? Seorang tamu, meskipun terasa aneh karena datang di bulan madu mereka, tampaknya tidak menjadi masalah besar. Sehun pasti bisa menghadapinya. Kalau begitu kenapa Jongin masih tampak begitu gusar?

Jongin yang masih mencengkeram kedua bahu Sehun mendesah kesal. "Dia bukan tamu biasa. Dia mungkin datang untuk mengacau, seperti yang Jinri ramalkan. Aku minta maaf Sehun, aku tidak menyangka dia akan seberani itu, menyusulku kemari."

"Siapa Jongin?" Sehun berubah waspada, karena Jongin tampak begitu serius tentang tamu yang satu ini. Jongin menatap Sehun pahit. "Dia mantan kekasihku. Anak buahku mengatakan dia tidak bisa mencegah kedatangannya kemari. Sekarang dia sedang dalam perjalanan dengan perahu boat kemari. Maafkan aku."

.

.

.

Memikirkan bahwa Jongin mempunyai mantan kekasih sebelumnya, yang tentunya juga berbagi hal-hal intim bersama lelaki itu sungguh membuat semuanya terasa aneh. Ada sesuatu yang terasa sesak di dadanya.

Seharusnya Sehun siap. Yuri dulu pernah mengatakan kepadanya bahwa Jongin pernah punya beberapa kekasih yang berhubungan dengannya tanpa status yang jelas. Sehun mungkin bisa melupakan itu semua kalau situasinya tidak seperti ini. Seorang mantan kekasih yang nekad tampaknya bertekad untuk merebut Jongin kembali. Dan Sehun harus menghadapinya.

Astaga. Kenapa Sehun harus ada di dalam situasi seperti ini? Apa yang harus dia lakukan? Dengan bingung Sehun memencet nomor ponsel Yuri. Dalam deringan kedua ponsel itu diangkat, "Ada apa Sehun? Apa kau sudah pulang dari bulan madumu?"

"Bukan Yuri. Aku ingin menanyakan sesuatu."

"Tentang apa?"

"Tentang mantan kekasih Jongin."

"Jongin?"

"Ah... maksudku Presdir Kim."

Sejenak Yuri tertegun di seberang sana, lalu bergumam dengan ragu. "Well sayang, menurutku ketika kita sudah menikah dengan seseorang, tidak perlu mengungkit-ngungkit masa lalu, apalagi mencari informasi tentang mantan pacar pasangan kita..."

"Bukan begitu Yuri. Aku bukannya ingin menyelidiki masa lalu Jongin. Aku hanya ingin tahu apa yang harus kuhadapi. Mantan kekasih Jongin... entah yang mana tampaknya tidak terima dengan pernikahan ini, dan entah dengan jalan cerdik apa berhasil menyusul ke pulau ini... dia sedang dalam perjalanan kemari, dan sebentar lagi sampai."

"Apa?" Yuri memekik marah, "Siapa orang tidak tahu malu itu?"

"Kata Jongin, namanya Luhan."

"Luhan...? oh Astaga." Suara Yuri tertelan di seberang sana. Sehun mengernyitkan kening, tiba-tiba diserang perasaan buruk karena kediaman Yuri, "Ada apa Yuri? Kenapa kau terdiam?"

"Karena mantan pacar Presdir Kim yang kau hadapi itu adalah musuhmu yang paling berat." Yuri menghela napas panjang, "Luhan bisa dikatakan kekasih permanen Presdir Kim, dia selalu kembali kepada laki-laki itu. Luhan adalah lelaki keras yang mandiri, dan hubungannya dengan Presdir Kim hanya demi kenikmatan semata. Tetapi sepertinya dia tidak rela Presdir Kim menjadi milik laki-laki lain, karena dia terbiasa memiliki Presdir Kim untuk dirinya sendiri. " Yuri menghela napas panjang, "Dia sangat pandai mengintimidasi lawannya. Hati-hati Sehun. Jangan sampai kau tertekan di bawah auranya."

Sehun mendesah ketika pembicaraannya dengan Yuri berakhir. Ternyata mantan pacar Jongin yang akan datang kemari adalah yang paling hebat di antara semuanya. Jantung Sehun berdetak penuh antisipasi. Menanti apa yang akan terjadi nanti.

.

.

.

Ketika lelaki itu memasuki rumah, dengan koper-kopernya yang dibawakan oleh para pelayan, Sehun yang berdiri di belakang Jongin merasa bahwa mimpi buruknya benar-benar datang. Bagaimana mungkin dia bisa menghadapi laki-laki ini? Luhan bagaikan dewi– meski kenyataannya dia adalah seorang lelaki –yang datang dari surga. Keseluruhan dirinya sangat sempurna. Dari caranya berpakaian yang berkelas, tubuh sempurnanya yang indah, bentuk wajahnya yang oriental dan sensual, dibingkai oleh rambut indah berkilauan. Bahkan bentuk alisnya pun sempurna. Sehun mengamati diam-diam dan merasa letih tiba-tiba.

"Kenapa kau datang kemari Luhan?" Jongin yang menyapa Luhan duluan, sikapnya waspada dan sama sekali tidak bersahabat. Luhan menatap Jongin dan tersenyum manis, "Kenapa kau tidak kemari dan memelukku seperti biasanya Jongin? Aku rindu pelukanmu." Suara Luhan terdengar rendah dan seksi. "Dan kenapa aku kemari? Itu karena aku merindukanmu Sayang. Aku pulang dari luar negeri dan menunggu panggilanmu. Biasanya kau akan menghubungi dan menemuiku, aku sudah tak sabar melewatkan waktu berdua denganmu. Tetapi kau tidak mengunjungiku. Lalu kudengar kau sedang ada di pulau ini, jadi aku menyusulmu kemari."

Luhan sudah jelas menyadari kehadiran Sehun di belakang Jongin, tetapi hal itu tidak membuatnya segan menahan kata-kata vulgar dan penuh rayuannya kepada Jongin. Apakah Luhan tidak tahu bahwa Jongin dan Sehun sudah menikah? Sehun menghela napas dan mengalihkan pandangan kepada Jongin. Suaminya itu tampak tidak suka dengan kata-kata Luhan. Lelaki itu mundur, seolah-olah menjaga Sehun dari sambaran Luhan, "Aku sedang berbulan madu, Luhan. Dengan istriku." Jongin memberikan penekanan penuh pada kata 'istriku'.

"Oh?" Luhan tampak tidak kaget. Berarti lelaki itu sudah tahu bahwa Sehun adalah isteri Jongin, betapa kejamnya dia mengucapkan kalimat penuh rayuan tadi kalau begitu. "Tidak masalah untukku." Suara Luhan terdengar manis, membuat Jongin mual, "Aku ingin bertemu denganmu Jongin, bukan dengan istrimu." Dengan langkah anggun dia mendekat dan berdiri di depan Jongin dan Sehun. Matanya dengan sengaja menelusuri Sehun dari atas ke bawah. Sehun tentu saja tidak sama dengan Luhan, dia tidak mengenakan baju rancangan desainer ternama, hanya mengenakan kemeja longgar tipis berwarna putih dan celana pendek kuning yang sudah memudar warnanya.

Senyum Luhan kemudian lebih seperti senyuman mencemooh, "Sehun bukan nama isterimu." Luhan tersenyum manis kepada Jongin, seolah tidak menganggap Sehun ada, "Aku ingat saat-saat manisku ketika mendengar nama Sehun." Senyum Luhan tampak penuh arti dan tatapannya menggoda penuh rahasia, yang seketika itu juga membuat wajah Jongin merah padam karena marah.

Luhan tertawa ketika melihat reaksi kemarahan Jongin yang diharapkannya karena sindirannya, dia mengedikkan bahunya ke arah tangga, "Kuharap pelayan bisa menunjukkan di mana kamar tamunya, aku lelah karena perjalanan ini. Mungkin aku akan istirahat dan tidur sejenak." Dengan nakal dikedipkannya matanya kepada Jongin, "Meskipun aku tidak akan menolak kunjungan singkat di siang hari seperti yang biasa kau lakukan dulu Jongin." Luhan membalikkan tubuhnya dan melangkah anggun. Meninggalkan Jongin dan Sehun yang seketika membeku dalam keheningan. Keheningan tidak mengenakkan yang menyesakkan dada.

.

.

.

"Sehun." Jongin dengan gusar berusaha meraih jemari Sehun yang melangkah menjauh. "Tolong dengarkan aku dulu." Sehun menatap Jongin marah. "Kenapa kau harus membawaku dalam situasi seperti ini Jongin? Dia, laki-laki itu tampak sekali sangat membenciku, dan sepertinya ingin menyingkirkanku. Dan parahnya dia tahu bahwa kita sudah menikah dan berbulan madu, tetapi dia tetap datang dan tidak mempedulikanku." Sehun tidak dapat menahan suaranya yang berubah meninggi.

"Aku akan mengusirnya. Segera. Sementara itu kita harus menahan diri Sayang." Jongin merangkum jemari Sehun dan mengecupnya, "Aku juga membenci kehadirannya, Sehun, lebih benci darimu. Tetapi Luhan lelaki yang kejam. Aku takut kalau kita tidak hati-hati melangkah, dia akan berbuat jahat kepadamu." Sehun mendesah kemudian menghela napas panjang, "Iya Jongin, maafkan aku, mungkin aku terlalu bingung dan terkejut dengan ini semua."

"Aku yang harus meminta maaf karena menempatkanmu ke dalam situasi seperti ini." Jongin merengkuh Sehun ke dalam pelukannya, berusaha menenangkan isterinya itu, "Kita akan mengatasinya bersama. Oke?"

"Oke." Sehun memejamkan matanya dan menempelkan pipinya ke dada Jongin yang hangat. Membiarkan lelaki itu membuainya.

Sementara itu di depan pintu kamar tamu yang terbuka di lantai dua. Luhan berdiri dan menatap ke bawah. Pemandangan pasangan yang saling berpelukan mesra itu tampak jelas dari atas. Membakar hatinya, membuat matanya menyala penuh kebencian.

Sehun… Luhan… Dua nama itu nyaris mirip ketika diucapkan. Namanya sebenarnya Luhan, tetapi dia tidak sudi dipanggil dengan nama itu. Karena nama itu mengingatkannya dengan sebuah nama lain yang selalu membuat dadanya sakit ketika mendengarnya, 'Sehun'. Terlebih ketika Jongin, laki-laki yang sepenuh hati ia cintai menyuarakan nama itu ketika mereka bersama. Dan kini kebencian itu semakin membakarnya, ketika pada akhirnya ia bertemu dengan pemilik nama yang sangat ia benci itu.

.

.

.

Jongin duduk dengan gusar di ruang kerjanya. Sehun sudah tertidur di ranjangnya, setelah menolak bercinta dengan Jongin. Kedatangan Luhan pasti telah merusak moodnya. Tentu saja, isteri mana yang tidak rusak moodnya ketika harus menghadapi mantan kekasih suaminya yang dengan tidak tahu malu menyusul mereka di saat mereka sedang berbulan madu.

Tetapi Jongin tidak bisa bertindak gegabah. Luhan lelaki pandai yang licik dan sedikit jahat ketika ingin mendapatkan keinginannya. Dia akan menggunakan segala cara untuk memperoleh apa yang dia mau. Meskipun itu harus melindas orang lain. Tadi, Luhan sudah menyiratkan ancaman ketika mengatakan 'nama Sehun membuatnya terkenang akan masa-masa indahnya'.

Jongin tahu persis apa maksud perkataan Luhan itu. Dia menyiratkan bahwa dia akan memberitahu Sehun bahwa Jongin sering menggunakan Luhan ketika mereka bercinta, dengan memanggil dan menganggapnya sebagai Sehun.

Dengan frustasi Jongin mengacak rambutnya, kenapa Luhan menyusul kemari? Dia tidak habis pikir. Hubungan mereka sudah berakhir. Jongin sudah mengakhiri hubungan mereka baik-baik dan waktu itu Luhan juga tampak menerimanya dengan baik. Apakah pada saat itu Luhan masih berpikir bahwa Jongin suatu saat akan kembali kepadanya? Dan ketika ternyata Jongin menikah dengan Sehun, hal itu memicu sifat posesif lelaki itu? Jongin harus mencari cara untuk menyingkirkan Luhan dari pulau ini secepat mungkin. Jauh-jauh dan tidak akan kembali lagi untuk mengacaukan hidupnya. Tetapi dia harus berhati-hati melakukannya. Dia tidak mau Sehun sakit hati karena berpikir bahwa dia dan Luhan masih memiliki hubungan khusus.

.

.

.

"Makanan ini enak sekali." Luhan sepertinya sudah berdandan habis-habisan untuk makan malam ini. Kemeja sutra keemasan dan celana katun putih yang nampak sangat pas membungkus tubuh indahnya dengan sempurna. "Mungkin aku harus membujuk kokimu supaya mau ikut denganku."

"Paman Shin tidak akan mau. Baginya pulau inilah rumahnya." Jongin menanggapi dengan dingin, lebih tertarik memerhatikan Sehun di sampingnya, mengawasi takut-takut lelaki itu tersedak makanannya karena terlihat tidak fokus.

Luhan tersenyum sensual kepada Jongin, "Ah, kau seperti lupa bagaimana caraku membujuk dan merayu orang Jongin, mungkin aku harus mencari kesempatan untuk mengingatkanmu kembali."

Sehun benar-benar hampir tersedak mendengar rayuan yang diucapkan dengan gamblang itu. Oh Astaga, apakah dia harus menghadapi itu setiap hari ketika Luhan ada di sini? Dia merasakan sengatan perasaan aneh setiap Luhan merayu Jongin, entah dengan bahasa tubuhnya ataupun dengan kata-kata tersiratnya. Seperti sengatan perasaan marah yang membuat dadanya panas. Membuatnya terdorong untuk menyembunyikan Jongin di balik punggungnya, lalu menghadapi Luhan dengan galak sambil berteriak 'Jongin adalah Suamiku'.

Apakah dia merasa cemburu? Sehun mengernyitkan keningnya sambil mengaduk-aduk makanan di piringnya. Oh astaga. Kalau benar dia cemburu berarti dia mempunyai perasaan lebih kepada Jongin. Apakah dia mencintai lelaki itu? Mungkin saja. Mungkin saja Sehun sudah mencintai lelaki itu tanpa sadar di saat-saat kebersamaan mereka yang menyenangkan, di saat-saat percintaan mereka yang penuh gairah sekaligus kelembutan. Mungkin saja Sehun sudah mencintai Jongin.

"Kenapa kau tidak menyantap makananmu Sayang?" Jongin berbisik lembut kepada Sehun yang duduk di sisi kirinya, mengamati isi piring Sehun yang tetap utuh tidak disentuh, hanya dimain-mainkan di piring.

"Aku sedikit tidak enak badan." Sehun tidak berbohong, tiba-tiba saja dia merasa kepalanya pening. Jongin langsung menyentuh dagunya, membuat Sehun mendongak menatapnya, lalu mengamati wajah Sehun dengan cemas, "Kau sakit Sehun? Ada dokter di sini, aku akan memanggilkannya untukmu." Sehun meringis, "Tidak perlu. Mungkin aku hanya perlu tidur lebih awal."

"Aku akan mengantarmu." Jongin hendak beranjak sambil menghela Sehun ketika Luhan bergumam, "Ada yang perlu kubicarakan denganmu Jongin, penting. Setelah kau mengantar istrimu, aku menunggumu di perpustakaan." Jongin tidak menjawab, hanya mengucapkan permisi dengan sopan. Lalu membimbing Sehun ke kamar, meninggalkan Luhan sendirian di ruang makan.

.

.

.

Jongin membaringkan Sehun dengan lembut dan menyelimutinya, "Kalau pusingmu tidak membaik, aku akan memanggil dokter ke sini." Katanya cemas. "Aku cuma perlu tidur." Sehun berusaha tersenyum kepada Jongin. Jongin duduk di tepi ranjang dan membalas senyuman lembut Sehun, diusapnya rambut di dahi Sehun dengan penuh sayang, "Luhan bisa tidak tertahankan kalau dia mau. Jangan sampai dia membuatmu sakit. Dia akan senang kalau berhasil melakukannya." Dengan hati-hati dikecupnya dahi Sehun, "Tidurlah Sayang, semoga ketika kau bangun nanti, pusingmu sudah hilang."

"Mau kemana?" Sehun berseru tanpa sadar ketika hendak berdiri menjauh dari ranjang. Jongin tersenyum meminta maaf, "Aku akan ke perpustakaan. Aku ingin tahu apa yang ingin dibicarakan Luhan, sehingga aku tahu apa tujuannya datang ke sini, mungkin aku bisa mengusirnya secara halus." Jemari Jongin menyentuh ujung jari Sehun dengan lembut, "Jangan cemas. Aku akan membereskan semuanya dan segera kembali," Jongin mencium bibir Sehun sayang.

Sepeninggal Jongin, Sehun berbaring dengan mata nyalang semakin merasa pening. Tadi dia menahan diri sekuat tenaga untuk tidak berteriak dan mencegah Jongin pergi dari kamar ini. Jauh di dalam hatinya dia tidak mau Jongin pergi dan menemui lelaki cantik itu. Bagaimana kalau Jongin jatuh dalam godaan Luhan? Laki-laki itu begitu cantik, dan suasana perpustakaan di malam hari begitu intim... dan mengingat betapa gigihnya Luhan, tidak menutup kemungkinan lelaki itu akan berhasil merayu Jongin bukan?

Ingin sekali Sehun menyusul ke perpustakaan, sekedar untuk memastikan, atau mungkin mencuri dengar. Tetapi dia menahan diri. Tidak. Dia harus mempercayai Jongin.

.

.

.

.

.

.

To Be Continue

.

.

.

.

.

.

Kimoy's Note

.

.

.

.

.

.

Thanks to :

Kim Sohyun; kjinftosh; Oh Byul; RiRi639;
KaiHunyehet; rytyatriaa; KaiHunnieEXO; ;
Rilakkuma8894; Misyel; exolweareone9400; helenaaaaafela;
ohxoho; Kimoh1412; Lovekaihun; Haemi Wytha Kim444;
YunYuliHun; Rima19exo; Kaikaikai; SEIN;
Ilysmkji; jiraniatriana; Lauren choi; Kaikaikaikaaaaai; oh ana7.

.

.

.

.

.

.

Maaf ngaret laptop saya rusak :'( Saya ga bakal banyak cuap-cuap :( Big Thanks
banget buat yang udah review dan nunggu ff ini^^ See you
in next chapter yeaaa