.

"Selamat siang, dok. Maaf menganggu hari libur cerahmu." Ada nada jenaka yang dikeluarkan Lai Kuanlin saat Jungkook mengangkat telepon darinya dengan keadaan masih setengah mengantuk. Taehyung masih berbaring di sisinya, wajah tenang dengan hembus nafas halus. Sinar senja menyinari wajah Taehyung, membuatnya terlihat jauh lebih indah dan membuat Jungkook mendekatkan wajah, mencuri satu kecupan di pipi Taehyung, lalu mencium mesra bibirnya cukup lama hingga suara Kuanlin terdengar gusar di telinganya. "Tidak akan mengganggu cutimu jika ini tidaklah penting. Aku menghubungi Yongguk-ssaem tapi dia berkata kasus ini harus diserahkan kepada yang terhebat dalam bidangnya; kau, Hyung. But, dok. It's really serious. Aku tidak punya pilihan lain."

Jungkook mendengus pelan, mengumpulkan sisa nyawanya yang masih melayang sembari menguap tipis. Ia mendudukkan tubuhnya. "Yeah. Cukup basa-basinya dan beritahu aku apa yang kau butuhkan." Ia mengelus rambut Taehyung lembut, tersenyum ketika Taehyung menghembuskan nafas senang karena usapan Jungkoook.

Kuanlin terkekeh pelan. "Seriously, Hyung. Aku benar-benar tidak bermaksud mengganggu."

"Aku mengerti." Jungkook berucap sabar. "Spill the tea, pan."

Kuanlin berdeham sebelum menjelaskan. "Jadi, tiga puluh menit lalu ambulance membawa seorang lelaki berumur lima puluh enam tahun dalam keadaan sesak nafas parah, dia kehilangan kesadaran saat kami membawanya ke ER. Dia menderita tekanan tinggi di paru-parunya hingga membuat kapilernya pecah dan terjadi pendarahan cukup serius. Kami juga mendeteksi pembesaran atrium sebelah kiri dan tanda-tanda aritmia yang cukup meresahkan. Degup jantungnya benar-benar tidak beres."

"Itu stenosis miral. P.F.T.S dan A.B.G sudah dilakukan?"

"Yes, Sir. Sedang kami lakukan."

"Lakukan bersama C-Central line. Setelah aku ke sana kita harus segera membawanya ke ruang operasi." Jungkook bangkit berdiri dengan segera, mencari celananyaa yang berceceran di atas lantai kemudian mengenakannya dengan santai, Jungkook mengerutkan kening kala ia tidak menemukan kemejanya. Ia menemukan celana dan baju Taehyung di depan pintu kamar mandi, segera mengambilnya lalu menaruhnya di sudut pojok ranjang yang di mana Taehyung masih sibuk terlelap dengan manis.

"Right away, dok. Dan, uh hasil X-ray dadanya baru saja keluar dan kau akan sama terkejutnya denganku saat melihatnya."

"Sesuatu yang buruk?"

"Sangat buruk. Sekali lagi maaf menginteruspi kegiatanmu dengan Tae-hyung." Kuanlin berdeham tidak enak namun penuh godaan, ada senyuman di nada suaranya. "Tapi aku sangat membutuhkanmu saat ini. Sangat. Sangat. Membutuhkan."

"Hei, rileks, Pan." Jungkook tersenyum tipis, memberikan ketenangan pada Kuanlin yang nampak gugup. Ia menyisiri rambutnya dengan jari. "Aku akan segera ke sana, oke?"

Kuanlin bernafas lebih tenang, "Okay, Dok."

"Siapa?"

Taehyung bangun. Membuka matanya susah payah, menguap kecil, merenggangkan tubuh lalu bangkit duduk. Menatap Jungkook yang sibuk mengaitkan kancing celananya lalu menaikkan risletingnya cepat. Smartphone masih melekat di pundak Jungkook, lalu ia letakkan di atas nakas ketika sudah memberikan janji akan segera mendatangi rumah sakit lalu menggumamkan salam perpisahan sembari melangkah pelan ke sisi ranjang.

"Kuanlin," jawabnya, mendudukkan tubuh di tepi ranjang, meraih pipi Taehyung lalu memberikan kecupan di bibirnya. "Aku harus ke rumah sakit."

Taehyung menggerung sebal, mendorong tubuh Jungkook menjauh seolah terkhianati. "Kau bilang akan menemaniku hari ini; seharian."

"Aku tahu," telapak tangan Jungkook membingkai wajah Taehyung, kemudian merangkak naik menuju puncak kepala Taehyung, mengusapnya penuh kelembutan yang semakin membuat Taehyung tidak rela melepas Jungkook menjauh darinya. "Tetapi Kuanlin sangat membutuhkanku saat ini di rumah sakit. Dia tidak akan menghubungiku jika tidak penting."

Taehyung merenggut, ingin kembali keras kepala namun ia tidak menginginkan sikapnya yang kanak-kanak ini bisa menghambat kerja Jungkook. Pemuda itu sudah mati-matian mempertahankan profesinya. Ia sudah dengan bangga menyanjungkan janjinya. Taehyung menghembuskan nafas lemah. Mendekatkan wajah begitu tiba-tiba hingga dahi mereka bersentuhan. Aroma Jungkook bercampur dengan miliknya. Senyuman Jungkook terkembang tampan, tertawa kecil sembari menangkap tengkuk Taehyung lalu memiringkan wajah demi mendapat satu ciuman di bibir Taehyung.

Lembut.

Belai bibirnya lembut, usapan jarinya lembut, bahkan deru nafas Jungkook begitu lembut menerpa wajah Taehyung.

"Oke, oke." Taehyung menjauhkan wajahnya. Masih merenggut, tapi jarinya terangkat untuk mengusap pipi Jungkook. "Susah sekali memang menguncimu untuk diriku sendiri," gumam Taehyung yang membuat Jungkook tersenyum lucu. "Hati-hati di jalan, kembali padaku secepatnya, oke?"

Mengangguk, Jungkook membawa Taehyung ke dalam pelukan.

"Aku akan kembali secepatnya untuk Hyung."

.

.

.

"Apa yang kau lihat, Kuanlin-ah?" Jungkook berdiri di depan hasil X-ray yang tergantung jelas di hadapannya. Kuanlin memicingkan mata, menatap patuh pada hasil X-ray lalu menunjuk satu bagian.

"Seperti yang kau katakan, Hyungnim. Penyempitan katup mitral. Terlihat sangat jelas sekali. Berukuran 1,0 sentimeter persegi. Daebak. Ini benar-benar kelas berat."

"Yeah. Orang ini menahannya terlalu lama. Bisa terlihat kondisi jantungnya yang mulai lelah karena obat-obatan. Kau melihat yang lain?" Tanya Jungkook berekspektasi penuh pada Kuanlin.

Kuanlin kembali memicingkan matanya. Diam beberapa detik sebelum tarikan nafasnya terdengar terkejut. "Apa aku baru saja melihat trikupsid?"

Jungkook tersenyum bangga. "Benar sekali, man. Regurtasi trikupsid. Inilah yang menyebabkan aritmianya terjadi. penyebab utamanya bisa dipastikan akibat hipertensi pulmonal. Kau lihat gumpalan di sana?" Jungkook menunjuk satu sisi dengan jarinya. "Gumpalan itu menyumbat di arterinya sehingga mempengaruhi katup jantungnya untuk bekerja. Mengakibatkan regustrasi trikuspid, menyebabkan aritmia lalu kemudian merebak ke katup mintralnya. Kita butuh melakukan dua operasi penggantian katup di jantungnya juga operasi untuk memperbaiki trikupsidnya yang rusak."

"Dia memiliki gumpalan di arterinya dan mengidap hipertensi paru tinggi, Hyungnim. Itu akan sangat beresiko, bukan?"

"Sangat. Aku menjanjikan tiga puluh persen keberhasilan." Jungkook menjilat bibirnya yang kering. "Tapi jangan biarkan tiga puluh persen itu mempengaruhi kinerjamu di ruang operasi nantinya. Aku juga membutuhkan bantuan dokter kardiak untuk masalah jantungnya. Hubungi Yongguk-Sonsaengnim, oke? Pastikan dia memiliki jam kosong saat operasinya berlangsung."

"Okay, dok." Kuanlin mengangguk patuh. "Kau ingin menemui pasiennya?"

"Ya, tentu saja. Kita harus segera merencanakan operasinya."

Jungkook keluar terlebih dahulu, diiringi Kuanlin di belakangnya yang langsung mengambil hasil X-ray beserta rekam data kesehatannya di genggaman. Mereka berjalan melewati lorong panjang yang sunyi.

"Siapa namanya, omong-omong? Kau belum memberitahuku."

"Uh—" Kuanlin terlihat kesulitan membuka map besar di genggamannya. "Kim Taesik, berumur lima puluh enam. Di sini tercantum bahwa beliau adalah salah satu pasien VVIP dengan tanggung jawab atas nama… uh, Kim Taehyung…?"

Jungkook berdiri kaku di depan pintu ICU. Jantungnya berdegup cepat. Tenggorakannya tercekat kuat. Ia melirik nama yang tercantum di sisi pintu ruang ICU, tertulis dengan apik dan begitu menakutinya.

"K-Kim Taesik?"

"Ne, Hyungnim. Siapa dia?"

Jungkook mengedipkan mata, menarik pintunya untuk terbuka dan menemukan lelaki itu tertidur dengan tenang, ventilator tersambung, dengan EKG yang menyala pasti. Jungkook mencoba untuk bernafas. Ia mencengkram kenop pintu ICU teramat kuat. Matanya mengabur, dan Jungkook mencoba sekuat tenang untuk tetap sadar.

"Beritahu aku, Hyungnim." Bisik Kuanlin penasaran. "Siapa orang ini?"

Menarik nafas panjang, Jungkook menjawab lemah. "Dia adalah Ayah dari Kim Taehyung."

.

.

dan dia juga adalah orang yang pernah berencana membunuhku.

.

.

.

Hai? /senyum awkward/

Masih ada yang tertarik dengan Determinare? Masih ada yang mau jika Determinare kujadiin Fanbook? Semenjak Deter tamat—bahkan sebelum Deter nyentuh ending, banyak dari kalian yang nanya dan pingin Deter aku jadiin buku. Awalnya memang aku berencana ingin jadiin Deter buku, soalnya fanfic satu ini kesayangan aku banget. Layaknya anak sulung, anak kebanggaan Mama /g. dan memang aku belum ada waktu senggang kemarin, dan Alhamdulillah sekarang aku lagi ada waktu senggang ehe, udah sibuk edit sana-sana, udah tanya sana-sana, dan udah pertimbangin semuanya. So I made decision…

I'll make Determinare as Fanbook

Deter dalam fanbook akan aku masukin semua yang seperti di FFN, plus tambahan sekuel yang maniz-maniz kayak Taehyung dan kalau halamannya ga padet banget aku bakal masukin Beyond The Scene juga ehehe. Perkiraan tebalnya sih sekitar 500 halaman lebih, tapi aku usahain buat ga nyentuh sampe 600. Perkiraan waktu buat open PO juga sekitar pertengahan bulan Juli, jadi masih agak lama kok, ehe.

Adegan yang di atas itu semacam teaser ya, biar kalian makin greget sama masalah yang bakal aku kasih di sekuelnya Deter.

Info keseluruhan nanti akan aku update di IG ya, semuanya bakal aku up di IG dan twitter. Jika ingin tanya-tanya langsung aja ke IG dan twitterku : ichizenkaze

So, yes?

I hope you all excited as much as me! See you in July!