—karena seorang pecundang tidak akan pernah menang."

.

.

.

Seorang namja yang tengah menatap papan pengumuman di dekat aula mengepalkan erat kedua tangannya. Suara gertakan giginya pertanda ia sedang menahan amarahnya. Matanya terasa panas, melihat sebuah nama di urutan nomor dua.

Kim Jong In

Jongin atau yang biasanya dipanggil Kai itu langsung menghembuskan nafas kasar, menutup matanya yang mulai memerah itu dengan kedua telapak tangannya. Menggeleng-gelengkan kepalanya pelan saat ia merasa air matanya menetes.

Dengan kasar Jongin menngahus air matanya dengan punggung tangannya. Kedua manik matanya berpindah menatap nama di urutan pertama. Tiba-tiba dadanya terasa sesak.

Karena sampai kapan pun ia tidak akan pernah menang.

Menang dari Xi Luhan.

Susah payah Jongin menelan salivanya, membasahi kerongkongannya yang terasa kering seketika. Entah kenapa badannya terasa berat. Dengan lemas ia berjalan menjauhi papan pengumuman itu.

Tangan kirinya merogoh saku celananya. Mengambil handphonenya dan memutarkan sebuah musik, memasang earphone warna putih itu di kedua telinganya.

Langkahnya yang pelan dan kecil itu menelusuri koridor sekolah yang mulai sepi. Hanya terdengar suara bising dari salah satu kelas yang ia lewat. Suara tawa yang keras dan menggema membuat dadanya kembali sesak. Lagu yang ia putar seakan-akan mengejeknya. Tapi inilah Jongin.

Si pecundang...—menurutnya.

Ia melepas earphonenya, menuruni tangga dengan lemas. Ia belum mau pulang, karena yang ia tau orang tuanya akan memuji Luhan— sepupunya saat makan malam nanti. Ah atau paling tidak saat Jongin membuka pintu besar itu mereka bertiga duduk bersama dengan tawa dan raut wajah senang.

Jongin benci itu. Karena seingat Jongin mereka tidak pernah tertawa bersama lagi setelah ia masuk ke JHS. Semua sibuk dengan urusannya masing-masing, tidak meluangkan waktu sedikit pun untuknya termasuk saat liburan.

Kaki panjangnya terhenti ketika pintu besar sudah ada di hadapannya. Tangannya meraik knop pintu dan mendorongnya. Menghirup udara sebanyak-banyaknya sebelum kedua irinya menatap seseorang yang tengah berdiri agak jauh di hadapannya.

Orang itu melambaikan tangannya— mengisyaratkan menyuruhnya untuk datang kesana.

Jongin tersenyum, sedikit berlari ia mendekati orang itu. "Ada apa?" tanyanya.

Yang ditanya hanya tersenyum, tangannya terangkat mengacak tatanan rambut Jongin. "Yak, jangan dirusak Sehun!" pekiknya sambil merapikan rambutnya kembali.

"Kau tidak ke club dance tadi? Aku mencarimu tau."

Jongin mengendikkan bahunya, enggan membahasnya. "Untuk apa mencariku?"

"Mengajakmu jalan-jalan."

"Hanya itu? Lebih baik kau ajak saja tiang listrik main di game center sana!"

"Ck, tidak bisa!" Sehun mencengkram erat lengan Jongin, "Aku memaksa." Perintahnya.

Sehun memberikan helm kepada Jongin yang dengan malas menerimannya. "Ayo, kujamin kau tidak menyesal." Jawabnya sambil menepuk jok motornya.

Setelah itu Sehun melajukan motornya dengan kecepatan maksimal, membuat Jongin terkejut dan segera memeluk tubuh Sehun. Mendengar suara kekehan, Jongin menepuk kencang bahu Sehun, "Kau sengaja ya!" ucap Jongin sedikit berteriak ketika motor besar itu melewati jalanan yang sepi. Kedua tangannya yang melingkar manis di pinggang Sehun hendak ia lepaskan, namun ditahan. "Jangan."

"Apa? Aku tidak mendengarmu!"

Sehun hanya diam tetap menahan tangan Jongin untuk tidak lepas. Wajah Jongin terasa panas, mungkin wajahnya sudah memerah karena posisinya. Sebenarnya sih tidak masalah, hanya saja jantungnya saja yang terus berdetak kencang dan pemikiran macam-macam yang ada di otaknya mengingat bahwa ada secuil perasaan suka terhadap namja yang ia peluk ini.

Merasa kedinginan Jongin semakin erat memeluk tubuh tegap Sehun. Menyembunyikan wajahnya yang terlindungi oleh helm pada punggung tegap itu. Tanpa Jongin sadari Sehun tersenyum tipis, sesekali mengelus punggung tangan Jongin yang mulai terasa dingin.

"Sebentar lagi kita sampai."

Dan benar, laju motor Sehun mulai memelan ketika sebuah kedai langganannya terlihat di ujung sana.

"Kau hanya mengajakku untuk minum bubble tea? Cih, jangan harap aku akan membayar tagihanmu!"

Tiba-tiba kedua mata Jongin ditutup secara tiba-tiba. Tangannya yang bebas berusaha memukul lengan Sehun, namun tangannya ditahan oleh seseorang. Tubuh Jongin seketika menegang, perasaan takut menjalar ditubuhnya.

"Se-Sehun," cicitnya ketakutan. Tubuhnya sedikit bergetar saat tubuhnya ditarik halus oleh seseorang. Langkahnya sengaja ia pendekkan, namun begitu menghirup aroma kopi membuatnya sedikit tenang.

Tarikan pada tubuhnya terhenti dan digantikan dengan sebuah tepukan pada bahunya. Mendorongnya perlahan dan mendudukkannya di kursi kayu panjang.

Ikatan pada punutup matanya terlepas. Kedua matanya berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk.

DOR...

"Surprise!"

Dan teriakan itu sedikit membuat Jongin meloncat dari duduknya. Terlihat Baekhyun hyung dengan senyumannya duduk di sebelah Chanyeol hyung yang tengah merangkulnya dan jangan lupakan senyuman idiot miliknya. Kedua iris hitam Jongin melebar ketika ia melihat seorang yang sangat dikenalnya tersenyum hangat dengan tangan yang saling bertautan erat, siapa lagi kalau bukan Luhan dengan Sehun— sepasang kekasih penyuka bubble tea.

Terpaksa Jongin memasang senyum lebar diwajah manisnya. Hatinya sedikit terasa sakit melihat kedua orang yang tersenyum tulus itu mengumbar kemesraan.

"Lepas tangan mesummu itu Sehun, kau tidak kasihan dengan Jongin. Dia itu masih jomblo tau!" Baekhyun memberi tatapan deathglare pada si albino yang ditanggapi tawa oleh Jongin.

"Ish, suka-suka aku hyung, bilang saja kau iri kan? Dan kau Jongin seharusnya kau sudah punya pacar sekarang, atau perlu aku carikan bersama Baekhyun hyung?" canda Sehun serasa menyindirnya.

"Kalian punya hutang menjelaskan semua ini."

Chanyeol menaruh kembali gelas plastik yang berisi bluebbery skynya diatas meja, menyeka bibirnya dengan punggung tangannya sebelum angkat bicara.

"Ini perayaan untukmu. Sebenarnya kami tidak tau tujuan perayaan ini karena yang memiliki ide adalah Luhan."

Merasa namanya dipanggil, namja bermata rusa itu menolehkan kepalanya kearah Chanyeol. "Hem... sebenarnya—

"Ini perayaan untukmu dan Luhan, Jongin. Karena kalian berdua telah berhasil berada di tingkat teratas dalam test uji coba untuk ujian." Potong Baekhyun dengan santainya setelah menyeruput jus strawberrynya.

Jongin menanggukkan kepalanya mengerti. "Semoga kau bisa di peringkat teratas lagi Jongin." Sambung Baekhyun dengan tatapan berharap kepadanya.

"Chukkhae Jongin dan tentu saja si peringkat pertama kita Luhan!" pekik Sehun sambil mengangkat tangan kiri Luhan.

Tersenyum miris, Jongin menepuk tangannya dan diikuti oleh Chanyeol, Baekhyun dan Sehun.

Dalam hati ia ingin pulang, mengurung diri dengan tumpukan buku yang sekarang membuatnya candu. Tapi ia tidak tau harus bagai mana, sebab di sisi lain ia mau merayakannya (karena ini pertama kali baginya).

"Jongin kau sakit?" tanya Baekhyun sedikit khawatir dengan wajah Jongin yang sedikit pucat.

Semua mata menatapnya, kaget dengan ucapan Baekhyun barusan.

"Wajahmu pucat Jongin, apa kau merasa pusing?"

"Kau mau apa? Biar aku pesankan?"

"Apa kau mau pulang?"

Jongin menggeleng menanggapi semua pertanyaan itu, ia tidak ingin merusak rencana yang telah dibuat oleh Luhan.

"Akan kuantar pulang." Suara itu— Baekhyun, mengambil tas. "Sepertinya kau terlalu lelah belajar kali ini," Baekhyun mengulurkan tangannya dan langsung di terima oleh Jongin.

"Kalau begitu aku pergi dulu, annyeong!"

TBC


Yeee~!

Mau ngomong apa ya?

Ah annyeong aku newbie disini (dalam menulis), jadi mohon bimbingannya :)

Mind to RnR?