Go Away From My Wife!

Author : Banneyo

Disclaimer : Naruto belong to Masashi Kishimoto!

Pair : Uchiha Sasuke x Haruno (Uchiha Sakura) / Slight (Gaasaku)(Sasosaku)

Genre : Romance, lil bit Humor

Rated : T +

WARN! : OOC, Typo, DLDR! Dilarang mengcopas tanpa seijin author.

Happy Reading~

.

.

.

.

"Sasuke-kun! Cepat turun, ayo kita sarapan!" Teriakan bernada lembut itu membuat sesosok pria tampan mendengus kesal. Tanpa ada niat untuk turun kebawah, ia malah mendudukkan dirinya ditepi ranjang sembari membuka jas dan sampul dasinya yang sebelumnya telah terikat rapi.

"Sasuke-kun! Nanti kita telat!" Sasuke menyeringai mendengar teriakan Sakura Uchiha –istrinya yang kedua kalinya pagi ini.

'3.. 2.. dan.. 1' Alisnya mengernyit kala hitungan mundurnya berakhir. Ia menajamkan pendengarannya. Berharap bahwa hitungannya terlalu cepat.

Tidak.

Tak ada suara derap langkah kaki menaiki tangga menuju kamar mereka –kamar Sasuke dan Sakura.

"Dasar tidak peka." Gumam Sasuke sedikit merengut. Tanpa mengubah ekspresinya itu, ia melangkah keluar meninggalkan kamarnya. Menuju lantai bawah dimana sang istri tengah sibuk menata makanan di meja makan mereka.

"Kau belum selesai berpakaian, Sasuke-kun?" Sakura menaikkan sebelah alisnya saat melihat suaminya menuruni tangga dengan dasi dan jas yang tersampir di bahunya. Pria tampan itu terlihat seksi. Tapi tidak di mata Sakura.

"Menurutmu?" ucap Sasuke dengan ketus. Baiklah, jika orang lain yang mendengar nada ketus Sasuke, pasti mereka akan beranggapan jika ia sedang tak ingin diganggu atau sedang marah. Tapi hei, yang diajak Sasuke berbicara adalah Uchiha Sakura, kekasih hatinya sejak empat tahun lalu, sekaligus istrinya sejak 2 bulan lalu.

"Kau ini kenapa sih pagi-pagi sudah merajuk begitu?" Sakura mendengus. Ia mengenal Sasuke. Walau tak dari dalam kandungan seperti sahabatnya Naruto. Setidaknya ia sudah mengenal pemuda ini sejak mereka remaja.

Sasuke hanya diam. Tadinya ada sebuah seringai tipis diwajahnya saat Sakura peka menyadari nada merajuknya. Tapi wajahnya kembali tertekuk menyadari istrinya itu tak cukup peka terhadap apa yang sebenarnya ia inginkan.

"Haah.. baiklah Sasuke-kun. Apapun salahku, maafkan aku ya? Ayo sarapan. Nanti bosku marah padaku." Sasuke mendelik memandang istrinya yang kini tengah menyantap makanannya dengan tenang.

"Dasar. Bosmu mana tega memarahimu." Gerutuan Sasuke cukup terdengar oleh Sakura. Wanita itu memilih tak menanggapinya. Ia tak ingin memperkeruh mood suaminya pagi ini.

Tapi lain Sakura, lain lagi dengan Sasuke. Pria itu malah mendengus kasar saat dirinya merasa diabaikan oleh sang terkasih.

Sebenarnya, yang Sasuke inginkan pagi ini adalah sikap peka istrinya. Dulu, saat mereka masih bertunangan dan tinggal bersama, Sakura pasti menghampirinya ketika Sasuke tak kunjung turun dari kamarnya. Wanita itu seolah punya firasat jika pasti Sasuke belum memasang pakaiannya dengan benar. Tapi sekarang? Ah, sudahlah.

"Sakura, pasangkan dasiku." Sasuke berkata sembari menarik-narik kecil blazer kuning lembut Sakura yang tengah merapikan meja makan. Wanita cantik berusia 25 tahun ini berbalik.

"Kau kan bisa memasang dasimu sendiri Sasuke-kun?" Sakura memandang aneh Sasuke yang senang sekali merajuk padanya akhir-akhir ini. Oh lihatlah tampang menggemaskannya itu saat ia pergi menjauhi Sakura yang menolak permintaannya.

"Aku tunggu di mobil." Sasuke berjalan pergi menuju pintu utama rumah mereka sembari memasang dasi dan jasnya sendiri. Ya, sendiri. Tanpa dibantu oleh tangan lembut Sakura.

Sasuke segera mengeluarkan mobilnya dari garasi rumah mereka. Mobil Audi hitam milik Sasuke kini menepi didepan gerbang rumah mereka. Menunggu sang istri yang tengah mengunci pintu rumah.

TIN TIN

Sasuke melirikkan matanya kearah spion mobilnya. Genggaman tangannya pada stir kemudi mengerat melihat sebuah Lamborghini Aventador merah berhenti tepat dibelakang mobilnya.

"Ah! Gaara-san, sedang apa kau disini?" Suara Sakura yang memekik kaget melihat salah satu kenalannya itu membuat Sasuke dengan cepat turun dari mobilnya.

"Aku berniat menjemputmu. Baki bilang kau belum tiba di kantor." Sasuke memasang telinganya baik-baik mendengar perkataan manusia berkepala merah yang kini tengah berbincang dengan istrinya itu. Sasuke semakin memperlebar langkahnya.

"Tak usah menjemputnya. Dan jangan memprotes ucapanku!" Sasuke menekankan perkatannya saat melihat gelagat pria bersurai merah semerah mobilnya itu yang hendak melancarkan argumennya. Dengan emosi, Sasuke menarik pergelangan tangan Sakura.

"Sasuke-kun, aku ikut Gaara-san saja. Bukankah kantormu berbeda arah dengan kantorku? Nanti kau telat." Sasuke berbalik memandang tajam Sakura yang balik menatapnya polos.

"Oh, jadi kau lebih suka diantar olehnya daripada denganku?" Sakura mendesah lelah. Suaminya ini seperti seorang gadis labil yang tengah PMS. Sakura saja tak pernah begini jika dalam periodenya.

"Bukan begitu anata, aku hanya tak ingin kau repot. Lagipula Gaara-san sudah terlanjur kemari. Aku tak enak dengannya." Sasuke menggerutu dalam hati. Kekasih hatinya ini memang paling tahu cara membujuk yang paling ampuh. Lihat saja tangan lembutnya yang kini bertengger di pipi tirus Sasuke. Dan oh, jangan lupakan tatapan mata memohonnya itu.

"Hn." Sasuke berbalik menghampiri mobilnya setelah mencium sekilas bibir Sakura. Dengan perasaan tak rela, ia membiarkan istrinya menaiki mobil merah itu, dan duduk dibangku penumpang disamping pria merah yang tengah menyeringai kearahnya. Ya, menyeringai remeh kearahnya.

'Double shit!'

.

.

.

.

"Teme!"

"HOI BAKA TEMEE!"

"APA SIH?!" Naruto berjengit kaget mendengar bentakan Sasuke. Ini memang bukan kali pertama pemuda kuning itu mendapat bentakan dari Sasuke. Tapi ini pertama kalinya pria itu membalas teriakannya dengan sebuah bentakan plus tatapan super tajam. Biasanya, Sasuke akan langsung melemparnya dengan buku jika Naruto sudah berteriak.

"Um.. Maaf menganggumu Teme. Tapi bisakah kau memperlakukan berkas itu dengan baik?" Naruto menunjuk sebuah berkas penuh coretan yang berada digenggaman Sasuke. Sontak, onyx itu membulat melihat berkas berharganya.

"Triple Shit!"

.

.

"Jadi apa masalahmu?" Naruto kembali membuka sesi bincang-bincangnya dengan Sasuke. Mereka kini tengah berkumpul disebuah kafe bersama beberapa temannnya yang lain seperti Sai, Neji, Sasori, dan Shikamaru.

"Pasti karena si jelek." Sasuke hampir saja melempar piring pesanannya ke wajah Sai jika saja piring itu tak direbut oleh Neji.

"Berhenti memanggil Sakura dengan sebutan itu Sai. Ia cukup cantik dan manis menurutku." Sasuke mendelik memandang Sasori yang dengan terang-terangan memuji istrinya.

"Apa? Aku berkata jujur. Jangan lupakan fakta jika aku adalah kekasihnya dulu." Sasori memandang kesal Sasuke. Ia masih tak melupakan kejadian dimana Sasuke merebut Sakura-nya saat SMA dulu. Dan ugh, jangan tanyakan kenapa sekarang ia bisa berteman dengan Sasuke. Bukannya ia sudah merelakan Sakura dengan sepenuh hati, hanya saja memiliki musuh selevel Sasuke itu merepotkan.

"Lebih baik kau menambahkan kata 'mantan' dalam kalimatmu Sasori." Tegur Neji yang dibalas Sasori dengan gumaman seadanya.

"Baiklah, jadi apa yang salah dengan Sakura?" Nah, inilah yang terjadi jika seorang Nara Shikamaru sedang berbicara. Semua mata tertuju pada pria beristri itu.

"Hn." Sasuke masih gengsi. Jelas saja, ia bukan tipe pria yang gemar curhat dengan teman-temannya. Apalagi disini ada 4 orang pria seumurannya yang tengah memandangnya penuh harap. Harapan untuk mendengar keluh kesah seorang Uchiha yang konon katanya penuh rahasia itu.

"Jangan gengsi begitu Sasuke. Sifatmu itu menyebalkan. Bisa-bisa Sakura berpaling-"

"Sakura tidak peka lagi padaku." Sasuke berujar cepat saat mendengar kata 'Berpaling' yang dilontarkan oleh Sasori. Di telinganya, kalimat Sasori itu terdengar ambigu.

Krik

Krik

Krik

"Hahahahah! Rasakan itu Teme!" Naruto tertawa dengan begitu bahagia. Pemuda kuning itu tak menyadari sebuah roti yang melayang mendekati mulutnya yang terbuka lebar.

"Ahaha –Akh Uhuk.. uhuk.." Naruto dengan kalap mengeluarkan roti berukuran cukup besar itu keluar dari mulutnya. Kelakuannya itu mengundang tatapan jijik teman-teman semejanya.

"Sialan kau Teme."

"Kau tak perlu tertawa se-bahagia itu Dobe."

"Hei, tapi itu karma untukmu Teme! Kau lupa bagaimana sikap sok tidak peka-mu pada Sakura-chan dulu?" Sasori mengangguk setuju mendengar perkataan Naruto.

"Dan itu karmamu karena sudah merebut milik orang lain." Timpal Sasori yang membuat emosi Sasuke kembali memuncak melihat surai merah yang sama-sama dimiliki oleh pria menyebalkan yang gemar sekali menganggu Sakura-nya.

"Jangan memanasi Sasuke. Tapi aku cukup setuju dengan Naruto. Mungkin saja itu karmamu." Neji berucap bijak membuat Naruto dan Sasori bungkam. Tangannya terlipat didepan dada seperti seorang ayah yang tengah mengintimidasi anaknya.

"Jangan-jangan Sakura-san sudah jenuh padamu." Awalnya, semua orang -kecuali Sasuke- bernafas lega mendengar Sai tak lagi menyebut Sakura dengan panggilan sayangnya itu. Tapi sekarang, mereka memandang horror pria pucat yang tengah tersenyum aneh itu.

"Manusia punya batas sabar Sasuke." Sai berucap serius sekarang. Tak lagi terlihat bermain-main seperti tadi. Tatapannya pun memancarkan keseriusan kali ini.

"Benar. Jika memang Sakura mulai jenuh, kau harus bersiaga Sasu-"

"Jika tidak, aku akan merebutnya." Kali ini tatapan tajam dilontarkan oleh Neji pada Sasori yang duduk disampingnya. Sementara Sasori kembali menaikkan sebelah alisnya dengan tatapan yang seolah berkata –aku-serius-apa-salahku?-.

"Jangan menganggu moodnya teman-teman." Semua kembali terdiam. Menunggu Shikamaru menyelesaikan ucapannya.

"Aku tak akan bertanya seperti apa bentuk ketidak pekaan Sakura padamu Sasuke. Itu hanya akan membuang waktu. Sekarang, apalagi yang salah dengan Sakura?" Sasuke menghela nafas. Memantapkan niat untuk curhat setelah mendengar pertanyaan Shikamaru.

"Bos merahnya dengan genit mencoba mendekati Sakura-ku." Naruto tergelak memandang tampang Sasuke. Ia kenal ekspresi itu. Ia sudah bersahabat dengan Sasuke sejak dalam kandungan –begitu menurutnya.

"Bos merah? Maksudmu Gaara?" Shikamaru mengalihkan pandangannya kearah Naruto. Ia kenal dengan pria yang dimaksud oleh Naruto itu. Tentu saja, Gaara itu adalah adik iparnya. Adiknya Temari, istrinya.

"Oh jadi sekarang aku akan membicarakan adik iparku sendiri? Bagus sekali. Semoga Temari tak mendengarnya." Bukan tanpa alasan Shikamaru berkata seperti itu. Istrinya sangat menyayangi Gaara. Adik bungsunya. Apapun yang Gaara lakukan, pasti mendapat dukungan penuh Temari. Jika Gaara sampai memberitahu Temari, dirinya pasti akan dipaksa untuk mendekatkan Sakura pada Gaara. Dan jika itu terjadi, Sasuke mungkin akan membunuhnya.

"Apa yang kau pikirkan?" Neji memandang aneh Shikamaru yang tampak menggelengkan kepalanya dengan bulu kuduk yang samar-samar terlihat berdiri.

"Shikamaru kan suami takut istri. Ia pasti membayangkan Temari yang mengamuk jika ia tahu suaminya membicarakan adiknya sendiri." Naruto kini bersusah payah menahan tawanya agar tak meledak mendengar celetukan Sai. Ia tak ingin berakhir mengenaskan ditangan Shikamaru.

"Diam Sai. Aku tak ingin berdebat deganmu sekarang." Shikamaru memandang tajam Sai. Didalam hati, ia sedikit membenarkan perkataan Sai tadi.

"Jadi, Gaara dekat dengan Sakura-chan dan itu membuatmu cemburu?" Sasuke agak sangsi mendengar Naruto menuduhnya sedang cemburu. Ia memilih untuk tak mengelak kali ini.

"Bukan hanya itu. Tadi pagi Sabaku sialan itu menjemput Sakura. Dan istriku itu dengan bodohnya memilih menumpang di mobilnya dengan alasan tak enak dan tak ingin merepotkanku. Padahal aku sudah memberinya 'kode' agar tidak menerima tumpangannya."

"Wow, ini pertama kalinya aku melihat seorang Sasuke berkata panjang lebar dengan ekspresi seperti ini." Sasori menyeringai melihat Sasuke. Ini kali pertamanya melihat Sasuke versi cemburu.

"Kau saja yang tak tahu Sasori. Dulu Sasuke sempat curhat padaku saat berebut Sakura denganmu." Naruto terkekeh melihat Sasuke dan Sasori yang saling bertatapan tajam setelah mendengar perkataanya.

"Si jelek memang hebat. Bisa membuat bos dengan gengsi tinggi macam Sasuke dan adik iparnya Shikamaru bertekuk lutut. Benar-benar jelek."

"Sai!"

Buagh

.

.

Sasuke memandang puas hasil karyanya pada pipi Sai. Ia berhasil meninju wajah pria itu.

"Makanya kau jangan memancing emosi Teme. Sudah kukatakan dari tadi berhenti memanggil Sakura-chan seperti itu. Kau ini menyebalkan sekali sih." Naruto dengan telaten menempelkan gelas minuman dinginnya dipipi Sai yang membiru.

"Lagipula, kenapa kau tak meminta Sakura berhenti menjadi sekretaris Gaara dan menjadi sekretarismu saja Sasuke?" Sasuke menghela nafas lelah mendengar pertanyaan Neji.

"Aku sudah pernah memintanya. Tapi ia menolak dengan alasan Kakashi lebih hebat darinya untuk menjadi sektretarisku." Neji mengangguk paham. Benar juga sih, kalau Sakura yang jadi sekretarisnya Sasuke, bisa-bisa Sasuke tidak fokus-

"Heh, Sakura kan pintar. Pasti dia berpikir jika kau akan melakukan hal mesum padanya sepanjang hari. Mana mau dia." Sasori mendengus remeh. Dalam hati merasa bangga pada Sakura-nya yang cerdas

"Sasori!"

Buagh

.

.

Oke, Sasori adalah korban tinjuan Sasuke yang kedua hari ini. Sekarang pemuda merah itu tengah melakukan hal yang sama dengan Naruto. Menempelkan gelas dingin di pipinya.

"Mendokusai. Aku tahu kau butuh saran Sasuke. Tapi aku tak memilikinya." Shikamaru bersandar pada sofa empuk di kafe ini. Ia mengalihkan pandangannya keluar jendela disamping meja mereka.

"Sasuke. Sakura suka anak kecil kan?" ucapan Neji mengundang atensi Sasuke. Pria tampan itu mengangguk kecil meng-iya-kan ucapan Neji.

"Berikan saja dia anak kecil. Aku yakin ia tak tega meninggalkannya demi sebuah pekerjaan." Sasuke menyeringai senang. Ia paham maksud Neji.

"Benar juga. Kau juga bisa mempengaruhinya agar berhenti bekerja dengan alasan merawat anak itu Sasuke. Bukankah itu yang kau inginkan sejak kalian menikah?" Sasuke melebarkan seringainya mendengar perkataan Shikamaru. Sejak menikah, ia memang meminta Sakura untuk berhenti bekerja sebagai sekretaris. Tetapi wanita itu menolaknya dengan dalih ia akan mati kebosanan di rumah jika tidak bekerja.

"Dengan begitu, tak ada celah bagi Gaara untuk mendekati Sakura-chan, Teme!" Naruto mengangguk setuju, diikuti oleh Sai yang kini mengambil alih gelas minuman milik Naruto dipipinya.

'Benar, dan Temari tak akan tega menyuruhku membantu Gaara mendekati Sakura yang sudah bersuami dan memiliki anak.' Shikamaru menyeringai. Membatin senang dalam hatinya.

"Baiklah! Aku akan membuat baby dengan Sakura!"

"Hei! Apa-apaan itu! Kau sudah merebut Sakura dariku dan sekarang kau bahkan akan membuat bayi dengannya?!" Sasori menunjuk wajah Sasuke. Ia tak terima dengan keputusan Sasuke itu. Sasuke sudah membuatnya menjomblo sampai saat ini karena pria itu telah merebut Sakura darinya. Dan bahkan sekarang mereka akan membuat bayi? Hell No! Ia masih tak rela melepas Sakura pada Sasuke.

"Sudahlah Sasori. Masalah kau tak memiliki pasangan itu adalah salahmu sendiri. Makanya cepat move on dari Sakura-chan. Lihatlah aku, aku sudah memiliki seorang istri dan anak yang lucu sekarang." Sasori memutar bola matanya malas dan kembali berkutat dengan pipi lebamnya. Tentu saja Naruto bisa melakukannya. Sakura bahkan tak pernah menerima ajakan kencan Naruto.

"Cih."

"Hn."

.

.

.

.

Tap Tap Tap

Sesosok wanita bersurai merah jambu melangkah anggun mengekori seorang pria bersurai merah didepannya. Tangan kanannya membawa beberapa map dan tangan kirinya menjinjing tas berwarna hijau muda.

"Sakura, berjalanlah disampingku." Gaara –pemuda merah yang sejak tadi berjalan didepan Sakura menghentikan langkahnya. Memandang hangat wanita cantik yang merangkap sebagai sekretarisnya itu.

"Tapi Gaara-san-"

"Uchiha tak akan senang memandang istrinya berjalan dibelakangku seperti seorang asisten." Sakura menaikkan sebelah alisnya. Bukankah tugasnya memang sebagai seorang asisten?

"Baiklah." Gaara tersenyum tipis saat Sakura berjalan berdampingan dengannya. Ia bisa melihat beberapa pasang mata memandang kagum kearah mereka. Sakura terlihat cuek dan kembali melangkah anggun memasuki gedung Uchiha Corp.

"Selamat datang Sabaku-sama." Sasuke yang mendengar ucapan Kakashi sontak mengalihkan pandangannya. Ia melihat Gaara dan Sakura yang berjalan berdampingan memasuki ruang rapat perusahaannya.

Ia memandang tajam Sakura yang tersenyum manis kearahnya. Wanita itu sama sekali tak menyadari aura Sasuke yang tampak suram. Oh Sakura, sepertinya gagasan Gaara tadi berbanding terbalik dengan keinginan Sasuke. Matilah kau.

"Sasuke-sama, rapatnya akan dimulai." Seruan Kakashi –sekretarisnya memaksa Sasuke untuk berhenti menatap tajam istrinya yang sangat tidak peka itu. Selama rapat, Ia masih saja menatap Sakura dan Gaara yang kini duduk didepannya. Berseberangan dengan tempatnya sebagai pemimpin rapat.

Ia beberapa kali memergoki Gaara yang curi-curi pandang kearah istrinya. Ia bisa menebak modus apa yang dipakai Gaara untuk mencuri perhatian istrinya. Pasti semacam 'Sakura, bisakah kau mencatatnya?' atau 'Sakura tolong ambilkan aku map itu'. Cih dasar. Kenapa sih, kisah cintanya selalu dihinggapi pria bersurai merah?

"Baiklah, sekian rapat hari ini. Terimakasih." Suara Kakashi yang menutup rapat membuat Sasuke melangkah cepat menghampiri istrinya yang terlihat sedang berbincang ringan dengan Gaara.

"Sayang." Sakura memalingkan pandangannya dari Gaara. Ia bisa melihat sosok Sasuke dibalik tubuh tinggi tegap Gaara. Ia memandang heran suaminya yang kini tengah tersenyum manis kearahnya. Apalagi tadi pria itu memanggilnya 'sayang'.

"Ada apa Sasuke-kun?" Sasuke mencoba untuk mempertahankan ekspresinya mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut istrinya. Apa-apaan istrinya itu? Seharusnya ia bertanya dengan nada perhatian, bukannya dengan nada aneh seperti itu.

"Sakura, aku sedang tidak enak badan." Sasuke berucap lemah. Ralat. Pura-pura lemah. Sasuke sudah membuang sedikit ego-nya demi berakting seperti ini didepan Gaara.

"Lalu? Kau bisa meminta Kakashi-san untuk mengantarmu pulang." Gaara menyeringai remeh memandang Sasuke yang sekilas memandang sebal ke arah Sakura.

"Ugh, Kakashi sibuk. Lagipula kau Istriku, sayang. Kau harus merawatku." Sasuke masih berusaha mempertahankan aktingnya. Ia menekakan kata 'istri' pada kalimatnya. Mencoba menyadarkan Gaara bahwa ia tengah bersama dengan seorang wanita bersuami.

"Tapi anata, aku masih ada kerjaan. Tapi aku janji pulang cepat ne? Ah! Kakashi-san!" Sasuke mendelikkan onyxnya mendengar Sakura memanggil Kakashi. Gawat, rencananya bisa kacau. Ia tak sempat memberitahu sekretarisnya itu soal rencananya.

"Ada apa Sakura-sama?" Kakashi membungkuk sopan saat menghampiri Sakura. Wanita itu selalu menolak jika Kakashi berlaku formal padanya. Ia pasti akan mengakatan 'Ah kau tak perlu seformal itu padaku' atau 'Aku bukan atasanmu. Kita sama-sama sekretaris' pada Kakashi.

"Bisa aku minta tolong padamu untuk mengantar Sasuke-kun pulang dan merawatnya? Ia sedang tak enak badan. Tapi kudengar kau sibuk, um bisakah kau menunda tugasmu sebentar?" Sakura berucap panjang lebar. Berusaha membujuk Kakashi yang memandangnya heran sekaligus terkejut.

"Ah! Benarkah itu? Aku sama sekali tak-"

"Tidak bisa Sakura. Hanya Kakashi yang bisa menyelesaikan tugas itu." Kakashi terdiam saat Sasuke memotong ucapannya. Tatapan tajam Sasuke sudah cukup untuk membuatnya mengerti. Bosnya ini sedang berakting rupanya.

"Tapi-"

"Aku akan meminta ijin pada bosmu." Sasuke melirik Gaara. Memberi pandangan seolah meminta padanya untuk mengijinkan istrinya pulang cepat hari ini.

"Terserah Sakura saja." Gaara menghela nafas. Berhadapan dengan Uchiha itu pasti akan memakan waktu yang lama. Dan dia cukup sibuk hari ini. 'Biarlah. Untuk hari ini saja kan?' batin Gaara.

"Baiklah, ayo Sasuke-kun. Terimakasih dan maaf Gaara-san." Sakura berjalan disamping Sasuke. Meninggalkan Gaara yang memandang kesal kearah sepasang suami-istri itu saat tangan Sasuke dengan posesifnya merangkul pinggang Sakura.

"Sialan." Kakashi yang sedari tadi memandang ketiga orang itu hanya terkekeh kecil. Ia masih bisa mendengar gumaman kesal Gaara yang berdiri tak jauh darinya.

"Ada-ada saja."

.

.

.

.

Sakura memandang aneh suaminya yang tampak segar bugar setelah mereka sampai dirumah mereka. Sasuke kini sedang membuka jas dan dasinya dengan semangat. Sementara Sakura, wanita itu terduduk ditepi ranjang atas perintah suaminya.

"Kau benar-benar sakit tidak sih, Sasuke-kun?" Sasuke memandang Sakura dengan seringainya saat pertanyaan terlontar dari bibir istrinya itu.

"Apa?" Sakura menaikkan sebelah alisnya. Menatap Sasuke yang masih saja menyeringai tanpa berniat untuk membalas perkataannya.

"Sakura." Sasuke beringsut mendekati istrinya. Ia bertelanjang dada sekarang.

"Ada apa Sasuke-kun?" Sakura agak merona saat Sasuke yang tengah bertelanjang dada mememluknya erat.

"Ih Sasuke-kun!" Sasuke menyeringai licik mendengar seruan panik istrinya saat ia mengecup pelan leher dan bahu Sakura.

"Sakura…" Sakura bergidik merasakan nafas hangat Sasuke di telinganya. Tiba-tiba Sakura merasa dirinya akan kerepotan setelah ini.

"Ayo kita membuat baby."

"Kyaaaaa!"

.

.

.

.

1 tahun kemudian

"Sasuke-kun! Tolong gendong Sarada sebentar!" Sasuke tersenyum senang melihat Sakura yang tengah sibuk mengetik sesuatu di laptopnya. Dengan mood yang luar biasa bagus, ia mengambil alih Sarada dari keranjang bayinya. Tangan bayi berusia hampir 3 bulan itu menggapai-gapai wajah Sasuke.

"Sarada sayang, kau tahu papa senang sekali hari ini." Sasuke menggesekkan hidungnya dengan hidung mungil Sarada. Ia mulai bermonolog ria. Menyampaikan rasa senang atas kemenangan mutlaknya.

Ya, rencana yang dilontarkan oleh teman-temannya setahun lalu berhasil. Tepat setelah Neji menyarankannya untuk memberikan anak pada Sakura, ia langsung melaksanakan rencananya. Dengan sedikit berakting, selesai rapat yang diadakan perusahaannya yang kebetulan mengundang perusahaan tempat Sakura bekerja, ia langsung memaksa Sakura untuk pulang bersamanya. Dan melaksanakan misinya hari itu juga.

Tapi setahun ini ia masih harus bersabar. Gaara masih belum berhenti mendekati istrinya. Sakura juga masih kukuh dengan sikap tidak pekanya. Apalagi Sakura hanya diberi cuti selama 3 bulan setelah melahirkan Sarada –anaknya. Dan sebentar lagi, Sakura seharusnya kembali bekerja. Ya, seharusnya.

Tapi dengan segala otak liciknya, Sasuke mempengaruhi Sakura agar berhenti bekerja dan fokus merawat Sarada. Tentu saja, Sakura tak semudah itu dipengaruhi. Tapi berterimakasihlah pada ibunya dan ibu mertuanya yang ikut serta mempengaruhi istrinya. Dan yah, jadilah saat ini Sakura tengah menulis surat pengunduran dirinya.

"Selesai." Sakura memandang surat itu sekilas. Menghela nafas memantapkan hatinya untuk berhenti bekerja. 'Ini demi Sarada.' batinnya.

"Sasuke-kun, besok antarkan aku kekantor untuk memberikan surat ini pada Gaara-san, ya?" Sasuke menggeleng. Enak saja. Ia tak akan membiarkan Gaara melihat istrinya yang sudah menjadi Hot Mama ini.

"Tidak. Kau diam saja dirumah. Aku yang akan menyerahkannya pada Sabaku." Sakura mengendikkan bahu acuh. Ia tak mempermasalahkan itu, yang penting surat ini sampai di tangan Gaara.

"Sakura." Sasuke menghampiri Sakura. Sarada masih berada dalam gendongannya.

"Hm?"

Cup

"Arigatou Sakura."

Sakura mengerjap pelan. Pipinya merona tipis mendengar nada mesra yang Sasuke lontarkan. Apalagi bibir suaminya itu mengecup lembut bibirnya.

"Kau memberikan tontonan dibawah umur pada Sarada, Sasuke-kun." Sasuke terkekeh mendengar gerutuan Sakura. Wajah malu-malu istrinya sungguh menggemaskan.

Sasuke menyerahkan Sarada kedalam gendongan Sakura. Dengan lembut, ia memeluk erat kedua orang yang dicintainnya itu. Sakura memejamkan matanya dengan senyuman bahagia yang terpatri di bibirnya. Berbanding terbalik dengan Sasuke yang menyeringai penuh kemenangan. Walaupun Sakura masih belum peka seperti saat mereka remaja dulu, setidaknya ketidakpekaan Sakura tidak akan membuat wanita itu menyadari rencana egois Sasuke untuk menjauhkannya dari serangga merah keras kepala itu bukan?

.

.

Sementara itu di Sabaku Corp

"Hm. Besok Sakura kembali bekerja. Ia pasti terlihat seperti Hot Mama sekarang." Sesosok pria tampak memandang pemandangan Kota Tokyo dari balik jendela ruang kerjanya. Tangannya merogoh saku jasnya dan mengambil sebuah smartphone. Ia membuka salah satu aplikasi yang menampilkan sebuah foto. Gaara –pemuda itu menyeringai memandang sosok Sakura yang berdiri berdampingan dengannya didalam foto itu.

"See you tomorrow, Hot Mama."

Ah, maaf Gaara. Tapi bukan Hot Mama idamanmu yang akan kau jumpai besok, melainkan Hot Papa yang akan menemuimu dan membawa kabar buruk untukmu.

.

.

.

.

-FIN-

Yosh! Akhirnya fic ini kepublish. Sebelumnya sih gak ada rencana buat bikin fic oneshot. Tapi, karena kebetulan ada ide yang melintas dan sayang untuk dibuang (?) akhirnya ya jadilah fic gaje ini hehe.

Maaf kalau author ada salah yaa. Author masih baru dan masih butuh bimbingan hehe *senyumlebar

Silahkan sampaikan kritik, saran, atau pendapat readers semua dikotak review dibawah iniii. Arigatouuuu! *kecupmesra

RNR?