Slave

Disclaimer:

All the caracter from the Naruto is Masashi Kishimoto's

This FanFiction is original by Yoshi Funf-kun

Genre: Hurt/Comfort, Romance

Rated: M

Pair: Sasuke Uchiha x Hinata Hyuuga

[Slight: SasuSaku, NaruHina, NaruSaku]

WARNING!

OOC, AU, Typo, Sekali lagi ini rate M (MATURE! MATURE SODARA-SODARA! ALIAS BUAT 17+)

BGM: Paradise - Cold Play


Sasuke Uchiha duduk tenang pada meja makan dan menikmati sarapan paginya. Tentu saja sarapan tersebut adalah hasil buatan dari satu-satunya pelayan di kediamannya, Hyuuga Hinata. Sebuah sup miso biasa yang entah kenapa cukup menggoda di lidah Sasuke.

Sementara Hyuuga Hinata berdiri membelakangi Uchiha Sasuke, menyiapkan sebuah bento yang telah dipesan secara khusus oleh tuannya. Mata amethyst perempuan itu menatap kosong ke arah sandwich-sandiwch yang nantinya akan menjadi bekal sang tuan.

Apa yang harus dikatakannya kepada Naruto nantinya? Bukankah dia telah berjanji akan selalu membuatkan bento untuk pemuda pirang itu?

Dan lagi Hinata tidak mengerti, bukankah tuannya ini sudah berkata agar tidak memperlakukannya berlebihan? Bukankah membuatkan bekal itu termasuk berlebihan?

"Terima kasih makanannya."

Begitu mendengar gumanan tuannya, Hinata lantas segera menyelesaikan penataan bento untuk tuannya, dan berbalik menghadap tuannya. "Ah, s-sudah selesai S-Sasuke-k-kun?" –Demi Tuhan, Hinata merasa sangat tidak nyaman dengan panggilan itu.

"Hn." Tatapan datar Sasuke terarah pada Hinata untuk beberapa detik. Sasuke sempat merasa aneh saat pelayannya ini memanggilnya akrab. Rasanya seperti… dadanya menghangat dengan suatu alasan.

"I-Ini S-Sasuke-k-kun bekalmu," Hinata segera menyodorkan sebuah kotak bento berwarna biru.

"Hn, kau berikan nanti saat istirahat," Sasuke menjawab dengan tidak peduli.

"T-Tapi…" –Bukanakah jika aku menyerahkannya di kelas semua orang akan curiga? Apalagi Sakura-chan!

Tiba-tiba sebuah dasi terjulur di depan wajah Hinata. Hinata kenal dasi itu. Dasi berwarna gelap khas KIHS. Segera didongkakan wajahnya untuk melihat wajah tuannya karena Hinata tidak mengerti apa maksud tuannya yang menyodorkan dasi itu kepadanya.

"Pasangkan."

"Eh?" Mulut Hinata terbuka sedikit.

"Cepat. Atau kita akan terlambat."

Ada apa dengan Uchiha Sasuke!? Demi Tuhan, Hinata merasa sangat canggung dengan perubahan tuannya yang sangat tiba-tiba ini. Apalagi perubahannya menjadi cukup manja seperti ini. Seperti bukan Uchiha Sasuke yang biasa dia kenal.

"B-Baiklah, S-Sasuke-k-kun," dengan perlahan dan agak gemetar, mulai dikalungkannya kain panjang itu pada kerah leher tuannya.

Sasuke hanya menatap datar ekspresi perempuan di hadapannya dengan datar. Walau begitu, jantungnya seperti berdetak lebih lama, bahkan sampai ia bisa menghitung detakannya.

Satu simpulan terakhir, dan tarik. Hinata telah menyelesaikan pemasangan dasi Uchiha Sasuke dengan rapi.

"S-Sudah rapi, S-Sasuke-k-kun."

"Hn, kalau begitu ayo cepat berangkat sebelum terlambat." Uchiha Sasuke mengambil tas sekolahnya dan segera menyandarkannya pada bahunya.

"B-Baik," Hinata segera memasukan bekal tuannya ke dalam tasnya dan menyambar tas sekolahnya.

Uchiha Sasuke telah keluar kamar hotel, membiarkan pintu terbuka begitu saja. Hinata segera berlari keluar, mengunci pintu tersebut, dan berlari menyusul tuannya memasuki lift.

Setelah tarikan nafas panjang, akhirnya Hinata telah mencapai lift berdua dengan Uchiha Sasuke saja.

Sasuke dengan tenang menekan tombol untuk langsung menuju ke lantai ground –garasi—begitu melihat Hinata telah berdiri di sampingnya.

"Eh? S-Sasuke-k-kun, a-aku h-harus berhenti di l-lobby saja kan?" Hinata menatap ke arah pria raven di sampingnya dengan kebingungan menghiasi wajahnya.

"Berangkat denganku. Dengan mobilku." Seolah tidak peduli dengan Hinata yang kebingungan setengah mati, Sasuke hanya menjawab dengan tenang.

"M-Mobil?" Hinata semakin kebingungan.

"Hn."

"T-Tapi S-Sasuke-k-kun, b-bagaimana j-jika timbul g-gosip di s-sekolah!?" Amethys Hinata terbelalak lebar.

"Aku tidak peduli." Sasuke menjawab dengan enteng.

Hinata hanya bisa terdiam. Lidahnya tidak disiapkan untuk melawan ucapan tuannya, atau kesialan akan mendatanginya.

Ini sungguh adalah bencana besar. Memberikan bento kepada Uchiha Sasuke adalah sebuah masalah! Apalagi sekarang dia harus turun dari mobil yang sama dengan Uchiha Sasuke. Oh Tuhan… ini sungguh bencana besar.

Hinata hanya bisa mengigit bibir bawahnya saat lift yang mereka gunakan terus meluncur turun tanpa terhentikan apapun.

Ting.

Pintu lift terbuka, Uchiha Sasuke dengan kaki jenjangnya segera melangkah keluar lift.

Akhirnya dengan agak ragu Hinata mengikuti tuannya yang sedang melangkah menuju tempat mobil Audi hitamnya terparkir rapi.

"S-Sasuke-k-kun… anda yakin ini t-tidak apa-apa?" Hinata masih ragu begitu tuannya dengan santai memasuki mobilnya.

"Cepat masuk atau kita akan terlambat." Tidak menjawab pertanyaan Hinata, Sasuke malah memerintah Hinata untuk memasuki mobil dengan nada enteng.

Hinata tahu pertanyaannya sia-sia. Uchiha Sasuke adalah tipe keras kepala yang sangat Hinata benci.

Dengan enggan, akhirnya Hinata memasuki mobil Sasuke.

Mesin ber-RPM tinggi itu menyala dan menimbulkan suara ribut kecil. Benda hitam itupun melaju meninggalkan garasi raksasa bawah tanah hotel tempat tinggal Sasuke.

"Hinata." Dalam keadaanya yang sedang fokus pada kemudinya, Uchiha Sasuke malah memanggil nama perempuan di sampingnya.

Merasa namanya terpanggil, Hinata segera menyahuti, "A-Ah? Y-Ya S-Sasuke-k-kun?"

"Di kelas nanti pun, kau harus memanggilku seperti itu."

Hinata membelalakan matanya lebar.

.

.

.

Sesuai dugaan Hinata, kabar dirinya dan Sasuke berangkat sekolah bersama segera menyebar luas di seluruh KIHS.

Siapa yang tidak kenal Uchiha Sasuke yang merupakan primadona seluruh siswi di KIHS? Semua siswi di sini ingin memiliki CEO muda itu. Apalah daya mereka saat mengetahui kabar bahwa sang CEO ini telah dituangkan dengan anak pemilik yayasan KIHS, Haruno Sakura. Tapi dengan mengetahui jika Uchiha Sasuke berangkat sekolah bersama Hyuuga Hinata pasti ada suatu kabar yang mereka lewatkan. Ini akan menjadi berita yang panas.

"Hei, kudengar Sasuke-kun dan Hinata itu berang—"

"S-Selamat pagi."

Ucapan Ino terpotong begitu Hinata mengucapkan salamnya dan memasuki kelas.

Seketika seluruh kelas menatap Hinata dengan tatapan aneh. Hinata tahu hal ini akan terjadi. Dia harus bisa melewati ini.

Haruno Sakura hanya berusaha menulikan telinganya saat bisik-bisik mengenai tunanganya dekat dengan sahabatnya menerpa telinganya. Gadis berambut merah muda itu hanya bisa berpikir, 'Hinata pasti punya alasan tersendiri.'

"Pagi, Hinata." Sakura tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah Hinata.

Hinata tersenyum lega. Satu-satunya hal yang membuatnya ketakutan adalah sahabatnya ini akan sangat marah padanya dan meninggalkannya, tapi syukurlah jika ketakutan Hinata tidak terwujud.

"Kamu berangkat bareng Sasuke-kun tadi?"

"A-Ah, y-ya, a-aku t-tadi b-bertemu U-Uchiha-s-san d-di jalan." Saat menjawab pertanyaan dari Sakura, mata Hinata tak henti-hentinya menatap ke arah pintu kelas, memastikan orang yang sedang dibicarakannya belum kembali dari ruang guru karena dipanggil Kakashi-sensei.

"Sudah kuduga begitu." Sakura tersenyum sumringah.

Hinata terdiam melihat ekspresi sahabatnya. Kepedihan menerpa hatinya.

'—Maaf Sakura-chan.'

Hinata sekarang telah larut dalam kegalauannya. Dirinya adalah sampah—ah tidak, dia lebih rendah daripada sampah. Pekerjaannya bukan lagi seorang pelayan, tapi lebih tepatnya adalah selingkuhan dari tungangan sahabatnya.

Bibir Hinata melengkung membentuk sebuah senyuman kecut.

.

.

.

Bel istirahat telah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu. Sementara di kelas 3-1 yang notabene berisi siswa cerdas dan rajin, sangat susah menunggu semua siswanya keluar kelas untuk menikmati waktu istirahat.

Benar. Hinata menunggu waktu yang tepat. Waktu yang tepat untuk memberikan bento tuannya. Hinata tidak bisa sembarangan memberikan bento itu dengan kemungkinan dilihat seseorang. Hinata menimalisir dampak yang nanti akan diterimanya.

Sabaku Gaara baru saja keluar kelas. Dengan begini di kelas hanya tersisa dirinya dan Uchiha Sasuke. Ini kesempatan pertama dan terakhirnya.

"S-Sasuke-k-kun, i-ini bentou…" Hinata menyodorkan kotak biru di tangannya.

"Hn. Akhirnya kau serahkan juga. Aku sudah sangat lapar." Sasuke menerima kotak bekal yang disodorkan oleh Hinata.

Sementara itu, Haruno Sakura yang hendak mengambil sapu tangannya yang tertinggal terdiam di depan pintu kelas saat melihat pemandangan di hadapannya. Sahabatnya, memberikan bento kepada tuangannya. Iris emeraldnya terbelalak sempurna.

"Sakura? Ada apa? Saputangannya sudah diambil?" Yamanaka Ino muncul dari balik punggung Sakura.

"Ah, s-sudah. Ayo." Sakura dengan senyum canggungnya mendorong gadis pirang itu menjauh dari kelas.

"Ada apa sih? Nada bicaramu jadi terdengar seperti Hinata."

Sasuke membuka kotak bekalnya. Terlihat beberapa tumpuk sandwich dengan beberapa irisan tomat yang menyembul di sana sini. Senyum tipis menghiasi wajah kaku pemuda itu.

"Selamat makan."

.

.

.

Dengan kepalanya yang tertunduk, Hinata berjalan hendak memasuki kamar mandi. Namun naasnya, dari arah berlawanan sebuah kepala kuning datang dengan kecepatan tinggi. Dan tabrakan berikutnya sama sekali tak terelakan.

Keduanya sama-sama terjatuh di depan persimpangan antara toilet perempuan dan laki-laki. Sama-sama merintih kecil.

"Itte..tte…" Uzumaki Naruto meringis setelah berhasil bangkit dari terjatuhnya dirinya karena benturan barusan.

"Ah? Hinata-chan!? Kau tidak apa-apa?" Begitu mengetahui jika perempuan yang baru ditabraknya adalah teman sekelasnya, Naruto segera membantu perempuan itu untuk bangun berdiri.

Tapi rasanya, Hinata yang ini terasa berbeda. Kepala perempuan itu masih tertunduk sehingga membuatnya hanya bisa melihat kepala lavendendernya.

"Hinata-chan? Kau tidak apa?" Naruto membungkukan tubuhnya untuk melihat ekspresi perempuan di hadapannya.

Saat berhasil melihat ekspresi Hinata dari sela-sela rambut panjang Hinata, yang dilihat Naruto adalah sebuah bibir pucat dan kantung mata yang memerah.

Naruto tidaklah sebodoh itu, dia tahu keadaan seperti itu hanya bisa disimpulkan pada satu hal, Hinata baru saja menangis. Dan dia terpuruk sekarang.

"Hinata-chan… mau menemaniku di atap?"

Tidak ada jawaban dari Hinata.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, tangan tan Naruto segera menarik tangan pucat Hinata dan menggiringnya menuju atap.

"…" mata obsidian Uchiha Sasuke hanya bisa menatap datar apa yang baru saja dilihatnya. Wajahnya hanya menunjukkan ekspresi datarnya seperti biasa. Namun, rahangnya perlahan mengeras.

Kedua lavender dan blonde itu telah selesai menapaki tangga menuju atap. Uzumaki Naruto tenah mengeluarkan sebuah jus jeruk kaleng dari saku celananya, sementara Hyuuga Hinata hanya duduk terdiam dengan terus tertunduk.

"Ada—"

"Naruto-kun, a-aku adalah p-penghianat…"

Tanpa perlu meneruskan pertanyaannya, Uzumaki Naruto telah menjdapatkan jawabannya.

"Kenapa kamu berpikir seperti itu? Jika tidak keberatan aku akan memberikanmu saran setelah itu." Naruto dengan tenang duduk di samping Hinata.

"A-Apa k-kau bisa m-menjaga r-rahasia Naruto-kun?"

"Sepertinya bisa." Naruto menajawab dengan tidak meyakinkan.

Walaupun begitu, Hinata sudah tidak bisa menanggung masalah ini sendirian. Dia butuh teman untuk membagi penderitaannya. Maka, mulutnya mulai menceritakan segalanya kepada pemuda blonde di hadapannya, tentu saja kecuali bagian di mana dirinya melakukan hubungan dosa dengan Uchiha Sasuke.

"Jadi begitu… Kamu merasa bersalah pada Sakura-chan? Dan Teme marah karena kamu membuatkan bekal untukku?"

Hinata hanya mengangguk lemah.

"Dasar si Teme itu, aku jadi ingin menghajarnya dengan raket Tennis."

"I-Ini r-rahasia Naruto-kun," Hinata mengingatkan kembali ucapannya.

"Haah… aku tahu, aku tahu." Naruto mengacak-acak rambutnya kesal.

"A-aku i-ingin berhenti b-bekerja," Hinata berguman pelan.

"Kalau begitu berhentilah." Naruto merespon dengan nada polos.

Hinata sempat tercengang mendengar jawaban Naruto. "T-Tidak semuda i-itu, U-Uchiha-s-san pasti a-akan m-mencariku." Hinata kembali tertunduk.

"Kalau begitu kau sembunyi saja di tempatku untuk sementara, paling tidak hanya malam ini saja."

"Eh?" Hinata mendongkak karena penuturan Naruto barusan. "Di r-rumah N-Naruto-kun?"

"Ya." Naruto mengangguk polos. "Apakah masalah?"

Cukup lama, akhirnya Hinata memutuskan untuk menggelengkan kepalanya.

Lagi pula dirinya juga sangat ingin pergi dari Uchiha Sasuke. Dan lagi, dirinya tak bisa memungkiri perasaannya jika dia menyukai pemuda blonde ini.

Dengan mengambil keputusan ini, mungkin dosanya akan semakin bertambah.

.

.

.

Bel akhir pelajaran telah berbunyi, dan Ibiki-sensei telah meninggalkan kelas. Hyuuga Hinata segera merapikan sleuruh bukunya dan segera berjalan keluar kelas dengan langkah lebar.

Inilah rencana Uzumaki Naruto, dirinya harus segera keluar sekolah begitu bel pelajaran terakhir berbunyi. Setelah itu Uzumaki Naruto akan segera datang dengan motornya dan menjemput Hinata di depan gerbang sekolah dengan segera.

Hinata percaya Naruto seratus persen.

"…" Obsidian Sasuke yang melihat kepergian Hinata dengan tergesa-gesa mencium sesuatu yang ganjil. Seolah perempuan itu berniat kabur darinya.

Segera dibereskannya semua perlatan sekolahnya dan segera menyusul perempuan itu. Apapun yang terjadi, dia tidak boleh melepaskan perempuan itu.

Ketika menapakan kaki keluar kelas, Uzumaki Naruto berlari di sampingnya dengan tak kalah tergesa-gesa.

Otak cerdas Sasuke tentu saja segera tahu apa yang terjadi di sini.

.

.

.

Hinata tidak ada di kamarnya. Sesuai dugaan. Hinata mungkin bersembunyi bersama Naruto.

Sasuke merebahkan tubuhnya pada sofa gelap di ruang tamunya. Tangannya ia gunakan untuk menutupi matanya.

"…. ha ha… ha… HA HA HA HA!" Tawa Sasuke yang terdengar lemah mulai terdengar kuat dan keras memenuhin seluruh ruang di kamar hotelnya.

"Kau ingin kabur dariku Hyuuga Hinata? …. SIALAN! KAU MILIKKU HYUUGA HINATA! TIDAK AKAN KUBIARKAN KAU BERSAMA DOBE SIALAN ITU!" Dan teriakannya yang terakhir inilah yang paling kuat. Syukurlah jika tempat hotel tempatnya tinggal ini memiliki fasilitas semua kamar berkedap suara.

Dengan nafasnya yang tidak beraturan, tangannya yang gemetar karena amarah segera meraih ponsel pada saku jasnya dan mengetik sebuah nomor di sana dan menekan tombol dial.

"Halo, Haruno di sini. Ada apa Sasuke-kun?"

"Sakura, aku akan segera mencabut pertunangan kita."

Haruno Sakura yang sekarang tengah merapikan seragam karatenya terdiam membeku.

"Aku meniduri Hyuuga Hinata."

"…Tak… Tuut… Tuut…" tidak ada jawaban, yang terdengar hanyalah bunyi sebuah debuman dan kemudian telepon itu tertutup.

"… A…a…." gadis merah muda itu beringsut ke bawah dengan wajahnya yang terlihat sangat shock. Air mata sudah tidak bisa terbendung lagi di wajahnya. "HUWAAAAAAAAAAAAAAAAAAA," dan teriakan menyayat hati itu terdengar dari ruang ganti perempuan KIHS.

.

.

.

Hinata tengah menikmati sebuah teh berwana kecoklatan yang disajikan oleh Uzumaki Naruto beberapa menit yang lalu.

"Yah, dan berikutnya aku berhasil mengalahkan Nagato-oniisan. Sejak saat itu aku mulai belajar main Tennis dengan serius." Uzumaki Naruto akhirnya mengakhiri ceritanya.

Hinata terus mendengarkan cerita yang dibawakan oleh pemuda di hadapannya ini. Dia tidak merasa bosan sedikit pun. Dirinya sangat bahagia malahan.

Untuk kali ini dia harus bersyukur kepada Tuhan. Ini adalah bagian paling terindah dalam semasa hidupnya. Mendengarkan cerita dari pemuda yang disukainya, melihat senyum pemudan itu, bercakap-cakap dengan pemuda itu, meminum the bersama pemuda itu, dan menghangatkan hatinya karena pemuda itu.

"Menyukaimu…" Tanpa sadar mulut Hinata berguman pelan.

"Eh?" Naruto terdiam karena mendengar gumanan Hinata.

"Aku menyukaimu Naruto-kun." Hinata mengucapkan kata-kata itu tanpa tergugup sedikit pun.

"…"

"..."

"EEEEEEHHHHHH!?" Tapi detik berikutnya dia berteriak dengan wajah luar biasa kaget dan wajahnya yang memerah.

"Ah? AHAHAHAHAHA!" Sekarang Uzumaki Naruto yang tertawa terbahak-bahak di tempatnya.

TOK! TOK! TOK! TOK!

Sebuah ketukan pintu yang keras dan memaksa terdengar dari pintu utama rumah keluarga Uzumaki. Hal itu membuat kegiatan Naruto yang sedang tertawa terpingkal-pingkal berhenti.

Kedua orang tua Naruto tengah berada di Bangladesh sekarang sebagai perwakilan rapat parlementer. Jadi di kediaman Uzumaki saat itu hanya ada mereka berdua, maka mau tidak mau Naruto lah yang harus membuka pintu itu.

"Sebentar, Hinata-chan," setelah mengucapkan permisi pada Hinata, Naruto segera menuju pintu utama dengan memikirkan siapa yang kira-kira akan datang.

Tangan Naruto terjulur dan membuka pintu berukuran besar di hadapannya. Belum sempat Naruto mengamati siapa yang datang dan mengganggu kegiatannya, tamu itu segera masuk begitu saja ke dalam rumahnya.

"H-hei… Itu kan Sakura-chan?" Naruto yang kepalanya yang memang tidak terlalu pintar jika dibandingkan dengan Sakura hanya terdiam sesaat di tempatnya baru setelah itu diputuskannya untuk mengejar perempuan merah jambu itu.

"Hei ada apa Sakura—"

PLAK!

Belum sempat Naruto meneruskan pertanyaannya, matanya melebar saat melihat Sakura menampar Hinata.

Hinata sendiri hanya bisa terdiam setelah pipinya terasa perih akibat tamparan Sakura yang tiba-tiba.

Bagaimana Sakura bisa tahu jika Hinata berada di rumah Naruto? Sebenarnya ada seseorang siswa yang melihat Hinata meniki motor Naruto tadi.

"Kau jahat Hinata. Kupikir kau sahabatku." Air mata Haruno Sakura tak mau berhenti.

"T-Tunggu! Ada apa ini Sakura-chan!?" Naruto datang dan menenangkan Sakura.

"Hyuuga Hinata… kau telah tidur dengan kekasihku kan!? Jawab aku Hinata!" Sakura mulai meracau lagi dan kali ini dengan tenaganya berusaha lepas dari Naruto yang menahannya—berusaha kembali menyerang Hinata.

Naruto sendiri tidak menyangkan atas apa yang dikatakan Sakura. Tapi dirinya juga tidak bisa memungkiri jika dirinya lebih percaya terhadap ucapan perempuan yang disukainya ini.

"Pergilah Hinata-chan. Sebelum Sakura-chan memukulmu lagi." Naruto bicara dengan nadanya yang terendah.

"N-Naruto-k-kun a-aku…" –izinkan aku meminta maaf padamu. "A-Ak—"

"PERGI!" Sebuah bentakan kasar meluncur dari bibir Uzumaki Naruto.

Hinata terdiam sejenak dan menudukkan kepalanya.

Sudah berakhir. Hidupnya telah berakhir. Orang yang disukainya membencinya. Sahabatnya menamparnya. Ini berakhir. Dia tidak memiliki tempat baginya di dunia ini. Dirinya terlalu hina untuk bisa terus meneruskan kehidupannya.

Hinata bangkit perlahan. Kakinya melangkah dengan lesu. Raunagan amarah Sakura terus memekakan telinganya.

Hinata membenci dirinya sendiri.

Tidak ada tempat di dunia ini yang pantas bagi manusia menjijikan sepertinya.

Kaki Hinata melangkah keluar dari kediaman Uzumaki. Malam telah menelan cahaya matahari. Pandangannya terasa buram.

Kemana? Kemana dia harus pergi setelah ini? Tidak ada tempat baginya di muka bumi ini baginya.

"Hinata."

Hinata segera menolehkan kepalanya ke arah asal suara yang sangat dikenalnya.

Uchiha Sasuke. Berdiri dengan tenang bersandar pada mobil hitamnya.

Tangannya terjulur ke arahnya. "Ayo pulang."

Ternyata, dia masih punya tempat di dunia ini. Tangan pucatnya menggapai tangan yang terjulur itu.

Menjadi budak Uchiha Sasuke eh? Tidak buruk juga. Lagipula sepertinya takdirnya memang sudah ditentukan seperti itu.

.

.

.

Di dalam ruangan gelap itu erangan tiap erangan terdengar jelas. Deru nafas panas menguap di mana-mana.

Di atas ranjang itu, Hyuuga Hinata tengah duduk dengan posisi tubuhnya bergerak naik turun menggenjot sesuatu yang tertanam dalam kewanitaannya. Sesuatu yang menusuk rahimnya sangat dalam setiap tubuhnya bergerak ke bawah.

"A-Aaah… S-Sasuke-k-kun… i-ini n-nikmat aahhh… s-sekali…" Tubuhnya terus bergerak naik dan turun.

"Hn? Begitu?"

"Y-Ya… s-sangat n-nikmat… ahhh… ahhh…" desahan perempuan berambut lavender itu memenuhi ruangan gelap itu.

"Hinata… aku akan keluar."

Hinata menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh telanjang Sasuke dan memeluk tubuh itu. Sementara pantatnya tak henti-hentinya bergerak memompa.

"K-keluarkan s-saja S-Sasuke-k-kun."

"—Khhh.." Dengan desahan tak terhankan itu Sasuke menumpahkan seluruh sperma miliknya ke dalam rahim Hinata.

"Ahh… sperma S-Sasuke-k-kun memenuhiku…"

"Hinata?"

"I-Iya S-Sasuke-k-kun?"

"Katakan. Kau mencintaiku. Dan kau milikku."

"Uhm!" Hinata mengangguk yakin. "A-aku mencintaimu S-Sasuke-k-kun. Dan a-aku m-milikmu."

Bibir Sasuke tertarik ke setiap sudut saat mendengar itu dan membentuk sebuah senyuman.

"Aku juga mencintaimu Hyuuga Hinata."

-THE END-


A/N:

Kenapa Naruto menggunakan sepeda motor?

Di Jepang populasi sepeda motor tidak sebanyak di Indonesia. Dan lagi sepeeda motor yang digunakan bukan sepeda motor yang kayak di Indonesia, biasanya sepeda motor yang digunakan kayak... er... yah... itu loh sepeda motor yang dipakai Masumi Sera di anime Detective Conan :v ya pokoknya begitulah :v

...

Akhirnya selesai juga Slave~ fyuuuh~ senangnya Fic kali ini tidak discontinuted :') hiks.

Terima kasih kepada seluruh pembaca sekalian :') Sillent reader, Fav'er, Follower sekalian :') without you i'm nothing :')

Sampai jumpa di karya saya berikutnya~

Sign- Yoshi Funf-kun