Disclaimer
Vocaloid bukan punya saya
Tapi ceritanya punya saya
WARNING : Typo(mungkin), aneh, abal, gaje, alurnya gak tentu(yang ini memang ada), dan lain-lain yang berlabel WARNING
Rated : T untuk beberapa chapter awal-awal, T+ untuk chapter kedepan
Genre : Family, Romance, sedikit Humor
Happy Reading Minna~
Chapter 1
Aku mau adik kecil yang itu!
"Pa, kita mau kemana?"
Len menatap Papanya dengan manik azurenya yang jernih.
"Ng? Kita akan kepanti asuhan, Len." kata Papanya―Leon―yang sedang mengendarai mobil.
"Untuk apa kita kesana?"
"Kita akan memberikan donasi, Len. Sekarang, kau diam dulu dan biarkan Papa konsentrasi menyetir, oke?"
Len mengangguk. Bocah berumur 9 tahun itu kembali memandangi kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang. Sebelumnya Leon sudah berjanji akan memberikan apa yang Len mau asalkan Len menuruti dan patuh pada Papanya hari itu. Secara, Len adalah anak dari pemilik perusahaan tekstil seJepang, Kagamine Co-Operation. Apapun bisa dimiliki bukan?―tentunya dengan beberapa pengecualian. Mama Len, Lily, telah berpulang kerahmatullah―maksudnya sudah meninggal, pokoknya itulah―saat Len berusia 4 tahun.
Mobil Len―ralat, Papanya, Leon―parkir ditempat pemarkiran. Mereka sudah sampai. Leon turun dan mengangkut beberapa box kardus dari bagasi mobil. Len ikut turun sambil memasukkan beberapa permen kedalam tasnya. Len adalah bocah yang dibilang cukup dewasa diumurnya yang masih 9 tahun. Wajar saja, Len adalah pewaris tunggal perusahaan Kagamine Co-Operation. Len sudah dikenalkan oleh dunia bisnis dan ini itu yang bersangkutan dengan perusahaan Leon sejak Len berusia 6 tahun mendekati 7 tahun.
Sampai didalam, Leon disambut oleh banyak anak-anak. Len yang baru pertama kali kepanti asuhan tentunya sedikit bingung dengan anak-anak yang mengerubungi Papanya. Tapi dia tetap tenang―agar nanti dia bisa mendapatkan apa yang dia mau―supaya Papanya tidak tambah pusing dengan suasana dan keadaan.
"Hai, Avanna. Kau baik, kan? Oh, hai juga, Yuki-chan. Aku bawa boneka teddy baru untukmu, lho!"
Len melihat Papanya sibuk berbincang dengan beberapa anak yang mengerubungi mereka. Len tidak suka dikerubungi disini. Tapi melihat banyak anak yang seumuran dengannya dia jadi sedikit tertarik dengan keseharian mereka dipanti asuhan. Bahkan ada anak yang lebih tua dari dirinya. Jangan lupakan adik kecil manis yang pipinya serasa ingin Len tusuk dengan jarum agar meledak.
"Ohayou Leon-san!" sapa seseorang. Leon menoleh kearah sumber suara dan tersenyum lebar. Len memerhatikan orang itu. Seorang wanita sekitar umur 20 tahunan berambut ungu diikat 2 dibawah.
"Ohayou mo Yukari-san." Leon menaruh box-box yang ia bawa ketanah dan menjabat tangan wanita yang Len kenal sebagai 'Yukari'. Len terkejut karena Papanya memegang tangan wanita lain selain Ibunya dan ia sempat berpikir kalau si'Yukari' ini adalah selingkuhan Papanya.
"Terima kasih menyempatkan diri kesini lagi. Apa kau tidak sibuk?" tanya Yukari setelah membungkukkan badan pada Leon.
Leon menggeleng sambil terkekeh.
"Kalau aku sibuk, aku gak kesini dong."
Mata Yukari beralih pada Len yang memakai ransel kuning dipunggungnya. "Wah, lihat siapa ini?"
"Ah, dia anakku, Len." Leon mengusap-usap kepala Len sebelum akhirnya dia kembali mengangkut box yang tadi ia letakkan ditanah.
"Oh, anak yang waktu itu pernah kau ceritakan? Lucunya~" Yukari mencubit pipi Len. Len meringis. Leon tersenyum.
"Ya sudah, dimana aku harus meletakkan barang-barang ini?" tanya Leon pada Yukari akhirnya.
"Ah, sini biar kubantu sekalian kuantar keruangannya." Yukari mengambil sebuah box yang tadi dibawa Leon. Kini tersisa 2 box yang ada ditangan Leon. Leon dan Yukari pergi untuk menaruh barang.
"Len kau tunggu disitu dulu ya." kata Leon setelah beberapa langkah menjauh. Len mengangguk dan duduk dikursi panjang yang ada didekat situ. Ia melepas ransel kuningnya dan mengeluarkan permen yang tadi ia bawa.
"Permen.."
Len mengalihkan pandangannya kearah sumber suara itu. Gadis kecil berpita putih yang ukurannya cukup besar untuk seumurannya. Dia memegang boneka jeruk dengan emoticon yang lucu. Rambutnya honeyblonde―sama seperti kepunyaan Len, matanya azure jernih―sama juga dengan mata Len, dan poninya dijepit oleh 2 jepit putih. Ia memakai baju berwarna putih dan rok hitam.
"Kakak, aku mau permen..." pinta anak itu.
Kelihatannya Len menyukai anak itu. Yah, siapa sih yang gak suka melihat adik manis dengan muka yang imut, pipinya tembem begitu, dan pokoknya lucu kayak boneka? Len mengangguk dan merogoh tasnya―mencari batangan permen yang paling besar untuk adik yang ia sukai itu.
"Ini." Len menyerahkan permen pada anak kecil bermuka imut itu.
Anak itu menatap Len dengan matanya yang besar. Ia menatap Len kebingungan. Ini anak maunya apa lagi, sih? Ekspresinya benar-benar lucu sehingga membuat Len meleleh.
Ahhh, tuhaaan! Len gak kuaaatt, tolooongg! ―ini Len yang berbatin, bukan narasi dari Author.
"Kakak... Makasih.." kata anak itu dengan senyumnya yang lebar lalu berlari ikut bermain dengan teman-temannya yang lain.
Len memperhatikan anak itu. Ia suka dengan anak itu. Bukan suka yang aneh-aneh, ya. Ia suka melihat adik manis seperti tadi. Kalau nanti punya anak, Len ingin punya anak yang badannya mungil, bibir merah muda, matanya besar, dan pipinya yang kemerahan. Itu impian Len yang masih lama akan terwujud. Lagian, kalau nanti ia punya anak, belum tentu anaknya memiliki ciri-ciri yang ia harapkan tadi.
Tak lama Leon datang menghampiri Len yang asyik makan permen sambil memperhatikan adik manis yang membawa boneka jeruk.
"Len, ayo kita pulang." Leon mengusap-usap rambut anak semata wayangnya.
"Pa." panggil Len.
"Ya, sayang?"
"Aku boleh minta apa saja hari ini, kan?"
"Tentu saja. Kau mau sesuatu, nak? Kau mau apa?"
"Pa," Len menatap mata Papanya dalam. "kita bawa anak itu pulang, ya?"
Len menunjuk adik manis yang ia sukai itu. Leon mengikuti arah tunjukkan Len. Ia mendapati seorang perempuan kecil berambut honeyblonde berpita yang sedang main dengan teman seumurannya yang berambut twintail berwarna teal. Atau mungkin kebalikkannya―Ia mendapati seorang perempuan kecil berambut twintail berwarna teal yang sedang main dengan teman seumurannya yang berambut honeyblonde berpita.
"Hng? Yang mana? Yang diikat dua itu?" tanya Leon.
"Bukan, Pa. Yang pakai pita dan memegang boneka jeruk itu."
Leon mengedipkan matanya sekali. Lalu dua kali. Ia kaget dengan permintaan Len yang mendadak. Biasanya Len hanya meminta robot-robotan, minta dibelikan majalah mobil kesukaannya, atau ia minta teleskop betulan untuk main-main. Leon bingung. Ternyata anaknya ingin punya adik. Tapi bagaimana Len bisa punya adik kalau Mamanya sudah meninggal? Adopsi adalah jalan keluarnya. Tapi tentu saja adopsi harus dengan pemikiran yang matang, gak boleh asal adopsi dan permintaan Len beres. Leon diam menatap dalam mata anaknya.
"Kenapa mendadak sekali? Kenapa Len gak bilang dulu sama Papa sebelumnya?"
"Aku gak tau kalo disini ada adik manis kayak dia. Lagian aku bukan mau punya adik, aku mau jadi Pa―"
"Len. Anak itu gak bisa dibawa pulang..."
"Kenapa? Kan aku boleh minta apa aja sama Papa hari ini."
Leon mengutuki dirinya sendiri. Tau bakal begini, Len gak bakal dia ajak tadi. Dan ngapain juga dia bilang bakal nurutin apa yang Len mau tanpa pengecualian, contohnya―"Kamu boleh minta apa aja ama Papa kecuali adik, benda langit, atau Mama baru. Ngerti?" atau "Ayo ikut Papa kepanti asuhan, nanti Papa bakal beliin kamu mainan baru yang kamu mau." Leon jadi kesal dengan ucapannya sendiri.
"Ya, pa?" Len memohon pada Papanya.
Leon makin bingung. Ini bukan masalah yang langsung beres dengan hanya bilang 'Ya' atau 'Tidak'. Kalau dia bilang 'Tidak', dia bakal tercap sebagai 'Papa Pengkhianat' oleh Len. Dia gak mau kalau harus disamakan sama penjahat atau penipu. Dan kalau dia bilang 'Ya', bisa-bisa dia kenapa dampak Negatif, contohnya―"Leon, kamu punya anak lagi?" atau "Leon, ini anakmu? Kau punya anak lagi? Dengan siapa?". Sebenarnya simpel sih, dia tinggal bilang―"Ini anak yang aku adopsi dari panti asuhan." ―aja. Itu juga bagi yang nanya. Dia seorang pemilik perusahaan tekstil terbesar se Jepang, lho. Kenalannya pasti banyak. Kalau orangnya gak nanya, orang itu pasti mikir yang aneh-aneh, contohnya―"Si Leon habis *piiipp* sama siapa, ya?".
Dengan bodohnya dia bilang,
"Ya udah, ayo kita ke Yukari-san!"
Tidaaak! Aku ngomong apaan sih? Aduh, dasar LEON BEGO! Leon membatin. Tadi aku ngomong 'Ya udah, ayo kita ke Yukari-san!', ya?. Aduh! Leon, Leon! Jadi serba salah kan? Kalo dibatalin nanti dikira PHP lagi!
"Wah, beneran Pa? Yey! Ayo!" Len dengan semangat beranjak dari tempat duduknya.
"Ayo, dia bakal jadi adik perempuanmu yang lucu!" Leon tertawa lebar―tertawa dengan menyakitkan.
.
.
.
"Yukari-san.." panggil Leon.
"Ng? Belum pulang? Kukira sudah. Ada apa, Leon-san?" tanya Leon.
"Aku mau mengadopsi anak berumur 6 tahun yang memakai pita itu..."
"Maksudmu Rin?"
"Rin?"
"Iya, namanya Kazune Rin."
"Yah siapalah itu, aku akan mengadopsinya."
"Kau akan jadi Papa barunya, dong?" Yukari tertawa lebar.
"Bukan Papa―Leon―yang jadi Papanya, aku yang bakal jadi Papanya." Len menunjuk dirinya sendiri.
"EH?"
Next Chapter : Chapter 2. Anakku Rin
Mind to Review, Favorite and Follow?