RING

SEQUEL

BEST FAMILY

EXO Fanfiction

Pairing: ChanKai

Cast: Park Chanyeol, Kim Jongin (Kai), Kyungsoo, Xiumin, Sehun, Baekhyun, Suho

Pairing: ChanKai

Oneshoot

Setelah melalui pertapaan (abaikan) akhirnya keluar juga oneshot, sekuel dari RING, semoga semua pembaca senang membacanya. Terima kasih untuk para pembaca dan juga kalian yang sudah mereview, sambutannya meriah sekali padahal cerita saya aneh, authornya juga aneh karena malas membalas review (author silakan menenggelamkan diri di laut) hehehe, maaf, maaf, okelah selamat membaca, seperti biasa mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan. Happy reading and bye…..

.

.

.

Setelah melalui perenungan panjang selama delapan bulan. Bayi laki-laki Chanyeol dan Jongin yang malang (karena dipanggil bayiku saja selama delapan bulan) akhirnya memiliki nama yang indah. Park Dong Sun. Park dari marga Chanyeol dan Dong-Sun yang berarti kebaikan. Dan selama delapan bulan ini Chanyeol telah menjadi ayah yang sangat-sangat-sangat baik. Dia layak dapat penghargaan.

"Chanyeol, Dongsun menangis," gumam Jongin setengah tidur sambil menendang pelan tubuh Chanyeol yang berbaring memunggunginya.

Chanyeol langsung bangun. Delapan bulan berlalu, tentu saja Jongin sudah sembuh. Lalu apa penyebab Jongin tak mau mengurus bayinya? Tidak, Jongin tidak durhaka, jangan salah.

Dongsun, bayi mereka, memang benci Jongin karena alasan yang belum terungkap. Dongsun tak akan berhenti menangis jika Jongin yang menggendong. Awalnya Jongin sempat stress ditolak bayinya sendiri, sekarang sih dia santai-santai saja. Jongin berpikir sekarang giliran Chanyeol merawat Dongsun.

"Ayah datang, sayang." Gumam Chanyeol setengah tidur. Melangkah keluar kamar, tangisan bayinya terdengar semakin keras. Chanyeol bergerak cepat menuju dapur. Menghangatkan susu. Dan memeriksa Dongsun di kamarnya.

Wajah Dongsun memerah, marah. Kedua tangannya mengepal. Matanya terpejam, mulutnya terbuka, mengeluarkan teriakan terbaiknya. "Hei, hei, sssttt..," bisik Chanyeol, ia membungkukkan badan mengangkat pelan tubuh mungil putranya dari dalam boks bayi. Mendekap Dongsun sambil mengusap pelan punggung kecilnya.

Berhasil, Dongsun berhenti menangis, kedua mata bulatnya terbuka. "Mimpi buruk?" bisik Chanyeol. Dongsun terisak kecil, sisa tangisan.

Mendekap aman tubuh Dongsun, Chanyeol duduk di atas sofa kemudian mendekatkan puting botol ke mulut Dongsung. "Tidak haus?" Dongsun tak membuka mulutnya, bahkan saat ujung dot dari silikon itu Chanyeol sentuhkan pada bibir mungil merahnya. Dongsun sama sekali tak bergeming.

"Haah…," desah Chanyeol. "Kenapa menangis kalau tidak haus? Hmmm? Kau harus tidur nyenyak, supaya cepat tinggi seperti Ayahmu ini." Chanyeol berdiri dari sofa, berniat menidurkan Dongsun di boksnya.

Tapi Dongsun mulai terisak. "Baiklah, Jongin akan kesal setelah ini." Desah Chanyeol namun dia tersenyum, mendekap bayinya, membawa Dongsun keluar menuju kamarnya dengan Jongin.

"Kai." Bisik Chanyeol, sambil mengguncang pelan bahu Jongin. "Kai, Dongsun ingin tidur denganku." Bisik Chanyeol lembut.

"Oh!" pekik Jongin, sedikit linglung karena mengantuk. "Baiklah, baiklah." Jongin langsung berdiri mengambil bantal dan selimut.

"Maaf." Bisik Chanyeol. Jongin tak menjawab, bukan marah, hanya sangat mengantuk.

Jongin meletakkan bantalnya ke atas sofa, berbaring di sana, kemudian menyelimuti tubuhnya. Dongsun tak suka tidur seranjang dengan Jongin. Tragis. Saat bayinya ingin tidur dengan Chanyeol, ia berakhir di sofa. Tak masalah, sofa lebih nyaman dibanding tanah padang rumput. Dibawa santai saja.

.

.

.

"Kau tidur di sofa? Lagi!" pekik Xiumin. Suara Xiumin di pagi hari, menyebalkan.

"Mungkin itu karma." Suara Kyungsoo di pagi hari, bencana. "Sembilan bulan kau menyembunyikan Dongsun dari Chanyeol."

Jongin memutar kedua bola matanya, jengah. "Dia di dalam perutku, apa itu yang namanya menyembuyikan. Berhenti mengejekku, Hyung tercintaku." Gerutu Jongin malas, ia masih bergelung di atas sofa. Dengan selimut. Mengumpulkan nyawa padahal dia sudah bangun sejak setengah jam yang lalu.

Malas, Jongin bangun dari posisi berbaringnya. Siapa yang mau melanjutkan acara bermalas ria jika ada duo penceramah dihadapanmu. Kyungsoo dan Xiumin langsung menuju dapur, mereka tadi membawa tas belanja. Setidaknya duo berisik itu selalu berguna.

"Tatatatatata….," Dongsun sedang berbaring di atas tempat tidur, Chanyeol berbaring miring dan membiarkan putranya bermain-main dengan wajahnya.

Jongin tersenyum bahagia memperhatikan tingkah lucu putranya dan juga Chanyeol. Ia menaruh selimut dan bantal yang dipakai tidur di sofa semalam, kembali ke atas tempat tidur. Niat awal, Jongin akan langsung kembali ke dapur, merecoki kemesraan Xiumin dan Kyungsoo.

Namun, timbul niat jahil Jongin, salah satunya karena sejak lahir Jongin memang diberkahi dengan sifat jahil. Alasan lain dia sebal karena Dongsun tidak dekat dengannya.

"Jongin!" pekik Chanyeol, berusaha bangkit dan menyelamatkan Dongsun, sayang terlambat. Jongin sudah melompat ke atas tempat tidur, membuat ranjang terpantul-pantul keras.

Mata bulat Dongsun menatap Chanyeol bingung. "Hahahahaha!" pekik Jongin bahagia, puas mengerjai putranya sendiri. Bibir Dongsun mengerucut, kedua telapak tangan mungilnya mengepal. Tidak suka dengan tindakan jahil Jongin.

"Huwaaaaaa!" tangisan keras itu akhirnya pecah.

"Jongin," gerutu Chanyeol kesal.

"Ups." Balas Jongin dengan tampang pura-pura menyesal.

"Ssttt…," kini Chanyeol sudah berdiri dan menggendong Dongsun, mencoba menenangkan bayinya. "Cepat mandi dan sarapan, kau ini." Nasihat Chanyeol pada Jongin yang masih berdiri di atas tempat tidur. Jongin melompat turun dan masuk kamar mandi tanpa protes. "Ah, ya ampun." Gerutu Chanyeol, kalau seperti ini rasanya dia seperti mengurus dua bayi.

Dongsun sudah tenang, mata bulatnya yang sembab kini sedang menatap mata ayahnya yang berbentuk sama. "Tatatata….," celoteh Dongsun.

"Ya, ya, Ayah tahu Daddy-mu memang jahil. Sudah seperti itu dari lahir. Sabar ya." Chanyeol mengusap-usap pelan punggung Dongsun, dan si bayi kini tengah menyandarkan kepalanya pada bahu kanan Chanyeol. "Kita keluar sampai Daddymu selesai, setelah itu kita mandi," bisik Chanyeol. sementara Dongsun memilih menggigiti kaos Chanyeol.

"Xiumin hyung, Kyungsoo, selamat pagi." Sapa Chanyeol pada dua makhluk di dapurnya.

"Halo, kenapa Dongsun menangis?" tanya Xiumin disela kegiatannya memotong daun bawang.

"Dijahili Jongin." Balas Chanyeol jawaban itu sontak membuat dua orang yang sedang sibuk itu tertawa keras. Kyungsoo meninggalkan sejenak kegiatannya membuat omelet, ia ambil biskuit bayi dari dalam lemari pendingin. Mencuci tangan dan berjalan mendekati Dongsun di pangkuan Chanyeol.

"Hei, ini lebih enak daripada jempolmu, sayang." Ucap Kyungsoo dengan nada lemah lembut penuh cinta. Ia menyerahkan biskuit bayi rasa pisang pada Dongsun. Bayi lucu itu langsung meraih biskuit dari tangan Kyungsoo dan mulai memakannya atau lebih tepat disebut mengemut. "Kau lucu sekali!" pekik Kyungsoo tertahan kemudian menciumi pipi kanan Dongsun.

Dongsun tak peduli dengan ciuman-ciuman Kyungsoo karena biskuit pisang lebih nikmat. Kyungsoo terdiam, kemudian pandangannya tertuju pada Chanyeol. "Kulit Dongsun semakin putih."

"Ya." Balas Chanyeol kemudian tersenyum lebar.

"Tidak mirip Jongin." Komentar Kyungsoo langsung menimbulkan tawa Chanyeol dengan keras.

"Kalian membicarakan aku!" pekik Jongin kesal, dari ambang pintu kamar dia langsung berlari menghampiri meja makan. Dan duduk di sebelah Chanyeol yang memangku Dongsun. Penyakit jahil Jongin kumat, ia tahan tangan Dongsun yang hendak memasukan biskuitnya ke dalam mulut.

"Uhmmmm," geram Dongsun sebal.

"Jongin!" pekik Chanyeol sambil menyingkirkan tangan Jongin. Jongin hanya menjulurkan lidah tak peduli.

"Aaaaaa!" akhirnya Dongsun berteriak sebal, wajahnya yang terlihat mulai menangis berhasil menghentikan kejahilan Jongin.

"Sehun mengajak kalian untuk mengunjungi toko keluarganya." Ucap Xiumin sambil meletakkan omelet ke hadapan Chanyeol dan Jongin.

"Kapan?"

"Nanti sore, bagaimana?"

"Kami berangkat ke Jangho." Sambar Chanyeol.

"Tentu saja kami bisa, kita ke Jangho kan besok pagi. Kau ini." Gerutu Jongin, sebal dengan sikap cemburu Chanyeol, tak masuk akal Sehun sudah bertunangan lagipula.

"Dongsun suka Sehun," gerutu Chanyeol.

"Dongsun juga suka Baekhyun." Balas Jongin.

"Dongsun juga suka aku dan Kyungsoo." Timpal Xiumin.

"Ya, Dongsun menyukai semua orang kecuali aku." Sebal, Jongin kemudian memotongi omeletnya dan mulai melahap menu sarapannya tanpa tabel manner sama sekali. Semua orang yang mendengar pernyataan Jongin sontak tertawa keras tak peduli dengan kekesalan Jongin, bahkan Dongsun tersenyum lebar menampilkan dua gigi susu bawahnya yang mulai tumbuh.

"Apa?!" dengus Jongin memandang sebal Dongsun yang tersenyum lebar, dan kepala Jongin langsung terkena pukulan manis dari Kyungsoo. "Hyung," keluh Jongin sambil mengusap-usap belakang kepalanya.

"Jangan berkata kasar pada anakmu." Nasihat Kyungsoo.

"Dongsun benci padaku, ya tidak setiap saat sih," Jongin melirik Dongsun yang balas menatapnya dengan lucu. Dongsun menjulurkan kedua tangannya kepada Jongin, minta dipangku. "Tidak mau." Balas Jongin ketus. Mengabaikan kebutuhan Dongsun.

Dongsun sontak mendongak, menatap Chanyeol, seolah-olah meminta bantuan. "Jongin, Dongsun haus."

"Minum saja dari botol." Jongin malas menanggapi, sebenarnya hanya untuk menjahili Dongsun. Dongsun mulai bergerak gelisah, dan mencondongkan tubuhnya pada Jongin. "Baiklah," desah Jongin. Ia berdiri dari kursi. Dongsun antusias mengamati gerak-gerik Jongin, sayang Jongin hanya mengambil air mineral dari lemari pendingin.

Jongin sengaja meminum airnya di depan Dongsun yang haus. Sontak bayinya menangis keras dan meronta-ronta di pangkuan Chanyeol. "Jongin," gumam Chanyeol tak tahu harus menghentikan sikap jahil Jongin dengan cara apalagi.

Tak tega, Jongin menaruh botol air mineralnya ke atas meja kemudian mengangkat Dongsun dari pangkuan Chanyeol. Dan membawa Dongsun ke atap.

.

.

.

Dongsun menyukai pohon dan bunga di atap apartemen Chanyeol. Jongin duduk pada bangku taman memangku Dongsun. "Kau hanya ingat Daddy saat haus, menyebalkan." Gerutu Jongin sambil melepas tiga kancing kemejanya. Dongsun mengerjap lucu kemudian tanpa menunggu dia langsung memuaskan rasa hausnya.

Jongin mengusap-usap pelan punggung kecil Dongsun. Kedua kaki putranya bergerak-gerak senang, kedua tangannya juga bermain-main di kemeja Jongin. Menarik-narik kancing kemeja Jongin. "Kenapa kau benci Daddy?" tentu saja pertanyaan Jongin tak mendapat jawaban kecuali tatapan lucu nan bingung Dongsun. "Haaah…," desah Jongin. "Bayi jelek, kau jelek sekali karena mirip Chanyeol."

Seolah mengerti ucapan Jongin, Dongsun langsung melancarkan serangan gigitan. Pada sesuatu yang sedang dihisapnya. "Dongsun!" pekik Jongin kesakitan, sambil berusaha melepaskan mulut Dongsun, dengan cara menarik kepala mungilnya ke belakang. Gagal, Dongsun justru mengeratkan cengkeramannya pada kemeja Jongin dan menggigit lebih kuat.

Meringis menahan sakit, Jongin menyerah dan mengusap-usap pelan punggung Dongsun. "Maafkan Daddy kau tidak jelek kok." Ucap Jongin, mirip orang gila karena bicara sendiri.

Berhasil, gigitan itu berakhir. Donsgun memang bayi cerdas sekaligus menyebalkan dalam waktu yang bersamaan. Jangan bayangkan dada Jongin yang berisi seperti dada para kaum hawa, tak ada bedanya, dada Jongin masih bidang, hanya saja fungsinya yang berubah karena hormon esterogen yang diproduksi dalam tubuhnya bertambah.

"Jongin." Suara Chanyeol mengagetkan Jongin.

"Apa yang kau lakukan di sini?!" pekik Jongin tak suka, dia memang selalu melarang Chanyeol untuk melihat kegiatannya dengan Dongsun. Bagaimanapun juga, dirinya masih laki-laki dan harga dirinya terluka karena urusan memberi asupan gizi ini.

"Jongin," gumam Chanyeol sambil duduk di samping Jongin, sementara Jongin langsung merubah posisi duduknya memunggungi Chanyeol.

"Bisa tidak kita tunda kunjungan ke Jangho, maksudku sampai Dongsun tidak mengkonsumsi susu lagi."

"Tidak ada yang salah dengan semua itu Jongin, itu alami sama sekali tak memalukan. Ayolah, Jongin."

"Kau tidak mengalaminya." Kalimat itu mudah saja keluar. Dari seseorang yang tidak mengalami perubahan besar pada tubuhnya. Chanyeol tersenyum mengerti, ia menggeser duduknya mendekati Jongin, kemudian melingkarkan kedua lengannya. Memeluk Jongin dan Dongsun sekaligus.

Chanyeol menyandarkan dagunya pada bahu kanan Jongin, menatap kedua mata bulat Dongsun yang menatapnya bingung, sementara mulutnya masih sibuk bekerja. "Aku mencintaimu Jongin, aku menerima semua kelebihan dan kekuranganmu." Bisik Chanyeol.

"Sudah diam." Balas Jongin singkat, namun Chanyeol membalasnya dengan tawa renyah. Dongsun semakin mengerjap bingung menatap kedua mata Chanyeol.

"Apa sayang?" gemas Chanyeol, tangan kanannya bergerak mengusap rambut hitam tebal nan halus milik Dongsun. "Jadi kita akan bertemu dengan Sehun dan Baekhyun hari ini?"

"Ya, mereka mengundang. Rasanya tidak baik jika ditolak."

"Kita pernah menolak undangan mereka bulan kemarin."

"Justru karena itu, bodoh." Maki Jongin.

"Hmmm." Balas Chanyeol dengan bergumam. Dagunya masih berada di pundak Jongin sementara tangan kanannya mengusap kepala Dongsun, dan tangan kirinya berada di pinggang kiri Jongin. "Saat itu kenapa kita menolak undangan mereka? Aku lupa."

"Pekerjaan, sebaiknya kau mulai minum vitamin nutrisi otak. Dasar pelupa."

"Kau emosional sekali, apa kau sedang hamil?" tangan kiri Chanyeol yang berada di pinggang Jongin. Dengan cepat beralih menyentuh perut Jongin.

"Tidak Chanyeol." balas Jongin.

"Hmmmm!" geram Dongsun yang tidak suka dengan tangan Chanyeol, karena mengganjal perutnya. Dan mengganggu kenyamanannya

"Maaf, maaf," gumam Chanyeol kemudian menyingkirkan tangannya dari perut Jongin agar tak mengganjal perut putranya.

"Kapan Dongsun punya adik?"

"Lima tahun lagi, usia ideal memiliki adik."

"Apa tidak terlalu jauh?"

"Singkiran dagumu dari bahuku." Chanyeol menuruti permintaan Jongin. Sejak dulu, Jongin selalu mengelak jika topik bicaranya tentang anak. Apa mungkin Jongin masik belum mempercayai dirinya seratus persen?

"Kau belum percaya padaku seratus persen kan?"

"Kenapa kau berpikir seperti itu?"

"Karena kau selalu mengelak jika kita membicarakan tentang anak."

"Bukan mengelak, Dongsun masih berusia delapan bulan dan lagi dia sangat manja, apa kau sanggup mengurus dua bayi?"

"Ah benar juga, tapi lima tahun bukannya terlalu jauh? Nanti Dongsun cemburu kalau dia sudah mengerti, bagaimana jika tiga tahun?"

"Kita bicarakan lain kali saja Chanyeol, lagipula masih lama kan? Yang jelas tidak dalam waktu dekat." Putus Jongin.

Dongsun menyudahi kegiatannya, Jongin langsung membenahi kemejanya. Dongsun menggapai-gapai Chanyeol minta digendong. "Kau ini..," gerutu Jongin, iapun memberikan Dongsun pada Chanyeol. "Benarkan dia sangat manja, ayolah kita tak akan sanggup mengurus dua bayi apalagi kau selalu menolak bantuan orang lain."

Chanyeol mengangkat Dongsun, menciumi perut gendut Dongsun. Membuat bayi lucunya tertawa keras. "Sudah ya, nanti kau muntah." Ucap Chanyeol. Chanyeol kemudian berdiri sambil menggendong Dongsun. "Kami mandi dulu ya."

"Hmm." Gumam Jongin. Melihat tak ada hal lain yang bisa diamati di atap, Jongin memilih berjalan mengikuti Chanyeol di belakang.

.

.

.

Dapur sudah kosong dan dalam keadaan bersih, tak ada piring kosong bekas omelet di meja makan. "Kyungsoo dan Xiumin hyung sudah pulang?"

"Ya, Kyungsoo ada kuliah dan Xiumin sibuk dengan bisnis barunya."

"Kapan kafe mereka dibuka?"

"Satu minggu lagi kurasa." Jawaban Chanyeol membuat Jongin otomatis membuka ponselnya dan memeriksa jadwal. "Kenapa? Tidak bisa datang?" Chanyeol menoleh menatap wajah Jongin, cemas.

"Hmmm, kurasa tidak bisa. Aku ada pekerjaan."

"Tapi Kyungsoo bilang kau kosong sampai bulan depan."

"Itu—aku menerima tawaran lain."

"Tanpa sepengetahuan Kyungsoo?" Chanyeol melirik Jongin tajam, entah mengapa perasaannya tidak enak. "Kau berniat ke Afrika?"

"Tidak." Balas Jongin cepat.

"Ini berhubungan dengan alam liar kan?"

"Kira-kira seperti itu, aku akan ke Kalimantan untuk memotret orang hutan. Tidak lama—aku hanya menerima pekerjaan selama seminggu tidak lebih."

"Lalu Dongsun?" pandangan Jongin beralih pada bayinya di dalam gendongan Chanyeol.

"Hanya seminggu, dia pasti baik-baik saja Chanyeol. Selain itu Dongsun juga tidak dekat denganku dia ingin selalu bersamamu, aku yakin dia akan baik-baik saja." Jawab Jongin panjang lebar.

"Lalu aku?"

"Ayolah, kau sudah dewasa. Seminggu bukan waktu yang lama." Jongin menatap kedua mata bulat Chanyeol. "Jangan mendramatisir keadaan, aku hanya pergi seminggu dan memotret orang hutan, bukan pergi selama setahun penuh, ke medan perang."

"Bagaimana jika terjadi sesuatu padamu?"

"Tidak akan terjadi apa-apa Chanyeol, aku pergi dengan tim. Kami akan saling menjaga."

"Kau tidak melajang lagi Jongin, pikirkan perasaanku juga." Chanyeol membenahi posisi Dongsun di dalam gendongannya. "Aku pergi memandikan Dongsun dulu." Kemudian Chanyeol berbalik memunggungi Jongin dan berjalan pergi.

Jongin mengepalkan kedua telapak tangannya, tiba-tiba jengkel dengan sikap Chanyeol. "Jadi maksudmu aku hanya boleh menerima pekerjaan yang singkat dan dekat saja? Kau mengekangku? Park Chanyeol?" Jongin menyerang Chanyeol dengan pertanyaan bertubi-tubi sambil berjalan menyusul Chanyeol.

"Aku tidak mengekangmu, aku hanya memintamu untuk berpikir."

"Jadi dengan kata lain kau mengataiku bodoh?"

Langkah kaki Chanyeol terhenti, kini dia berbalik menatap Jongin. "Tidak Jongin, aku hanya ingin mengatakan kau memiliki keluarga sekarang, jangan bertindak sesukamu."

"Aku tidak bertindak sesukaku Chanyeol, hanya seminggu, aku tidak menerima tawaran setahun penuh." Jongin berusaha menekan amarahnya dan merendahkan suaranya tak ingin menakuti Dongsun.

"Aku paham jika alam liar adalah panggilan jiwamu Jongin, tapi situasinya berubah sekarang, kau tahu aku juga mengorbankan banyak tawaran menggiurkan demi kau dan Dongsun…..,"

"Kau menuntutku untuk melakukan hal yang sama?" potong Jongin. Chanyeol menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk tetap bersikap sabar. Setelah hampir sembilan bulan bersama, ini adalah pertengkaran pertamanya dengan Jongin.

"Aku mau mandi dan memandikan Dongsun dulu, kita bicarakan nanti. Mungkin kau bisa memilih bunga yang cocok untuk Sehun dan Baekhyun." Chanyeol berusaha meredam amarah Jongin dan juga amarahnya dengan membicarakan topik lain.

"Baiklah, aku akan memilihkan bunga yang paling bagus untuk mereka." Jongin pergi dengan amarah yang sampai ke ubun-ubun.

Chanyeol menghembuskan napas perlahan, Jongin masih sangat tempramen. "Hei, kenapa?" tanya Chanyeol lembut sebab saat dia menunduk menatap putranya, Dongsun menatapnya dengan kedua mata berkaca-kaca.

"Tidak terjadi apa-apa Dongsun, kami hanya mengobrol." Chanyeol berusaha menerangkan dengan perlahan. Dongsun meletakkan kepalanya pada dada Chanyeol, Chanyeol mengusap punggung Dongsun perlahan, menenangkan putranya karena dia sepertinya tahu jika kedua orangtuanya sedang bertengkar.

.

.

.

Jongin melangkah panjang-panjang menuju toko bunga yang terletak tidak jauh dari apartemen Chanyeol. Dia benar-benar kesal dengan permintaan Chanyeol yang menyebalkan itu. "Jangan ini, jangan itu, memangnya aku anak kecil, dasar sial Park Dobi!" sepanjang jalan Jongin terus menggerutu, tentu saja dalam batas volume aman yang tak menimbulkan kecurigaan para pejalan kaki lain.

Sesampainya di depan toko bunga, ia dorong pintu kaca toko, melangkah masuk bersamaan dengan gemerincing lonceng yang terpasang di atas pintu. Berbagai macam jenis bunga menyambut indera penglihatan serta penciumannya, tentu saja hanya bunga yang ada di sini, sesuai dengan jenis tokonya, toko bunga.

Masih sebal, Jongin memutuskan untuk berkeliling toko. Melihat berbagai macam jenis bunga, mungkin bisa meredam emosinya.

"Xiumin hyung?" Panggil Jongin ragu-ragu pada sosok laki-laki mungil yang memunggunginya.

"Oh! Jongin!" pekik Xiumin terkejut dengan kehadiran Jongin, sedangkan Jongin merasa lega ia tak salah orang. "Apa yang kau lakukan di sini?" Xiumin bergegas menghampiri Jongin dan bertanya dengan ramah.

"Membeli mobil." Balas Jongin ketus.

"Suasana hatimu tidak baik?" Xiumin yang dewasa, tentu saja tak akan terpancing dengan kalimat menyebalkan, seperti yang baru saja Jongin ucapkan.

"Begitulah." Balas Jongin seadanya.

"Aku yakin Chanyeol tak setuju kau melancong ke Kalimantan."

"Hyung tahu darimana?" Jongin menatap penuh selidik. "Pasti Kyungsoo hyung ya?" Xiumin mengangguk pelan. "Tentu saja, kalian kan berbagi segalanya, cepatlah menikah dan punya anak supaya Dongsun punya teman bermain."

"Kenapa tidak membuatkan Dongsun teman sendiri?" goda Xiumin.

"Jangan mulai Hyung." Gerutu Jongin.

Xiumin hanya tersenyum simpul. "Mau membeli bunga untuk siapa?"

"Sehun dan Baekhyun, memang siapa lagi selain mereka. Hyung kenapa di sini? Memesan bunga untuk pembukaan kafe?"

"Tebakanmu tepat Jongin, butuh bantuan mencari bunga yang cocok?"

"Entahlah, aku pikir Anggrek kuning itu bagus." Jongin menunjuk Anggrek yang dimaksud.

"Ya, itu bunga yang sangat cantik."

"Hmm." Gumam Jongin, keduanya berjalan mendekati Anggrek hidup yang ditanam di dalam pot tanah liat pendek berbentuk kotak. "Aku akan bertanya pada penjaga toko mengenai artinya, jangan sampai bunga duka cita lagi."

Xiumin tertawa pelan mendengar kalimat Jongin. "Aku sudah mendengar hal itu dari Kyungsoo."

"Ya, ya, silakan tertawa dengan puas, aku tak akan marah." Gerutu Jongin, tangan kanannya menyibak kertas label harga. "Woah!" pekik Jongin tertahan. "Hyung lihat," bisik Jongin sambil menunjukkan label harga Anggrek itu pada Xiumin. Xiumin terkikik. "Aku akan bertanya arti Anggrek pada penjaga toko dulu."

"Kau berniat membelinya?"

"Ya."

"Dasar orang kaya!" cibir Xiumin.

"Akan aku masukkan pada tagihan Chanyeol, Baekhyun kan mantan kekasihnya. Chanyeol tak akan keberatan."

"Hmm." Balas Xiumin singkat, tak memberi komentar tambahan. Selanjutnya Xiumin hanya diam memperhatikan Jongin, yang kembali ke rak bunga mengambil Anggreknya kemudian ke meja kasir untuk membayar. Saat Xiumin melihat Jongin meninggalkan toko, ia bergegas menyusul pemuda berkulit cokelat itu.

"Jongin, Kau lapar? Mau aku traktir?"

"Hyung terlihat mencurigakan."

Xiumin mendesah pelan, tak ada gunanya berbohong. "Aku ingin berbicara denganmu."

"Tentang Chanyeol."

"Ya." Jongin mendengus pelan tak tertarik dengan ajakan Xiumin. "Ini hanya pembicaraan biasa Jongin, aku tidak memihak Chanyeol atau berusaha untuk mengubah pandanganmu." Xiumin menatap Jongin penuh harap. "Hanya pembicaraan biasa." Xiumin kembali meyakinkan.

"Baiklah, kita cari tempat yang nyaman untuk berbicara." Xiumin sedikit mengernyit mendengar penekanan pada kalimat berbicara itu.

.

.

.

Jongin mengamati interior di dalam kafe yang indah. Si pemilik yang tak lain adalah Kyungsoo dan Xiumin sendiri, sepertinya ingin menghadirkan suasana di luar kafe ke dalam kafe. "Wow, ada bunga sakura di dalam kafe." Gumam Jongin, ia menyentuh batang pohon di hadapannya. "Ini asli Hyung?"

"Hanya batang pohonnya Jongin, bunga dan daunnya dari plastik."

"Hmm, apa konsepnya?"

"Apa ya—aku juga bingung, Kyungsoo dia suka dengan musim semi, panas, dan gugur, jadi dia ingin semua pengunjung merasakan hal yang sama bahkan saat musim dingin nanti."

Jongin mengangguk pelan, meski sebenarnya ia tak terlalu paham juga. "Kafe ini kan belum buka Hyung, kenapa kita pergi ke tempat ini?"

"Karena kau mungkin tak datang di hari pembukaan nanti."

Tenggorokkan Jongin serasa tercekat, ada rasa bersalah yang tiba-tiba menyeruak. Jongin meletakkan pot Anggreknya pada salah satu meja kemudian iapun duduk. "Mau mencoba bubble tea dengan tambahan es krim lembut di atasnya?"

"Mung—kin," balas Jongin tak terlalu yakin.

"Baiklah, sepertinya kau tak ingin tinggal terlalu lama di sini."

"Bukan begitu Hyung! Aku hanya—hanya…,"

"Aku mengerti Jongin, sudahlah jangan merasa sungkan." Xiumin duduk di hadapan Jongin dan tersenyum ramah. Jongin mengalihkan pandangannya ke arah lain, kemanapun kecuali Xiumin, sebab dia merasa benar-benar tidak enak hati sekarang. "Chanyeol memiliki impian untuk mengadakan konser tunggal di Jepang."

"Bukankah dia sudah beberapa kali melakukannya?"

"Jika di Jepang memang iya, tapi tidak di Tokyo Dome."

Tokyo Dome, siapa yang tak kenal dengan bangunan megah itu. Bangunan itu adalah impian semua penyanyi untuk mengadakan konser di Jepang. "Lalu? Jangan katakan jika kesempatan itu akhirnya datang tapi Chanyeol menolaknya?" Xiumin mengangguk pelan. "Sial!" umpat Jongin. "Kenapa dia menolak kesempatan sebesar itu?"

"Saat itu kau akan melahirkan."

"A—apa?!" Jongin bisa merasakan punggungnya yang mulai lembab karena keringat, padahal Xiumin sudah menghidupkan pendingin udara. "Aku memberi kabar itu sangat mendadak apa Chanyeol…," Jongin tak sanggup meneruskan kalimatnya.

"Ya, dia melakukan pembatalan di detik-detik terakhir, Chanyeol harus membayar semua kerugian. Jangan cemas semua sudah diselesaikan dengan baik, tentu saja dengan sedikit bantuan keluarga ibu mertuamu. Maksudku, ibu mertuamu hanya melakukan negosiasi supaya Chanyeol tak kehilangan kepercayaan dan dia bisa menggelar konser di sana lain waktu, masalah pembayaran Chanyeol melunasi semuanya dengan menjual beberapa saham yang dia miliki. Jika dihitung kerugian, kami mengalami kerugian yang sangat besar Jongin."

"Aku tahu itu, kerugian tak diragukan lagi pasti sangat besar."

"Chanyeol pernah berbuat kesalahan di masa lalu, aku tak akan mencoba membelanya. Tapi dia sudah berusaha keras untuk memperbaikinya, dia sangat mencintaimu dan Dongsun, dia akan melakukan segalanya untuk kalian." Xiumin melihat ketidaknyamanan pada tatapan Jongin. "Aku tidak menuntutmu untuk melakukan hal yang sama, atau menuntutmu untuk bersimpati pada Chanyeol atau mengorbankan impianmu, semua keputusan ada ditanganmu Jongin."

"Hmm." Gumam Jongin sambil menggigit bibir bawahnya dengan pelan.

"Alam liar itu berbahaya seberapa matangpun persiapanmu Jongin, Chanyeol hanya tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu, alam liar pasti berbeda dengan Tokyo Dome." Xiumin tersenyum hangat, tangan kanannya bergerak untuk menggenggam tangan kanan Jongin. "Chanyeol tidak akan membunuh mimpimu, aku yakin itu. Dia sendiri sadar betapa berharganya sebuah impian, kalian sama-sama pemberontak kan?"

Jongin tertawa pelan mendengar kalimat Xiumin. "Chanyeol hanya memintamu untuk membuat keputusan dengan dewasa. Ya, aku tahu apa yang kau pikirkan sekarang Jongin, jadi dewasa itu menyebalkan."

"Hyung juga merasakan hal yang sama tentang menjadi dewasa?"

"Tentu saja, dewasa itu sangat-sangat-sangat menyebalkan. Aku dan Kyungsoo juga berharap hal yang sama, kami berharap kau membuat keputusan yang terbaik karena Chanyeol dan Dongsun membutuhkanmu."

Jongin mendesah pelan, kemudian menyandarkan tubuhnya pada kursi yang ia duduki. "Aku—kekanakan."

Xiumin tertawa pelan. "Menjadi dewasa itu penting tapi jika kau terus bersikap dewasa itu juga membosankan."

"Aku bingung dengan maksudmu Xiumin hyung…," keluh Jongin kemudian tertawa lepas.

"Ah, aku juga bingung dengan kalimatku sendiri." Timpal Xiumin. "Baiklah, pembicaraan kita selesai. Selanjutnya terserah padamu."

"Aku akan pulang sekarang. Sampai jumpa Hyung."

"Hati-hati di jalan, jangan terlempar ke trotoar lagi."

"Hyung, kenapa ucapanmu seolah-olah aku diikuti kutukan sial sih?!" protes Jongin, Xiumin hanya tersenyum lebar membuat pipi imutnya semakin imut saja. Jongin harus menahan diri untuk tidak mencubit dua pipi gembil itu, siapa yang sudi mendapat pukulan dari Xiumin?

.

.

.

Chanyeol sedang duduk di atas karpet ruang keluarga, memperhatikan Dongsun yang merangkak dan bermain dengan boneka anjingnya. "Jangan digigit Dongsun, itu kotor." Chanyeol menjauhkan telinga boneka anjing yang sebentar lagi akan masuk ke dalam mulut Dongsun. "Ini saja." Chanyeol menyodorkan biskuit pisang kesukaan Dongsun.

Beruntung Dongsun tak rewel dan langsung menerima biskuitnya, Chanyeol sudah beberapa kali melihat ke arah pintu masuk, berharap Jongin segera tiba. Ia cemas tentu saja, Jongin pergi dalam keadaan marah, itu terbukti dengan semua panggilannya yang tak dijawab, juga pesannya yang tak dibalas.

"Oh Jongin!" pekik Chanyeol tak percaya, sebab dia berpikir itu adalah pengantar makanan.

"Hai." Balas Jongin, tak terdengar marah.

"Kau membeli Anggrek?"

"Hmm. Aku memasukkannya dalam tagihan kartu kreditmu." Tentu saja diriya yang harus membayar, pikir Chanyeol, maklum dengan sikap Jongin.

Jongin berjalan mendekati Chanyeol setelah meletakkan pot bunganya ke atas konter dapur, mencegah Dongsun meraihnya. Jongin duduk di samping Chanyeol tentu saja dengan berjarak.

"Maaf jika aku membuatmu marah." Chanyeol berucap pelan.

"Tidak, kau sama sekali tidak salah. Aku mengerti." Jongin mengeluarkan ponsel dari saku celananya, karena benda itu mengganjal dan membuatnya tak nyaman. "Kau menelpon dan mengirim pesan?" Jongin menoleh menatap Chanyeol.

"Ya."

"Maaf, ponselku dalam mode silent, aku bertemu Xiumin hyung tadi, kami mengobrol sebentar di kafe miliknya dan Kyungsoo hyung."

"Wow! Kau sudah kesana?!" pekik Chanyeol antusias.

"Ya, kafenya indah, mereka berbakat dalam mendesain juga. Menakjubkan."

Chanyeol tertawa pelan. "Mereka berdua adalah menjer-menejer berbakat."

"Sepertinya Kyungsoo hyung lebih pintar daripada aku."

"Itu tak diragukan lagi."

"Hei!" Jongin mendorong pelan lengan kanan Chanyeol, sebagai bentuk protes. "Xiumin hyung juga lebih pintar darimu."

"Itu juga tidak diragukan lagi." Kemudian Chanyeol dan Jongin tertawa bersama. "Kau sudah tidak marah lagi?"

"Ya."

"Apa ini karena Xiumin hyung?"

"Mungkin."

"Jongin jangan membuat keputusan karena orang lain…,"

"Aku yang memutuskannya sendiri." Potong Jongin. "Aku sudah memikirkannya, maaf sikapku selama ini kekanakan. Aku tidak akan pergi."

"Jika kau ingin pergi tak apa Jongin, aku mengerti ini impianmu, hanya satu minggu. Aku dan Dongsun baik-baik saja, sungguh."

"Tokyo Dome."

"Kau—sudah tahu?"

"Hmm, itu pengorbanan yang sangat besar Chanyeol, terimakasih."

"Itu bukan pengorbanan Jongin. Itu pilihan, aku tidak menuntutmu melakukan hal yang sama." Jongin hanya mengangguk pelan kemudian memalingkan wajahnya menghindari tatapan Chanyeol.

Dongsun asyik mengunyah biskuit pisangnya dan membanting-banting boneka anjingnya, tak sadar jika dirinya sedang diperhatikan. "Maaf aku selalu egois dan kekanakan," bisik Jongin.

"Aku sudah memaafkanmu bahkan sebelum kau meminta maaf."

"Terima kasih."

"Hei, kenapa menangis?!" Chanyeol panik melihat Jongin menangis, dan hal yang terlintas di benaknya adalah memeluk Jongin dengan erat berharap hal itu mampu menenangkannya. Sayang tangis Jongin justru semakin keras. Chanyeol tersenyum mengerti, ia mengusap pelan punggung Jongin. "Jongin, lihat siapa yang berusaha menenangkan tangisanmu selain aku." Bisik Chanyeol.

Tertarik dengan kalimat Chanyeol, Jongin mengangkat wajahnya dari bahu Chanyeol. Melirik ke samping, ia lihat Dongsun, bayinya itu duduk sambil menepuk-nepukkan dua tangan mungilnya ke atas paha Jongin. "Hei," gumam Jongin menahan tawa dan menahan tangis sekaligus, sehingga membuat suaranya terdengar aneh.

Chanyeol tertawa pelan, masih memeluk Jongin, Chanyeol mengangkat Dongsun dengan tangan kirinya, memangku tubuh mungil Dongsun ke atas paha kirinya. Dongsun menarik-narik lengan kemeja Jongin. Jongin menarik tubuhnya dari pelukan Chanyeol.

"Kau siap-siap dulu." Ucap Jongin pada Chanyeol kemudian mengangkat tubuh Dongsun dari pangkuan Chanyeol. Chanyeol menggeleng pelan.

"Masih ada waktu tiga jam lagi."

Jongin hanya mendesah pelan, ia bermaksud untuk pergi namun Chanyeol menahan lengannya. "Aku suka melihatmu mengurus Dongsun." Jongin mengerutkan dahinya. "Bukan seperti itu Jongin! Ya ampun! Aku tidak berpikir hal-hal kotor, bukan itu, sungguh Jongin." Chanyeol berusaha secepat mungkin memberi pengertian pada Jongin.

Jongin tersenyum miring, kemudian ia duduk kembali, bersandar pada kaki sofa. Dongsun sudah mengerjap-ngerjap imut, pandangannya tertuju pada kemeja bagian depan Jongin. "Kau semakin gendut," gerutu Jongin pada Dongsun. Dongsun tak peduli, dia semakin antusias saat Jongin membuka tiga kancing kemejanya.

"Ummm…," gumam Dongsun bahagia karena keinginannya terwujud. Chanyeol tersenyum bahagia, dengan telunjuk kanannya ia menusuk-nusuk pelan pipi gendut Dongsun. Tak lama gerakan-gerakan tangan dan kaki Dongsun mulai melambat, kedua matanya juga mulai terpejam.

"Mengantuk?" bisik Chanyeol pada telinga kiri Dongsun. Bayinya berusaha keras untuk tetap terjaga, namun apa daya, tubuhnya berkata lain. Dongsunpun tertidur, namun mulutnya masih sibuk menyelesaikan urusannya.

Chanyeol mengecup lembut pipi kanan Jongin. Jongin menoleh terlihat terkejut selama beberapa detik, Kemudian dia tersenyum bahagia.

.

.

.

"Bagaimana kabar Suho?"

"Baik, dia sudah mengambil alih perusahaan mantan ayah tiriku, kata Ibu, Suho sudah memiliki kekasih dari China."

"Oh." Gumam Jongin, pelan. Keduanya berjalan menyusuri trotoar menuju toko kue keluarga Sehun. Tadi Xiumin memberi tumpangan sampai dua ratus meter sebelum sampai di toko, Chanyeol meminta turun, ia ingin memperlihatkan pemandangan Seoul sore hari pada Dongsun.

Awalnya Jongin menolak, takut dengan kerumuanan penggemar Chanyeol, nyatanya kecemasannya tak terbukit, para penggemar memang berkerumun tapi mereka terlihat sangat ramah dan baik. Mereka memberi ruang bagi Chanyeol dan keluarga kecilnya untuk menghabiskan waktu bersama.

"Jalan-jalan menyenangkan kan Dongsun?" Chanyeol menunduk mengamati gerak-gerik Dongsun dalam gendongannya. Bayinya menoleh ke kanan dan ke kiri dengan cepat, terpesona dengan semua hal baru yang dilihatnya.

"Kita sampai." Ucap Jongin sambil mendorong pintu kaca, menahannya untuk Chanyeol.

"Terima kasih," gumam Chanyeol, Jongin tersenyum simpul.

"Dongsun!" pekik Baekhyun heboh, melihat bayi lucu dengan baju terusan berbentuk panda yang berada di dalam gendongan Chanyeol.

"Uuuuu!" pekik Dongsun, kedua tangan mungilnya terangkat ke atas berusaha mencapai Baekhyun. Dengan sigap Baekhyun langung menggendong Dongsun.

"Hati-hati," ucap Jongin. Baekhyun mengangguk pelan. Jongin berjalan menghampiri Sehun yang sedang duduk memperhatikan.

"Terima kasih," gumam Sehun menerima pot Anggrek dari Jongin.

"Hmm. Sama-sama." Jongin mengambil kursi di samping Sehun.

"Dongsun semakin lucu. Usianya delapan bulan kan kalau tidak salah." Ucap Sehun. Jongin mengangguk. "Atau satu tahun delapan bulan dilihat dari usia Korea." Kali ini Jongin tertawa mendengar kalimat Sehun.

"Abaikan usia Korea, itu membuat semua orang semakin tua." Ucap Jongin.

"Ya, kau benar." Balas Sehun setuju.

"Sebentar lagi anakmu lahir jangan lupa memberi kabar," Jongin tersenyum menatap Sehun. "Laki-laki atau perempuan?"

"Perempuan." Balas Sehun. "Tentu akan kuberi kabar, asal kau tak kabur ke hutan atau padang rumput."

"Ayolah, itu tak akan terjadi. Setidaknya sampai Dongsun mandiri nanti."

"Hmm, jika kau tak berniat menambah momongan." Jongin hanya mendengus mendengar kalimat Sehun, sementara Sehun tertawa renyah.

Keduanya terdiam memperhatikan interaksi Baekhyun dan Dongsun, sementara Chanyeol dia sibuk memperhatikan etalase kue. "Anakmu perempuan, apa kau memikirkan hal yang sama denganku?" Jongin melirik Sehun.

"Ya." Balas Sehun kemudian tertawa pelan. "Mungkin anak-anak kita berjodoh."

"Aku tak keberatan berbesan denganmu." Jongin tersenyum miring.

"Kita lihat saja nanti bagaimana kelanjutannya." Balas Sehun.

END