Warning : Mengandung banyak typo, OOC, EYD (Ejaan Yang Disemrawutkan), dan siluman perfanfiksian lainnya

*SUICCHON*

LAYANAN KONSULTASI DOKTER MIDORIMA

Sebuah fanfiksi dari serial Kuroko No Basuke karya Fujimaki Tadatoshi

Takao sudah mengakui bahwa dirinya tertarik dengan lelaki maupun wanita. Jenis wanita yang didambakan Takao kurang lebih yang seperti Nozomi Tojo. Lembut, keibuan, sedikit agresif, dan mengayomi. Namun sulit menemukan wanita seperti Nozomi Tojo. Makanya sampai sekarang Takao tidak nampak antusias dengan wanita.

Sedangkan lelaki yang jadi tipe Takao, ya jelas-jelas yang seperti Midorima Shintarou. Gagah, tampan, instagramable, pintar, peruntungan baik, dan mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi Takao. Jika ada laki-laki yang mirip seperti Midorima, mungkin saja Takao akan terlena.

Namun, bocah biru yang duduk di depan Takao ini, meskipun tidak gagah dan peruntungannya apes melulu, juga tidak memberikan pendapatan bagi Takao, rupanya menimbulkan gejolak dalam diri Takao. Merongrong jiwa kebapakannya yang tersembunyi dibalik bayang-bayang kepurnuan dan kemadesuannya yang grafiknya bak grafik mesin pendeteksi detak jantung di rumah sakit. Itu, mesin yang kalau pasiennya wafat segera saja berubah jadi garis lurus.

Pasalnya, bocah ini tidak menampakkan ekspresi apapun. Sangat kalem dan tidak mesem. Matanya biru muda teduh, yang jika Takao pandangi sedikit lama, akan mengingatkan Takao pada pop ice vanilla blue semasa di kantin dahulu. Tentu saja yang ditaburi choco chip.

Takao tidak tertarik dalam artian ingin melakukan suatu adegan dengan anak biru ini. Sungguh, Takao tidak tergoda untuk 'bercocok tanam' dengan anak SMA. Takao hanya penasaran. Jiwa kebapakannya dan jiwa ingin melindunginya keluar begitu saja setelah dekat dengan anak ini.

Sialnya, curhatan anak ini dari jaman Teiko belum ultah yang ke 111 sampai sekarang isinya pilu-pilu semua. Takao jadi makin iba.

"Om, saya sering merasa kesulitan menempatkan diri diantara teman-teman saya. Ketika saya bicara, saya merasa seperti saya sedang memaksakan pembicaraan saya pada teman saya. Dan saya sering merasa menjadi manusia yang tidak sepenting yang lainnya. Apakah karena self esteem saya yang rendah?"

Takao tidak tahu apapun selain kisah soal cinta 3 pemuda berlandaskan asas bangun segitiga yang pernah dialami bocah bernama Kuroko di masa lalu. Kebetulan mereka pernah duduk di suatu taman sambil membicarakan 'anu' siapa yang besar. Dan pembicaraan soal 'anu'' mau tak mau menggiring bahasan menjadi curhatan.

Namun apapun yang dikatakan Kuroko, hal tersebut pasti menyaangkut sesuatu yang pernah terjadi. Buktinya, tiga kawannya yang ikut mendengarkan Kuroko serempak menatap bocah itu dengan tatapan tajam.

"Kamu merasa seperti itu atau ada alasan tertentu sehingga kamu merasa seperti itu?"

Kagami beranjak dari duduknya. Takao lihat ia menghampiri Aomine yang mengumpat gara-gara gamenya. Aduh, itu game yang belum sempat Takao mainkan. Tahu-tahu sudah diperawani Aomine. Dasar bocah tak tau diuntung.

Lalu ada bocah ungu besar yang dengan malas merangkak ke sofa lalu berbaring disana. Mau tidak mau, Takao jadi menyimpulkan anak-anak ini tidak ingin mendengar lebih jauh mengenai masalah Kuroko. Semakin iba saja Takao pada si bocah biru.

Hanya Akashi yang bertahan. Namun tidak sampai Takao maupun Kuroko melanjutkan percakapan, Akashi bangkit dan menjawab telpon entah dari siapa. Takao iri. Anak sebelia itu bahkan punya kesibukan lebih daripada manusia madesu macam Takao.

"Om."

"Eya, Dik?" Takao menjawabnya malas sambil mengunyah lumpia. Entah bagaimana situasi ini mengingatkannya pada pertemuan pertamanya dengan Kuroko. Saat itu si anak biru masih polos. Si anak biru polos yang mengecap Takao sebagai om-om mesum ber-oshi Tsubasa Amami.

"Saya sering pakai gaya 69."

Takao tersedak. Namun tersedaknya Takao kalah keras dari suara teman-teman Kuroko yang tiba tiba berbicara dengan lantang. Ini pasti alasan mereka satu persatu menghindari mendengarkan percakapan ini.

"Anu, Dik. Om ini tidak tertarik membicarakan gaya-gayaan. Kita bicara yang lain saja." Ini jelas terdengar sangat dejavu.

"Saya selalu pakai gaya 69, Om."

Takao meraih gelas berisi susu coklat. Hasil dibikinkan oleh si Kagami yang ternyata olahan hasil tangannya enak-enak semua.

"Ibarat saya jatuh 6 kali, saya tidak cuma bangkit 7 kali. Saya bangkit 9 kali, Om."

"Yang benar itu jatuh enam kali bangkit tujuh kali." Takao mengoreksi.

"Saya paham 'anu' saya tidak keras. Kalau anu saya tidak keras, satu satunya cara adalah dengan gaya itu. Saya harus bangkit berkali-kali."

Dari sudut matanya, Takao bisa melihat Kise yang memotret foto-foto pada album foto milik Midorima. Takao juga dapat mendengar bisik-bisik Aomine soal kuroko. Membicarakan perubahan Kuroko menjadi anak SMA yang agak purnu sebelum ultah Teiko.

Jadi inilah sebab musababnya. Si Kuroko sering membicarakan purnu dan sohibnya mulai lelah batin.

"Tahun ini saya mengeraskan 'anu' saya agar saya jadi ketua OSIS. Tapi tdak berhasil, Om. Selama dua periode ini selalu saja Akashi-san yang didafuq jadi ketua OSIS."

"Didapuk. D-A-P-U-K." Takao mengoreksi lagi berhubung sepertinya Kuroko ini typo dalam melafalkan kata itu.

"Saya malah didapuk jadi ketua rohis. Apakah saya ini kelihatan alim?"

Takao mengangguk kecil. Akhirnya pelafalannya benar juga.

"Saya tidak menyerah, Om. Saya mencalonkan diri sebagai kapten tim basket. Saya sudah betul-betul bosan dengan posisi saya yang cuma bayangan ini. Saya bosan menyediakan bayangan bagi dua cahaya yang tidak pernah saya bisa lampaui kekerasan 'anu'nya. Saya sungguh tidak tahan. Saya ingin maju dan berkembang. Ingin sukses dan berkarya. Bukan cuma bayangan bagi kesuksesan rekan setim saya."

Bocah-bocah durjana yang tengah mengobrak-abrik apartemen Takao tiba-tiba berhenti beraktivitas dan menahan tertawa.

"Lalu bagaimana? Berhasil, Dik?"

"Lagi lagi Akashi-san dida-FUCK jadi kapten tim."

"Didapuk. D-A-P-U-K."

Ini sudah bukan sekadar typo pelafalan. Ini pasti sudah merupakan kesengajaan dan modus tersembunyi.

"Saya mulai sadar keberadaan saya ini tidak ada gunanya bagi rekan saya. Saya tidak memberikan manfaat apa-apa. Saya mungkin saja lebih mendatangkan mudharat."

Takao menoleh untuk melihat si bocah ungu besar sedang merambat ke kulkas Takao yang berisi sesajen No Life miliknya. Ingin sekali Takao berteriak untuk mencegah si bocah ungu durjana, namun bocah biru di hadapan Takao dengan kalem mencolek dagu Takao dan membuat Takao tidak jadi berteriak ala sparta.

Takao tarik kembali pikirannya soal kepolosan anak biru di hadapannya. Anak polos macam apa yang berani mencolek dagu om-om sepertinya?

"Ngapain kamu, Bocah?"

"Tolong notis saya, Om. Saya belum selesai bercerita."

"Oke silahkan lanjutkan."

"Apakah saya boleh sekali-sekali menuruti kata hati saya dan sesekali berhenti membuat senang orang-orang di sekitar saya sementara saya sendiri merasakan kesusahan?"

Bocah ungu besar sudah menangkup beberapa Chitato dan biskuit. Kemudian ia kembali ke kulkas lagi untuk mengambil beberapa botol minuman bersoda. Tidak cukup itu saja, ia mulai menyetel DVD anime Takao. Edisi yang belum Takao tonton. One Punch Man special. Nampaknya masih kurang puas, bocah ungu itu mulai mengeluarkan tudung ungu dari dalam tasnya dan memakainya.

Ini mulai nampak tidak asing. Begitulah pikir Takao.

Sudahlah biarkan saja. Mungkin nanti Takao akan mengenakan biaya pada mereka-mereka yang sudah seenaknya mengobrak-abrik apartemennya dan merampas sesajennya. Dan juga yang sudah memperjelek apartemennya dengan cosplay Umaru ungu yang nampak mengerikan.

"Dik Kuroko."

"Iya, Om?"

"Adik tahu apa yang lebih enak dari gaya 69?"

"Tidak tahu."

"Gaya 501."

"Baru dengar, Om. Tidak ada tag seperti itu di Pururin."

"Gaya 69 adalah simbol mengenai timbal balik. Yin dan yang. Kalau kamu berbuat baik, kamu akan dapat balasan atas perbuatan baikmu. Sebaliknya kalau kamu berbuat tidak baik, kamu pun akan menuai perbuatanmu suatu saat nanti.

Hal itu kadang mengingatkan kita untuk hati hati dalam bertindak. Namun juga menjadikan kita berharap imbalan apa yang akan kita terima andaikata kita berbuat baik pada seseorang. Betul tidak?"

Kuroko mengangguk.

"Terkadang perlu sesekali berhenti menggunakan gaya 69 itu dan berganti ke gaya 501. Itu adalah gaya yang melambangkan usahamu untuk menyenangkan dirimu sendiri. Upaya untuk memuaskan hasratmu sendiri.

Angka 5 adalah angka dalam satu tangan. 5 jari. 5 hal yang harus kamu isi kebahagiaannya. Kamu bisa isi 5 ini dengan hal hal yang kamu sukai. Yang penting kebahagian itu meliputi kebahagiaan untuk 5 macam. Hati, lingkungan, pikiran, jiwa, dan raga. Harus berimbang. Karena satu dengan yang lain adalah kesatuan. Seperti lima jari dalam satu tangan."

Kuroko mengangkat tangannya kanannya dan membuka tutup kelima jari-jarinya. Melihatnya dengan seksama seolah kelima jarinya adalah jari-jari yang sudah diramalkan akan jadi jari-jari hokage.

"Lalu 0 itu angka apa, Om?"

"0 adalah angka dasar. Kamu harus berhenti berharap pada timbal balik seseorang kepadamu. Lakukan saja semuanya dengan sepenuh hati. Nolkan harapan atas balasan perbuatan baikmu. Cukup lakukan dengan ikhlas. Tanpa pamrih.

Jangan memikirkan apapun selain kebahagiaanmu sendiri seusai melakukan perbuatan baik pada seseorang."

Seusai membuka tutup telapak tangannya, Kuroko nampak membuat lingkaran dengan tangannya. Seperti membuat huruf 'O' dengan tangannya.

"Kalau saya tidak dapat apa apa bagaimana, Om?

"Bukannya Om sudah bilang agar kamu tidak memikirkan balasan?"

"Kok susah ya, Om?"

"Iya. Ngga segampang nyuci sempak sampai hilang bekas kuningnya."

"Ah itu juga susah menurut saya. Tapi kalau ibu yang mencucikan, kok hilang ya."

Takao dan Kuroko saling berpandangan.

"Kamu tau urutan angka setelah angka 0?"

"Angka 1, Om."

"Ketika kamu sudah melakukan sesuatu dengan sepenuh hati tanpa mengharapkan balasan apapun, kamu akan mendapati bahwa angka 0 ini akan mengekor di belakang angka 1. Lalu mulai beranak pinak menghasilkan banyak angka 0.

Angka satu juga dalah lambang dari dirimu sendiri. Kamu adalah nomor satu dalam hidupmu. Semua hal yang kamu lakukan juga akan kembali pada dirimu sendiri. Tapi tentu saja, kamu tidak boleh mengharap balasan.

Ngerti?"

Kuroko nampak tersadar akan sesuatu sebelum kemudian mengacungkan jari telunjuk di tangan kirinya untuk memasuki bentuk bundar yang sudah tangan kanannya perbuat. Kemudian tersenyum penuh arti.

'Jadi ini adalah bentuk kepuasan pribadi yang Om Takao maksud. Masuk akal.' Begitu pikir Kuroko.

"Saya mengerti, Om. Saya sadar saya selama ini memang sangat sering mengharapkan balasan. Mungkin itu yang bikin saya tetap gagal meskipun sudah berkali-kali mengeraskan anu saya. Saya hanya kurang memikirkan kepuasan pribadi saya." Ucap Kuroko sambil menggerak-gerakkan jari-jari tangan kirinya naik turun berulang kali di dalam area bentuk bulatan tangan kanannya.

Melihat anak biru ini tersenyum kecil membuat hati Takao menghangat. Membuncah oleh rasa bahagia. Takao tepuk puncak kepala Kuroko sekali, dan membuat Kuroko agak terkejut. Namun kemudian senyumnya nampak lebih lebar dari sebelumnya.

Anak ini adalah anak yang kuat. Yang pantang menyerah. Jadi, anak ini berhak memperoleh bahagia sesekali. Butuh sesekali berhenti memikirkan lingkungannya dan sesekali memikirkan dirinya sendiri.

Kuroko beranjak. Pindah duduk. Sekarang duduk diantara Aomine dan Kagami. Yang dijejeri tersenyum dan memberikan tempat diantara mereka untuk diduduki Kuroko. Ya meskipun ada omelan disela senyum mereka soal Kuroko yang kurang terbuka pada mereka.

Sementara itu, Takao pindah duduk di sebelah bocah ungu yang sibuk menonton anime.

Begitu Takao pindah kesana, animenya distop dan si bocah ungu memandang Takao lesu.

"Om."

"Ya?"

"Om Takao ngajarin Kuroko filosofi coli?"

.

.

.

Catatan pojok :

Halo. Saya kembali lagi. saya sudah post ini beberapa hari yang lalu. Tapi karena error ffnya makanya saya post lagi.

Terimakasih untuk adik Aho Baka yang sudah ngasih tau bahwa ff saya isinya jadi kayak kode html.

Salam untuk kalian semua, dan juga seorang wanita yang kemaren saya kasih coklat.

.

.

.

SUICCHON