The Phoenix

.

.

.

Summary : Tim Ino-Shika-Chou terjebak kedalam pasir hisap bersama tim Shinki saat mereka mengikuti ujian chunnin babak terakhir di Sunagakure. Shinki dan Shikadai berhasil menyelamatkan teman-teman mereka, tapi naas, keduanya malah tenggelam kedalam pasir hisap. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Akankah Shinki dan Shikadai berhasil selamat dari jebakan pasir hisap? Bad at summary. ShinShika formation team. Enjoy reading :)

Disclaimer : All characters belongs to Masashi Kishimoto. I wish I could own my lovely Shinki and Shikadai but I own nothing except the plot :)

A/N : Fic kedua tentang genin Suna kesayangan saya, Shinki :D Swear, dalam hati saya ngarep banget Shinki itu sodaraan sama Shikadai or at least Shinki punya bloodline Kazekage gituh, terserah darimana deh, sebagai cucunya Kazekage ketiga atau anaknya Kazekage kelima juga gapapa XD *diamuk fans Gaara* Iyadeh, jadi cucunya Kazekage ketiga aja :)

Semoga Kishimoto-sensei buru-buru mengungkap identitas ortu Shinki deh biar semua tenang semua senang :D Hehehe. Yup! enjoy reading aja minna-san :)

Warning : Alur cepet, gaje, OOC, abal dan masih banyak kekurangan disana-sini.


.

.

.

Ujian chunnin babak ketiga akan diselenggarakan di desa Suna. Semua tim yang masih bertahan, telah berkumpul di tempat yang telah ditentukan, sebuah padang pasir nan luas yang terbentang sejauh mata memandang.

Padahal matahari baru akan mulai beranjak naik, tapi karena tak ada satupun penghalang, para peserta ujian bisa merasakan langsung teriknya sang surya yang menyengat setiap bagian tubuh mereka bahkan hingga ke ubun-ubun. Mereka sudah berdiri disana hampir satu jam lamanya, tapi tak ada tanda-tanda pengawas ujian akan datang untuk memberikan instruksi untuk ujian berikutnya.

Tak berapa lama kemudian, terlihat seekor burung besar tengah mengudara menuju kearah mereka. Itu bukan burung sungguhan. Hanya anak laki-laki bersurai pirang dan berkulit pucat yang bisa dengan tepat menebak hal itu. Itu adalah choju giga no jutsu. Oh no! Please, jangan Ayah lagi yang jadi pengawasnya. Inojin berharap dalam hati.

Burung yang terbuat dari kertas dan tinta itu menukik turun dengan suatu gerakan yang dinamis persis didepan para genin yang sedang berkumpul. Seorang pria yang membawa boneka di punggungnya dan memakai riasan ala kabuki dan seorang pria berjubah hijau dengan kacamata cyborg, melompat turun dari burung itu.

"Sebelumnya, kami ingin mengucapkan selamat kepada kalian yang berhasil lolos dalam ujian sebelumnya. Ujian kali ini merupakan ujian terakhir dan juga yang paling berat. Untuk itu, persiapkanlah diri kalian sebaik mungkin." ujar Kankurou tanpa berbasa-basi lebih lama.

Pria itu mengamati para peserta ujian yang hampir semuanya terlihat tegang, kecuali anak laki-laki berambut nanas yang tampak santai dengan kedua tangan dimasukkan kedalam saku celana, ditambah ekspresi wajahnya yang tak bersemangat. Like father like son, batin Kankurou. Meski begitu, dia berharap keponakan kesayangannya itu bisa lulus ujian chunnin tahun ini.

Sementara disisi lain, Shino malah tertarik pada genin Sunagakure yang memakai pasir besinya sebagai mantel sepanjang waktu. Dia sudah mengamati bocah itu sejak ujian babak pertama. Kemampuan yang dimilikinya agak berbeda dari yang lain dan dari databook, diketahui bahwa anak itu memiliki kekkei genkai Jiton yang terbilang langka.

Jangan pernah meremehkan siapapun walau hanya seorang anak kecil. Hal itulah yang selalu dicamkan ayahnya sejak dulu. Tidak ada alasan bagi Shino untuk meremehkan bocah Suna itu, apalagi saat instingnya mengatakan kalau anak itu memiliki kekuatan yang mengerikan. Entah kekuatan apa itu. Shino hanya berharap, bocah itu tidak melukai siapapun.

"Ujian kali ini adalah mengumpulkan tiga gulungan yang telah kami sembunyikan di padang pasir ini. Gulungannya diberi nama surga, dunia dan neraka. Masing-masing tim paling tidak harus mengumpulkan dua gulungan. Gulungan surga dan dunia atau gulungan neraka dan dunia. Kalau kalian memiliki gulungan yang berbeda dari yang ditetapkan, maka tim kalian akan dinyatakan gagal." Shino menjelaskan peraturan ujian babak ketiga dengan lugas.

"Kalian boleh melakukan cara apapun untuk mendapatkan gulungan tersebut. Syaratnya hanya satu, jangan saling membunuh. Masing-masing tim sudah diberikan kompas khusus yang bisa digunakan sebagai petunjuk untuk menemukan gulungan yang tersembunyi." lanjut Shino. Semua peserta mendengarkan dengan seksama.

"Jangan pernah lengah sedikitpun. Ini adalah padang pasir. Hal apapun bisa terjadi bahkan bisa sangat buruk. Berhati-hatilah. Sekian penjelasan dari kami. Adakah yang ingin bertanya?" suasana tampak hening, tapi Kankurou bisa memastikan kalau semua tim sedang memikirkan berbagai strategi untuk menyelesaikan ujian terakhir itu.

"Baiklah kalau tidak ada yang bertanya. Ujian chunnin babak ketiga telah dimulai."

.

.

.

"Kenapa tak menggunakan GPS saja sih?!" Inojin menggerutu sambil sesekali menepuk-nepukkan kompas berbentuk bulat itu ke telapak tangannya. Trio Ino-Shika-Chou sudah mengarungi padang pasir selama dua jam, tapi belum menemukan satu gulungan pun.

Inojin berjalan didepan memimpin teman-temannya. Chouchou asyik menikmati coklat pasta sepanjang perjalanan, sementara Shikadai tak henti-hentinya menguap. Panasnya… kalau tahu akan berjalan dibawah matahari seperti ini, aku kan bisa pinjam kipas ibu, batin sang bocah nanas.

"Arrrggghh!" Inojin akhirnya membanting kompas itu ke tanah karena kesal. Sedari tadi, kompas itu menunjukkan arah yang tak menentu, membuatnya bingung setengah mati. Melihat Inojin yang sewot sendirian, kedua temannya langsung mendekatinya.

Chouchou menyodorkan coklat pasta pada sahabatnya, meski dibalas dengan pelototan, tapi Inojin tetap menerima coklat pemberian temannya. Shikadai memungut kompas yang sudah hampir tertutupi butiran pasir.

Jarum kompas itu berputar-putar ke segala arah, kadang berhenti di satu sisi agak lama, tapi setelah mereka berjalan beberapa langkah, jarumnya bergerak lagi dan menunjukkan posisi yang berbeda. Begitu terus berulang-ulang.

"Mungkin kompasnya rusak. Lagian tadi kau banting sih!" Chouchou mengomeli Inojin.

"Sejak awal memang sudah begitu! Jadi sekarang bagaimana, Shikadai?" Inojin membela diri, lantas beralih ke temannya yang tampak sedang mengamati kompas itu. Shikadai melakukan hal yang sama seperti yang Inojin lakukan sebelumnya.

Nihil. Mungkin ini benar-benar rusak, pikirnya. Dia berharap menguasai teknik elemen angin seperti ibunya agar bisa membaca pergerakan angin untuk menentukan arah. Sekarang yang bisa mereka lakukan adalah terus berjalan, berharap bertemu dengan tim lain dan berusaha merebut kompas dan gulungan mereka.

"Hei, coba lihat disana!" seru Chouchou yang sudah berjalan beberapa meter mendahului dua teman laki-lakinya. Tangannya menunjuk tiga bocah yang mengarah mendekati mereka. Tim Shinki. Shikadai langsung bisa mengenali mereka dari kejauhan karena boneka tengkorak berukuran besar yang selalu dibawa oleh Shinki. Menyadari keberadaan masing-masing, kedua tim genin berbeda desa itupun saling mendekat.

"Lihat siapa yang kita temui? Keponakan Kazekage dan teman-teman sepermainannya." cibir Yodo dengan sebal. Terlihat jelas kalau gadis itu tak terlalu menyukai Shikadai dari caranya memandang anak Temari itu dengan sinis.

Shikadai berusaha tak mempedulikannya, tapi dia selalu merasa tak nyaman dipanggil demikian karena hampir semua orang yang memanggilnya seperti itu, menunjukkan ekspresi tak mengenakkan yang membuatnya risih. Memang apa salahnya menjadi keponakan Kazekage? Shikadai tak paham dengan pemikiran mereka.

"Hei, pirang! Tak usah banyak bicara! Cepat serahkan gulungan kalian dan kami akan membiarkan kalian pergi tanpa terluka sedikitpun." Inojin berkata dengan lantang. Gadis bersurai keemasan itu langsung menghadiahi Inojin delikan tajam saat bocah itu memanggilnya pirang. Tak sadarkah dia kalau rambutnya juga pirang?

"Jangan pernah berpikir kami akan membiarkan kalian merebut gulungan kami yaa!" Yodo tak mau mengalah. Gadis itu kemudian bersiaga untuk menggunakan segel tangan. Jarak mereka kini hanya terpaut dua meter dan kedua tim sudah dalam mode siaga untuk menyerang.

Tim Shinki juga berniat merebut gulungan yang dimiliki tim Ino-Shika-Chou, tanpa mengetahui kalau mereka tak memiliki satu gulungan pun. Inojin sempat melihat Yodo memegang kompas sebelum gadis itu memasukkannya kedalam saku jaketnya.

Dan, seperti yang sudah direncanakan oleh sebelumnya, Inojin bertugas merebut kompas dari tim lawan, sementara Shikadai dan Chouchou berusaha mengalihkan perhatian dan merebut gulungan yang mereka miliki. Kedua tim sudah akan melancarkan serangannya, sebelum sesuatu yang aneh terjadi.

Pasir dibawah kaki mereka tiba-tiba bergerak. Dengan satu tarikan kuat, pasir itu sudah memendam kaki mereka dan terus bergerak, menarik tubuh mereka kebawah.

"Pasir hisap!" seru Chouchou. Semua temannya tampak panik. Begitupula dengan tim Shinki. Mereka tak memperkirakan akan terjebak kedalam pasir hisap. Araya memperingatkan untuk tidak bergerak agar pasir tidak menenggelamkan mereka dengan cepat.

"Kage nui no jutsu!" tanpa pikir panjang, Shikadai menggunakan jutsunya, memanipulasi bayangan menjadi dua tali yang kokoh yang menjulur diatas pasir dan terhubung dengan batu besar yang berada tak jauh dari jebakan pasir hisap itu. Inojin dan Araya berhasil menangkap kedua ujung tali itu, berpegangan kuat seraya menggapai teman-temannya yang lain.

"I-ini…..Huaaaaaaa!" pekik Yodo saat pasir menariknya dengan kuat. Gadis itu kini sudah terbenam hingga pinggang. Yodo menyadari kalau pasir itu menghisap mereka dengan kekuatan yang aneh, seakan ada yang mengendalikannya. Ini gawat! Yodo merasakan firasat buruk.

Araya berhasil menggapai Yodo yang sudah hampir tenggelam, berayun dengan menggunakan tali tersebut, hingga akhirnya mendarat di bebatuan. Sementara itu, Inojin masih berusaha meraih Chouchou yang berada cukup jauh darinya.

"Chouchou, raih tanganku!" teriak Inojin. Bocah itu terlihat ingin menangis, tapi bukan karena takut. Inojin sangat kesal pada dirinya sendiri karena dia tak bisa melakukan apapun untuk menolong teman-temannya. Dia tak bisa menggunakan jutsu choju giga lantaran pasir itu menariknya dengan sangat cepat.

"Tidak bisa, Inojin! Aku tak bisa menggerakkan tubuhku! Aaaaa!" Chouchou akhirnya tenggelam, hanya kedua lengannya yang masih menyembul di permukaan. Tapi kemudian, boneka tengkorak milik Shinki muncul dari dalam pasir.

Tubuh Shinki sudah terbenam hingga leher, tapi dia akhirnya berhasil mengeluarkan satu tangannya untuk mengendalikan bonekanya. Boneka tengkorak itu dengan sigap meraih lengan Chouchou dan mengangkat gadis itu keluar, kemudian mendaratkannya di batu besar.

"Inojin, cepat pergi!" itulah kata-kata terakhir Shikadai sebelum pasir menenggelamkan anak itu sepenuhnya. Jutsunya pun terlepas, hampir bersamaan dengan Inojin yang berayun menuju bebatuan. Beberapa saat kemudian, Shinki pun ikut tenggelam kedalam pasir hisap itu.

"Shikadaiiiiii!"

"Shinkiiiii!"

.

.

.

"Me-mereka… tenggelam!" Chouchou memekik histeris. Gadis itu mulai menangis karena kehilangan salah satu teman terdekatnya. Inojin masih tak percaya Shikadai telah tiada. Anak itu diam membeku, matanya menatap nanar kearah kubangan pasir hisap yang telah menenggelamkan sahabatnya.

Tim Shinki pun merasakan emosi yang sama, merasakan duka yang mendalam karena kehilangan teman mereka. Walaupun Yodo termasuk gadis yang kuat, tapi akhirnya dia pun tak kuasa menahan tangis. Shinki adalah sahabat terbaiknya.

"Kita harus segera melaporkan kejadian ini kepada pengawas. Lebih cepat lebih baik." Araya mengusulkan. Dia lantas berdiri dan memandang ke sekeliling, berusaha menentukan arah dengan merasakan pergerakan angin. Chouchou serta merta menoleh kearah anak berambut coklat itu.

"Apakah ada kemungkinan mereka masih hidup?" secercah asa tersirat di wajah chubbynya. Mata bulatnya berbinar cerah memandang sang genin Suna yang hampir selalu terlihat memakai topeng seperti yang dikenakan para anggota Anbu.

"Aku tidak tahu. Tapi, Shinki pasti akan melakukan sesuatu. Dia tidak akan mati semudah itu. Dan aku yakin kalau keponakan Kazekage juga tidak bodoh kan?!" Araya menjawab enteng seraya mengangkat bahunya.

"Jangan meremehkan Shikadai yaa! Dia itu anak pintar!" Chouchou memanyunkan bibirnya, tak terima sahabatnya dipandang rendah seperti itu.

"Harusnya begitu. Dia kan keponakannya Kazekage." Yodo yang telah pulih dari rasa sedihnya, menimpali perkataan Chouchou sambil membersihkan butiran pasir yang mengotori pakaiannya.

"Kenapa sih kalian bersikap seperti itu? Memangnya salah kalau Shikadai itu keponakan Kazekage? Bilang saja kalau kalian iri!" Inojin melayangkan kalimat pedasnya pada dua genin Suna dihadapannya.

Inojin kesal sekali dengan sikap Yodo dan Araya yang terus saja meremehkan Shikadai, padahal Shikadai sudah menyelamatkan mereka dari jebakan pasir hisap. Dasar tak tahu terima kasih!

"Cih! Siapa yang iri dengannya?! Jangan asal bicara yaa!" Yodo membentak Inojin dan keduanya kembali terlibat adu melotot tajam seperti yang mereka lakukan sebelumnya.

"Sudahlah kalian berdua. Bukankah tadi kubilang, lebih cepat kita memberitahu pengawas, akan lebih baik." Araya berusaha melerai kedua bocah bersurai pirang itu. Yodo memang selalu mudah terpancing amarahnya, tapi ia tidak menyangka gadis itu tersulut perkataan Inojin dengan gampangnya.

"Baiklah! Aku akan kembali ke tempat kita pertama kali berkumpul!" dengan sigap, Inojin mengeluarkan sebuah gulungan dan alat lukisnya untuk melukis burung elang dan menghidupkannya dengan jutsu choju giga. Seekor burung elang berukuran tiga kali lipat dari tubuhnya pun akhirnya berhasil dipanggil keluar. Inojin bergegas menaiki burungnya.

"Tunggu! Apa kau tahu arah menuju tempat itu? Kita sudah berada cukup jauh, dan meski terbang diatas padang pasir, kau akan mudah terombang-ambing karena pergerakan angin yang tak menentu." Yodo berusaha memperingatkan Inojin. Bocah Yamanaka itu tampak berpikir sejenak. Dalam hati, ia membenarkan pendapat Yodo. Dia sama sekali tak mengenal medan di Sunagakure yang berbeda jauh dengan desanya.

"Lantas aku harus bagaimana?" tanyanya pada Yodo.

"Tsk! Aku akan menemanimu, pirang!" senyum tipis merekah di wajah pucat Inojin. Dia mengulurkan tangannya pada Yodo untuk membantu gadis itu menaiki burung elangnya. Yodo mau tak mau memegang tangan Inojin, walaupun disertai dengan cercauan tak jelas yang keluar dari mulutnya. Dalam beberapa menit, akhirnya burung elang itu membawa keduanya mengudara.

"Ini perasaanku saja, atau mereka berdua memang memiliki kepribadian yang sama?!" ujar Chouchou saat melihat teman-temannya pergi.

"Aku juga berpikiran sama denganmu." kata Araya.

.

.

.

"Huaaaaaa! Awwww!" Shikadai meringis lantaran tubuhnya menghantam permukaan tanah setelah terjatuh cukup dalam. Sesaat kemudian, dia mendengar dentuman yang sama seperti yang ditimbulkannya dan mendengar seseorang mengaduh pelan.

"Shinki, kaukah itu?" Shikadai mencoba memastikan. Keadaan didalam lubang tempatnya terjatuh sangat gelap hingga Shikadai tak bisa mengamati sekitarnya. Anak itu merogoh saku celananya untuk mengeluarkan lightstick. Semoga saja tidak rusak, harapnya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Shinki yang sudah terlebih dulu menyalakan lightsticknya dan mendekati Shikadai.

"Yeaahh. Walau tadinya kupikir aku akan mati. Tapi aku senang ternyata aku masih hidup." Shikadai menjawab santai.

"Atau kita memang sudah mati?" Shikadai menarik kalimatnya setelah mengamati lubang tempat mereka terjatuh yang sangat gelap. Sebenarnya tidak tepat dikatakan sebagai lubang, karena mereka tak bisa memperkirakan darimana mereka jatuh lantaran langit-langitnya tertutup rapat.

"Tidak. Kita masih hidup. Kita berada dibawah padang pasir." ujar Shinki. Shikadai merasa lega mendengarnya. Hah? Dibawah padang pasir? Memangnya ada gua didalam padang pasir? Shikadai bertanya-tanya dalam hati.

"Kita mau kemana?" Shikadai berusaha menyusul Shinki yang mulai berjalan menyusuri gua yang gelap itu. Eh? Shikadai mengarahkan lightsticknya kebawah saat merasakan kakinya basah dan anak itu pun menemukan sebuah aliran air kecil berarus cukup deras yang melewati bebatuan di gua itu dan merasa takjub sendiri karena menemukan hal itu dibawah padang pasir yang gersang.

"Hati-hati. Jalannya licin." Shinki memberitahu tanpa menoleh kearah Shikadai.

"Hei! Kau belum menjawab pertanyaanku! Kita mau kemana?" Shikadai mulai tak sabar dengan sikap Shinki yang mengacuhkannya.

"Mencari jalan keluar tentu saja. Apa kau mau terus terjebak disini?" Shinki berhenti sejenak, membalikkan tubuhnya menghadap Shikadai. Bocah Nara itu tidak menjawab, Shinki pun tak merasa keberatan dengan hal itu karena dia langsung berbalik dan kembali berjalan.

"Merepotkan!" gumamnya. Shikadai diam-diam mulai mengamati Shinki dari belakang. Tidak seperti pamannya, Shinki tidak menggendong bonekanya di punggung. Boneka tengkoraknya melayang disampingnya dan sama seperti tubuhnya, boneka itupun diselimuti pasir besi.

Pamannya pernah mengatakan padanya kalau Shinki memiliki kekkei genkai Jiton yang langka sehingga bisa mengendalikan pasir besi. Shikadai tidak begitu memahami dengan kekkei genkai Jiton karena dia tidak pernah melihat kekuatannya secara langsung.

Namun, yang jadi pikirannya saat ini adalah kenyataan bahwa semua pengguna kekkei genkai Jiton yang berasal dari Sunagakure adalah Kazekage. Ibunya yang memberitahukan hal itu. Shinki memiliki kekkei genkai Jiton sejak lahir. Mungkinkah, Shinki adalah keturunan Kazekage? Shikadai jadi penasaran.

.

.

.

Inojin dan Yodo akhirnya sampai ke tempat semula setelah mengudara selama beberapa menit. Di tempat itu, sudah ada Kazekage, penasehat Hokage dan ayahnya Inojin yang menyusul kedua pengawas sebelumnya dari Konoha. Sai langsung menghampiri anaknya, saat Inojin melompat turun dari tunggangannya.

"Ada apa, Inojin? Kenapa kau kembali kesini?" melihat ekspresi kepanikan diwajah anaknya, Sai mulai merasa cemas.

"Shikadai, Ayah! Shikadai tenggelam kedalam pasir hisap!" Inojin memberitahukan alasannya kembali. Semua orang yang berada disitu terkejut mendengarnya. Gaara mengalihkan pandangannya pada Yodo yang berdiri dibelakang Inojin. Gadis itu mengangguk, membenarkan perkataan Inojin.

"Shinki dan Shikadai terbenam kedalam pasir hisap. Dan…" Yodo tidak melanjutkan kalimatnya.

"Ada apa, Yodo? Cepat katakan." Gaara berusaha bersikap tenang, meski sulit dilakukannya karena itu menyangkut nyawa keponakannya.

"Ada yang aneh dengan pasir hisap itu, Kazekage-sama. Seharusnya pasir hisap tidak memiliki daya hisap yang kuat seperti itu. Kami sudah meminimalisir gerakan kami agar tidak tenggelam tapi pasir itu tetap menarik kami kedalam." Yodo menuturkan. Semua orang saling berpandangan.

"Seseorang menggunakan jutsu untuk membuat jebakan pasir hisap itu." Shikamaru menyimpulkan dengan cepat.

"Kita harus menuju ke lokasi secepatnya." tak ingin membuang waktu, Gaara langsung memanipulasi pasirnya agar mengapung di udara dan bisa dinaiki banyak orang. Sai menggunakan jutsunya untuk membuat burung raksasa dan mengudara bersama putranya.

Chouchou melompat-lompat seraya melambaikan tangannya untuk memberitahukan lokasinya ketika melihat teman-temannya datang bersama rombongan para pengawas ujian dan Kazekage.

Para genin muda itupun langsung menunjukkan lokasi jebakan pasir hisap yang telah menenggelamkan teman mereka. Tanpa ragu, Kankurou langsung menjejakkan kaki diatasnya. Dia memperkirakan kalau jebakan itu akan lenyap sebelum mereka datang. Dugaannya benar. Area itu sudah kembali seperti semula. Tidak ada jebakan pasir hisap sama sekali.

"Apa? Tidak mungkin! Kami yakin disana tempatnya!" Chouchou bersikukuh. Semua temannya juga mengatakan hal yang sama. Mereka yakin di tempat itulah Shinki dan Shikadai tenggelam, tapi melihat permukaannya yang keras dan sama sekali tidak ada jebakan pasir hisapnya, membuat para genin itu terheran-heran.

"Aku percaya kok kalau kalian tidak salah." Kankurou mencoba menenangkan para shinobi muda itu dan mengatakan kalau perkiraan mereka benar.

"Dugaanmu benar, Shikamaru." ujar Gaara sambil mengikuti Kankurou dan berjalan diatas jebakan pasir tadi. Seseorang membuat jebakan pasir hisap dan mungkin akan lenyap setelah ada yang berhasil tersedot kedalamnya. Gaara memperkirakan itu adalah perbuatan para peserta ujian untuk menjebak lawan.

Kalau ini adalah perbuatan para genin, maka yang paling mungkin melakukannya adalah pengguna elemen air, tapi untuk membuat jebakan pasir disini, setidaknya dia harus mengetahui letak aliran air bawah tanah yang berada dibawah padang pasir ini. Gaara memikirkan semua kemungkinan.

"Daerah ini memiliki aliran air bawah tanah yang cukup deras." cetus Shino setelah ia mengorek informasi dari semut perak gurun pasir yang membangun sarang-sarangnya di lapisan bawah padang pasir.

"Jadi, kemana perginya Shikadai setelah ia terhisap kedalam pasir?" Shikamaru berusaha untuk tidak panik meski dia sangat mencemaskan putra semata wayangnya yang berada entah dimana dan apakah masih hidup atau sudah meninggal. Apa yang harus kukatakan pada Temari? Shikamaru tak ingin membuat istrinya cemas dengan kondisi putra mereka yang masih tidak jelas.

"Tenanglah, Kak. Shikadai akan baik-baik saja." Gaara berusaha menghibur kakak iparnya dan juga dirinya sendiri yang juga sangat mengkhawatirkan keponakannya.

"Tak bisakah kau mendeteksi cakra Shikadai menggunakan seranggamu?" Kankuro bertanya pada Shino.

"Butuh waktu lama untuk melakukannya." Shino menjawab datar.

"Kalau begitu, kau bisa mulai melakukannya dari sekarang." ekspresi Gaara sama sekali tidak berubah, tapi semua orang yang berada disana tahu kalau itu adalah sebuah perintah dari sang Kazekage.

.

.

.

Setelah berjalan cukup lama, akhirnya kedua genin itu tiba di sebuah area yang luas yang dipenuhi reruntuhan bangunan yang berantakan. Cahaya matahari menelusup melalui rongga-rongga kecil yang Shikadai perkirakan sebagai rongga-rongga tanah dari atas permukaan.

Dari tempat itu bisa terdengar suara gemericik air yang kian nyaring dari banyaknya aliran air yang melewati tempat tersebut. Shinki berdiri di tengah-tengah area itu, mengedarkan pandangannya ke setiap sudut. Ada seseorang! Shikadai meraih kunainya sesaat setelah dia melihat sekelebat bayangan dari arah depan.

"Kerja bagus, Shinki." seseorang muncul dari arah sebuah puing besar yang tersembunyi dari sinar matahari. Dia berjalan mendekati kedua shinobi muda itu, hingga akhirnya menampilkan sosoknya dengan jelas tanpa terhalang bayangan puing. Seorang pria yang mengenakan seragam jounin dan memakai ikat kepala khas desa Suna.

"Kau berhasil membawa keponakan Kazekage ke tempat ini." katanya lagi. Dia melirik kearah Shikadai sambil menyeringai penuh kelicikan. Apa maksudnya ini? Shinki sengaja menggiringku ke tempat ini? Shikadai meningkatkan kewaspadaannya.

"Selesaikanlah misimu." jounin itu memberi perintah pada Shinki. Misi? Misi apa? Setelah mendengar perintah dari gurunya, Shinki lantas berbalik menghadap Shikadai. Shinki menggunakan teknik elemen magnetnya dengan mengarahkan tangannya kepada Shikadai, menarik keluar semua benda yang terbuat dari logam termasuk kunai yang dipegangnya.

Sebelum Shikadai sempat menggunakan jutsu kage mane, Shinki sudah mengendalikan bonekanya yang telah dilapisi pasir besi untuk menjerat kedua tangan Shikadai dan merentangkannya lebar-lebar agar anak itu tidak bisa menggunakan jutsunya.

"Shinki! Apa maksudnya ini?" Shikadai mulai panik saat melihat Shinki mengubah pasir besinya menjadi sebuah pedang dan berjalan mendekatinya. Dia berusaha melepaskan diri dari genggaman boneka Shinki tapi boneka itu memegangnya dengan sangat kuat.

Shinki tidak menjawab Shikadai. Dia terus mendekati Shikadai, tanpa ekspresi tanpa perasaan, itulah yang terpancar di wajah Shinki yang memakai riasan ala kabuki seperti Kankuro. Apakah dia berniat membunuhku? Shinki berniat membunuhku? Shikadai masih tak percaya kalau Shinki akan membunuhnya.

Mereka memang bukan teman sepermainan, bahkan mereka bisa dibilang tidak akrab. Tapi setiap kali Shikadai berada di Suna, Shinki lah yang membelanya ketika anak-anak desa Suna yang lain mulai bersikap menyebalkan seperti Yodo. Walaupun Shinki hanya berkata leave him alone pada mereka dan mengajak mereka pergi untuk menjauhi Shikadai.

Lebih dari itu, Shikadai yakin Shinki bersungguh-sungguh membelanya karena dia memiliki tatapan yang berbeda dari anak-anak lain. Tidak ada raut kebencian diwajahnya. Tidak pula memandang rendah atau merasa iri dengan bloodline Shikadai yang seorang keturunan Konoha tapi memiliki hubungan darah dengan Kazekage. Shinki menatapnya sebagaimana pamannnya, Gaara menatapnya. Begitulah yang dirasakan Shikadai.

"Keturunan Konoha sepertimu… tidak pantas menjadi Kazekage!" Shinki menghunuskan pedangnya tepat mengarah ke jantung Shikadai.

.

.

.

to be continued


A/N : Tentang pasir hisap, biasanya banyak terdapat di daerah rawa atau pantai yang intensitas airnya tinggi. Nah, kalo di padang pasir, saya terinspirasi dari Gaara Hiden :)

Mengenai gua dibawah padang pasir, ada sebuah daerah di jazirah Arab dimana ada sebuah hutan yang berada dibawah padang pasir. Silakan search di gugel :) Feel free to critic and review. Thanks anyway.