Once Burned (Remake)

Warn: Yaoi, BoysLove, Typo(s)

Pair: Hunkai

Disclaimer: Once Burned by Jeaniene Frost

Cast(s) milik diri mereka sendiri

.

.

.

All Jongin's POV

Sehun memandang gambar itu, alisnya bertaut. Setelah cukup lama, dia bertukar pandang dengan Chanyeol yang menggelengkan kepala dengan ekspresi yang aku tidak mengerti.

Lalu Sehun menoleh ke arahku. "Satu-satunya orang kukenal yang memliki wajah mirip dengan gambar ini sudah lama meninggal."

"Oh," kataku kecewa. "Well, ini bukan replika yang sama. Aku akan tetap berusaha melacak dari tulang-tulang. Mungkin ada satu atau dua detil tentangnya sehingga aku bisa mendeskripsikannya dengan lebih baik."

Sehun menyerahkan gambar itu pada Chanyeol. "Buat salinannya dan tunjukkan pada Jackal. Cari tahu apakah dia pernah melihat orang ini sebelumnya."

"Jackal masih hidup?" tanyaku terkejut.

"Tentu saja. Kau pikir kemana Shrapnel selama ini?"

"Aku tidak tahu dia telah menyiksa Jackal selama ini!" Semburku, lupa untuk menjaga ucapanku di depan Jillian. Semoga saja dia tidak memahaminya, karena sialnya aku menggunakan kemampuan bahasa inggrisku disaat yang tidak tepat.

Tapi sayangnya aku tidak beruntung.

"Seseorang sedang disiksa?" Jillian bangun, tangannya menutup mulutnya. Lalu semburan bahasa Prancis yang terdengar gugup menginterupsinya ketika dia mulai berjalan mundur.

"Assieds-toi, ce ne sont pas tes oignons," kata Sehun, matanya bersinar zamrud.

Apapun yang dikatakan Sehun, digabungkan dengan kekuatan dari tatapannya nampaknya bekerja. Jillian kembali duduk, ekspresinya berubah dari takut menuju tenang. Merasa puas, Sehun kembali menoleh ke arahku.

"Bukan hanya Shrapnel. Aku juga menghabiskan waktu dengan Jackal secara rutin."

Sesuatu yang aku tak akan pernah terbiasa dengan Sehun. Inilah salah satunya. Aku memilih kata-kataku dengan hati-hati.

"Tapi kau bilang Jackal tidak tahu siapa yang menyuruhnya menculikku, lalu untuk apa semua usaha ekstra ini?"

Sehun mengangkat bahu. "Due diligence."

Hanya Sehun yang bisa mendeskripsikan seminggu penuh interogasi brutal dengan santai.

"Ayahku akan menyukaimu," gumamku.

Seringainnya sangat aneh untuk topik yang kalau aku tidak terbiasa dengan kelakuannya akan membuatku ketakutan.

"Kebanyakan dari mereka tidak."

"Well, ayahku adalah pensiunan letnan kolonel yang bersumpah water boarding dapat diterima sebagai teknik interogasi."

Sehun mengangkat bahunya lagi. "Api bekerja lebih cepat. Berbicara mengenai keluargamu, aku punya nomor yang bisa kau berikan pada mereka. Kau harus menghubungi mereka secepatnya jadi mereka tidak khawatir dan melaporkanmu hilang."

Aku berdehem. Ini topik yang tidak nyaman untuk dibahas di depan Jillian, meskipun dia tampak tidak mengerti.

"Bukan masalah. Ayahku dan aku hanya berbicara beberapa bulan sekali, dan dengan adikku Taemin bahkan lebih jarang lagi."

Rasa sesak menyebar ditubuhku ketika aku mengatakannya. Ayahku selalu bertugas di sebagian besar masa kecilku, jadi hubungan kami memang selalu hubungan yang tidak terlalu dekat, tapi Taemin dan aku sangat dekat dulu. Semuanya berubah sejak hari dimana ibuku meninggal. Kita tidak berbicara sejak pemakaman bibi setahun lalu, dan waktu itu bukan percakapan yang menyenangkan.

Senyuman Sehun menghilang, sekarang ekspresinya berubah-ubah antara menyesal dan mengolok-olok.

"Terkadang keluarga tidak membawa kedamaian. Di banyak kesempatan, adik laki-lakiku mencoba membunuhku. Sekali, dia berpikir telah berhasil, tapi aku sudah melewati kematian mortal pada waktu itu." Bibirnya tersenyum kecut. " Terlepas dari semua itu, ketika dia meninggal, aku berduka untuknya. Keluarga selalu tak tergantikan, sekalipun mereka juga tidak dapat dimaafkan kadang."

Tak tergantikan. Ya, itu menggambarkan ibuku. Juga bibiku, Hyeri. Dia mengambil alih mengasuh aku dan Taemin setelah kematian ibuku sehingga kami tidak perlu berpindah-pindah ke seluruh penjuru dunia mengikuti tugas pemindahan kerja ayahku. Bibi Hyeri juga yang memberitahu ayahku ada sesuatu yang sangat aneh dengan pemulihan kecelakaanku dan tubuhku yang mulai mengeluarkan tegangan listrik.

Aku menggelengkan kepala seolah itu akan menghilangkan semua memori yang tadi hadir. "Lelaki yang ada digambar itu kau bilang mengingatkanmu pada seseorang, yang sudah meninggal. Apakah mungkin dia memiliki saudara yang mirip dengannya?" Yang memiliki dendam padamu? tambahku dalam hati.

"Dia tidak memiliki keluarga biologis yang masih hidup."

"Kau yakin?" Lelaki menjadi ayah rahasia sepanjang waktu-

"Dia sudah menjadi vampir ratusan tahun yang lalu ketika meninggal; mustahil untuknya memiliki anak," kata Sehun.

Aku melirik ke arah Jillian untuk melihat apakah kata-kata vampir membuatnya ketakutan, tapi dia tetap terlihat tenang di tempatnya.

"Lalu bagaimana kalau dia tidak meninggal? Orang yang menyuruh serangan melawanmu tidak sengaja mirip dengan vampir yang kau kenal. Bagaimana kalau dia masih hidup dan-"

"Dia mati." Senyuman sehun terkesan menyenangkan namun mengerikan. "Mihaly Szilagyi adalah orang pertama yang kubakar sampai mati."

...

Jillian pergi ke salah satu kamar tamu. Sehun menginginkannya tinggal untuk beberapa hari, siapa tahu aku menemukan detil lain tentang orang misterius yang melakukan semua ini. Tapi sepanjang sore aku duduk dan mengikuti arus ingatan yang membanjiri pikiranku, yang aku dapatkan sejauh ini hanyalah cincin aneh milik dalang misterius ini.

Dan sakit kepala.

Sehun meninggalkanku sendiri untuk berkonsentrasi-dan membantu Shrapnel melakuakn hal buruk pada Jackal sembari menanyainya apakah dia mengenal laki-laki di gambaran itu, tak diragukan lagi. Aku belum melihat Chanyeol sejak pagi ini, jadi aku tidak tahu apa yang dia lakukan. Aku ingin untuk meminum obat sakit kepala lalu berbaring, tapi aku memutuskan untuk pergi ke basement rumah. Dengan kekacauan dua hari terakhir ini, aku belum mendapat kesempatan untuk berterima kasih pada Ben karena telah memanggil Sehun. Tanpa itu, Sehun mungkin tidak akan sampai tepat pada waktunya, dan aku akan terbakar sampai kering.

Ketika aku sampai di dapur, tak ada seorang pun disana meskipun sudah mendekati waktu makan malam. Penasaran, aku mengikuti suara percakapan semakin dalam ke lorong, yang akhirnya menuju ke area lounge besar dan terbuka.

Ben, Joe, Damon, Kate dan beberapa orang lain berbaris rapi didepan salah satu jendela tinggi, yang secara mengejutkan, ternyata menunjukkan pohon-pohon sebagai latar belakangnya. Tidak semua basement harus di bawah tanah, tapi mengingat rumah ini yang terletak di atas bukit aku rasa tidak mengherankan. Sandra duduk di sofa, membolak-balik sebuah majalah, tapi tersenyum begitu dia mendongak dan melihatku.

"Jongin!"

Ben langsung meninggalkan jendela dan menghampiriku. "Hei!"

Setelahnya aku langsung dikelilingi mereka begitu mereka mengabaikan tempatnya. Melihat betapa bahagianya semua orang seakan aku memiliki persahabatan yang mereka miliki dengan satu sama lain. Aku tidak mengenal orang-orang ini dengan baik, tapi jelas mereka menerimaku sebagai salah satu diantara mereka. Aku merasa terharu, kalau saja aku tidak akan menyetrum mereka sampai mati, aku pasti sudah melakukan pelukan grup.

"Aku baik-baik saja, sungguh," kataku untuk ketiga kalinya. "Dan Ben, terima kasih banyak telah memanggil Seh-Vlad dan mengatakan padanya tentang penyerangan itu. Dia datang disaat yang tepat."

Ben terlihat malu. "Aku tidak tahu kau terjebak disana. Aku menelpon Vlad karena aku mengkhawatirkan keselamatanku sendiri."

Sandra menyikutnya. "Tapi kau terpikir untuk menelponnya. Kita terlalu panik untuk melakukan itu. Itulah kenapa Vlad memberimu hadiah."

"Dia memberimu hadiah?" Sehun tidak mengatakannya.

"Tentu saja. Ben akan diubah tahun depan!" Sorak Joe, memukuli punggung Ben.

Mungkin aku kelewatan sesuatu di kamus Inggris-ke-Korea milikku. "Diubah apa?"

"Menjadi vampire," Kata Sandra dengan bangga.

Aku terdiam untuk sesaat. Ben terlihat malu, tapi bersemangat disaat yang sama. Jelas sekali, dia menginginkan ini.

"Oh," Kataku, tidak yakin bagaimana harus merespon. "Selamat."

"Memikirkan tahun depan, kau yang akan menggigit salah satu diantara kami." Damon menyeringai merasa terhibur dengan pemikirannya. "Tapi jangan membuat masalah dengan Vlad atau kaulah yang akan disula selanjutnya."

"Hey, kita akan ketinggalan," kata Joe, kembali ke jendela.

Semua orang mengikuti kecuali Sandra yang menggelengkan kepala.

"Aku tidak suka melihat hal semacam itu. Aku terkejut kau datang untuk melihat, Jongin."

"Melihat apa?" tanyaku, mulai merasa janggal dan tidak nyaman.

Ben berputar dari jendela dan menghadapku. "Melihat Vlad menyula Maximus karena meninggalkanmu di klub."

"Apa?!"

...

Aku tidak sempat untuk mengenakkan mantel, tapi langsung berjalan cepat ke sisi rumah yang dipenuhi barisan pohon-pohon tinggi. Sekarang aku tahu alasannya kenapa. Turis malang yang tidak sengaja sampai ke samping kastil drakula ini akan terkejut melihat beberapa tiang tinggi tertancam di tanah,dan ada sesuatu yang masih tersisa disana.

Sehun pasti tahu aku datang, entah dari pikiranku atau dari suara berisik sepatu botku yang terhentak-hentak. Kayu panjang yang tadi dipegangna saat aku melihat dia dari jendela sekarang tergeletak di tanah. Chanyeol berdiri disamping Sehun, tidak memakai baju, sama sekali tidak terpengaruh suhu dingin yang membuat seluruh tubuhku menggigil, ekspresinya terlihat suram.

"Jongin," kata Sehun, suaranya terdengar tenang seolah aku memergoki mereka sedang minum bir bersama. "Disini terlalu dingin untukmu keluar dengan pakaian seperti itu. Masuklah ke dalam. Aku akan menemanimu sebentar lagi."

"Apa? Setelah kau selesai melubangi perut Chanyeol dengan alasan yang tidak jelas?" gertakku.

Dia jelas-jelas memiliki keberanian untuk menatapku seolah akulah yang bertingkah berlebihan.

"Alasan yang tidak jelas? Aku menyuruhnya melindungimu. Tapi perbuatannya malah membuatmu hampir terbakar samapi mati. Kau pikir aku akan melepaskannya dengan mudah?"

"Aku tidak berpikir kau akan bersenang-senang dengan melubangi tubuhnya," lawanku, berusaha untuk menahan gigiku bergemeletuk yang akan mengurangi nada tegasku. "Dia bertarung melawan tiga vampir waktu itu, yang artinya cukup menakjubkan. Bukan salahnya kalau dia tidak menyadari apa yang si rambut silver lakukan padaku."

Tangan Sehun mengelurkan kobaran api. Chanyeol bergumam, "Berhenti membantuku."

"Aku pemimpinnya disini." Sehun menekankan setiap kata seolah aku tiba-tiba mengalami kesulitan memahami bahasanya. "Tidak peduli sebesar apa kemampuan bertarung Chanyeol telah membuatmu kagum, bagaimana aku menghukum orangku yang telah gagal bukan urusanmu."

Amarahku tersulut. Aku seharusnya kekasihnya, bukan pesuruhnya jadi dia tidak seharusnya menggunakan kartu Big-Bad-Vampire kepadaku!

"Oh, sekarang kau mengatakannya," ejekku, mengangkat alis. "Kau benar seharusnya aku tidak ikut campur. Bahkan terserah kau mau menusukkan Chanyeol ke tongkat itu berapa lama, aku akan kembali dan memastikan memikirkan kesalahanku sambil tidur sendirian!"

"Jangan gunakan hubungan kita untuk mengancamku," katanya dengan kasar. "Tidak akan berhasil, dan kita setuju untuk tidak memainkan permainan dengan satu sama lain."

Aku mendekatinya, merasakan tanganku pedih karena kemarahanku.

"Ini bukan ancaman. Ini hanya aku yang benar-benar marah karena kau menyiksa Chanyeol untuk sesuatu yang bukan kesalahannya. Kau lakukan apa yang harus kau lakukan, Sehun, aku tidak bisa menghentikanmu. Tapi aku juga akan melakukan apa yang harus aku lakukan."

Sehun melirik kebawah, ekspresinya berubah dari dongkol ke khawatir.

"Jongin, tanganmu."

Aku menunduk dan melihat kilauan listrik yang berkelip-kelip. Aku mengepalkan tangan, menarik napas panjang sambil berusaha memasukkan lagi kekuatanku.

"Tidak apa," gumamku. "Ini terjadi sebelumnya; aku mencambukkan listrik ke si rambut silver ketika aku tidak cukup dekat untuk meraihnya. Mungkin meminum darahmu menaikan tegangan listrik ditubuhku."

Sehun memandang tanganku sebelum melempar lirikan spekulatif pada Chanyeol. Lalu kembali kepadaku. Dan tersenyum.

"Apa?" tanyaku curiga, mengenali ekspresi menawan 'aku akan melakukan sesuatu yang buruk' miliknya.

"Selamat, Chanyeol. Jongin sudah memenangkanmu penangguhan hukuman dari disula." Senyumnya melebar. "Dan aku tahu cara berterima kasih kepadanya untuk itu."

...

Chanyeol berdiri dihadapanku di hallway besar, berpakaian lengkap sekarang. Ekspresinya datar, tapi kalau aku jadi dia, aku pasti akan menyumpahi diriku sendiri. Aku harap ini tidak sesakit tongkat yang menembus perut, tapi karena Sehun memikirkannya, kemungkinannya tidak.

"Maaf," kataku untuk kesekian kalinya. Lalu kembali fokus ke pisau yang dipegangnya dan mengarahkan tenaga listrik sebanyak yang aku bisa ke sana. Kilat berwarna putih keluar dari tanganku, mengenai pergelangan tangannya dan meninggalkan luka bakar yang jelek. Tubuhnya menegang, reaksi biasanya, tapi kali ini, Chanyeol mindur selangkah. Tapi tidak menjatuhkan pisau ditangannya.

"Lebih baik," Sehun berkata dengan nada setuju. "Dengan latihan, kau akan bisa melakukan ini."

Lalu dia mencambukkan cambuk ditangannya. Gerakannya terlalu cepat untuk dapat diikuti mataku, tapi pisau di tangan Chanyeol tiba-tiba tergeletak beberapa meter di lantai.

Sehun menoleh ke arahku. "Aku bisa melepaskan tangannya kalau aku mau, dan ini cambuk biasa. Kau memiliki kemampuan untuk membuat satu dengan murni tegangan listrik. Kalau kau bisa mengendalikannya dengan baik, kau bisa memotong seseorang menjadi dua, manusia taupun vampir."

Aku tidak yakin. Vampir menyembuhkan diri terlalu cepat untuk kemampuanku bisa membunuh mereka kecuali aku mempertahankan kontak dengan tangan kananku selama setidaknya satu jam. Dalam kasus ini: Luka bakar di pergelangan tangan Chanyeol sudah menghilang, dan postur tubuhnya tegak seperti biasanya.

Sehun mendekat, alisnya berkerut. "Kalau kau tidak percaya bisa melakukannya, maka kau tidak akan bisa. Kau pikir pengendalianku terhadap api muncul saat aku pertama kali bisa mengeluarkan api? Tidak. Aku mengasahnya sampai mereka berubah menjadi senjata yang kumiliki sekarang."

"Kalian butuh waktu berdua?" keluh Chanyeol.

Sehun mengabaikannya, menggengam tanganku dan mengangkatnya seolah aku tidak pernah melihatnya sebelumnya.

"Ini bisa menjadi senjata yang hebat. Kau hanya pernah berlatih untuk menahan kekuatanmu, tapi apa yang kau dapatkan? Berhentilah mencoba menyingkirkannya dan taklukan dengan kemauanmu."

"Bagaimana jika aku tidak ingin kekuatanku bertambah?" Kelelahan karena terus-terusan mengeluarkan listrik membuat suaraku serak. "Kekuatan mungkin simbol status untuk vampir, tapi aku tak pernah menginginkan semua ini sejak awal. Mereka menghancurkan hidupku lebih dari sekali dan tanpa meminum darah vampir, mereka membunuhku. Aku ingin mengurangi kekuatanku, bukan menambahnya."

"Kau ingin bertahan hidup, bukan?" katanya tanpa ampun. "Kalau kau seperti sekarang, kebanyakan vampir bisa melukaimu. Sekarang harapanmu adalah siapapun yang menyuruh menculikmu tidak menyebarkan apa-apa tentang kemampuan fisikmu, tapi kalau dia sudah melakukannya, kau akan terkenal di dunia kami. Jika itu terjadi dan kau tetap tidak bisa berbuat apa-apa, berada dibawah perlindunganku selamanya, atau belajar mempertahankan dirimu sendiri. Pilihanmu."

Sialan. Sehun benar-benar tahu tombol mana yang harus ditekan. Mengembangkan kemampuanku mungkin akan memiliki kerugian untuk kondisi mental dan fisikku, tapi lebih baik daripada tak berdaya saat ada yang berusaha menculikku.

"Baiklah," kataku setelah berhenti cukup lama. "Aku akan mengasah kemampuanku menjadi senjata terbaik yang bisa dihasilkan."

Sehun menangkup wajahku dan ibu jarinya membelai pipiku. Suaranya merendah. "Pertama kau harus melepaskan rasa bersalahmu akan kematian ibumu. Itu membuatmu lemah."

Perkataannya menamparku. "Kau tidak berhak," pekikku, menyentakkan tangannya dari wajahku. "Aku tidak pernah memberitahumu tentang itu, jadi kau mencurinya dari pikiranku! Apakah aku membicarakan kenanganmu disungai? Tidak, karena kau tidak memberitahuku atas keinginanmu, jadi aku tidak pernah membicarakannya. Jangan ungkit ini, Sehun. Aku serius."

"Aku akan pergi," gumam Chanyeol, menjauhi dari kami.

Aku mengabaikannya, terlalu fokus pada vampir dihadapanku. Sehun memandangku balik dengan keras kepala.

"Kau tidak perlu membawa-bawa kenanganku di sungai karena aku sudah mengatasi rasa bersalahku akan hal itu sejak lama. Tapi kau benar. Kau tidak menceritakannya kepadaku, jadi aku tidak akan membahasnya lagi... kecuali kau membiarkan hal itu menghalangimu."

Sesuatu terasa membakar didalamku ketika Sehun mengataknnya. Aku bisa merasakan kekuatanku menggebu-gebu dibawah kulitku seolah meminta dibebaskan.

"Akan aku tunjukkan apa yang menghalangiku," geramku, menggerakkan tanganku ke patung pahlawan perang seukuran manusia di dekatku. Kilat panjang berwarna putih keluar dari kulitku, mengarah ke leher patung. Sebagian dari diriku pasti menahan diri saat dengan Chanyeol tadi, tapi kali ini, kilatnya menembus leher patung itu. Kepala yang terbuat dari porselen itu jatuh ketanah, pecah menjadi beberapa bagian.

Chanyeol berlari kembali dan melihat ke arah pecahan patung itu denga tampang horor. "Itu patung Grecian berusia lima abad!"

Kemarahanku langsung menghilang ketika aku melihat ke kekacauan yang aku perbuat. Merasa malu dengan apa yang aku lakukan. Adikku Taemin selalu menghancurkan sesuatu ketika marah, dan aku berjanji tidak akan pernah seperti itu. Sekarang aku malah menghancurkan patung mahal dan bersejarah.

"Aku minta maaf," kataku, menatap ke arah Sehun, tapi ekspresinya menghentikanku untuk mengatakan sesuatu.

"Kau lihat?" katanya dengan nada puas yang jelas. "Senjata yang hebat, seperti yang aku katakan. Sekarang kau mengetahui kemampuanmu, dan kita akan terus meningkatkannya."


Setelah aku mandi, aku melihat pintu kamarku yang menghubungkan ke ruang duduk terbuka. Tadi tertutup waktu aku masuk ke kamar mandi. Gumaman pelan terdengar dari ruangan itu. Penasaran, aku mengeratkan jubah mandiku dan mengintip dari pinggiran pintu

Tidak lain adalah Sehun yang duduk di sofa kulit, tanpa jaket, dengan kaki dinaikan ke meja depannya, dan menonton film vampir dari semua yang ada. Aku menghampirinya.

"Aku tidak tahu kau menyukai hal seperti itu."

Sehun menoleh ke arahku. "Hal seperti ini cukup menghibur. Kalau bukan digambarkan sebagai makhluk-makhluk haus darah, maka kami makhluk dungu emosional yang merengek karena kehilangan hidup kami."

"Berarti kau pasti menyukai film yang menceritakan kembali hidupmu."

"Kebanyakan dari mereka tidak menceritakan kembali hidupku," katanya dengan santai, tapi matanya bersinau hijau zamrud. "Mereka menceritakan karangan Stoker, yang sama sekali tidak ada miripnya denganku kecuali julukanku-dan itupun bahkan salah. Drakula bukan berarti anak dari iblis. Artinya adalah anak dari naga, atau ayahku yang dikenal di zaman ini."

Aku seharusnya tidak membahas ini. Kali ini aku menyalahkan fakta bahwa aku lelah dan masih kesal karena Sehun membawa-bawa kematian ibuku tadi, intinya kami berdua bersalah.

"Lupakan saja," gumamku.

Sehun bangkit, dan berjalan ke arahku dengan perlahan seperti predator yang tahu mangsanya tidak akan bisa lari.

"Kau punya hak untuk mengetahui tentang orang yang kau jadikan kekasihmu. Banyak dari sejarah yang merupakan kesalahan, tapi ada beberapa yang benar, bahkan motivasiku kadang digambarkan dengan salah."

Ketika dia sampai di hadapanku, dia merambatkan jarinya naik di sepanjang kerah jubah mandiku. Cahaya dari perapian semakin menegaskan garis wajahnya, dan mata tembaganya yang nampak memiliki api tersendiri.

"Lanjutkan," katanya dengan tantangan yang lembut. "Tanyakan sesuatu padaku."

Aku membuang muka, merasa tertarik tapi bingung dengan penawarannya. "Sehun, sungguh. Aku hanya tahu dari yang dikatakan film, dan kau sudah bilang kalau itu salah. Aku tidak tahu apalagi yang harus-"

"Bohong," potongnya, lebih terdengar seperti pernyataan daripada tuduhan. "Kau punya pertanyaan, jadi tanyakanlah."

"Apakah Jongsuk hyung benar?" Kataku sebelum aku bisa menghentikan diriku. "Apakah kau akan mematahkan hatiku?"

Tepat setelah aku mengatakannya, aku berharap bisa menariknya kembali. Kami setuju bahwa cinta tidak akan ada diantara kami dan disini aku membicarakan patah hati seperti remaja. Mungkin ini pertanda bahwa aku sudah terlalu terhanyut perasaan dalam hubungan ini.

Sehun bersandar di pinggiran pintu, membuat badannya sangat dekat denganku

"Kenapa aku ingin mematahkan hatimu?"

"Because you can be a merciless bastard at times," jawabku jujur.

Sebuah senyuman terbentuk di bibirnya. "Benar, tapi aku ingin bersamamu." Kepalanya menunduk, mulutnya membelai leherku membuat tubuhku merasa merinding.

Bahkan ditengah perasaan senang karena perilakunya padaku, aku merasa tusukan kecil kekecewaan. Aku tidak mencari janji untuk selamanya, tapi aku berharap untuk mendengar sesuatu yang... lebih dari ini. Sehun menginginkanku bersamanya sekarang, tapi bagaimana setelah kita berhasil menangkap musuh misterius ini dan aku tidak lagi dibutuhkan untuk tinggal bersamanya? Apakah kita akan melakukan hubungan jarak jauh antara Korea dan disini? Ataukah dia akan memintaku untuk tinggal? Jika iya, apakah jawabanku?

"Apakah kau merasakan sesuatu padaku selain gairah?" Aku memaksakan diriku untuk bertanya. Tidak sampai mengatakannya baru aku menyadari bahwa jawabannya sangat penting untukku. Ya, aku terlalu jatuh pada Sehun.

Mulutnya terus membelai kulitku dengan sentuhan lembut yang mengirim sengatan listrik keseluruh tubuhku, meskipun aku gugup menanti jawabannya.

"Kau menantang kekuasaanku di hadapan seluruh orang-orangku." Kata Sehun. "Dan apa yang aku lakukan?"

"Kau menyuruhku menyetrum Chanyeol berkali-kali," jawabku, tidak yakin apa yang ingin disampaikannya.

"Aku memberinya hukuman yang lebih ringan sambil menunjukkan padamu bagaimana caranya mengembangkan kekuatanmu," jawab Sehun dengan suara lembut yang menggoda. "Kalau aku hanya merasakan gairah kepadamu, Chanyeol pasti akan tertancap di tiang itu untuk seminggu, dan kau, pengganggu kecilku, tidak akan berada disini bersamaku sekarang."

Bukan kata-kata yang romantis, tapi tetap membuat luapan kebahagian dalam diriku. Okay, jadi ini bukan cinta, tapi setidaknya hal ini sesuatu yang nyata untuk Sehun. Dan itu cukup untuk saat ini. Sebelum Sehun menanyakan bagaimana perasaanku padanya-pertanyaan yang belum siap aku jawab dengan emosiku yang naik turun-aku mengganti topik pembicaraan kami.

"Benar-benar dirimu membunuh dua burung dengan satu batu: menghukum Chanyeol dan melatih kekuatanku."

Aku bermaksud untuk membuatnya terdengar lugas, tapi sangat sulit dengan tiap belaian mulut Sehun yang membuat jemariku menggulung. Entah pengalihanku berhasil atau dia memang tidak ingin mengetahui apa yang aku rasakan, karena dia menjawab perkataan lisanku daripada yang aku ucapkan dalam hati.

"Seperti yang aku bilang-due diligence."

Jawabannya membuatku mengingat satu-satunya hal kecil yang aku dapatkan setelah seharian duduk dan memegang tulang.

"Dalang misterius itu," mulaiku, napasku tercekat saat Sehun membelai leherku dengan giginya yang sekarang mengeluarkan dua taring tajam. "Dia memiliki cincin yang aneh. Seperti milikmu, hanya saja didepannya burung bukan naga sepertimu."

Mulut Sehun langsung berhenti. "Burung apa?"

"Gagak mungkin? Sulit untuk mengetahuinya karena aku hanya melihat cincinnya saat dia bergerak ketika berbicara-"

Sehun menghilang dari ruangan sebelum aku selesai berbicara, jubah mandiku sedikit berkibar karena kecepatannya. Aku berkedip bingung. Beberapa saat kemudian Sehun sudah kembali, memegang sobekan sebuah kertas.

"Apakah seperti ini yang kau lihat?"

Aku mengambil kertas kuning itu dari Sehun, tidak mengerti bahasa yang dituliskan dengan tulisan antik disana, tapi aku mengenali gambarnya.

"Iya, benar. Aku pikir yang ada di paruh burung itu sebuah ranting, tapi setelah aku lihat ternyata hoop kecil."

Sehun menggumamkan sesuatu di bahasa yang aku tidak mengerti, aku rasa Sehun sedang menerjemahkan sesuatu.

"Ada apa?" Dia mengetahui simbol itu, jadi cincin itu adalah petunjuk. Dan itu merupakan hal baik, bukan?

Sehun menatapku, ekspresi wajahnya begitu keras dan kaku, sampai aku hampir melangkah mundur.

"Cincin itu memiliki simbol milik keluarga Corvinus. Orang terakhir yang aku lihat memilikinya adalah Mihaly Szilagyi."

"Orang yang mirip dengan sketsa itu," kataku pelan. "Kau bilang kau sudah membakarnya sampai mati, tapi bukti-bukti ini tidak menunjukkan demikian."

"Benar." Suara Sehun terdengar tegas. Lalu tatapannya menghujam kearahku. "Berpakaianlah yang hangat. Kita keluar sekarang."

.

.

.

TBC


A/n:

Hehe... jadi.. yah.. erm.. well, saya masih idup sebenernya :3 tapi kena wb yang bener-bener wb, kelas 12, sekolah fullday, mana novel obnya gatau kemana lagi jadi yah...gitu deh :'3

btw akhirnya setelah nongol di grup dan diminta buat ngelanjutin akhirnya ff ini bisa lanjut walaupun nranslate sendiri sih jadi mohon makhlum kalo amatir. Dan tengs grup kalo bukan karena kalian mungkin aku gak bakalan lanjut karna niatnya emang mau hiatusin ff ini3

buat ff lain... sedang diusahakan. Tapi saya gak janji. /sungkem/