Fangirl-chan!

(A Side Story From Go Away From My Wife!)

Author : Banneyo

Disclaimer : Naruto belong to Masashi Kishimoto

Kuroko no Basuke belong to Tadatoshi Fujimaki

Bleach belong to Tite Kubo

Pair : Uchiha Sasuke x Haruno Sakura / Slight (Sasosaku)

Genre : Romance, lil bit Humor

Rated : T

WARN! : mode, OOC, Typo, NO BASHING! DLDR! Dilarang mengcopas tanpa seijin author.

Happy Reading~

.

.

.

.

Haruno Sakura

HarunoSakura

Berhenti mengikuti

211 301 4

Jawaban Suka Hadiah

Tanyakan pada saya

.

Kau pilih lelaki tampan atau chara lelaki di anime?

Ano, aku akan memilih chara lelaki tampan di anime yang ada di dunia nyata! Haha

Sekitar 2 menit lalu 26 suka

.

Sakura, apa kau menyukai pacarmu karena hal itu?

Um, mungkin ia, mungkin juga tidak

Sekitar 3 menit lalu 34 suka

.

Chara lelaki seperti apa yang kau suka?

Yang berambut merah seperti Akashi Kurobas!

Sekitar 5 menit lalu 56 suka

.

Brak

Seorang lelaki berparas tampan mendelik tajam melihat setumpuk kertas yang dilemparkan ke atas mejanya. Dengan tak sabar, ia menggeser semua kertas itu dari atas mejanya.

"Sabar sedikit bodoh!" Sang pelaku pelemparan merengut kesal. Dengan tiba-tiba tangan berlapis kulit tan-nya mengambil smartphone yang sedari tadi dipegang Sasuke- lelaki berparas tampan didepannya.

Sasuke yang tak siap menerima serangan tiba-tiba itu sedikit kaget. Benda elektronik miliknya tak akan selamat. "Hei Dobe, kemarikan smartphoneku!"

"Ne, kau menstalking Sakura-chan lagi huh?" Sasuke menatap datar Naruto -pelaku pencopetan smartphone miliknya- dengan malas. Ia sudah mempan jika Naruto bermaksud menggodanya karena ketahuan menstalking si pinky anak kelas sebelah itu.

.

300 Tanyakan

Apa pertanyaan Anda?

Pertanyaan anonym

.

Dahi Sasuke berkerut dalam melihat pergerakan lincah jemari Naruto dilayar smartphonenya.

"Hei Dobe! Jangan membajaknya!" Naruto terkekeh pelan. Sebelum Sasuke bangkit untuk mengambil kembali barang miliknya itu, Naruto sudah mengembalikannya duluan.

"Sudah dibalas tuh sama Sakura-chan." Sasuke dengan wajah datar namun hati setengah panik segera memeriksa smartphonenya. Mengabaikan Naruto yang tersenyum bangga kepada dirinya sendiri.

.

Haruno Sakura

HarunoSakura

Berhenti mengikuti

212 306 4

Jawaban Suka Hadiah

Tanyakan pada saya

.

Sakura, aku menyukaimu

Oh, aku akan mencarimu anon-san

Sekitar 1 menit lalu 5 suka

.

Kau pilih lelaki tampan di dunia nyata atau chara lelaki di anime?

Ano, aku akan memilih chara lelaki tampan di anime yang ada di dunia nyata! Haha

Sekitar 3 menit lalu 26 suka

.

Sakura, apa kau menyukai pacarmu karena hal itu?

Um, mungkin ia, mungkin juga tidak

Sekitar 4 menit lalu 34 suka

.

Chara lelaki seperti apa yang kau suka?

Yang berambut merah seperti Akashi Kurobas!

Sekitar 6 menit lalu 56 suka

.

"Dobe! Kenapa kau meng-ask-nya dengan akunku?!" Naruto tersenyum santai memandang Sasuke yang kini sedang menatap frustasi smartphonenya. Keringan dingin mulai terlihat diwajah rupawan Sasuke.

"Tenang saja Teme, kan sudah kuanonymkan." Sasuke menatap tajam Naruto. Ia menarik kerah baju pemuda pirang itu dan mengguncangnya keras.

"Bodoh! Dia itu seorang fangirl!" Naruto memegang sebelah kepalanya. Pusing tiba-tiba melanda. Dengan segenap kesadaran, ia melepas paksa genggaman kuat Sasuke pada kerah bajunya.

"Apa hubungannya?!" Sasuke emosi, Naruto juga emosi. Suasana di kamar Sasuke jadi panas.

"Stalking itu salah satu skill seorang fangirl! Mereka pasti tahu trik untuk mengetahui asker anonymous! Kau fikir seorang stalker akan membiarkan orang lain untuk menstalknya balik hah?!" Naruto terdiam. Semburan Sasuke meresap cepat di otaknya. Dengan cepat, tubuhnya memproduksi keringan dingin seperti Sasuke.

"Mati kau Teme."

"Kuso!"

Duagh

Bruk

.

.

.

.

"Oh tidak. Momoi-chan, kuatkan hatimu untuk Kuroko-kun." Bisikan kecil itu membuat seorang pria bersurai merah mendecih sebal. Disampingnya, seorang gadis bersurai pink tengah menatap layar laptop dengan mimic serius.

"Saki." Sasori –pemuda bersurai merah itu menyentuh lembut lengan gadis musim semi disebelahnya. Berharap atensi gadis itu bisa tertuju padanya. Padanya seorang.

Gadis itu terdiam sebentar mendengar panggilan Sasori. Jemarinya masih sibuk menscroll mousenya.

"Ada apa Sasori-kun?" Sasori mendengus. Gadis manis disebelahnya memang meresponnya. Tapi pemuda itu ragu. Apa gadis itu menjawabnya dengan kesadaran penuh? Mengingat Sakura –nama gadis bersurai pink itu- masih berkutat dengan laptopnya.

"Tatap aku Saki. Aku disini tidak untuk melihatmu menonton anime-anime favoritmu itu!" Sakura menghela nafas. Kekasih merahnya kesal. Untuk kesekian kalinya.

"Ne, gomen Sasori-kun. Jadi apa yang kau inginkan hm?" Sasori menatap dalam emerald indah milik gadisnya.

"Bisakah kau tidak menonton koleksimu jika sedang bersamaku?" Sakura mengerjapkan matanya. Mengalihkan sebentar pandangannya kearah laptopnya yang masih menampilkan anime favoritnya.

"Tapi kenapa Saso-kun? Kalau kau mau, kita bisa menontonnya bersama. Lihatlah! Akashi-kun sangat mirip denganmu. Dan oh! Momoi-chan juga mirip denganku! Yah, walaupun Momoi-chan menyukai Kuroko-kun. Tapi-"

"Sakura." Sasori terpaksa memotong ocehan gadisnya yang mulai menunjuk-nunjuk karakter anime di laptopnya –berusaha membuat gadis itu untuk menghentikan aksi fangirling-annya.

Sakura terdiam ketika Sasori memotong ucapannya. Namun, tak lama kemudian, ia melanjutkan aksi mempromosikan anime favoritnya itu pada Sasori.

"Ne, coba saja tonton ini Saso-kun. Ini tentang basket. Bukankah kau menyukai olahraga itu? Saso –Hei!" Sakura berdiri dari duduknya melihat Sasori yang pergi meninggalkannya tanpa sepatah katapun.

"Padahal aku hanya ingin membuatmu menyukainya Saso-kun.."

.

.

.

.

"Sial. Aku baru saja putus dengan Ayame." Sasori mengalihkan pandangannya kearah Hidan yang memulai curhatnya dengan wajah masam. Sedikit tertarik, ia bertanya pada teman sekelasnya itu.

"Kenapa?" pertanyaan singkat Sasori membuat mood Hidan semakin memburuk. Dengan penuh kekesalan, ia mulai memaki mantan kekasihnya.

"Dia itu lebih mementingkan obsesinya pada anime dibanding aku! Kau tahu, ia bahkan selalu memintaku untuk membelikannya komik terbaru kesukaannya! Bangkrut aku lama-lama!" Sasori tersentak. Mantan pacar Hidan terdengar memiliki hobi yang sama dengan Sakura. Tapi bedanya, Sakura tak pernah meminta Sasori membelikan apapun.

"Yah, kudengar memiliki pacar seorang Fangirl cukup sulit jika kau tak menyukai hobi mereka. Kau tidak dibanding-bandingkan dengan karakter favoritnya kan Hidan?" Hidan menggeleng lemah membalas pertanyaan Deidara. Lelaki pirang itu memandang papan tulis penuh coretan didepannya dengan pandangan menerawang.

"Dulu gadis yang kusukai juga seperti itu. Dia itu cuek sekali pada laki-laki yang mendekatinya. Lama-lama aku berpikir jika gadis itu hanya tertarik pada tokoh anime favoritnya." Hidan tambah galau mendengar cerita Deidara. Di dalam hati, ia merutuki mantan kekasihnya itu. Padahal, ia sudah merasa cocok dengan Ayame –mantannya.

"Mereka sungguh tidak peka." Hidan dan Deidara tertawa bersama begitu menyadari mereka berucap bersamaan. Dengan kalimat yang sama pula.

"Hahaha. Ah! Bagaimana denganmu Sasori? Bukankah Sakura seorang err.. fangirl?" Sasori terdiam. Dalam hati mempertanyakan hubungannya dengan Sakura.

"Entahlah."

.

.

.

.

Sakura berjalan pelan menuju kantin. Tangan kirinya menenteng tas laptop. Emerald jernihnya mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kantin. Dengan senyum cerah, ia berjalan cepat menghampiri sebuah bangku kosong dipojok kantin.

Srett

Sakura memicing melihat seorang siswa berambut mencuat menduduki bangku yang sudah menjadi targetnya. Lelaki itu balas menatapnya datar. Sedangkan lelaki pirang disampingnya menyikut heboh lelaki itu.

Sakura berbalik, hendak mencari bangku kosong lainnya. Matanya menemukan satu bangku ditengah kantin.

'Tidak, tidak. Siswa yang lain mungkin merecokiku jika aku duduk disana.' Batin Sakura melihat siswa-siswi yang berada disekitar bangku itu. Emeraldnya kembali bergulir, mencari target lain.

"Sial." Sakura tak menemukan bangku kosong lainnya. Dengan penuh pertimbangan, akhirnya gadis itu memilih duduk di bangku pojokan yang sedari tadi ditargetkannya.

"Boleh aku duduk disini.. um Sasuke-san dan Naruto?" Sakura berucap ragu. Setengah melupakan nama kedua siswa tampan anak kelas sebelah itu. Ia segera mendudukkan dirinya dibangku itu saat kepala raven dan pirang didepannya mengangguk.

"Apa yang kau lakukan Sakura-chan?" Naruto mencoba berbasa-basi dengan Sakura. Meski ia tahu pasti apa yang tengah dilakukan gadis itu sekarang.

"Menonton anime." Naruto menggeser duduknya mendekati Sakura. Ia sudah tak merasa doki-doki lagi jika berdekatan dengan Sakura. Di tahun pertama mereka, Naruto sempat beberapa kali mengajak gadis itu berkencan. Tapi sayangnya, ia selalu ditolak.

Sasuke sendiri tidak begitu akrab dengan Sakura. Mereka hanya pernah saling berbincang di media sosial. Ia tak seperti Naruto yang begitu melihat gadis cantik langsung mengajaknya berkenalan dan mengobrol.

"Wah, yang itu rambutnya pirang seperi milikku. Siapa namanya Sakura-chan?" Sasuke memperhatikan Sakura dalam diam. Onyxnya merekam dengan jelas bagaimana emerald indah itu berbinar antusias saat menjelaskan salah satu tokoh anime favoritnya pada Naruto. Bagaimana suara Sakura melengking girang. Bagaimana jemari mungilnya dengan lincah menscroll laptopnya. Dan semua tinkah ekspresif Sakura yang tercipta berkat pertanyaan iseng Naruto.

Aha!

Sasuke menyeringai tipis. Kepala ravennya menemukan sebuah ide.

.

.

.

.

Naruto memandang bingung sahabat ravennya yang dengan tak berperasaan menyeretnya ke toko buku. Seingatnya, Sasuke paling anti mengajak dirinya pergi kemari. Bungsu Uchiha itu selalu mencemooh dirinya jika ia meminta ikut menemani.

Alis Naruto mengernyit sejadi-jadinya melihat Sasuke menghampiri salah satu rak berisi berbagai jenis komik.

"Kuroko no Basuke? Untuk apa kau membeli komik ini Teme?" Sasuke diam saja mendengar pertanyaan Naruto.

"Hei! Banyak sekali!" Naruto menatap tumpukan komik yang Sasuke serahkan padanya. Semua komik itu berjudul sama. Hanya berbeda nomor serinya saja.

"Diamlah dan bawa saja komik-komik itu Dobe." Naruto misuh-misuh. Sasuke mengajaknya kemari sebagai babu.

"Teme! Kau yakin akan membeli semua ini? kenapa tidak kau download saja animenya?" Sasuke terdiam. Tangannya dengan cepat mengembalikan 5 komik dari 8 komik yang dibawa Naruto ke rak asalnya.

"Tumben kau pintar."

.

.

.

.

"Hei! Jangan kabur!"

"Anak kelas 10 berbaris disini!"

Suara bisik-bisik ricuh terdengar di lapangan upacara Hidden Leaf High School. Terlihat beberapa siswa yang membentuk barisan panjang kebelakang. Didepan sana, sekelompok siswa berjaket hitam berdiri like a boss.

"Ssst Teme! Ada sidak! Kenapa kau masih membawa komik-komik itu?" Naruto berkeringat dingin sekarang. Sidak dadakan yang diadakan OSIS HLHS membuatnya merinding.

"Diam dan lihat saja." Sasuke sedari tadi masih sibuk melirikkan matanya keseluruh penjuru lapangan. Saat matanya menangkap helaian pink, ia berjalan pelan mendekati sosok itu.

"Teme! Oi!" Naruto mengikuti langkah Sasuke. Ia memandang heran sahabatnya yang menyalip beberapa siswa dibarisan depan.

"Baka Teme! Apa yang sebenarnya kau lakukan hah?!" Naruto berbisik kesal pada Sasuke yang kini berbaris didepan. Dengan tak rela, Naruto berbaris dibelakang Sasuke. Yang itu artinya sebentar lagi adalah gilirannya untuk disidak.

Sasuke melirik kearah seorang siswi yang berbaris tak jauh darinya. Sakura –siswi itu sedang memperhatikan salah seorang anggota OSIS yang tengah memeriksa tasnya.

"Ini. Kau bisa masuk ke kelasmu sekarang."

Siswa didepan Sasuke telah selesai melakukan pemeriksaan. Sekarang giliran Sasuke. 'It's show time!' batin Sasuke sembari menyeringai licik.

"Hoi Uchiha, kau membawa 3 buah komik eh? Sayang sekali tapi aku akan menyita komikmu ini sementara." Sakura yang mendengar kata 'komik' sontak mengalihkan perhatiannya ke sumber suara itu. Disampingnya, sosok Uchiha Sasuke terlihat tenang saat anggota OSIS itu mengeluarkan 3 buah komik dari dalam tasnya.

"Hn." Sasuke terlihat santai-santai saja saat komiknya dimasukkan ke dalam sebuah box barang sitaan. Toh rencananya berhasil. Dari ekor matanya Sasuke bisa melihat Sakura yang menatapnya penuh arti.

"Tuh kan. Kenapa si Teme jadi idiot begini sih?!" Naruto masih saja menggerutu sebal melihat sahabatnya tertangkap basah membawa komik. Dan hei! Apa-apaan wajahnya itu?

Sasuke melangkah memasuki koridor sekolahnya. Berjalan santai dengan seringai tipis dibibirnya. Dan secara bertahap, seringainya semakin melebar saat-

"Hei!"

-Sakura menepuk bahunya.

'Gotcha!'

"Sasuke-san, komikmu disita ya?" Sakura prihatin. Sasuke bersorak gembira dalam hati.

"Hn." Sasuke mengangguk lemah. Sok lemah tepatnya. Dengan wajah agak datar sedikit murung, ia menatap Sakura yang kini tampak sedang berpikir.

"Ah! Komikku juga pernah disita dulu. Tapi aku berhasil mengambilnya lagi. Um.. bagaimana jika kita mengambilnya diam-diam? Aku tak tega melihat komik-komik itu berakhir mengenaskan di ruang OSIS!" Sakura menatap Sasuke dengan pandangan mata membara. Mencoba menguatkan Sasuke yang terlihat sedih dimatanya.

"Bagaimana kau melakukannya?" Sasuke mati-matian menjaga nada suaranya agar sesuai dengan ekspresi wajahnya saat ini.

"Hehe.. sebenarnya aku punya kunci ruang OSIS dan ruang penyimpanan. Aku membuat kunci cadangannya saat Sasori-kun tak sengaja meninggalkan kunci aslinya di rumahku." Sakura berbisik pelan menjelaskannya pada Sasuke. Setelahnya, gadis itu terkikik lucu. Membuat sudut bibir Sasuke berkedut menahan senyum.

"Hn." Sakura sedikit mengerutkan alisnya melihat Sasuke yang sekarang terlihat cuek. Tapi tak lama kemudian, gadis itu tersenyum lebar. Membisiki Sasuke tentang rencananya untuk menyelinap masuk ke ruang OSIS dan menyelamatkan komik-komik tak berdosa itu.

'Ini demi kelangsungan hidup komik-komik berharga di ruang OSIS!'

.

.

.

.

"Baiklah anak-anak sekarang sensei akan membahas PR kalian."

"Sensei, saya ingin ke UKS." Naruto terkaget melihat Sasuke yang tiba-tiba berdiri. Responnya tak jauh berbeda dengan Asuma-sensei yang menaikkan sebelah alisnya melihat salah satu siswanya itu.

"Ada apa denganmu Uchiha-san?" Asuma meneliti wajah tampan siswanya itu. Bibir Sasuke sedikit pucat dan tampak kering. Tetapi wajahnya masih terlihat datar.

"Kepalaku pusing." Sasuke mengernyitkan dahinya. Berakting seolah dirinya tengah kesakitan.

"Aa. Silahkan pergi ke UKS."

"Teme! aku ik-" Sasuke diam-diam menunjukkan jari tengahnya pada Naruto. Membuat pemuda pirang itu merengut sebal melihat 'kode' dari sahabatnya.

.

.

.

.

"Sensei!"

"Ya, Haruno-san, ada apa?" Kurenai berbalik dan tersenyum tipis membalas panggilan salah satu siswi dikelasnya.

"Ano, bolehkah aku pergi ke UKS? Perutku nyeri. Kau tahu maksudku kan, sensei?" Sakura memandang penuh harap pada Kurenai yang tengah mengajar dikelasnya.

"Aku mengerti. Kau bisa pergi ke UKS." Sakura langsung saja berterimakasih pada Kurenai. Dengan wajah lemas dan lengan yang menempel diperutnya, ia berjalan sedikit tertatih-tatih meninggalkan kelasnya.

Sakura tak lagi berjalan layaknya orang sakit saat ia sudah berada jauh dari kelasnya. Dengan langkah cepat tanpa suara, ia pergi menuju kantin yang kebetulan searah dengan UKS.

Emerladnya bergulir menatap seisi kantin. Dengan cepat, ia melangkah mendekati Sasuke yang tengah berdiri di pojok kantin.

"Ayo kita bebaskan komikmu dari ruang OSIS Sasuke!"

.

.

Cklek

Srett

Sakura menatap puas kunci cadangan dalam genggamannya. Pintu ruang OSIS didepannya berhasil terbuka.

Sakura memasuki ruang OSIS diikuti oleh Sasuke yang berjalan tenang dibelakangnya. Matanya mencari-cari pintu ruang penyimpanan yang beberapa waktu lalu sempat ia masuki.

"Ah! Itu dia." Sakura menarik pelan tangan Sasuke menuju pintu ruang penyimpanan. Sasuke sedikit tersentak saat tangan lembut Sakura memegang lengannya.

"Yang mana kuncinya ya. Um.. Gotcha!" Sasuke mengamati Sakura yang dengan teliti memasukkan kunci cadangannya pada lubang kunci pintu ruang penyimpanan didepan mereka.

Cklek

Srettt

"Ayo Sasuke!" Sasuke mengikuti Sakura dalam diam. Jantung bungsu Uchiha itu berdetak kencang.

"Judul komikmu apa Sasuke?" Sakura tampak kebingungan melihat setumpuk komik dari berbagai judul yang berada di lemari penyimpanan itu. Sasuke menyeringai dalam diam.

"Kuroko no Basuke." Sakura dengan cepat menatap Sasuke dengan mata berbinar. Itu komik favoritnya!

"Kau menyukainya? Oh kukira hanya aku yang menyukainya disekolah ini. Kalau kau mau kita bisa menonton animenya bersama-"

"Cepat Sakura." Sebenarnya Sasuke tak ingin memotong ucapan Sakura. Hanya saja, ia tak ingin terlalu kelihatan 'tergoda' didepan gadis itu.

"Hehe.. gomen Sasuke. Ngomong-ngomong rambutnya Midorima dalam komik itu mirip denganku ya?" Sakura menatap lekat Sasuke. Menunggu jawaban dari pemuda itu.

"Hn." Sasuke mengangguk asal. Sejujurnya, ia tak tahu siapa yang dimaksud oleh Sakura.

"Nah, ini dia. Sekarang ayo kita per-"

"Sakura." Bukan. Sekarang bukan Sasuke yang memotong ucapannya.

"Sa-saso-kun. Haha aku bisa jelaskan." Sakura menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba terasa gatal. Sasori benar-benar terlihat menyeramkan dengan mata hazel sayunya yang menajam.

"Jelaskan." Sakura meneguk ludah. Sasori sudah berbicara sebegitu dinginnya pada Sakura. Ia pasti marah. Tentu saja.

"Um, aku hanya mencoba mengambil kembali apa yang menjadi milikku. Yah seperti i-itu." Sasuke menaikkan sebelah alisnya. Milikku? Bukankah komik itu milik Sasuke? Apa gadis itu tengah berbohong untuk menyelamatkannya?

"Jangan bohong. Kau tidak pernah membawa komik kesekolah semenjak sidak pertamamu. Lagipula kau bisa menonton animenya dilaptopmu." Skak mat. Sakura tidak bisa lagi mengelak. Dengan tampang memohon, Sakura berkata, "Ijinkan komik ini bebas ne? ini memang bukan milikku. Tapi milik Sasuke. Tapi kau tahu kan aku tak tega membiarkan komik ini berada disini?"

Sasori menatap Sasuke tajam. Alaram bahaya mulai berdentang diotak pemuda bersurai merah itu.

"Jadi kau melawanku dan peraturan sekolah demi orang itu?" Sasori berucap pelan. Berusaha mancegah emosinya agar tidak meledak.

"Sebenarnya bukan demi Sasuke. Tapi demi komik ini." Sakura berucap polos. Membuat Sasuke gemas sekaligus membuat Sasori melepaskan emosinya.

"Sama saja! Kau ini kenapa sih? Kenapa kau tak pernah peka akan keinginanku dan selalu saja mementingkan hobimu itu?!" Sasori memegang kedua bahu gadisnya erat. Memandang tajam kedua emerald yang membulat kaget dihadapannya.

"Bu-bukan begitu. Aku hanya ingin kau menyukainya sehingga kita dapat menikmatinya bersama. Hanya itu.." Sasori melepaskan cengkramannya pada bahu Sakura. Pemuda itu mengusap wajahnya frustasi.

"Kembalilah ke kelasmu Sakura. Dan kau Uchiha, aku membebaskanmu kali ini."

Brak

"Sasori-kun.."

.

.

.

.

"Teme!"

"Oi Teme!"

"Sasu-Teme!"

"Hn." Naruto memandang sebal Sasuke untuk yang kesekian kalinya. Sahabat ravennya itu tampak melamun semenjak kembali dari UKS. Tapi yang ia herankan adalah, bagaimana bisa komik yang pagi tadi disita kini sudah kembali ke genggaman Sasuke?

"Bagaimana caranya kau mendapatkan kembali komikmu?" Sasuke diam sejenak. Enggan mengalihkan pandangannya pada Naruto yang berada disampingnya. Sekarang sudah pukul 4 sore. Yang artinya sudah jam pulang sekolah. Tapi sejak tadi Sasuke tak beranjak dari kelasnya.

"Sakura membantuku mengambilnya." Naruto terkejut mendengar perkataan Sasuke.

"Bagaimana bisa?" Sasuke mendesah lelah. Naruto benar-benar cerewet.

"Aku sengaja membawa komik agar aku bisa berinteraksi dengannya. Jangan bertanya lagi." Naruto memilih diam dan mengikuti Sasuke berjalan keluar dari kelas mereka. Koridor sekolah tampak sepi. Kelas mereka yang berada didekat kantin membuat mereka selalu melewati kantin.

"Hiks.. hiks.." Telinga Naruto menangkap suara isak tangis. Dengan gemetar, ia mencolek lengan Sasuke yang lagi-lagi tengah melamun.

"Sa-sasu-su-ke." Sasuke memandang heran Naruto yang tampak pucat. Lelaki itu sudah memanggilnya 'Sasuke', pasti ada yang salah dengannya.

"A-ada suara perempuan yang sedang menangis." Sasuke menajamkan pendengarannya. Samar-samar ia bisa menangkap suara tangisan perempuan dari arah kantin.

"Hoi! Kau mau kemana?!" Naruto dilema. Ikut Sasuke menuju suara misterius itu atau pulang sendiri menyusuri koridor sekolah yang sepi dan gelap?

"Tunggu aku Te-teme!" dan ia memilih opsi pertama.

.

.

Sasuke terpaku saat menemukan sesosok gadis berambut pink sepunggung tengah menelungkupkan kepala diatas lipatan tangannya di salah satu meja kantin. Bahu gadis itu bergetar pelan.

"Hiks.. hiks.."

"Sakura?" Sasuke memanggil gadis itu yang ia yakini sebagai Sakura. Perlahan, ia mendekatinya dan duduk disamping gadis itu.

"Sa-sasuke? Huaaaaa.. hiks.. hiks.." Sasuke diam membeku saat tiba-tiba Sakura memeluknya erat. Kepala gadis itu bersandar di dadanya. Membuat seragamnya basah oleh air mata Sakura.

"Syukurlah. Kukira kau hantu, Sakura-chan." Sasuke menendang Naruto yang ada didepannya. Si pirang itu seenaknya sekali kalau berbicara.

"Ittai! Baka-Teme!"

"Diam kau Naruto!"

"Sakura!"

Sasuke dan Naruto memandang Sasori yang berlari mendekati mereka. Tanpa aba-aba, ia melepaskan pelukan Sakura pada Sasuke dan gantian memeluk gadis itu.

"Hei!" Sasuke berujar tak terima. 'Enak saja si kepala merah itu merebut Sakura dari pelukanku.' batin Sasuke kesal memandang Sasori yang menatapnya tajam.

Um, bukankah kau yang berusaha 'merebut' Sakura dari pelukan Sasori eh, Sasuke?

"Biarkan aku yang menenangkannya! Ia pasti begini karena pertengkaran kami tadi! Sebaiknya kau menjauh saja!" Sakura yang merasa tak nyaman dipeluk oleh Sasori yang sedang meneriaki Sasuke berangsur melepaskan pelukannya pada pemuda merah itu.

"Dia mati.."

Sasori mengernyit mendengar gumaman rendah Sakura.

"Siapa yang mati?"

"Salah satu tokoh anime favoritku.." Sakura berbicara dengan pelan. Mencoba meredam getaran dalam nada suaranya.

"Lalu?" Sasori tak mengerti. Ketika ia bertanya, Sakura malah menangis semakin keras. Gadis itu bahkan sesenggukan sekarang.

"Semua tak akan terlihat sama lagi.. Huaaaa.. hiks.. hiks.." Sakura memukul-mukul dada Sasori. Pemuda merah yang tengah mencari titik terang dari masalah ini itupun melepaskan pelukannya pada Sakura dan memandang gadis itu lekat.

"Jadi kau menangis karena salah satu tokoh anime favoritmu mati?" Sakura mengangguk pelan. Sasori melanjutkan pertanyaannya dengan geram.

"Bukan karena pertengkaran kita di ruang OSIS tadi?" Cukup sudah. Sasori memandang Sakura dengan berbagai macam emosi saat pemuda itu melihat anggukan lemah dari Sakura yang menjawab semua pertanyaannya.

"Argh! Kuso! Lagi-lagi hobimu itu yang kau pentingkan!" Sasori mulai marah-marah. Merasa kecewa, sedih, jengkel, dan sebagainya. Sakura membuatnya merasa bersalah dan frustasi karena pertengkaran mereka tadi. Dan sekarang? Hell yeah bahkan gadis itu bukan menangisi hubungannya dengan Sasori! Apa ia tak memikirkan hubungan mereka?

"Kita putus saja." Sasuke dan Naruto terbelalak kaget mendengar gumaman pelan Sakura.

'Sakura minta putus? Asik!'

'Sakura-chan minta putus? Kasihan Sasori.'

'Sakura minta putus? Sial'

"Kita putus saja Sasori-kun. Maaf bukannya aku tak peka atau tak memikirkan hubungan kita. Aku tahu kau tak nyaman dengan hobiku. Aku peka terhadap semua kode yang kau berikan. Aku hanya mencoba untuk membuatmu menyukai hobiku. Aku pikir kita bisa menikmatinya bersama. Dan juga, untuk hubungan kita. Aku pikir bukan hal yang bijak jika aku terus mengikatmu denganku saat kau merasa tak nyaman berada disisiku."

Sasori terperangah mendengar semua ucapan Sakura. Ternyata, selama ini Sakura hanya mencoba membuat Sasori nyaman tanpa harus membuat dirinya sendiri merasa tak nyaman. Sakura hanya ingin mereka berdua menikmati waktu bersama dengan cara yang berbeda. Yaitu menonton anime atau membaca manga bersama. Hanya itu.

Perlahan Sakura mengangkat kepalanya yang sedari tadi tertunduk. Memandang Sasori dengan senyum kecil dibibirnya.

Sasori memandang gadis itu dengan pandangan menyesal. Sakura tak secuek pikirannya. Menjadi penggemar anime membuat gadis itu berpikir lebih dewasa. Sasori telah mengenal Sakura sejak lama. Sejak gadis itu belum menjadi penggemar anime seperti sekarang. Jika dibandingkan dengan Sakura yang dulu dan gadis-gadis seumurannya, Sakura yang sekarang lebih dewasa dan mandiri. Ia juga baru menyadari jika gadis itu lebih sabar sekarang. Padahal ia beberapa kali mengeluhkan hobi gadis itu. Tapi Sakura dengan sabar selalu memberinya pengertian.

"Sakura, maaf aku-"

"Douita, aku memaklumimu Sasori-kun. Salahku juga karena terlalu memaksakan dirimu. Gomen." Sakura menunduk. Berbalik pelan lalu melangkah meninggalkan kantin.

"Sakura! Aku tak ingin putus darimu!" teriakan Sasori menghentikan langkahnya. Sakura kembali berbalik. Memandang Sasori sekilas, kemudian beralih memandang Sasuke yang juga sedang menatapnya.

"Maaf Sasori. Aku tak ingin menyakitimu lebih dari ini. Ada seseorang yang menyukaiku dan ia rela membeli komik favoritku demi bisa mendapat perhatianku. Meski aku tahu itu hanya pura-pura. Tapi.. aku tahu ia menyukaiku apa adanya."

Sasuke menegang. Apa yang Sakura maksud adalah dirinya?

"Aku menunggunya."

Dan setelah itu, Sakura benar-benar pergi meninggalkan ketiga pria itu dengan pikirannya masing-masing.

.

.

.

.

2 tahun kemudian

"Sakura, kau masih menyukai chara anime berambut merah?" Sakura yang tengah memasukkan bukunya ke dalam tas mengalihkan atensinya kearah seorang pemuda yang kini tengah memandangi laptopnya.

"Memang kenapa?" Lelaki itu menunjuk layar laptop Sakura yang menampilkan wallpaper seorang lelaki berambut merah yang memakai seragam basket.

"Yah, aku masih menjadi fangirlnya, Sasuke-kun." Sasuke –pemuda itu mengangguk pelan. Pemuda raven yang kini telah menjadi kekasih Sakura itu berdiri. Memeluk kekasihnya yang tengah sibuk membereskan buku di meja.

Mereka sudah menjalin hubungan selama hampir 2 tahun lamanya. Sakura yang seorang fangirl sangat setia padanya. Tentu saja, gadis itu lebih suka menyibukkan diri dengan menonton anime favoritnya daripada tebar pesona kesana kemari. Tapi bukan berarti hati Sasuke bisa tenang. Serangga merah sialan –sebut saja Sasori- itu masih belum rela melepas Sakura. Sasuke dan Sasori masih sering terlibat pertengkaran kecil meski sekarang mereka berada di fakultas yang berbeda.

"Kenapa Sasuke-kun?" Sakura tersenyum manis memandang Sasuke dari balik bahunya. Ia suka pelukan lelaki itu. Semenjak kejadian di kantin HLHS 2 tahun silam, esoknya Sasuke langsung menghampirinya dan menyatakan cinta padanya. Awalnya Sakura kaget, ia tak langsung menerima Sasuke. Setelah beberapa bulan Sasuke menunjukkan keseriusannya, akhirnya ia menerima Sasuke.

"Hei, aku masih tak menyangka kau bisa tahu jika aku menyukaimu. Padahal kita sama sekali tidak akrab dulu." Sasuke berujar pelan. Jujur, sampai sekarang ia masih bertanya-tanya bagaimana bisa kekasihnya sepeka itu pada perasaannya.

"Menjadi seorang fangirl haruslah peka Sasuke-kun. Dari caramu menatap dan berbicara padaku, aku sudah tahu kalau kau menyukaiku. Aku mempelajarinya dari beberapa anime yang kutonton. Dan juga, aku tidak akan membiarkan seorang asker anonymous menyatakan cinta padaku begitu saja."

"Itu Naruto yang melakukannya. Bukan aku." Sakura tertawa kecil. Ia mengangguk paham.

"Ya, Naruto sudah mengaku dulu. Tapi ia juga memberitahuku jika kau benar-benar menyukaiku. Bahkan kau sering menstalk akunku kan?" Sasuke mendengus kesal. Sakura masih saja mengingat kejadian memalukan itu.

"Dan kenapa kau tahu jika aku hanya berpura-pura menyukai manga favoritmu?" Sakura menahan tawanya saat Sasuke kembali bertanya.

"Kau ingat saat aku menanyakan pendapatmu mengenai rambutku yang mirip dengan rambut Midorima dalam komik Kuroko no Basuke itu?" Sasuke mengangguk polos. Sakura cekikikan kecil melihatnya.

"Sasuke-kun, rambut Midorima itu hijau. Bukan merah muda sepertiku. Kau tahu? Kau terlihat seperti orang bodoh saat itu."

Tik

Tik

Tik

"SAKURAA!"

"Kyaaaaa!"

.

.

.

.

-FIN(?)-

.

.

.

.

Omake

"Mama! Lihatlah! Renji Abarai tampan sekali~" Sakura menghampiri putrinya yang memekik pelan. Melihat ibunya yang mendekat, ia segera menunjuk-nunjuk layar laptopnya.

"Benar kan, Mama? Rambut merahnya itu sangat keren!" Sakura mengangguk antusias.

"Kyaaa~"

Sasuke yang sedang menonton televisi mengernyit heran mendengar istri dan anaknya yang tengah cekikikan. Kedua mahkluk berjenis kelamin perempuan itu menatap layar laptop dengan mata berbinar-binar.

"Apa yang kalian lakukan?" Sasuke berjalan mendekati istri dan anaknya. Matanya membulat melihat apa yang tengah mereka tatap dengan kagum itu.

'Jangan lagi.'

"Papa! Renji Abarai keren sekali! Aku suka rambutnya!" Sarada –anaknya menggeser laptopnya kearah Sasuke. Berusaha memperlihatkan tokoh anime favoritnya pada ayahnya itu.

"Sakura, apa kau yang mengajarkannya?" Sasuke memandang suram istrinya. Sakura yang ditatap seperti itu menggeleng cepat.

"Bukan! Sepertinya sifat fangirlku akan menurun padanya. Lihatlah, bahkan kami sama-sama menyukai chara anime berambut merah!" Sakura tersenyum lebar melihat anaknya yang kini berbinar menatapnya.

"Benarkah mama?" Sarada memekik girang mendengar ibunya memiliki hobi yang sama dengannya. Sementara Sasuke, ayah muda itu mendengus kesal.

"Apa harus aku mengubah warna rambutku menjadi merah?" Sarada terdiam. Membayangkan sebentar wajah ayahnya jika memiliki rambut berwarna merah.

"Jangan! Papa akan terlihat seperti Nagato-sensei!" Sasuke mengernyit. Siapa lagi itu?

"Siapa itu?"

"Dia salah satu sensei disekolahku, Papa! Rambutnya seperti Papa, tapi warnanya merah. Ah! Ia juga gemar sekali mendekati Mama!" Perempatan siku terukir indah di dahi Sasuke. Siapa lagi serangga merah yang akan mendekati istrinya sekarang?

"Sarada, mulai minggu depan kau pindah sekolah."

"Hah?!"

.

.

.

.

-Really FIN-

Huaaa maafkan author yang malah membuat side story gaje ini! Buat yang minta sequel, ini sudah termasuk kan? *diinjek

Maafkan segala kenistaan dan keOOCan karakter dalam fic ini huhu. Author ingin menampilkan sisi lain dari Sakura yang seorang fangirl. Mungkin agak gak nyambung sama cerita GAFMWnya. Tapi disini author mau nunjukin gimana Sakura pas remaja. Disini gak ada unsur nge-bashing loh ya.

Ohiya terimakasih untuk para reader yang sudah mereview, memfavoritkan, dan memfollow fic Go Away From My Wife! Author harap fic ini tidak mengecewakan kalian.

Arigatouuu~

Rnr?