Part 17


Severus tidak berharap melihat wajah lesu James Potter ketika pintu lift terbuka dan ia sampai kembali ke lantai dimana ruang rawat Harry berada. Dan lebih yang tidak ia kira lagi adalah kemudian Narcissa ia temukan sedang berjalan beriringan bersama dengan Lily Potter medekat ke arah mereka. Narcissa menepuki perlahan pundak Lily Potter yang mulai menangis, Severus menebak Narcissa sudah memberitahu soal Myrtle pada Lily.

Dan entah bagaimana secara ajaib Lily nampaknya sama sekali tidak menyalahkan ke arah Narcissa.

"James.."panggil Lily yang langsung menghambur memeluk suaminya. Narcissa memandang dengan tatapan iba ke arah Severus. Severus mengabaikannya, juga rasa terbakar di dadanya. Selama beberapa saat konfrontasi para orangtua itu hanya diisi oleh tangis sesengukan Lily. Severus merasa bahwa seharusnya ia tak berada disana. Karena pada dasarnya ia pihak luar yang terpaksa terlibat dalam drama sabun yang memuakan.

"Dimana Harry?"ujar James akhirnya ketika ia berusaha perlahan-lahan melepas pelukan erat Lily.

"Di kamar bersama Draco.."James mengernyit heran. Sebelum suaminya sempat memprotes Lily cepat bersuara,"Severus.."ujarnya dengan senyum tipis yang dipaksakan. Anehnya Severus tidak melihat kebencian, hanya sedikit ketersentakan dengan fakta bahwa Severus ada disana. Bukan senyum dingin yang selayaknya dialamatkan pada selingkuhan suamimu.

"Narcissa memberitahuku bahwa Kau datang hari sabtu lalu untuk memberitahuku ini?"senyum tipis yang dipaksakan itu sedikit lebih mengembang. Hanya masih tersisa kekecewaan karena Severus batal memberitahunya atau mungkin karena fakta ini tak muncul ke permukaan lebih cepat. Dengan sedikit bingung Severus mengangguk. Lalu buru-buru bertukar informasi lewat tatapan mata dengan Narcissa. Kalimat non verbal di wajah Narcissa seakan mengatakan bahwa ia berhasil menceritakan soal Myrtle tanpa membeberkan soal perselingkuhan James dengan Severus.

Severus tidak tahu bagaimana detailnya untuk saat ini. Dan bukannya ia bahagia bahwa Lily tetap tidak tahu soal ia dan James Potter. Tapi untuk saat ini ia bersyukur ia tidak perlu berhadapan dengan kemurkaan sahabat lamanya padanya.

Ia tidak yakin bisa menghadapinya. Tatapan kebencian James bukan yang pertama. James Potter selalu membencinya. Bahkan ketika ia berkata mencintai Severus- dan Severus yakin bahwa itu adalah sebuah fakta. Ia tahu, di sudut yang lain. James tetap menyimpan kebencian padanya. entah untuk apa kebencian tersebut.

Yah, ini tidak seperti bahwa kebencian lainnya memiliki tujuan atau fungsi yang jelas sebenarnya.

James kini tengah mencium lama kening Lily dengan penuh keharuan. Severus berusaha untuk tak membuang muka. Ia selalu memuntahkan makan siangnya selama beberapa minggu pertama melihat Lily bermesraan dengan James. Severus menyalahkan hormone remaja untuk ketidakstabilan emosinya saat itu. Dan kali ini, ia tidak bisa melakukannya lagi.

"Kita dalam hitungan mundur, Severus.."Narcissa entah sejak kapan berada di dekatnya. Berdiri anggun, tersenyum lembut. Severus selalu memuji bahwa topeng Guy Fawkes yang dikenakan V dalam V for Vendeta adalah ide jenius, atau make up tebal yang joker kenakan untuk menutupi identitasnya.

Tapi poker face Narcissa adalah kejeniusan di tingkat yang berbeda. Ia tersenyum tenang, ia menyimpan rapi segala rencananya untuk dirinya sendiri. Ia tahu setiap langkahnya, ia tahu ekspresi mana yang harus ia kenakan pada setiap prosesnya. Severus berusaha untuk tidak merinding ketika melihat Narcissa berbalik lagi ke arah Lily dan James, mengenakan raut simpati luar biasa tulus di wajahnya.

Severus mungkin akan mulai menggambar komik dengan Narcissa sebagai tokoh jahat, antagonis yang memainkan sisi protagonist.

Karena pada akhirnya topeng terbaik adalah wajahmu sendiri.

"Kau tidak menceritakan semuanya?"Severus bertanya akhirnya, setelah sekian lama diam berusaha memalingkan wajah dari tatapan pengertian Lily yang masih memeluk James kini.

Narcissa tersenyum, terselip humor dalam senyumnya. Severus dibuat mengernyit karena situasi saat ini sama sekali tidak menyisakan sudut untuk ditertawai. Severus tahu bahwa keluarga Malfoy memiliki selera humor yang terkadang tak lazim. Jadi, Severus tahu betul ia melewatkan sesuatu.

"Aku menceritakan semuanya."diajwab kernyitan heran dari Severus. "Kau yang akan aku buat terheran-heran jika kukatakan yang sebenarnya."

Severus sudah membuka mulut untuk bertanya. Namun dering handphone Narcissa memecah suasana.

Samar-samar Severus mendengar suara seorang pria. Terdengar formal dengan selipan rasa bela sungkawa. Dan kalimat yang tertangkap oleh Severus adalah,"kami turut berduka cita… Saudara Anda Bellatrix Lestrange meninggal dalam sebuah kecelakaan."

Severus lebih dulu melirik pada James dan Lily yang kini berhenti berpelukan dan menatap ke arah Narcissa. Baru setelah itu menatap ke arah Narcissa.

Wanita itu, dan topeng emosinya yang beragam rupa.

Severus tidak tahu harus bertepuk tangan atau menangis sesengukan. Tapi Narcissa lebih dulu meraih tangannya dan menggenggamnya erat seakan mencari pegangan.

Tidak.

Tidak, pikir Severus. Narcissa hanya sedang menyempurnakan aktingnya.

Entah bagaimana, tapi Severus tahu. Kematian Bellatrix adalah bagian dari rencana.


-Pinggir kota London-

Pukul 10.32 pm.

Mereka bergerak lagi, pikir Harry.

Harry berusaha memutar memorinya dengan jalur yang benar. Berusaha memetakan satu persatu rangkaian kejadian yang terjadi padanya sepanjang dua belas jam ini.

Harry mengambil beberapa lembar kertas memo untuk mencatat pesanan di restoran kecil murahan yang tadi menjadi tempat makan malam ia bersama Draco. Draco kini tengah menyupir sebuah SUV tua berwarna hijau pekat yang entah mengapa berbau bawang. Bahkan Harry yang tidak pernah membenci bawang pun merasa terganggu dengan baunya. Tapi ia merasa tidak punya hak untuk complain jika Draco saja sebagai musuh bebuyutan bawang tidak mengatakan apapun sebagai protes.

Dan sialnya AC-nya tidak berfungsi. Setidaknya radionya berfungsi, tapi Harry dan Draco nyaris bertengkar hanya kerena channel radio. Itu sebabnya mereka diam-diaman saat ini, setelah memutuskan bahwa mematikan radio sebagai sesuatu yang adil untuk keduanya.

Kembali ke kertas memo Harry dan Harry yang sedang masih merasa kesal pada Draco dan menolak bicara padanya. Jadi, untuk mengisi waktunya ia mulai membuat rangkaian ingatan di kertas tipis memo restoran.

Sekitar jam 10 : Aku keluar dari kamar mandi dan menemukan Draco bersama ibunya berada di kamarku.

Jam 10 sampai sekitar jam 11: mendapat ceramah panjang dari calon mertua yang tidak merestuiku. Lalu entah kenapa ibuku membiarkan aku dan draco berduaan dan entah kenapa juga aku setuju untuk kabur dengannya?! Aku pasti sudah gila? Kenapa aku mau pergi dengannya? Draco masih tetap saja menyebalkan dan bebal dan menyebalkan dan punya selera music yang ketinggalan jaman dan menyebalkan. DAN MENYEBALKAN.

Tapi kurasa aku cukup menyukainya.

Harry merasa ada seseorang yang memperhatikannya jadi ia menengadah dari posisinya yang duduk meringkuk di kursi samping pengemudi. Kepala menghadap ke jendela luar, berusaha menghindari kontak mata dengan Draco. Ia berbalik sedikit dan menatap sekilas kaca spion. Ketika ia melihat kaca spion ia melihat lirikan Draco yang buru-buru dialihkan oleh si empunya kilau abu.

Harry berpura-pura tidak perduli, lalu lanjut menulis lagi.

Jam 11 sampai jam setengah 1: Kami berlari dan berjalan menuju ke arah tengah kota,menaiki mobil –kalau aku tidak salah milik zabini, lalu meninggalkannya begitu saja di gang tua, lalu menaiki beberapa bis, dan entah mengapa Draco mengajak ku beputar-putar. Hingga kami berhenti di dekat museum kereta. Kukira ia ingin mengajakku tamasya, ternyata ia membawaku menemui seseorang di pinggir jalan yang mengantarkan kami ke sebuah jalan kotor, yang becek dan aneh.

Sekitar jam 1 : Draco membayar pengantar kami sebesar 50 dollar amerika. Aku tidak mengerti kenapa ia dibayar dengan mata uang negara lain. Tapi kebingunganku lebih tertuju pada bar kecil tempat kami berada saat itu. Dan seperti yang kuduga, kami tidak kesana untuk minum-minum. Kami ada disana untuk masuk ke salah satu bilik wc pria dan mengetuk jendela kecil tiga kali. Aku tidak mengerti lagi kenapa ada jendela kecil di dalam sebuah bilik wc umum. Namun kemudian aku mengerti. Kami kesana untuk passport palsu. Dengan tujuan amerika.

Draco benar-benar merencanakan ini.

Sekitar jam 2 : kami sudah berada di sebuah stasiun bawah tanah ketika Draco menarikku berlari keluar dari stasiun. Menabrak banyak penumpang lain. Aku sibuk meminta maaf beberapa kali dan Draco sibuk menarikku berlari. Aku melihat pengejar kami. Dua lelaki plontos dan seorang gadis tinggi semampai. Entahlah kami berlari kemana. Tapi Draco berhenti begitu kami memasuki sebuah taksi. Karna tentu saja, Kau tidak bisa berlari di dalam taksi. –itu lelucon yang payah, Harry- Hei! Kau memoku, terserah aku mau menulis apapun disini!

Sekitar jam 4 : Kami keluar dari taksi kuning dan Draco membayar argo dengan harga cukup mahal. Tapi setidaknya setelah kami berkeliling-keliling tidak jelas sepanjang jalanan London. Bukan hanya supir taksi kami saja yang kami buat pusing tapi juga dua sepeda motor yang mengejar kami. Aku tidak tahu sejak kapan Draco hapal seluruh jalanan di London, tapi aku menciumnya di bibir siang tadi. Di depan banyak orang. Aku tidak perduli. Draco menyelamatkan kami dari entah apa. Tapi aku berterima kasih, setidaknya Draco layak mendapatkan sedikit ciuman. Kupikir.

"Kau menulis apa?"Harry menarik nafas. Berfikir bahwa mungkin sudah saatnya ia berhenti merajuk kesal dan menanggapi kalimat Draco barusan yang berkesan menawarkan perdamaian.

"Bukan apa-apa."

"Kau sudah mau bicara lagi sekarang?"ada kesan menggoda tapi juga ada kesan lega. Harry berbalik, menatap ke arah Draco dan melonggarkan sedikit ikat pinggangnya. Lalu mencium Draco di pipinya.

"Aku masih membencimu."ujar Harry. Draco terkekeh. Laju mobil menurun perlahan dan Harry sudah akan bertanya mengapa mereka berhenti di pinggir hutan? Ketika bibir Draco tiba-tiba saja ada di bibirnya dan Harry lupa tentang segala hal yang perlu ia pertanyakan pada Draco sepanjang hari ini.

Harry ingin bertanya soal, darimana Draco tahu soal pembuat paspor palsu itu?

Dan darimana ia bisa membedakan mana paspor palsu yang memiliki kualitas bagus dan mana yang tidak. lalu sejak kapan Draco hapal jalanan kota London? Termasuk jalan-jalan tikus yang mengerikan dan bau, yang tentu saja, tidak pernah ada di iklan pariwisata kota London.

Sejak kapan Draco tahu bahwa ada jalan 'tikus' yang bisa dilalui taksi?

Darimana Draco punya uang dollar amerika yang ia gunakan untuk membayar informan dan paspor palsu mereka?

Dan kenapa ia memilih nama Tom Felton untuk namanya dan sejak kapan Harry menjadi Daniel Radcliffe di kepalanya?

Bagaimana Draco bisa hapal jalur kereta bawah tanah mana yang akan mengecoh pengejar mereka?

Darimana semua uang untuk membayar semua biaya kabur-kaburan sejauh ini?

Dan mengapa Draco terlihat begitu ketakutan setiap kali Harry melepaskan pegangan tangan mereka?

Mengapa Draco menatapnya dengan rasa bersalah?

Mengapa ia menciumnya dengan begitu dalam seakan hidupnya bergantung pada ciuman mereka?

"Shuuut.."Draco melepas ciumannya. Menempelkan kening Harry pada keningnya. "Aku akan jelaskan semuanya begitu kita sampai Liverpool."

"Kita ke Liverpool?"

"Ya… dan menumpang kapal dari sana untuk menuju amerika. Terlalu beresiko untuk berpergian menggunakan pesawat. Ayahmu seorang agen lagipula."

"Ayahku tidak akan menyalahgunakan wewenangnya."

"Ayahmu mungkin tidak. tapi ibuku bisa meyakinkan ayahmu untuk melakukannya."

"Janga bicara buruk soal ibumu!"Harry menegur Draco. Draco terkekeh, di matanya ada kekaguman aneh yang tak bisa Harry jabarkan. Di sisi lain Draco tak bisa menjabarkan Harry, pemuda ini. Ia tidak pernah berhenti membuat kejutan. Sejak pertama kali mereka terlibat interaksi. Sekarang, ketika mereka sedang berlari dari... katakanlah kejaran Narcissa Malfoy; ibu Draco, pemuda ini dengan menggebu memperingatkan Draco bahwa berbicara buruk tentang ibumu adalah sesuatu yang yang tidak pantas dilakukan.

Seakan lari dari rumah dan membawa kabur anak orang tidak seburuk menghina ibu sendiri. Draco benar-benar tidak mengerti logika norma di otak Harry.

"Harry Potter, si pemikir bijak… Kau harus berhenti menjadi naïf, Harry. kita sedang kabur dari rumah menuju dunia yang kejam."Draco mengacak rambut hitam pemuda itu.

Harry mengeluarkan pouting andalannya, yang okay, mungkin sama sekali tidak manly, tapi Harry tahu Draco selalu menyerah pada apapun yang Harry inginkan jika ia mengeluarkan pout ini. Sesuatu yang Harry pelajari beberapa hari belakangan.

Dan Harry benar, ada kilat permohonan maaf di mata Draco, matanya menyejuk dengan rasa bersalah dan menjanjikan penjelasan. Hanya saja tidak sekarang.

Harry mendesah,"Aku masih tidak mengerti kenapa Aku setuju untuk kabur bersamamu?"

"Karna Aku tampan dan Kau mencintaiku."

Harry mendengus. "Kau tidak setampan itu dan kau payah dalam memilih mobil.", Harry memutar bola matanya sambil mengelilingkan pandangan pada interior mobil yang mereka tumpangi kini.

"Tapi Kau mencintaiku.",ujar Draco dengan oktaf suara yang rendah. Seperti bisikan. Ada keraguan.

Harry merasakannya.

Jadi, ganti kini Harry yang menarik Draco ke dalam sebuah ciuman. Lidah bertukar saliva. Dan Draco menahan tengkuk Harry agar tak menjauh ketika pemuda itu hendak melepas ciumannya. Draco melepas sabuk pengamannya dan membuat dirinya menekan Harry ke tempat duduknya. Harry merasakan perih ketika Draco menggigit bibir bawahnya sebagai tanda untuk mengakhiri ciuman mereka.

"Kau tidak akan meninggalkanku?"Harry tidak yakin untuk apa Draco bertanya atau membuat pernyataan ini. Tapi ia mengangguk karna di sinar kelabu Draco yang tak jelas karena tak ada cukup cahaya disana, Harry melihat ketakutan.

Ketakutan yang sama yang berulang setiap kali ia dan Harry berbagi keintiman.

Tapi Harry mengangguk. "Aku tidak akan meninggalkanmu. Kau terjebak bersamaku, jadi biasakan dirimu untuk mendengarkan ocehanku soal betapa kerennya Eminem, anak orchestra."

Draco Cuma tersenyum. Menjauh dari Harry dan kembali duduk dengan baik di kursi pengemudi. Menyalakan kembali mesin dan memakai kembali sabuk pengamannya. Menjalankan mobil dengan perlahan.

Harry merasa bahwa Draco berusaha terlalu keras. Entah untuk apa. Tapi Harry tahu Draco berusaha sangat keras untuk sesuatu.

Untuk hubungan mereka bisa bertahan? Tentu. Itu tentu saja yang sedang Draco usahakan. Harry pikir. Tapi ada satu hal lain.

Ia menaruh tangannya di paha Draco. Membiarkan tangannya kemudian digenggam oleh pemuda tersebut. Posisi mereka sedikit awkward tapi Harry berhasil membuat dirinya nyaman sambil kini bersandar pada bahu Draco.

Harry ingin tahu apa yang akan terjadi pada mereka?

Harry ingin tahu seperti apa reaksi ibunya ketika ia menemukan kamar anaknya kosong? Harry merasa bersalah, tentu saja, tolong jangan bertanya. Harry ingin tahu apa Narcissa Malfoy membenci dirinya kini karena ia membawa kabur anak semata wayangnya? Well, walau secara mendasar Draco yang merencanakan rencana kabur-kaburan ini. Walaupun secara teknis Draco yang menggusur Harry pergi. Tapi Draco tidak akan merencanakan semua ini jika bukan untuk dirinya.

Harry merasa sedikit bangga, karena ia membuat seorang Draco Malfoy berkorban sebanyak ini untuknya.

"Kau mau mendengarkan radio?"Draco berbisik perlahan. Seakan takut jika suaranya terlalu berisik ia akan membangunkan sesuatu yang mengerikan di balik kegelapan jalanan hutan pinggir kota London.

Harry menangguk. Draco bertanya lagi,"kurasa kita sudah di luar jangkauan radio..?"

Harry membuang nafas setengah kesal,"lalu kenapa kau menawarkan, Einstein?"

"Cuma memastikan kamu belum tidur?"

"Belum. Memang kita akan tidur dimana malam ini?"

"Mungkin di rest area, begitu kita masuk tol nanti. Mau tidur di kursi belakang sambil berpelukan?"

"Memang kita berdua muat?"

"Kamu kan kecil."

Harry mengeluarkan dengusan sebal. "Tapi tidak sekecil itu, Draco.."

Lalu diam. "Kenapa kita berlari?", pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Harry. Draco bergerak kepalanya kilat untuk menatap Harry sekilas. Melihat Harry mengeluarkan tatapan kosong pada jalanan gelap.

"Karna kita dikejar?", ujar Draco menawarkan jawaban berupa pertanyaan.

"Kenapa ketika kita dikejar kita harus berlari?", Harry bertanya lagi. Nadanya masih sama datarnya.

Draco berfikir untuk beberapa saat. Mungkin beberapa menit terlewat sampai Draco memutuskan untuk menghela nafas dan membuka mulutnya untuk menjawab,"Karena itu terdengar seperti sesuatu yang masuk akal untuk dilakukan. Seperti aksi dan reaksi.", Draco menunggu Harry berkomentar. Tapi ia diam. Jadi Draco melanjutkan,"Kenapa? Kau berfikir untuk membiarkan diri ditangkap adalah hal yang lebih masuk akal?" Draco menjaga agar nada suaranya yang keluar tida terdengar seperti seseorang yang tersinggung. Sulit, tapi Draco berusaha menjadi sama datarnya dengan Harry. Menjaga agar percakapan ini tetap percakapan metafora dan filosofis.

"Tidak. Aku berfikir tentang kenapa kita harus berlari, karena kita memiliki sesuatu untuk diperjuangkan. Sesuatu yang layak untuk membuat kita berlari dan mengorbankan banyak hal. Aku sedang memikirkan alasan itu beberapa menit lalu., "Harry menatap Draco. Tidak ada lanjutan kalimat lagi, tapi Draco merasakan tangan Harry yang menggenggam tangannya yang menggenggam gigi mobil.

"Kau layak diperjuangkan. Kita layak diperjuangkan.", ia membawa tangan Draco mendekat dan mencium punggung telapak tangannya, lalu mengembalikannya ke tempat gigi mobil berada. "Aku hanya takut bahwa aku tidak cukup layak untuk ini semua."

Draco mendesah. Harry dan segala keraguan.

Harry dan segala alasan.

Draco mencintainya, tapi terkadang hal ini terdengar konyol di telinganya. Jadi, ia menarik telapak tangan Harry mendekat ke pipinya, menggesekannya ke pipi Draco, lalu mencium jemarinya. "Drac..."Harry berbicara lagi.

Draco hanya menyeringai sekilas ke arah Harry dan berkata,"Shut Up! I love you, you punk!"

Lalu Harry terkekeh. Dan menarik tangannya menjauh. Membuka jendela di bagian pintunya dan menikmati angin malam menampar pipinya.

Mereka berbalik dan bertemu pandang selama sedetik. Harry tertawa. Tersenyum lebar pada seringai Draco. Berbicara dengan bahasa yang hanya dimengerti keduanya dan berkata,"Shut Up?!"

Dan tertawa lagi ke arah angin malam.


"Mereka menemukan jasad Nyonya Bellatrix Lestrange dalam keadaan tertutupi luka bakar di hampir 90 persen keseluruhan tubuhnya. Kami mengidentifikasi jenasah di kursi depan adalah supir pribadi Anda yaitu Mr. Johanson, Mrs Malfoy."Polisi di depan Narcissa menutup map laporannya, dan menampilkan wajah berduka yang nampak tulus dari lubuk hatinya. "Kami turut berduka."

Narcissa menyempatkan diri untuk mengusap air matanya yang mengalir di pipinya dengan sapu tangan mahalnya, lalu tersenyum pada simpati yang ditawarkan. "Ya, terima kasih."lalu Narcissa membiarkan polisi tersebut mengangguk sebagai tanda untuk berpamitan. Severus di ruang sebelah terdiam. Mendengarkan 2 petugas kepolisian lain yang menjelaskan lebih detail kronologis kejadian pada Severus.

Petugas yang menghadapi Narcissa adalah kepala dari tim ini. Ia memanggil kedua anak buahnya dan basa-basi untuk undur diri. Narcissa membiarkan Severus yang mengantarkan keluar para petugas itu. Ia duduk termangu di kursi ruangan tamu, dan kepala tim dengan mata sendu mengirim tatapan bela sungkawa ke arahnya. Narcissa hanya mengangguk dnegan tatapan kosong.

Menghela nafas ketika akhirnya ketiga polisi itu akhirnya tak lagi terdnegar suaranya. Dan Narcissa mendengar bunyi klik sebagai pertanda Severus yang mengunci pintu.

"Mereka sudah di luar London."Itu kalimat informasi yang Severus dapat ketika ia kembali ke tempat Narcissa berada.

"Bellatrix atau Draco dan Harry?", Severus mengambil tempat duduk di sebrang ruangan. Ia sudah lelah dengan konfrontasi hari ini. Dan perutnya masih terasa sakit akibat pukulan James Potter tadi pagi. Ah... dan juga dadanya terasa sesak setiap kali mengingat tentang bagaimana James terlihat rapuh di depan lift.

"Draco."lalu diam. Sekitar 10 detik kemudian,"Dan jangan bicarakan tentang Bellatrix.."Ada yang tidak terucap dari penggalan kalimat itu. Severus menengadah, menatap Narcissa. Tapi Narcissa hanya balik menatap tak melanjutkan apa-apa.

"Bukankah anak buahmu kehilangan jejak Draco di pusat kota tadi siang?"

"Ya. Tapi aku juga menyimpan anak buah di perbatasan kota dan mereka melihatnya. Hanya saja tidak berhasil untuk mengikutinya tepat di belakang.",Narcissa melepas sarung tangannya. "Lucius pulang besok. Ia tidak akan senang dengan berita kaburnya Draco."

"Yang membawa lari anak orang", Severus melanjutkan. Narcissa menatap dingin ke arahnya.

"Kita tidak akan memberitahu Lucius tentang itu. Apa yang tidak dia tahu tidak akan menyakitinya."

"Atau menyakitimu, well, for this matter.",Narcissa tersenyum kecut.

"Kau tahu Lucius bisa sangat murka jika mengetahui Draco jatuh cinta pada sesama jenis dan melakukan banyak tindakan bodoh untuk anak itu. Atau cinta. Atau omong kosong lainnya. Lucius membesarkan seorang putra mahkota, seorang pangeran yang ia pikir harus punya keberanian dan keagungan.",Narcissa memperhatikan kukunya untuk beberapa saat. "Draco akan dimaafkan jika pelarian ini Lucius tahu sekedar rebelious phase. Yang Kau tahu mungkin memang hanay itu sebenarnya. Draco ingin memberontak, tapi ia tidak pernah punya alasan cukup kuat untuk dirinya sendiri sehingga menggunakan Harry untuk memperkuat alasannya."

Severus menatap Narcissa, pandnagan mereka berbagi emosi dan infromasi rahasia yang tidak bisa mereka bagi pada orang lain. Narcissa bangkit, menyentuh dagu Severus dan mengangkat wajahnya. Lalu sebuah tamparan bersarang di wajah Severus.

Severus pernah ditampar banyak orang dalam hidupnya.

Kekerasan bukan sesuatu yang baru. Ia merasakan tamparan pertama kali dari rasa frustasi. Lalu kematian ibunya.

"Bella menitipkan itu."ketika akhirnya Severus berhenti meringis. "Dan ucapan selamat tinggal."lanjut Narcissa sambil tersenyum hangat.

Severus meringis, lalu terkekeh kecil. Kekehan dingin dari lelucon khas mereka yang berkutat dengan kegelapan. Dengan hidup penuh obsesi. Pada apa-apa yang tak mungkin dimiliki. Atau pada kesempurnaan yang mustahil.

"Sekarang, ia membuatku berharap ia bisa cepat kembali dan menamparku dengan lebih layak. Aku membocorkan rahasia hidup matinya. Aku mengeskpektasikan sesuatu yang lebih."

Narcissa tertawa, selama beberapa saat, ketika reda ia berkata,"Aku kurang latihan." Ujarnya.

Dan berbalik lalu menjauh menuju pintu. "Istirahat Severus, dan obati lukamu."tatapan Narcissa sebelum menghilang dibalik pintu mengatakan bahwa mereka tidak membicarakan luka di memar di perut Severus.

Atau goresan cincin Narcissa bekas tamparan tadi.

Narcissa membiacarakan cinta.

Dan luka yang dibawanya ketika manusia yang tak layak merasakannya menjadi serakah tentangnya.

Severus, untuk satu-satunya hal yang mendekati cinta yang dimilikinya.

Dan Narcissa, untuk anak semata wayang yang berpaling darinya.


Harry tidak ingat siapa yang memulai. Draco dan dirinya baru saja keluar dari sebuah cafe kecil di sebuah rest area, karena menyupir 10 jam lebi membuat Draco membutuhkan lebih banyak kafein. Draco melihat motel bobrok dan berfikir bahwa tawaran kamar murah dengan ranjang berkasur tipis dan kamar mandi kotor masih lebih baik daripada sekedar berbaring di jok belakang mobil.

Jadi, Draco memesan satu kamar dengan 2 ranjang kecil. Sekedar untuk menghindari tatapan curiga dari ibu-ibu kurus kurang gizi yang sepertinya tidak mengharapkan ada tamu datang malam ini dan mengganggu kegiatannya melamun sambil sesekali menenggak botol kecil winenya.

Harry ingat Draco masuk lebih dulu. Melempar tas ranselnya di ranjang sebelah kanan. Harry ikut melempar tasnya ke ranjang yang sama. Lalu duduk di ranjang satunya. Draco berdiri di depannya. Harry menguap ketika Draco mengangkat wajahnya yang tertunduk. Draco tertawa untuk beberapa saat dan berkomentar soal wajah konyol yang Harry buat. Tawa reda dan jemari lentik Draco, jemari pemain pianis yang kelentikkannya beraura mistis itu menyentuh bibir Harry. Harry sekedar ingin bermain-main ketika ia memasukan telunjuk Draco ke mulut dan mengulumnya. Draco kemudian menambahkan jari tengah. Lalu jari manisnya. Ketiga jari itu basah dan saliva Harry mengalir sedikit dari sudut bibirnya.

Ketika Draco melepas ketiga jari itu, Harry terengah-engah dan merasakan tubuhnya memanas. Ada sesitivitas sensual yang membuat tubuh Harry meronta untuk sentuhan lebih. Jadi Harry menengadah dan berusaha bangkit untuk mencapai bibir Draco yang terasa jauh karena Draco kini masih berdiri tegak di depannya. Tapi kedua tangan Draco menahan pundak Harry dan membuat Harry kembali terduduk.

"Kau harus mengikuti permainanku jika menginginkan ciuman, baby boy", ada dominansi di suara husky Draco. Harry merinding untuk sesaat, lalu tanpa sadar mengangguk menyetujuinya. Draco merunduk seakan-akan hendak mencium Harry. Namun, pemuda itu justru mendekat ke telinga kanannya dan menggigit daun telinga Harry. Harry mendesah, kenikmatan dan kesakitan berpadu dalam satu suara.

Setelah ciuman kecil sebagai penghilang rasa sakit Draco berbicara lagi. "Sekarang... Aku akan mengatakan apa yang harus Kau lakukan dan apa yang akan kau dapatkan dariku jika melakukannya dengan baik, paham?",Harry mengangguk. Draco menggigit lagi daun telinga Harry, kali ini lebih keras dan lebih tertuju untuk membuat Harry tahu bahwa ia melakukan sesuatu kesalahan, semacam hukuman. "Tidak.. Jika aku bertanya atau memerintahkan sesuatu Kau harus menjawabnya dengan Yes, Draco. Dan tambahkan desahan, aku suka desahanmu."Draco merasakan tubuh Harry merinding. Merasakan kaki Harry yang mulai menggeliat tidak nyaman.

"paham?", Draco terdengar seperti menguji coba.

"Yes, Draco",Draco tersenyum dengan seringai.

Lalu ia menjauh dari Harry, ketika sentuhan Draco terlepas Harry sempat sekaan mengikuti. Tidak rela ketika hangat tubuh Draco menjauh darinya. Tapi dengan satu tangannya Draco menahan Harry. Draco menyempatkan meraba alat vital Harry yang membentuk ketat di celananya. Draco tahu ukuran Harry bukan ukuran yang sangat besar atau panjang, tapi ia tahu ukuran Harry masih dalam kategori decent average dan punya stamina yang tidak bisa diremehkan.

"Akhh.."nafas Harry tercekat akibat sentuhan Draco.

Draco menyeringai. "Dengarkan instruksiku..." Harry menjawab seperti yang Draco perintahkan. Lalu ia berkata,"Aku ingin Kau membuka seluruh bajumu, namun hanya dengan tangan kiri."Harry menatapnya bingung. "Karena tangan kananmu akan punya tugas lain.", ujar Draco sambil membawa tangan kanan Harry untuk meraba alat vitalnya yang juga sudah terbangun dan membesar menuju ukuran terbesarnya ketika mencapai ereksi sempurna. Ketika tangan Harry bersentuhan dengan bagian penting yang masih tertutupi celana jeans itu, baik Draco maupun Harry merintih.

Draco menggerakan tangan Harry sambil tangan Draco sibuk membuka reselting celannya dan kemudian ia mengeluarkan batangan kemaluannya. Harry sudah hendak menyentuh organ penting Draco itu ketika tangannya dihentikan oleh Draco yang dengan cukup kasar menempelkan telapak tangannya ke wajah Harry. "Basahi dengan salivamu. Pastikan benar-benar basah!", Harry tidak menjawab Draco tapi langsung menjilati jemarinya, lalu ke seluruh bagian telapak tangannya. Ia masih bisa merasakan burger yang dimakannya untuk makan malam tadi. Sempat membuat Harry merasa jijik, namun Draco dan jemari pianisnya yang panjang meremas rambut Harry, menambah kekacauan pada rambut Harry.

"Cukup!", Draco kemudian menarik telapak tangan Harry dengan kasar dan mengembalikannya pada penis Draco. Sentuhan pertama itu langsung mengirimkan sengatan pada keduanya, lalu simfoni rintihan Harry dan erangan Draco berpadu.

"Ok.. Kau bisa memulai hand jobnya.." bisik Draco seduktif. Harry memulai dengan tempo perlahan. Sambil tangan kirinya mulai bekerja membuka kancing bajunya. Pekerjaan yang membuat Harry setengah frustasi karena itu sulit dilakukan dengan hanya satu tangan.

"I smell desperation.."Draco berbisik, menggoda Harry. Harry mengirmkan death glare ke arah Draco, Kau tahu sebagai ancaman. Tapi Harry merasakan itu berakibat lain. Ia merasakan penis Draco yang semakin mengeras. Oh. Harry pikir. Lalu suara erangan, dan tangan Draco kembali ada di pundaknya. "Lupakan!",ketika ia menyingkirkan tangan Harry dan mendorong Harry hingga ia terbaring di ranjang. Draco melepaskan kemeja Harry, kaus putih polos dibaliknya dan dengan kasar melempar celana Harry ke lantai. Harry terekspos, hanya tinggal sehelai lagi pakaiannya yang tersisa. Draco menyukai kenyataan bahwa Harry masih memakai tipikal celana dalam yang dibelikan oleh orangtuamu, just simple plain white briefs.

"Drac—Aaakh..",Hary merasakan kenikmatan dan kesakitan bersamaan dengan remasan kuat Draco pada alat vitalnya yang masih tertutupi kain.

"You like that, Harry?"Harry hanya mendesah, ketika Draco menurunkan celana dalamnya sangat perlahan, fokus pada mengeluarkan sepotong kain itu dari kakinya dan sama sekali mengabaikan bagian tubuh Harry yang sangat butuh perhatian saat ini. Harry harus puas hanya dengan nafas Draco dan sedikit sentuhan dari hidung Draco pada kemaluannya.

Harry tidak mengerti kemana Draco yang barusan mengeluhkan bahwa ia kelelahan menyetir dan butuh air panas untuk mandi, lalu tidur. Harry bahkan sempat kecewa bahwa Draco tetap memilih kamar dengan dua ranjang untuk menghindari tatapan aneh atau pertanyaan kasar atau kemungkinan buruk mereka terusir bahkan sebelum menginap. Harry pikir Draco sudah mulai bosan setelah 12 jam lebih bersamanya dan pada akhirnya mereka akan berbalik arah.

Harry selalu punya ktakutan ini.

Ketakutan dimana pada satu hari Draco membuka mata dan sadar bahwa yang ia perjuangkan untuk Harry adalah sia-sia.

Bahwa ia hanya terobsesi untuk sesaat dan bukan jatuh cinta.

Bahwa—"Harry?",emerald Harry bertemu dengan tatapan khawatir pada mata kelabu Draco. "Aku melakukan kesalahan? Apa aku menyakitimu?",dan ketika Draco mengusap wajah Harry ketika itu ia sadar ada air mata di pipinya.

"Aku menangis?"Pertanyaan bodoh. Pikir Harry dalam kepalanya.

Draco terkekeh,"Ya.."lalu mencium pipinya. Setelah itu kembali memandang Harry dengan eskpresi cemas. "Kau mau melanjutkan ini?", sambil tangannya berisyarat menunjuk tubuh Harry yang telanjang.

"Sebenarnya..."Harry nampak tidak yakin, Draco menunggu Harry hingga ia menyelesaikan kalimatnya. "Ya?", akhirnya Harry bersuara. "Hanya saja.. seperti biasa saja... Kau tahu maksudku?", di eskpresi Harry ada kalimat yang menjelaskan pertanyaannya.

"Kau tidak suka aku memerintah seperti itu padamu ketika kita melakukan 'ini'?"

Harry menggeleng,"It's actually hot... Tapi... kurasa tidak sekarang?"

"Kau tidak siap?"

"Tidak. Hanya saja, kurasa aku masih terlalu emosional setelah semua yang terjadi hari ini. Jadi...entahlah Drac..."

Di kelabu Draco ada kebingungan yang jelas. Sesuatu yang membuat Harry semakin frustasi karena ia juga tidak bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya. Ia terangsang, tentu saja. Tapi saat pikiran-pikiran negatif yang selalu menghantuinya ketika itu menyangkut masalah Draco datang padanya. Ia merasa ingin bersembunyi dibalik selimut dan menangis sambil ditutupi bantal. Agar tidak ada yang tahu ia menangis. Agar tidak ada yang mendengar ia menangis.

Draco menarik nafas, lalu merunduk beberapa saat. Ekspresi itu membuat isi kepala Harry berteriak panik, namun sebelum Harry sempat berkata apa-apa Draco kembali menatap Harry. Mengelus wajahnya,"Bagaimana jika kita lanjutkan tapi Kau yang memberi perintah?"

"Aku tidak bisa memainkan peran seperti itu.. Kau tahu kan?"

"Aku baru 'tidur' denganmu 2 kali, Harry. Jadi, tidak, aku tidak tahu."

Harry menggigit bibir bawahnya pelan. Nampak berfikir,"bagaimana kalau sesuai permintaanku?"

Draco mengernyit, merasa tidak menemukan perbedaan jadi Harry cepat cepat menjelaskan,"jadi aku akan mengatakan apa yang harus kau lakukan tapi aku tidak akan menggunakan nada perintah. Bagaimana?"

Draco tertawa. Lalu mengangguk,"Kau tahu ini pembicaraan terpanjangku soal sex dengan seseorang..."

"Pantas hubunganmu tidak ada yang berhasil. Tidak pernah ada yang bilang padamu kalau komunikasi adalah hal terpent—hmmmp",Draco memotong kalimat Harry dengan bibirnya. Ciuman mereka, adalah tipe ciuman romantis kali ini. Tipe ciuman yang mengambil nafasmu dan perhatianmu karena 'orang' yang menciummu. Bukan ciuman yang mengambil nafasmu dan perhatianmu karena yah.. kau dicium. Sesuatu semacam itu.

"Berhenti bicara.."Draco melepas ciumannya dan menjilat telinga Harry. "Setidaknya kalaupun bicara bicarakan soal apa yang kau inginkan...",ujarnya sambil tersenyum seduktif. Senyum cassanova andalannya.

"Emmh... I apologized.. engh... Could you suck me, please,"Draco terkekeh.

"You had a good manner, Mr. Potter"

"Stop talking! Shhh..."jari telunjuk Harry berada di bibir Draco, kemudian menunjuk kemaluannya. "It's getting colder."Draco tertawa lagi.

Namun sedetik kemudian ia sudah berhadapan dengan kemaluan Harry. Ia menjilat kepala sementara jemari tangan kanannya memainkan batangnya, mengusap perlahan. Harry mengeluarkan desahan protes. Draco mengeluarkan smirk andalannya dan melanjutkan menggoda Harry dengan hanya menjilat bagian kepalanya dan usapan dengan tekanan lembut pada batanganya.

"Drac...hhnnn...please..", Draco menatap Harry yang kini kedua kakinya sedikit mengangkat ke atas, luar biasa terangsang namun tidak mendapatkan stimulus yang dibutuhkan untuk memuaskan tubuhnya.

Draco berhenti menjliat dan hanya fokus pada batang Harry. "Bagaimana kalau kau 'menghisap'ku lebih dulu dan menunjuk cara yang harus kulakukan padamu."Harry mengernyit kesal tapi mulai bangkit dari posisi berbaringnya. Draco bangkit dan berdiri di pinggir ranjang, sementara Harry berlutut di ranjang dengan wajah yang sangat dekat dengan kemaluan Draco yang masih terbungkus celana jeans.

"Kau menyebalkan..." ujar Harry sebelum langsung memasukan kemaluan Draco ke mulutnya begitu Draco selesai melepas celana jeans dan celana dalam yang dikenakannya.

Draco hanya mengerang, karena Harry sudah jauh berkembang lebih baik daripada ketika pertama kali mereka melakukan ini. Gigi Harry tak sesering dulu menggores daging kemaluan Draco dan ia bisa menelan lebih jauh dari sebelumnya. Satu tangan Draco meremas rambut Harry. Tangan satunya mengusap perlahan di punggung Harry, berjalan semakin turun dan meremas bagian bawah Harry. Remasan Draco sepertinya menambah semangat Harry karena gearakan Harry kini semakin erotis ditambah dengan jilatan dan ciuman kecil. Draco ingin mengambil handphone yang cukup canggih dan memiliki fitur kamera lalu memotret Harry. Tapi hisapan Harry terlalu nikmat untuk ditinggalkan, jadi Draco memilih untuk melanjutkan pekerjaan tangannya dan mulai memisahkan kedua belahan bagian bawah Harry, dan menekan di sekitar lubang Harry.

"Akhhh..."Harry mengerang dan batang Draco terlepas dari bibirnya. Draco tersenyum penuh kemenangan dan melanjutkan menusuk lebih dalam dengan satu jari ke dalma lubang Harry, membuat Harry sibuk mengerang dan menutup mata dan hanya menyimpan bibirnya di kepala kemaluan Draco tanpa lanjut menghisap.

"Ahhhh.. Draco.."nafas Harry tak karuan ketika Draco memasukan dua jari ke dalam lubang Harry dan mulai melemaskan otot-otot rektum Harry dengan gerakan menggunting. Lutut dan tubuh Harry mulai lemah dan ia butuh kedua tangannya kini untuk berpegang pada pinggul Draco agar ia bisa tetap mempertahankan posisi berlututnya.

"You like that, Harry?", Harry mengangguk dan hanya bisa mendesah sebagai jawaban.

"Drac...ah..eungh... ahnnn.. please..."

"Kau tahu kau harus menyebutkan permintaanmu dnegan jelas jika ingin itu dikabulkan..", goda Draco.

Harry megap-megap dan butuh beberapa saat untuk menguasai dirinya sebelum mengatakan dengan sedikit kehabisan nafas,"Need you in me, You dickhead!"ujarnya dengan sedikit ancaman yang kemudian diikuti dengan desahan panjang ketika Draco menyentuh sesuatu di dalam Harry yang menyengat ke seluruh tubuhnya.

Draco tertawa puas, Harry mendeathglarenya. Namun tidak terallu berhasil ketika Draco kemudian mengeluarkan semua jarinya dan Harry mendesah kosong dan bagian bawah Harry secara instingtif mengikuti jemari Draco yang sudah terlepas. Seakan meminta untuk segra 'dipenuhi' kembali.

Ðraco menyiapkan bantal untuk posisi misionaris,"Berbaringlah.." harry yang terangah-engah di pinggir ranjang menggeleng.

"I want to ride you..."Draco untuk sesaat kaget dengan permintaan itu.

"Maksudmu, Kau di atas?"

"Ya.. Aku juga ingin berada di atas kadang-kadang.." ucapnya sambil bersemu merah malu-malu seakan penis Draco tidak ada di mulutnya kurang dari 3 menit yang lalu.

Draco berfikir untuk menggoda Harry, tapi mengubah pikirannya dan merasa bahwa mereka sudah terlalu banyak bicara sepanjang sex ini jadi ia hanya mengguk dan tersenyum pada Harry. Ia memposisikan dirinya untuk duduk di tengah ranjang dan menyimpan dua bantal di belakang punggungnya. Ia melebarkan kakinya untuk memprmudah Harry memposisikan diri nantinya.

Harry mendekat dan tidak langsung memposisikan bagian bawahnya di penis Draco. Ia merundukkan kembali kepanya dan mulai menjilati kemaluan Draco dari bagian pangkal, batang dan kepalanya. Draco mengerang dengan rasa hangat dan basah saliva yang mendominasi kemaluannya.

"Kau lupa menggunakan lube dari tadi.."ujar Harry sambil memposisikan diri ketika ia merasa bahwa alat vital Draco sudah cukup mendapat 'pelumas' dari air liurnya.

"Hey... Kau juga dari tadi tidak sabara—" giliran Draco yang terpotong kalimatnya ketika kehangatan Harry mulai menyelubungi akat vitalnya. "Shit... Akh... You're so tight..."Harry hanya mengangguk sekana berkata 'i know'. Dan melanjutkan pekerjaannya hingga milik Draco benar-benar tenggelam seluruhnya dalam lubang Harry. Ia diam selama beberapa saat, dan Draco berusaha keras menahan dirinya untuk tidak bergerak dan membiarkan Harry mnyesuaikan diri.

Harry yang sedari tadi matanya tidak menatap Draco kini menatap lurus ke arahnya ketika ia mulai bergerak naik dan turun secara perlahan. Menuntun tangan Draco ke arah bibirnya dan memasukan dua jari Draco ke dalam mulutnya, membuat gerakan menghisap dan mengulum seperti yang ia lakukan pada kemaluan Draco tadi.

Draco merasa seperti sedang bercinta dengan seorang pemain film porno, Harry tiba-tiba saja ahli dalam melakukan berbagai hal dan tahu sudut mana yang membuat dirinya tampak sexy di mata Draco.

"Shit! Bukankah Kau virgin ketika kita pertama kali melakukan ini? Kau tidak melakukannya ini dengan orang lain kan?"

Harry mengangguk untuk pertanyaan pertama dan menggeleng untuk pertanyaan kedua. Ia melepaskan jari Draco, dan mulai bicara dengan nafas yang terengah-engah,"Hhhnn.. kau inganht? Emnmmh... Akus angat putus asahnnn... ah..ah..ah... ketika kau..eunghh... tidakhhh ah.. mengakui..hmmm.. ku?" Draco mengangguk, ia kehabisan kata-kata (sesuatu yang jarang terjadi pada Draco Malfoy), entah mengapa Harry yang bersusah payah berusaha bicara meskipun ia tidak dalam keadaan yang mudah untuk merangkai kata-kata.

Harry memelankan ritme tusukan penis Draco pada lubangnya,"Kau tidak tahu betapa menyakitkannya itu. Aku melihatmu setiap hari di lapangan sepakbola, berlatih dengan teman-temanmu. Bermesraan dengan Astoria setelah selesai latihan."Draco berhenti sesaat gerakan pinggulnya. Berusaha menyimak Harry, karena ini sesuatu yang penting. Merasakan Draco berhenti, Harry terlihat bingung dan ikut terdiam.

"Sorry.."ucap Draco. Harry tersenyum, senyum sendu andalannya dengan emerald penuh luka yang sama. Menggeleng pelan.

"Aku hanya..."nafas Harry tercekat dan Draco tahu itu karena kalimat berikutnya sangat dikuasai perasaan dan bukan karena kegiatan 'panas' mereka. "Apa istilahnya? Miserable? Kau tidak menatapku. Kau tidak entahlah, seakan pengalamn di peternakan hanya mimpi. Seakan malam ketika pertama kali kita melakukannya, ketika pertama kalinya Kau memandangku dan terlihat menginginkanku. Seakan tidak nyata."Harry menalan ludah. Ada kaca-kaca yang mengancam pecah di sudut emeraldnya. "Kurasa aku sangat putus asa. Namun aku begitu menginginkanmu. Itu sebabnya aku tetap datang ke latihanmu meskipun aku mengeluh karena dipaksa datang. Aku tetap datang. Karena aku ingin melihatmu."Draco mencium Harry. Menginggigit bibir bawahnya.

Pernyataan Harry adalah rahasia rapuh yang Harry simpan sendiri dan tak ada yang tahu sebelumnya. Draco membayangkannya. Tapi tidak pernah benar-benar mengetahuinya.

Harry mengekspos bagian terlemah dalam dirinya. Draco merasakan matanya memanas karena ia masih tetap pengecut yang sama yang belum juga bisa jujur pada Harry dan mengatakan smeua kebenarannya. Sesuatu seperti meninju perut Draco dan Draco mual dibuatnya.

"Aku.." Harry melanjutkan. Baik kata-katanya, juga gerakannya. Dengan perlahan dan erotis. "Aku melihatmu setiap hari di lapangan itu. You.. ahnnn... ah..ah..."Draco juga kembali menggerakan pinggulnya merasakan Harry yang semakin ketat menyelimutinya.

"Kau tidak perlu bicara lagi...",Harry menggeleng. Ia mencium Draco dan mengikuti ritme gerakan Draco. Posisi ini membuat Harry memiliki kekuasaan yang lebih untuk ikut ambil bagian dari tempo permainan mereka.

"Haaaah..."Harry melepas nafas, lalu ia mengigigit bibir bawahnya menahan erangan. "Drac..."bibir mereka kembali bertemu, nafas mereka jadi lebih berguna ketika mereka saling beradu dominasi. Bertukar saliva dan hangat masing-masing.

"Come inside me,please..",Harry berbisik cukup koheren di telinga mendesah dan membawa satu tangannya mendekat ke alat vital Harry. Meberikan gerakan naik turun yang cukup kasar hingga Harry mendesah lebih kencang lagi. Hingga tubuh Harry lunglai dan membiarkan Draco yang sepenuhnya mengambil alih ritme gerakan mereka.

Harry meraih dinding dengan tangannya, berusaha untuk tidak berada di punggung Draco dan meninggalkan cakaran. "It's close...ahnnnn.. akhhhnn..."Harry sampai lebih dulu, cairannya memenuhi tangan Draco. Draco butuh beberapa tusukan dalam lagi dan membuat Harry bergelinjang karena tubuhnya yang oversensitive kini.

"Ugh! Harry...",Draco menenggelamkan erangannya di dada Harry.

Harry merasakan ketika panas dari cairan Draco membuncah di dalamnya. Merasakan bagian dari Draco mengalir di dalam dirinya. Ada kepuasan tersendiri yang membuat Harry berusaha untuk tetap menggerakan pinggulnya meskipun Draco sudah berhenti dan memastikan ia mengeringkan semua cairan yang Draco miliki malam ini.

Saat Harry akhirnya berhenti dan nafas Draco tak terengah-engah lagi. Harry bangkit dari posisinya dan merunduk, mulutnya tertuju pada kegagahan Draco yang melemas dan terlihat basah. Ia menciumnya kemudian menjilatinya.

"Harry?"Draco cukup terhenyak dengan aksi Harry kali ini dan meskipun tahu ia akan butuh beberapa saat untuk membuat kegagahannya kembali siap untuk 'digunakan'. Aksi Harry berhasil membuat panas kembali berkumpul di daerah erogenos Draco itu.

Harry berhenti sesaat untuk melihat hasil kerjanya, kegagahan Draco tak lagi basah oleh cairannya. Namun kini oleh saliva Harry.

Harry mendekat, Draco mulai memposisikan keduanya untuk saling mendekap. Mereka berbaring dan saling berhadapan. Harry memainkan rambut Draco yang nampak lepek sekarang."Aku menonton porno hampir setiap malam."ucap Harry tiba-tiba. Draco mengenyit pada pernyataan Harry.

"Kau tahu, semacam pelampiasan karena aku tidak bisa mendapatkanmu? Aku mulai memotong sebagian waktuku untuk membaca jurnal fisika untuk menonton porno, membuatku merasa bodoh.",Harry terkekeh. Draco merasa anatar ingin tertawa karena pembicaraan ini kedengaran seperti lelucon tapi dibaliknya ada pernyataan tidak langsung betapa Harry tersakiti selam Draco mengabaikannya.

"Aku selalu mencari dimana pemain yang menjadi bottomnya berambut hitam dan topnya berambut pirang."

"Kinky..."Draco berkomentar. Harry tertawa, lalu mencium Draco di kening.

"Aku rasa setelah melihat berbagai teknik dan sekarang aku memiliki kesempatan untuk mempraktikannya. Aku tidak akan melewatkannya. Jadi.. kau jangan pernah berfikir aku tidur dengan orang lain, oke? Aku hanya melakukan ini denganmu.",Harry tiba-tiba bereskpresi serius. "I love you."

Draco membawa bibir Harry mendekat dan menciumnya dalam. Hingga keduanya terengah, baru ia biarkan terlepas.

Draco menatap emerald Harry yang berekspektasi. Draco tahu harus segera menjawab pertanyaan Harry.

Tapi ketika menatap Harry ada perasaan lain yang menggorogotinya. Rasa bersalah.

Bibi Bellatrix yang membunuh Myrtle, kakakmu.

Draco ingin mengatakan itu. Ada di ujung bibirnya. Mengancam keluar bersama tiga kata lain sebagai jawaban untuk pertanyaan Harry.

"Kau tidak perlu memaksakan jika tidak bisa mengatakannya.."Harry tersenyum dan mulai bangkit. Senyumnya terasa palsu dan penuh kekecewaan. Draco merasa lebih bangsat lagi dari sebelumnya.

"Harry.."Draco mencoba, ia ingin bicara. Mengatakan semuanya. Namun ketika iris kelabunya bertumpuk hijau sendu, Draco hanya bisa mengucapkan satu kalimat,"I love you..."

Harry tersenyum mendengar balasan Draco. Kali ini tanpa sudut tumpul kekecewaan di bibirnya.

"Yeah..."Harry berujar tanpa pikir panjang. "Kau tidak akan menculikku sejauh ini jika kau tidak mencintaiku."

Draco tak langsung menjawab. Matanya sibuk mengikuti tubuh telanjang Harry yang kini berdiri di hadapannya. Harry membuka lemari motel dan menemukan handuk pinjaman. Mengernyit skeptis melihat keadaan handuk yang sudah usang. "Aku bawa handuk." Ujar Draco. Harry berbinar matanya dan melempar handuk usang motel kembali ke lemari.

Draco ikut bangkit. "Masuk saja duluan... Akan ku simpan di handle pintu jika sudah kutemukan di tumpukan bajuku."

Harry berkata 'ok' dengan cepat lalu dengan sedikit berjinjit dan kaki yang berjalan saling mengepit ia memasuki kamar mandi. Harry pasti menahan cairan Draco agara tidak berceceran dimana-mana. Entah kenapa bayangan Harry yang akan susah payah membersihkan bagian dalamnya membuat Draco merasa terangsang kembali. Ada sengatan kecil yang membuat kegagahannya kembali bersemangat.

Draco buru-buru bangkit dan meraih ranselnya. Mencari handuk sambil mengeluarkan kondom yang dibawanya. Ia membuat catatan di otaknya untuk tidak lupa menggunakan benda itu untuk sex selanjutnya.

Ketika Draco sibuk membuat catatan-catatan kegiatan yang harus ia lakukan besok pagi di otaknya, tangannya menemukan handuk dan membentur sesuatu yang lain.

Seperti kertas? Aku tidak menyimpan amplop uang disini kan?

Draco buru-buru memeriksa bagian resleting lain dan menemukan amplop uang untuk bekal perjalanan mereka disana. Draco mengernyit, memilih untuk memberikan handuk kepada Harry terlebih dahulu.

Draco mendengar suara kucuran air yang cukup kencang, setidaknya motel kecil ini tidak punya masalah dengan air bersih. Draco mendengar Harry bersiul, melodi dari salah satu lagu yang random mereka dengar ketika memasuki cafe kecil sebelum memasuki motel ini. Draco sedikit tergoda untuk masuk sekarang dan membuat Harry menggunakan suaranya untuk hal lain yang lebih bergairah.

Tapi Draco cukup tahu diri kalau mereka butuh istirahat dan tidak mungkin bagi mereka berdua untuk bertahan di satu tempat terlalu lama.

Sejujurnya... Apa yang dilakukan para pengejar yang disewa ibuku? Ya, tentu rencana Draco sangat rapi, sederhana tapi efektif untuk mengecoh para agen yang pasti dibayar ibunya untuk mnegejarnya. Ia tidak tidur semalaman menyiapkan rencana ini, menghubungi link-link 'teman-teman' jalanan Draco untuk mnegurus identitas dan persuratan yang Draco butuhkan untuk kabur dari negri ini, secara online menghubungi hacker kenalan Draco dan memintanya memindahkan isi rekening Draco (yang nominalnya terlalu besar untuk ukuran anak SMA, well, tapi kita membicarakan Draco Malfoy lagipula, dia tidak pernah menjadi 'biasa'). Menghapal semua peta jalanan kota london dan rute menuju liverpool. Menyiapkan segala yang ia pikir butuhkan berada dalam satu ransel praktis.

Foila.. Ia siap untuk melarikan diri. Draco mungkin akan jadi buronan tapi ia akan menjadi buronan yang punya style, ok?

Jadi, ia berlari bersama Harry ke ujung jalan dari rumah sakit Harry dirawat, lalu menaiki mobil Blaise (permintaan lain Draco pada Blaise selama 2 hari ini, kapan-kapan ia akan membayarnya ketika sudah melepas status sebagai buronan orangtuanya), membawa Harry berkeliling dan menggunakan berbagai jalan tikus yang bisa ia temukan untuk mengecoh pengejarnya. Draco memarkirkan mobil itu di gang tempat ia menjanjikan untuk menggembalikannya pada Blaise (yah, itu jika Blaise bisa bersabar dan tidak lebih memilih menagih mobil baru daripada harus berputar-putar mencari mobilnya di antah berantah kota london), mereka menaiki bis, mengambil passport palsu dan identitas palsu, melewati statiun kereta bawah tanah, menaiki taksi dan sampai di sebuah tempat penyewaan mobil di pinggir kota. Draco memilih SUV ini karena ini model paling laku di pasaran. Akan ada banyak mobil seperti ini di Inggris, membuat mereka lebih mudah melebur.

Tapi Draco tahu kemampuan para agent itu seharusnya lebih baik dari ini.

Draco duduk di pinggir ranjang dan kembali mengorek isi ranselnya. Sambil berfikir bahwa mungkin sebaiknya ibunya mencari tempat lain yang bisa memberikan jasa yang lebih baik. Para agen yang biasa bertugas membersihkan pekerjaan kotor itu mungkin sudah mulai kelelahan.

Atau mungkin mereka mulai sadar bahwa keluarga Malfoy terlalu pelit untuk dilayani dengan pelayanan penuh. Entahlah.

Draco mengingat-ingat bayaran terakhir yang ibunya berikan untuk pekerjaan 'membereskan' salah satu pemegang saham yang tidak sepaham dengan Lucius ayah Draco dalam menjalankan 'yayasan amal' mereka. Katika Draco mengingat nominalnya, ia merasakan amplop atau entahlah kertas? Draco merogohnya dan mengeluarkan benda itu.

Amplop cokelat besar yang dilipat dua dengan pembagian tidak seimbang. Seperti terburu-buru dimasukan ke dalam tas Draco.

Dan, wait— Draco tidak mengenali amplop ini bagaimana bisa benda mencurigakan ini ada dalam tas Draco?

Ketika turun dari kamarnya, Draco tidak pernah meninggalkan tasnya terlalu jauh dari jangkauannya. Draco tidak penrah melepas tas itu.

Draco terburu-buru membuka isi amplop itu, mencurigai ada alat pelacak bentuk apapun, teknologi terbaru apapun bahkan yang masih ilegal bisa diakses oleh keluarga Malfoy. Draco tidak mau merasa bodoh dan menyusun rencana begitu matang namun tertangkap karena alat pelacak sederhana di tasnya yang tidak ia ketahui keberadaannya.

Draco merasakan adrenalinnya kembali terpicu.

Tapi ketika ia mengeluarkan semua isi amplop dengan kasar, tidak ada alat elektronik apapun di dalam sana.

Hanya... foto?

Foto yang diambil dengan fokus paling jelek sedunia dan sebuah potongan foto dari sebuah berita di koran usang.

Draco mengernyit. Sedetik kemudian, secepat kilat ia tahu foto apa ini.

Bibi Bellatrix?! Draco melihatnya, tidak terlalu jelas wajahnya namun dandanan itu. Bentuk badannya. Postur tubuhnya, cara wanita di foto-foto yang memasuki truk dengan terburu-buru itu.

Shit!

Draco beralih pada potongan koran. Disana ada gambar truk tersangka, penabrakan dan di keterangan kecil di bawah foto ada nama korban kecelakaan tersebut: Myrtle Potter.

Fuck!

Lalu Draco melihat kertas itu, kertas kecil seukuran post card. Yang pertama kali Draco kenali adalah tanda tangan ibunya di ujung kanan bawah kartu.

Lalu Draco membaca pesan yang ditinggalkan ibunya. Hanya sepenggal kalimat.

Just in case you forget to tell him, Son...

"Drac, kamar mandi kosong!", suara Harry keluar riang dan Draco terburu-buru berbalik. Harry pasti menangkap wajah kaget Draco dan langsung memperlihatkan wajah khawatir. Ia sudha kembali memakai celana jeansnya dengan kaus baru bergambar Einsten.

Harry! Pikiran Draco disaputi panik. Ia kembali terburu-buru berbalik dan memasukan kembali foto-foto itu ke dalam amplop. Tapi tangan Draco gemetar, wajahnya memanas dan Draco merasakan kulit lembab Harry yang berbau sabun murah motel mendekat.

"Drac?", ujar Harry perlahan dan hati-hati.

Salah satu foto terselip dari jemari Draco yang gemetar, jatuh tepat di depan kaki Harry. Draco melihatnya. Momen dimana semua impiannya akan dihancurkan. Bukan oleh teknologi apa-apa dan bukan oleh siapa-siapa.

Pewaris malfoy yang digdaya itu merasa kecil, merasa tak berdaya begitu melihat bahwa Harry kini sedang dengan seksama memperhatikan foto di tangannya. Salah satu foto bagian terakhir ketika Bibi Bellatrixnya sudah memasuki truk dan sekilas wajahnya tertangkap kamera.

Harry diam.

Draco tahu Harry mengenali truk itu. Nenek Harry sempat bercerita bagaimana Harry, ketika awal remaja ketika anak sebayanya sibuk berusaha mencari teman, ia terobsesi dengan bagaimana cara kakaknya meninggal dalam kecelakaan itu. Ia punya kliping lengkap dari semua koran yang bisa ia temukan dan memberitakan kecelakaan itu. Harry menghabiskan berjam-jam membaca koran-koran tua di perpustakaan kota yang ditumpuk sebagai arsip dan menemukan potongan-potongan berita tentang kematian kakaknya. Nenek Harry bercerita bahwa ia khawatir tentang Harry yang mengambil potongan itu tanpa seizin pihak perpustakaan.

Senyap, terasa absolut.

Dalam remang kamar motel tua.

Bobrok karena usia.

Harry melepaskan fokus emeraldnya dari sepotong foto itu, dan menatap Draco dengan luka.

"Harry...", Draco menggapainya. Harry tidak bergerak dengan kasar. Tapi ia menjauh selangkah.

Ia menatap Draco tepat di kelabunya. "Harry.." Draco bangkit dari posisi duduknya di lantai dan berdiri berhadapan dengan Harry.

Harry bergeming kali ini.

Draco tak berani melangkah lagi.

Mereka diam.

Ditelan keheningan.

Draco merasa sesak.

Nyaris tak bernafas.

"Ini..."Harry melambaikan pelan foto di tangannya. "Siapa?"

Draco mengigit bibirnya. Merasakan detak jantungnya melambat. Dan tikaman tajam dari emerlad Harry membuatnya berhenti bernafas pada satu kala.

Draco memalingkan pandangan dari wajah Harry. "Bellatrix Lestrange."Draco berujar lemah. Pewaris malfoy kita kehilangan segala keangkuhan di suaranya,"bibiku..." bisiknya lagi lebih lemah.

Draco melihat detik ketika kaca itu pecah. Tapi kemudian tak menyaksikan bagaimana kaca-kaca itu bertaburan dari mata Harry.

Harry melepaskan begitu saja foto itu, tubuhnya lunglai namun ia berjalan lemah menuju ranjang dimana tasnya berada. Tergelatak absurd di tengah ranjang. Ia menurunkan tasnya ke lantai. Menaiki ranjang dan menarik selimut menutupi tubuhnya.

Draco tidak tahu ia harus bersyukur bahwa Harry tidak berteriak padanya atau tidak.

Draco merasakan de javu, kembali kepada ketika ia pertama kali tidur satu ruangan dengan Harry. Memperhatikan punggung Harry yang menjadi lawan konfrontasinya, mendengarkan tangis tertahan.

Sesengukan yang teredam.

Harry belum berteriak. Harry belum mengatakan apapun pada Draco.

Draco menerima hukumannya.

Diam.

Keheningan yang menyiksa.

Draco menghabiskan malamnya, dengan mata terbuka. Memperhatikan pergerakan tubuh yang ingin disentuhnya.

Namun kini memunggunginya.


"Aku sudah mendapat laporan lokasi anak-anak kita."

"Dimana?"

"Menurut laporan", ada jeda. Seperti memeriksa pesan. "Beberapa kilometer sebelum liverpool, motel kecil bernama Latrice."

"Aku akan menjemput mereka."

"Kau bisa sampai sebelum fajar?"

"Ya."

"Baiklah, Kau urus anakmu, Aku mengirim Severus untuk mengurus Draco."

"Aku tidak butuh bantuannya."

"Aku tidak sedang menawarkan kerjasama." Jeda. "Aku hanya mengirimkan seseorang yang kupercaya untuk mengembalikan anak semata wayangku. Kalian tidak perlu saling mengobrol atau bahkan bertatap muka."

"Terserah. Aku akan menjemput Harry duluan. Setelah itu si Snivelus itu bisa datang menjemput anak kurang ajarmu."

"Jaga bicaramu, Mr. Potter. Draco mungkin bodoh. Tapi kau tetap harus memperhatikan dengan keluarga apa Kau berhadapan."

"Ya, aku tahu. Keluarga pembunuh dan penculik."

"Terserah katamu Mr. Potter." Jeda lagi. " Semoga berhasil." Nada sambungan terputus.


TBC

Maafkan lama ya... Maafkan adegan smut yang aneh di atas... Maafkan penutupnya yang absurd... Maafkan ini udah berapa bulan ga update... Maafkan kalau banyak typoo... maafkan saya jatuh cinta sama karakter Narcissa yang jadi master mind jahat begini...

Bungkuk-bungkuk...

Love you All... mudah-mudahan menghibur.. Kalau ada yang perlu diberi kritik dan saran monggo di review aja...

Thanks Guys...

Salam kecup basah

Erelra.