Testosterone Attack!

Chapter 11

Naruto © Masashi Kishimoto

magnifiken

.

.

.

Pukul 09.59 waktu Konoha.

Di antara deretan kursi yang berada di dalam jarak 85 meter dari gate, di deretan kursi nomor lima yang memunggungi pintu masuk, disanalah duduk seorang pemuda berambut raven. Uchiha Sasuke namanya, bukan nama lain –bukan Sakeuchi Aoyama atau semacamnya –legal, tertulis di akta kelahirannya.

Sasuke merenung sambil memegang tiket pesawat yang ada di genggamannya. Sekitar seperempat jam lagi dia akan berangkat meninggalkan tanah kelahirannya, mencoba untuk hidup mandiri di negeri orang, meninggalkan keluarga dan sesosok gadis berambut merah muda yang kini mengisi relung hatinya. Sasuke hanya bisa tersenyum pedih mengingat gadis itu, mengingat perpisahan mereka yang tidak berjalan dengan baik.

Bandara memang agak ramai hari ini. Sasuke ingin memasuki gate lebih awal agar terhindar dari antre berkepanjangan. Pemuda Uchiha itu memasukkan tiket ke ransel dan bangkit dari duduknya. Entah ada angin semilir berhembus dari mana, dia merasakan ada dorongan di belakang yang mengakibatkan tekanan turbulensi berpusat pada punggungnya –sontak membuat Sasuke hampir terjengkang ke belakang.

"APA YANG –?" Sasuke mengaduh dan lekas menoleh ke belakang melihat siapa yang sudah mendorongnya. Mata obsidiannya membulat sempurna melihat seorang pemuda berkulit tan dengan baju acak-acakkan dan wajah yang dipenuhi keringat sudah menabok punggungnya dari belakang.

"Naruto?!" pekiknya. "Kalian?!" Sasuke mengedarkan pandangan sekeliling melihat Naruto, Sai, dan Shikamaru ada disitu sambil terengah-engah.

"Kenapa kalian ada disini?!" teriak Sasuke kaget.

"Hosh… Kami mengerjarmuh…" ucap Sai sambil menyeka keringat.

"Sudah… hosh… kubilang kan, kalau… hosh… kita bisa menemukan Sasuke lebih dulu?" Shikamaru menggelepar di lantai.

"Naruto, kenapa ini? Ada apa?" tanya Sasuke panik.

"Sasukeh, hosh… Sakura-chan… Akatsuki… hosh… Sakura-chan sebenarnya –hoah, aku butuh es teh!" pekik Naruto sambil mengipasi lehernya.

Sasuke mengernyit heran. "KENAPA SIH?!" pekik Sasuke tidak sabaran.

"Semua ini gara-gara kau, tahu!" teriak Naruto sambil menunjuk-nunjuk hidung Sasuke.

Naruto berteriak di depan muka Sasuke dengan garang. "Hah! Sakura-chan kabur dari rumahku dan sekarang kami tidak tahu dia sedang berada dimana! Kami pikir dia akan mengejarmu, jadi kami berlari kemari untuk mengejarmu juga! –Lihat, Hinata dan Ino masih jauh belakang sana!—Dan kami berpapasan dengan pasukan kakakmu yang sedang otewe kemari. Dan kami belum menemukan Sakura-chan, for God sake! Lain kali kalau kau memilih teman, pilihlah teman yang tahan banting seperti Arnold Swaswas-negger –sialan, susah sekali namanya!—agar dia bisa kuat iman menghadapi teman silit sepertimu!"

Naruto terengah-engah dengan orasi singkatnya membuat Sasuke terpana dan membuat banyak orang yang berlalu lalang menjadi berhenti.

"Apa katamu?" tanya Sasuke.

"Sakura-chan kabur dari rumahku! Pergi! Gone! Dia tidak bersama kami!"

Sasuke bagaikan tersambar petir. "Dia… tidak kemari kok." kata Sasuke pelan.

"Haish… bocah Uchiha tengik ini." Naruto gemas dengan otak Sasuke yang mendadak macet gak ketulungan. "Bukan itu masalahnya! Kalau kau dilaporkan keluarga Sakura-chan sebagai tuduhan membawa kabur anak orang bagaimana?!"

Sasuke terdiam.

"Oi Sasuke, kita akan memastikan kau pergi ke Otogakure. Kita akan membantumu untuk bisa lolos dari kejaran kakakmu, selama kau berpikir kalau pergi ke Otogakure adalah ide bagus." kata Sai menengahi.

"Kami akan mencari dimana Sakura. Kalau dia kemari, kita akan mengurusnya." ujar Shikamaru sambil tetap menggelepar di lantai –tidak menghiraukan bisikan orang-orang yang berlalu lalang.

"Sekarang, sebelum kakakmu kesini. Cepat masuk ke gate!" usir Naruto. "Kami menyusulmu hanya untuk memberitahumu hal ini. Bisa gawat kalau keluargamu dan keluarga Sakura-chan menemukanmu disini. Bisa-bisa terjadi perang dunia!"

"Eh, iya… iya…" Sasuke masih belum lepas landas dari planet ketololan yang mendera dirinya.

"Cepathz!" Naruto mendorong punggung Sasuke.

"To…Tolong jaga Sakura!" pesan Sasuke.

"Aku tahu! Jangan lupa untuk segera pulang ke Konoha agar aku bisa menghajarmu untuk ini!"

Sasuke meringis.

Apapun itu, Sasuke masih dengan cengo dan setengah berlari ke arah gate. Pikiran tentang Sakura tiba-tiba menguasai otaknya. Bayangan gadis nekat itu kabur dan mengejarnya sampai ke bandara dan kemungkinan akan bertemu dengan kakaknya dan keluarganya –karena Sasuke yakin seribu persen Itachi pasti akan mengabari Fugaku. Sasuke tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan Fugaku dan Itachi pada gadis kesayangannya ini.

Mungkin Sasuke sedikit meremehkan Itachi, karena kakaknya adalah seorang dokter. Dan dimana-mana seorang dokter tidak memiliki kemampuan olahraga yang bagus untuk berlari cepat sehingga tidak akan bisa mengejarnya tepat waktu. Mungkin Sasuke juga sudah lupa enam tahun yang lalu, dia dan keluarganya menonton pertandingan football Itachi saat dia masih sekolah –dimana Itachi menjadi kapten di timnya. Ya, football.

Sepersekian detik kemudian, Sasuke menyadari ada sebuah barikade layaknya seorang atlet football besar menubruk tubuhnya dari sisi kiri. Sasuke terhempas dan jatuh tersungkur beberapa sentimeter menabrak beberapa barang dan koper orang lain yang sudah tersusun rapi. Ransel Sasuke koyak.

"SASUKE, YOU LITTLE SHIT!"

Tubuh Sasuke menegang seketika. Sasuke mencoba berontak dan mendorong tubuh Itachi hingga tubuh kakaknya itu terhuyung menabraki rentengan troli koper petugas bandara, menyebabkan beberapa orang berteriak kaget saat kaitan besi troli itu terlepas dan menggelinding menimbulkan bunyi grombyangan riuh.

Naruto, Sai, dan Shikamaru menganga.

"LARI, SASUKEEEEEEEH!" Naruto memberi komando dan menyambar kaki Itachi, membuat putra sulung Fugaku itu kehilangan keseimbangan dan jatuh mencium lantai bandara.

Tanpa pikir panjang, Sasuke mengemasi barang-barangnya yang berceceran saat ranselnya terbuka dan melesat pergi menuju gate yang masih berjarak 70 meter di depannya. Dirinya berbalik dan matanya membulat sempurna melihat keadaan teman-temannya. Sai sedang berjibaku memblokir jalan dan berhadapan dengan lelaki besar bermata hiu dan teman Itachi yang berambut pirang panjang. Shikamaru sedang berguling-guling di lantai karena habis beradu tendangan dengan teman Itachi lain yang tidak dia kenal. Naruto dengan meringis kesakitan saat tangannya ditahan Itachi.

"Lepaskan temanku!" Sasuke berlari kembali ke arah teman-temannya. Badan Sasuke melayang membuat kaki jenjangnya menapaki salah satu tiang penyangga atap bandara sebagai tumpuan dan menggunakan kuda-kuda dari pijakan pada tiang untuk melayangkan tendangan pada lelaki hiu dan pria berambut pirang panjang itu. Mereka berdua melesat menabrak deretan kursi. Sai lemas dan terjatuh ke lantai.

"Kau tak apa?!" tanya Sasuke panik.

"SASUKE, KEMBALI KESINI!" teriak Itachi sambil melepaskan Naruto.

"SASUKE, KEMBALI KE RUMAH UCHIHA SEKARANG!" teriak seseorang yang Sasuke kenal.

"Obito-jiisan juga?!" teriak Sasuke.

"MADARA-JICHAN BISA BANGKIT DARI KUBUR KALAU MELIHAT INI SEMUA!" bentak Obito.

"AKU TIDAK MAU!" pekik Sasuke sambil.

"APA KATAMU?!" Itachi dan Obito berlari ke arah Sasuke. Mata mereka berdua berkilat dan tangan mereka hendak meraih Sasuke.

"AAAAAAARRRRGH!" entah dari mana datangnya, Naruto menangkap Itachi dan Obito dari belakang, menyebabkan tubuh mereka terhuyung dan tersungkur dan menabrak beberapa tempat sampah besi dan membuatnya sukses menggelinding dan menimbulkan teriakan kaget dari beberapa orang yang menjadi saksi mata.

"LARI, SASUKE!" teriak Naruto.

"BIAR KAMI YANG MENGURUS SEMUANYA DI SINI!" teriak Shikamaru.

Sasuke terkesiap sebentar. Kemudian menyabet ranselnya dan berlari sekencang mungkin menuju gate yang sialnya entah kenapa terasa sangat jauh itu. Tidak dihiraukan teriakan Itachi dan Obito di belakangnya. Sasuke tetap melangkah maju.

Itachi berhasil menendang perut Naruto hingga pemuda tan itu terhuyung dan jatuh terjerembab ke belakang, untung Sai dan Shikamaru berhasil menangkapnya.

Sasori yang baru datang tergopoh-gopoh langsung membantu Itachi dan Obito berdiri. Deidara dan Kisame juga berjalan ke arah Itachi menahan nyeri akibat tendangan Sasuke.

"Aku harus membawa Sasuke pulang." kata Itachi tajam." Jangan menghalangi kami!"

"Sasuke tidak akan bahagia jika dia pulang!" teriak Naruto.

"Apa yang kau tahu tentang Sasuke?!" bentak Itachi.

"Banyak! Karena aku TEMANNYA dan akan AKAN SELALU MENDUKUNGNYA!" balas Naruto.

Itachi terhenyak. "Minggir. Biarkan kami lewat!"

"DALAM MIMPIMU!"

"Ano… Itachi-san." Deidara menyela. "Kurasa organisasi ini tidak dibuat untuk hal-hal semacam ini."

Itachi melotot.

"AKU TIDAK PEDULI!" teriak Kisame. "SIAPAPUN YANG MENCARI GARA-GARA DENGAN SATU ANGGOTA AKATSUKI, MAKA SEMUA ANGGOTA AKAN MEMBELANYA!"

"SINI!" tantang Naruto.

"JANGAN REMEHKAN KAMI MENTANG-MENTANG KAMI DARI YAYASAN SOSIAL!" cicit Sasori. "KAMI JUGA BISA JAHAT!"

"Huh!" Naruto mencibir. "KAMI TIDAK TAKUT!"

"MAJUUU!"

"SPARTAAA!" teriak Naruto. Sejurus kemudian Naruto, Sai, dan Shikamaru berlari menerjang kumpulan anggota Akatsuki membuat mereka jatuh terjerembab sekali tubruk membuat orang-orang yang berada di sekeliling mereka menjerit kaget dan panik, termasuk Ino dan Hinata yang baru datang dengan tergopoh-gopoh.

.

.

.

Sepasang manik mata berwarna hijau zamrud menatap nyalang dan siaga pada pemandangan sekelilingnya. Sudah lebih dari setengah jam lamanya terhitung sejak dia memasuki kompleks bandar udara Konoha dan selama itulah dia hanya berputar-putar bingung dengan posisinya sekarang. Bukan hanya posisinya sekarang, dia juga bingung menemukan tempat dimana seseorang yang sudah pergi meninggalkanya tadi.

Sakura namanya. Putri presiden direktur televisi swasta, OneKOH TV. Seorang gadis nekat yang punya kadar greget tingkat Maddog. Dia kabur dari rumahnya dan tinggal di rumah Kakashi, namun setelah itu dia kabur dari rumah Kakashi dan tinggal sementara di rumah Naruto, namun setelah itu dia kabur lagi dari rumah Naruto dan pergi ke bandara demi cowok kampret bernama Uchiha Sasuke. Sakura hanya bisa meratapi nasib dan yakin pasti dia akan memenangkan Kabur Award tahun ini.

Sakura masih kebingungan mencerna pola dan letak posisinya di bandara Konoha yang sialan kenapa bisa sebesar ini. Barusan dia bertanya (bolak-balik bertanya, maksudnya) pada beberapa petugas bandara, dan kesimpulan mereka sama : pesawat menuju Otogakure akan lepas landas 15 menit –tidak, 13,5 menit lagi! Sakura kelabakan dan hampir menangis. Dia sudah bertanya-tanya pada beberapa petugas, seharusnya dia sudah ada gate C4 saat ini. Tapi, demi rambut bintang Papanya, Sakura tidak tahu bedanya gate demi gate yang dilaluinya. Sakura baru menyadari bahwa dia memang benar-benar kesasar-able, baik di hutan maupun tempat modern seperti ini.

Perlahan tapi pasti, Sakura mendengar suatu dentuman dan kerusuhan tak jauh dari tempatnya berdiri. Insting Sakura berdenting, gadis yang masih memakai atasan piyama dan sandal selop rumahan itu langsung berlari tergopoh-gopoh ke sumber keributan yang berasal dari pekikan beberapa orang.

Dalam jarak beberapa puluh meter darinya, Sakura terpana dan menganga lebar.

Diantara lautan manusia yang memenuhi kerumunan itu, retina Sakura berhasil merefleksi bayangan seorang pemuda yang dicari-carinya sejak tadi. Pemuda raven yang berlari mencari tumpuan pada tiang besar bandara dan secepat kilat melayangkan tendangannya pada dua orang yang tidak Sakura kenal. Mata Sakura tambah melotot sampai hampir copot ketika menyadari disana juga ada teman-teman dari rumah sewanya.

Ya ampun, sebenarnya apa yang terjadi saat dirinya kabur?

"Sasu–argh!" Sakura mencoba melambaikan tangannya, namun badannya yang mungil kalah telak dengan desakan orang-orang di sekelilingnya yang mencoba melihat pertempuran flash mob, atau mungkin bisa disebut fight mob itu, bahkan beberapa dari mereka mencoba merekam lewat ponsel.

Sakura mencoba mempertahan eksistensinya di antara air bah manusia yang hampir menenggelamkan dirinya. Dia berusaha berjinjit dan mengintip. Sakura terbelalak saat Sasuke berlari memasuki gate karena tidak menyadari keberadaannya.

Gawat!

"Sasuke! Sasukeee!" Sakura berusaha memutari kerumunan orang-orang tersebut dan berlari terhuyung karena beberapa tabrakan dari orang-orang sekitarnya.

"SASUKEEE!" Sakura mengeraskan volume suaranya saat melihat sosok pemuda raven itu tidak mendengarnya dan mempercepat langkah ke arah gate. Matanya membesar sempurna saat melihat Naruto, Sai, Shikamaru yang sedang berteriak-teriak pada gerombolan orang yang ada di depannya. Dahi lebar Sakura berkerut maksimal saat menngenali salah satu dari mereka.

"Apa yang –? Sasori-senpai?!"

Ada yang sedang terjadi dengan dunia ini? Naruto dan temen-teman? Sasori-senpai? Sakura masih tidak mengerti. Namun, dia menyadari sosok Sasuke sudah semakin jauh. Sakura memutuskan akan mencari jawabannya sebagai PR dan berlari mengejar Sasuke menerobos kerumunan orang-orang yang berteriak-teriak menjagokan salah satu kubu dalam perkelahian absurd itu.

Grep!

Langkah Sakura terhenti saat salah satu lengannya dicekal seseorang dari belakang. Sakura menoleh dan berpikir kemungkinan buruk itu adalah Papanya.

Ternyata bukan.

Lebih seram dari dugaannya.

Seseorang lain yang tidak Sakura kenal. Bertubuh tegap dan anehnya, memakai jas medis hijau seperti dokter, lengkap dengan masker hijau steril membungkus wajahnya yang misterius sedang mencengkeram tangan Sakura.

"Kau! Katakan dimana anakku!" kata orang itu tanpa mau repot-repot membuka maskernya terlebih dahulu.

"SIAPA KAU?! LEPASKAN AKU!" Sakura berontak.

"KAU PASTI DARI RUMAH SEWA ITU KAN?!" orang itu berteriak.

"OJII-SAN SIAPA?!" bentak Sakura.

"KATAKAN DIMANA PUTRAKU?!" bentak orang itu.

"OJII-SAN SALAH ORANG!" teriak Sakura hampir menangis.

"TIDAK! AKU TAHU KAU DARI WARNA RAMBUTMU ITU!" bentak orang itu.

Diam-diam Sakura menyesal mengapa terlahir dengan warna rambut pink unik yang langka ini.

"DIMANA PUTRAKU?!"

Pria yang diduga sudah berumur sama dengan Kizashi ini semakin mencengkeram tangan Sakura lebih erat, membuat Sakura berontak lebih keras juga.

"LEPASKAN AKUUUH!" Sakura mendaratkan telapak tangannya dengan kecepatan tinggi di pipi pria gila itu. Pria itu otomatis terjengkang sambil memegang pipinya dan melepaskan cengkeraman tangannya, membuat Sakura kabur dengan menerobos dan meliuk-liuk diantara kerumunan itu.

"HOI, BERHENTIIIII!" teriak lelaki bermasker itu.

"BAZENG, KENAPA SETIAP KALI AKU TERSESAT SELALU DIKEJAR ORANG GILA?!" pekik Sakura sambil berlari dan sibuk menemukan celah di antara orang-orang yang meneriakkan jagoan mereka dalam perkelahian yang –entah kok bisa, kok bisaaaaaaa—digawangi Naruto versus Sasori-senpai ini.

"Fight! Fight! Fight!" sorak mereka membahana.

Sakura sedikit berjinjit dan menemukan helaian raven Sasuke secara samar di kejauhan.

"Sasuke!" Sakura mencoba melambai sekali lagi sambil terus berlari dan sesekali berjinjit-jinjit. "Sasuke! Damn, SASUKE!"

Jarak di antara mereka semakin dekat, namun –entah telinga Sasuke kesumpelan bokong pesawat atau apa—pemuda raven itu tetap tidak bisa mendengar panggilan Sakura.

"SASUKEEEE! DASAR BUDEG! SASUUUKEEE –ARGH!"

Sakura jatuh tersungkur karena dorongan massa di belakangnya dan membuatnya terhempas di lantai bandara yang dingin. Sakura mengerjap-kerjapnya mata hijaunya dan kembali bangkit berjibaku menerobos kerumunan orang-orang yang semakin padat memanas ini. Matanya berkilat menatap punggung Sasuke.

"SASUKE!" panggil Sakura putus asa.

.

.

.

"Maaf, teman-teman!" Sasuke berkali-kali meneriakkan permintaan maaf walaupun dia yakin temannya tidak akan mendengar permintaan maafnya. "Maaf, nii-san! Maaf, Sakura! Maaf, Ayah…" gumam Sasuke berkali-kali sambil terus berlari tanpa menoleh ke belakang lagi. Pemuda Uchiha terus berlari ke arah gate dan tidak menghiraukan sudah beberapa kali dia menubruki orang-orang di sekelilingnya.

Sasuke hanya terfokus pada gate yang sebentar lagi dicapainya itu. Tanpa sadar, Sasuke menangis. Entah itu terharu atau sedih, Sasuke tidak mau repot-repot menerjemahkannya. Dia akan pergi ke Otogakure dalam hitungan menit.

"Permisi…permisi…" Sasuke masih dengan lincah menerobos lautan manusia di kanan-kirinya. Tubuhnya sedikit kaku dan menegang saat mendengar sayup-sayup fatamorgana yang menyapa telinga berupa jalinan frekuensi pendek seperti suara seorang gadis yang dicintainya.

"Pesawat belum berangkat tapi aku merindukannya!" pekik Sasuke pelan. "Fokus, Sauce, fokus!" Sasuke merapikan letak ranselnya dan terus berlari.

"SASUKE! SASUKEEE!"

Fatamorgana tidak pernah senyata ini, pikir Sasuke.

Tubuh Sasuke merasa lebih kaku karena jantungnya seperti berhenti memompa darah. Dengan segala perasaan di ambang harapan, kebahagiaan, dan keputus asaan, Sasuke menoleh ke belakang. Sasuke mengharap itu benar-benar Sakura sekaligus berharap itu bukan Sakura secara bersamaan. Urat akal sehat Sasuke sudah koyak mengharapkan sesuatu yang kontradiktif bisa terjadi secara bersamaan.

Mata obsidiannya melotot. Didapati gadisnya itu sedang terhuyung berjibaku di antara para manusia di belakang sambil melambaikan tangannya. Sebuah alarm menyala di kepala Sasuke.

"Sa…Sakura?" dia benar-benar Sakura.

"Sasuke…" kata Sakura memelas karena sudah kehilangan tenaga dan megap-megap mencari oksigen diantara manusia-manusia itu.

Sasuke terkesiap.

"SAKURA!"

"SASUKE!"

"SAKEUCHIIIIII….!"

Belum puas Sasuke ber-eye smex dengan kesayanganya, sosok asing menubruknya dari samping. Membuat tubuh Sasuke kembali jatuh terdorong dan tersungkur menjauhi gate, membuat beberapa orang yang tertubruk Sasuke dan sosok misterius itu kembali menjerit kaget. Tubuh Sasuke tergulung-gulung di lantai. Barang-barang dalam ranselnya berceceran dimana-mana. Belum sempat Sasuke mencerna apa yang terjadi barusan pada dirinya, sosok asing itu mencengkeram kerah kemejanya dan menghempaskan tubuh Sasuke sampai punggungnya menubruk tiang. Sosok itu memakai jaket hitam tebal, syal abu-abu tebal yang menutupi sebagian wajahnya (tampak seperti Gru Despicable Me –minus kepala botak dan hidung runcingnya), ditambah beberapa plester koyo kecil menempel di pelipis kanan kiri orang itu. Sasuke berusaha berontak dan melepaskan tangan orang asing itu.

"SAKEUCHI-YAROU!" sembur orang itu. "KATAKAN DIMANA PUTRIKU, KAU T*I *SU?!

"UHUK!" Sasuke terbatuk karena tekanan pada sekitar lehernya disebabkan orang aneh itu.

"AKU BISA MEMBUNUHMU DENGAN SATU TANGAN KALAU KAU MASIH BERANI MEMBAWA LARI PUTRIKU!" bentak sosok Gru gadungan itu.

Sasuke menendang tulang kering orang itu berusaha melepaskan kungkungannya. Orang itu sudah kehilangan kesabaran dan siap meletus seperti Gunung Krakatau.

"DIE YOU, MADAFAKA!" bentak orang asing itu.

Sasuke masih jet lag. Tangannya meronta dan berusaha melepas cengkeraman tangan orang di depannya. Sasuke bertaruh seratus persen seabad-abad jika orang ini adalah orang tua Sakura.

.

.

.

"AAAAARGH!" Sakura menjerit horor ketika sosok jangkung yang dicintainya itu ditubruk seseorang berbaju hitam dengan kasar hingga jatuh terjengkang menubruk sisi tiang bandara. Tubuh Sakura sudah terkulai lemas karena melewatkan sarapan, ditambah harus dari tadi berlari-larian. Mata Sakura sedikit berkunang-kunang, namun gadis itu mencoba terfokus pada Sasuke yang dihimpit seseorang dikenal yang memunggunginya. Sakura mencoba menghampiri Sasuke, namun tangannya dicengkeram seseorang lagi.

"JANGAN SEKALI-KALI MENCOBA KABUR!" kata orang bermasker dan berkostum dokter itu.

"SUDAH KUBILANG ANDA SALAH ORANG!" teriak Sakura menepis tangan orang itu dan berlari mendekat ke arah Sasuke.

"JANGAN KABUR!"

"SASUKEEEEE!" Sakura berlari ke arah Sasuke.

Telinga orang di belakangnya itu tergelitik mendengar nama yang dipanggil Sakura. Demi koreng kadal, mata obsidiannya mendelik melihat sosok sang putra kesayangannya ditabrak dan dipepet orang-orangan sawah asing. Orang berpakaian seperti gagak hitam itu mencengkeram kerah Sasuke dan berteriak-teriak di depan muka putranya. Naluri amukan badak jantan mendadak menguar dari tubuh orang berkostum dokter itu. Matanya berkilat marah saat melihat Sasuke berusaha berontak saat dicengkeram sosok aneh di depannya. Secepat kilat, orang itu melepaskan targetnya pada Sakura dan beralih pada orang di depan Sasuke.

Dengan gerakan putus-purus slow motion, Sasuke dan Sakura menyaksikan reka adegan penyerangan ala dua robot raksasa Optimus Prime dan Fallen dalam franchise Transformers. Salah satu sosok pria paruh baya berkostum dokter itu menerjang tubuh pria berjaket hitam hingga mereka menggelinding sempurna terjungkal, terjengkang, terjatuh, terhempas, tersungkur, dan menabraki beberapa koper dan barang milik calon penumpang. Kedua pria paruh baya saling mencakar, mencengkeram, menggapai kerah baju masing-masing, dan saling mendorong untuk menunjukkan taring mereka. Mereka sudah seperti dua ekor singa jantan yang bertarung berebut daerah kekuasaan.

Sasuke dan Sakura menjerit –berteriak secara refleks menyaksikan adegan laga itu.

"Oi, disini ada pertarungan baruuuu!" teriak seseorang. Seketika sebagian besar 'penonton' duel abal-abal itu move on ke pertikaian berdarah ala Mission Impossible antar dua bapak-bapak greget itu.

Pihak Naruto dan pihak Akatsuki langsung berhenti memasang kuda-kuda serangan barikade ketika mendengar keributan sumpah serapah dan segala jenis umpatan bajak laut di sisi lain bandara. Mereka datang tergopoh-gopoh mendekati lokasi kejadian tersebut dan mendapati sorakan orang-orang mengarah pada dua orang tua yang sudah seharusnya terkena encok punggung itu.

Tanpa berpikir panjang, Sasuke mendatangi Sakura yang sedang low bat lalu menopang tubuh gadis itu. Sasuke tidak pernah merasa serindu ini pada seorang gadis, walaupun pada kenyataanya dialah yang ingin pergi meninggalkan Sakura agar tetap tinggal di Konoha. Mata Sakura dan Sasuke bertemu. Ingin rasanya mereka berciuman saat itu juga, namun pemandangan duel maut antar dua pria greget yang menabraki kursi, troli, koper, dan barang-barang lain membuat mereka menarik suara untuk berteriak lagi.

Sang dokter berhasil menyodok pipi orang berjaket hitam, sedangkan orang berjaket hitam itu berhasil menghantam kepalanya dengan satu pukulan. Si dokter itu mencengkeram kerah jaket lawannya, bermaksud ingin membanting si lawan agar jatuh terjerembab ke lantai. Orang berjas hitam itu melayangkan tangannya mencoba menggapai apapun sebelum si lawan menghempaskan dirinya, dia berhasil mencapai telinga si lawan dan menjewernya, membuat si lawan berteriak kesakitan.

Orang berjas hitam itu melepaskan jewerannya, membuat jarinya tersangkut pada kaitan masker steril sehingga benda itu terlepas.

Sang dokter juga berhasil mencengkeram dan menepis leher orang itu sehingga syal besar abu-abunya yang mengganggu juga meluncur jatuh dengan anggun.

Bagaikan dihentikan oleh sebuah remote waktu ajaib, mendadak mereka terdiam dan membeku dalam posisi masing-masing.

"Fugaku?" tanya orang berjaket hitam itu.

"Kizashi?" tanya orang berkostum dokter itu.

"AYAH?!" "PAPA?!"

Sasuke dan Sakura berteriak bersamaan, mata mereka melotot karena rasa syok dahsyat bagaikan melihat seekor buaya hendak lahir dari rahim seekor lalat.

Mereka berdua menoleh pada putra-putri mereka sekilas, lalu saling berpandangan lagi.

"APA YANG KAU LAKUKAN DISINI?!" tanya mereka berbarengan sambil saling menunjuk muka masing-masing.

"AKU MAU MENJEMPUT ANAKKU!" jawab mereka, lagi-lagi berbarengan sambil menunjuk diri masing-masing.

Hening.

Sepersekian detik dari momentum dentuman rancangan takdir awkward buah karya alam semesta itu, sebuah suara greget melalui speaker bandara memekakkan semua telinga yang mendengarnya. Suara cempreng bervolume maksimal greget itu menciptakan echo yang bisa membuat bayi menangis, badai di California, dan Rikkudo Sennin bangkit dari kubur.

"TUAN KIZASHI…SHISHI…! INI SISHIMARU…RURU…! JANGAN BERTINDAK GEGABAH…BAHBAH…! SELAMA INI, SUDAH TERJADI SALAH PAHAM…HAMHAM…, NAMA PEMUDA YANG ADA DI FOTO WAKTU ITU BUKAN SAKEUCHI…CHICHI…! DIA ADALAH CALON SUAMI NONA SAKURA… RARA…! NAMANYA YANG BENAR ADALAH…LAHLAH…"

Seluruh orang di bandara menahan nafas. "…UCHIHA SASUKE…KEKEKE…!"

Naruto menganga. Sai menutup mulutnya. Shikamaru lemas dan bersandar di dinding. Hinata dan Ino berpandangan kaget.

Itachi menjambak rambutnya. Anggota Akatsuki melotot.

Duo Fugaku dan Kizashi saling menjerit syok dan melepaskan cengkeraman tangan mereka.

Sasuke terduduk lemas.

Sakura pingsan.

.

.

.

"Demi jeruk purut!" Kizashi membentak Sishimaru –saat mereka sudah diamankan di kantor customer service bandara. Bapak satu anak itu mencengkeram kerah leher Sishimaru dengan ganas. "SISHIMARU KAU KUPECAAAAT!"

Sishimaru hanya bisa merem menahan semburan hujan lokal di sekitar wajahnya. "JANGAN, BOS! AKU PUNYA 5 ORANG ANAK!" pintanya memohon

"Itu benar juga…" kata Kizashi. "KAU KUTURUNKAN JABATAN MENJADI SAFETY SUPERVISOR MANAGER!" bentak Kizashi hebring.

"Tapi, Bos. Jabatanku kan ada dibawah Safety Supervisor Manager, berarti aku naik jabatan dong?" tanya Sishimaru.

"TIDAK! KALAU BEGITU KAU KUTURUNKAN MENJADI SAFETY OFFICER." ralat Kizashi.

"Bos, jabatanku sekarang ini memang Safety Officer…"

"SUDAH DIAAAAM!" semburan api keluar dari mulut Kizashi membuat Sishimaru terpaksa menghentikan bacotnya.

Kepala Kizashi yang masih ditempeli koyo kecil-kecil kembali nyut-nyutan. Pria 53 tahun itu duduk di ruangan emergency bandara sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling. Di kursi kirinya terdapat sosok tubuh sang putri yang masih terduduk lemas dan membaluri dirinya dengan minyak angin pemberian petugas bandara. Di sisi kanan kursinya, terdapat kumpulan anak muda dengan berbagai macam karakteristik berpakaian kasual yang sudah tidak beraturan. Di sisi kiri kursinya, terdapat kumpulan pemuda tanggung yang memakai pakaian seragam resmi hitam bercorak merah dengan lambang palang merah hitam bertuliskan Akatsuki. Di seberangnya, duduk salah seorang sahabatnya, Uchiha Fugaku, yang masih mengenakan pakaian dinas dokter lengkap dengan masker yang masih menggantung di salah satu telinganya. Mata Kizashi menatap sosok di sebelah kiri Fugaku, seorang pemuda berambut raven dengan penampilan compang camping, rambut acak-acakan, tas ransel yang sudah jebol, dan sepatu menganga.

"Jadi, selama ini…" Fugaku berteriak. "KITA SUDAH SALAH PAHAM…"

"HUHUHUHU…" Kizashi menutup mukanya sambil menyembunyikan tangisannya. "Bagaimana kita akan menjelaskan semua ini pada cucu kita?"

"HUHUHUHU…" Fugaku juga ikut-ikutan menangis.

"Ayah…"Itachi menggeram mengingatkan Ayahnya untuk tidak kehilangan kewibawaan.

"SI BODOH TOLOL INI!" Fugaku beralih pada Sasuke dan menjewer telinga putra bungsunya. "COBA KAU TIDAK KABUR WAKTU ITU, PASTI KITA TIDAK AKAN MENGALAMI KESIALAN SAMPAI MENIMBULKAN KERIBUTAN DI BANDARA!"

"A…aduh, sakit, Ayah…" Sasuke memelas.

"Worth it. Rasakan!" seru Itachi dan Naruto berbarengan –puas melihat Sasuke menderita setelah apa yang dilakukan pemuda itu, membuat mereka hampir berduel sampai mampus konyol tadi.

"SI NEKAT BODOH INI!" Kizashi juga menjewer telinga Sakura. "COBA KALAU TIDAK KABUR, PASTI KAU AKAN BERTEMU DENGAN SASUKE!"

"Sakit, Papaaaa…" Sakura memelas.

"LIHATLAH! INI IKEMEN YANG AKAN PAPA JODOHKAN DENGAN DIRIMU! UCHIHA SASUKE!" kata Kizashi memperkenalkan Sasuke –walaupun terlambat, walaupun di saat yang tidak tepat.

"LIHAT MATAMU INI, SASUKE?! INI HARUNO SAKURA, YANG AKAN AYAH JODOHKAN DENGAN DIRIMU!" sungut Fugaku sambil melepaskan jewerannya.

Sasuke dan Sakura mengelus telinga mereka yang memerah dan saling berpandangan penuh makna dalam diam.

"Biar aku yang aku yang membayar kerusakan di bandara ini, Fugaku." tawar Kizashi.

"Tidak… ini kesalahan putraku. Biar aku yang membayar." tolak Fugaku.

"Ya sudahlah, kita patungan…"

"Oke…"

Kedua bapak greget itu pergi menuju kantor security dan membayar denda yang tadi sudah disebut petugas keamanan bandara akibat kerusakan yang mereka timbulkan bandara. Denda tersebut termasuk murah –karena biaya kekagetan massa tidak dimasukkan

.

.

.

"Oi, kau kuat sekali! Kau seorang atlet?" tanya Itachi saat mereka semua berjalan keluar bandara.

"Um, tidak. Aku hanya suka perkelahian." jawab Sai sambil tersenyum.

"Tidak bisa kupercaya kalau kalian masih mahasiswa…" seru Deidara.

"Aku tidak pernah menggerakkan ototku dengan olaharaga ringan seperti tadi. Rasanya segar sekali." ujar Kisame sambil merenggangkan badannya.

"Aku punya langganan gym jika ojii-san mau." tawar Naruto.

"Oi, chibi! Jangan panggil aku ojii-san! Aku masih muda dan belum menikah, tahu!" kata Kisame.

"Nge-gym? Ide yang bagus. Kita bisa kesana bersama-sama dan mengajak semua anggota Akatsuki juga." kata Obito.

"Di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat." kata Itachi sambil mengepalkan tangannya.

Shikamaru mendengus sambil mengelus punggungnya yang nyeri.

"Senang bisa bertarung dengan pemuda-pemuda greget seperti kalian." seru Itachi.

"Ternyata Akatsuki memang organisasi yang menyenangkan." seru Naruto. "Lain kali aku pasti akan mendonorkan darahku jika ada kesempatan!"

"Ya, aku juga." kata Sai sambil tersenyum imut.

"Wah, terima kasih…" Itachi merasa tersanjung dan mengelus-elus tengkuknya yang tidak gatal.

Beberapa meter di belakang, Sakura berjalan terseok-seok dibimbing Ino dan Hinata. Ino menyampirkan tangan Sakura di bahunya, sedangkan Hinata membawakan ransel Sakura.

Tidak kupercaya mereka bisa mengobrol santai setelah tadi berusaha saling melepaskan kepala satu sama lain, pikir Sakura keheranan setelah melihat kubu Naruto dan Akatsuki bisa akur secepat itu. Seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Sakura menoleh, ternyata Sasori.

"Tidak kusangka kau adalah calon istri dari adik temanku!" sapanya riang.

Sakura meringis.

"Pantas aku merasa familiar saat bertemu dengannya dulu setelah mengantarmu pulang ke rumah sewa." kata Sasori geleng-geleng kepala.

"Aku juga tidak menyangka kalau Papa menyangka Sasuke adalah orang yang membawaku kabur karena menyangka aku bukanlah seseorang yang dijodohkan dengannya karena Ayah Sasuke menyangka aku bukan anak Haruno Kizashi. Aku juga tidak menyangka Senpai mengenal kakak Sasuke yang tidak kusangka akan menyusul kesini dan aku tidak menyangka akan bertemu dengan Naruto dan aku tidak menyangka kalau kalian akan bertengkar dan aku tidak menyangka…" ujar Sakura mabok.

"Sudah kau diam saja, Sakura." sungut Ino. Hinata meringis.

"Aku tidak mengerti apa yang kau ucapkan. Tapi sudahlah… kau dan Sasuke itu… kalian berdua cocok." Sasori menepuk pundak Sakura lalu membentuk peace sign dengan dua jarinya. Sasori melesat dan menyusul kubu Akatsuki yang entah bagaimana sudah merencakan liburan musim panas bersama kubu Naruto itu.

Sakura lemas lagi. Manik zamrudnya mencari-cari sosok Sasuke. Ternyata Sasuke bergabung dengan Fugaku dan Kizashi yang sudah berjalan duluan di depan kubu Akatsuki dan Naruto. Kizashi berjalan sambil merangkul-rangkul Sasuke serta memuji-muji betapa tampannya pemuda yang gagal terbang ke Otogakure itu dan betapa berbedanya penampilan Sasuke saat memakai jas formal dan kostum band tersebut. Sasuke sweatdrop. Sedangkan Fugaku memijit-mijit punggungnya yang terkena encok ringan.

Sakura meringis pedih. Belum puas bertemu, Sasuke sudah dimonopoli oleh Papanya.

Mereka berpisah di depan pintu utama bandara.

Kubu Naruto mendekati Sakura.

"Sakura-chan, sekarang semuanya sudah jelas, walaupun ingin meninju orang yang membuat skenario ruwet seperti barusan, tapi aku bersyukur semuanya baik-baik saja." kata pemuda tan itu.

Sakura melepaskan tangannya dari bahu Ino. "Terima kasih, Naruto. Terima kasih semuanya." Sakura mengedarkan pandangan ke semua teman-temannya.

"Kau benar-benar sesuatu." cibir Ino.

"Aku sangat bersyukur Sakura-san baik-baik saja." kata Hinata kalem.

"Terima kasih." kata Sakura sekali lagi.

"Kami undur diri dari sini." kata Shikamaru. "Kau harus pulang dengan Ayahmu, Haruno."

"Kami akan pulang ke rumah Kakashi." Sai berpamitan.

"Iya…" jawab Sakura pelan. "Tunggu aku. Setelah ini aku juga akan pulang ke rumah Kakashi-san…"

"YOSHA–ttebayo!" ucap Naruto bersemangat. "Kami pulang dulu, Sakura-chan! Oiii, Kizashi-jiisan, Fugaku-jiisan, Akatsuki-tachi, Sasuke-teme… Kami pulang duluan…!"

"Okeee! Sampaikan salamku pada Ayahmu, Naruto!" kata Kizashi.

"Jangan lupa kirimkan e-mail padaku!" kata Itachi.

"Okeee…" Naruto dan teman-teman lain melambaikan tangan dan berjalan beriringan mencari rongsokan Bawn Speeder milik Shikamaru.

"Kalau begitu aku juga pamit undur diri, Kizashi." ujar Fugaku.

"Bagaimana dengan perjanjian makan malamnya?" tanya Kizashi.

"Ya, kita akan malam bersama lagi. Kali ini tidak akan ada acara KABUR-KABURAN lagi!" ujar Fugaku sambil melotot ke arah Sasuke yang meringkik ketakutan. "Jam tujuh malam. Di tempat semula!"

"Oke, aku tahu." kata Kizashi manggut-manggut. "Ngomong-ngomong, kenapa kau memakai baju dokter?" tanya Kizashi.

"Kau juga kenapa memakai baju ala jelangkung dengan banyak koyo menempel di pelipismu itu?"

Hening sekejap, kemudian mereka berdua tertawa terbahak-bahak.

"Demi kutu panda! Kalau bukan karena Sakura aku tidak akan sampai seperti ini." kata Kizashi.

"Baiklah, sampaikan salamku pada Mebuki."

Sakura dibimbing oleh Sishimaru dan beberapa pengawal lain menaiki mobil milik Kizashi. Gadis musim semi itu sedikit terkejut melihat rupa Sishimaru.

"Ojii-san, apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Sakura.

Spontan, Sishimaru langsung menggeleng. "Tidak! Tidak pernah. Aku bukanlah seorang preman yang suka mengikuti orang atau semacamnya. Aku tidak pernah bertemu dengan anda, Nona."

"Oh…" Sakura manggut-manggut.

Kizashi memasuki mobil dan duduk di sebelah Sakura, sedangkan kubu Akatsuki memasuki van mereka yang sudah keluar dari tempat parkir dan dikendarai oleh Kisame, Sasuke masuk ke mobil Fugaku.

Sakura membuka kaca mobil, tidak menyangka kalau Sasuke akan melakukan hal yang sama. Mata mereka bertemu. Zamrud hijau dan obsidian hitam. Haruno dan Uchiha. Sasuke dan Sakura mendadak merasa kosong dan ringan seperti ubur-ubur. Ada sejuta letupan rasa di pantulan mata mereka, walau tanpa dijelaskan dengan kata-kata. Rasa kesal, marah, capek, rindu, penasaran, bingung, panik, syukur, strawberry, vanilla, anggur, cherry, kayu manis, asam sepat, gula jawa, kare ayam, semua berkumpul menimbulkan traffic jam semu di hati mereka yang terefleksi di mata masing-masing.

Perlahan jarak mata mereka mulai menjauh seiring dengan menjauhnya masing-masing mobil yang mereka naiki. Pelan tapi pasti Sasuke masih menatap mata Sakura seolah itu adalah oksigen terakhir dalam hidupnya. Bibir Sasuke mengulas segaris senyum tipis dan membentuk suatu untaian kata yang langsung bisa diterjemahkan Sakura walaupun gendang telinganya tidak bisa menangkap getaran suaranya.

"…sampai bertemu nanti malam. Maafkan aku. Aishiteru…"

.

.

.

Dan malam ini, Sakura memakai gaun sederhana selutut berwarna merah marun. Bukan gaun baru sebenarnya, karena gaun fushchia-nya tertinggal di rumah Kakashi. Apapun itu, Sakura hanya ingin merasa nyaman dengan pakaian yang ia pakai. Dia mengedarkan pandangan sekeliling. Papanya sedang menelepon keluarga Uchiha yang lagi-lagi terjebak macet di jalan sambil membahas hal-hal tidak penting, selalu mengingatkan mereka agar jangan sampai kehilangan Sasuke lagi. Mebuki sedang sibuk sedang kamera depan ponselnya dan sudah mengambil setidaknya 37 foto di ruangan itu, 12 foto di kamar mandi restoran yang mewah, dan 9 foto berdua dengan Sakura yang ogah-ogahan. Sakura hanya menghela nafas bisa terlahir di keluarga greget seperti ini.

Beberapa menit kemudian, pintu restoran terbuka. Disusul dengan masuknya trio Uchiha yang begitu menyilaukan mata Sakura. Uchiha Fugaku memakai pakaian resmi berupa jas berwarna abu-abu dan digandeng oleh seorang wanita cantik berambut raven panjang yang dijalin dengan indah mengenakan setelan sweater resmi dan rok A-line dengan warna putih tulang dan korsase abu-abu. Wajah, rambut, dan manik mata wanita itu mengingatkan Sakura pada seseorang. Dan…hup yeah! Orang itu ternyata berjalan di belakang orang tuanya. Sosok tubuh tinggi tegap yang mengenakan setelan jas hitam membungkus kemeja biru dongkernya. Sakura menelan ludah melihat rambut pemuda itu tersisir ke belakang dengan rapi, membuat Sakura mendadak lupa daratan.

"Uchiha Fam Bam!" pekik Kizashi seperti fangirl. "Silahkan duduk!"

Keluarga Uchiha duduk di menyatu dengan keluarga Haruno di meja restoran yang melingkar. Sakura masih tidak bisa melepaskan pantauannya pada Sasuke.

"Maaf terlambat. Kami terkena macet." kata Mikoto sambil duduk. Fugaku hanya berdehem-dehem tidak jelas.

"Sakura…" panggil Mebuki.

"Ya?!" Sakura tersadar.

"Beri salam pada keluarga Uchiha." Mebuki memberi perintah.

"Oh? Eh… Selamat malam, salam kenal. Nama saya Haruno Sakura." Sakura berdiri kaku dan membungkuk.

"Wah… kawaii…" Mikoto memuji Sakura, membuat gadis itu merasa asin-asin asik secara tiba-tiba.

"Maafkan aku tadi yang sudah kasar padamu, Sakura. Aku tidak tahu kau ternyata anak Kizashi." kata Fugaku menyesal.

"Tidak apa-apa, ojii-san." Sakura menggeleng.

"Apa tanganmu masih sakit?" tanya Fugaku.

"Tidak. Saya sudah tidak apa-apa, ojii-san." Sasuke meliriknya sekilas.

"Sasu-chan… kau juga harus memperkenalkan diri." kata Mikoto.

Sasuke merengut.

"Uchiha Sasuke desu…" Sasuke membungkuk hormat.

"Tampannya…" puji Mebuki. Fugaku berdehem-dehem ria sekali lagi.

Sakura tidak ingat lagi apa yang mereka bicarakan. Setelah seporsi appetizer mampir di meja mereka, lalu disusul main course, lalu dessert segar manis, Sakura hanya bisa menjadi pendengar yang baik mendengarkan setiap percakapan dan lawakan antar keluarga itu. Sakura menatap Sasuke lagi. Ternyata pemuda itu juga menatapnya. Mereka berdua dipertemukan dengan sebuah kontak mata yang entah kenapa bisa terasa sangat canggung itu.

Sakura menyudahi makan malamnya saat semua anggota keluarga memutuskan untuk duduk santai dan mengobrol di balkon café keluarga di hotel tempat restoran itu buka. Mebuki dan Mikoto duduk di lounge café saling mengobrol sambil membahas gaun pernikahan, sementara Kizashi dan Fugaku duduk di meja bar sambil mengobrol mengenai biaya pernikahan.

Sakura sendiri sedang ada di balkon luar café. Ingin menyendiri. Suasana balkon itu hanya diterangi gantungan lampion kecil-kecil. Terdengar suara musik klasik yang berasal dari semua speaker yang tersebar di seluruh bangunan hotel. Sakura merasa sepatunya menginjak sesuatu yang tidak rata, dikarenakan lantai di balkon itu tersusun dari bebatuan kerikil putih yang tersebar, sedikit mengingatkannya dengan halaman belakang rumah Naruto.

Sakura mendesah capek. Dalam waktu 48 jam ini. Kuulangi, 48 jam ini dia sudah melewati berbagai macam hal yang mampu menjungkir balikkan dunianya. Sakura tidak menyangka keputusan untuk kabur dari rumah harus dibayar Sakura dengan pengalaman unexpected yang bisa mempertemukannya dengan berbagai orang, hal, keadaan, dan… Sasuke.

Sakura berhenti melamun ketika merasa seseorang mengetuk kepalanya dari belakang. Sakura menoleh dan dia menelan ludah kembali.

"Hei…" suara bariton Sasuke menyapanya.

Wajah Sakura merona.

"Hei…" balas Sakura pelan lalu mengalihkan perhatiannya lagi pada pemandangan di bawah balkon hotel.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Sasuke berdiri di samping Sakura, bersandar pada batas balkon.

"Apa aku harus 'apa-apa?'" tanya Sakura dingin.

"Kau terlihat lemas saat di bandara tadi." kata Sasuke.

"Ya!" Sakura melihat Sasuke garang. "Karena aku belum makan seharian dan langsung pergi ke bandara! Kau tahu aku mengejar siapa kan?" sindir Sakura.

Wajah Sasuke mendung seketika. "Maaf." kata Sasuke pelan.

"Aku benar-benar serius saat kubilang akan ikut bersamamu!" sungut Sakura.

"Sakura, kenapa masih tidak mengerti sih?! Aku meninggalkanmu bukan berarti aku tidak peduli!" seru Sasuke.

"Ya…ya… ngomong sama tembok saja sana!" tukas Sakura.

"Sudah kubilang, aku ke Otogakure bukan untuk bersenang-senang!"

"Tapi kenapa kau berbohong padaku? Itu sakit tahu!"

"Memangnya aku mampu melihat kau menangis?!"

"Kau benar-benar lelaki bodoh seperti sapi yang tidak peka dengan perasaan perempuan!" emosi Sakura tersulut dan menarik kerah kemeja Sasuke.

"Kau perempuan keras kepala seperti kura-kura—mmmmph!"

Mata Sasuke melotot saat menyadari Sakura mendaratkan bibirnya di atas bibir Sasuke. Untuk beberapa detik, Sasuke hanya bertahan diam dalam posisinya, membuat Sakura berjinjit untuk bisa mencapai bibir holy shit kissable milik Sasuke. Sakura melepaskan ciumannya dan mendorong tubuh Sasuke sampai tubuh pemuda itu menabrak dan terhempas pada sofa panjang balkon di belakangnya. Mata Sakura berkilat. Diraihnya lagi kerah kemeja Sasuke, tidak memedulikan Sasuke yang masih jet lag dengan tindakan nekat Sakura barusan. Kaki kiri Sakura naik dan menumpu badannya di sofa empuk itu. Disambarnya lagi bibir Sasuke yang masih cengo itu.

"Saku—mmmph! Orang tua kita—mmmph! Mereka masih di dalam!" Sasuke berusaha mencuri kesempatan untuk berbicara di sela-sela ciumannya.

"Fuck you, Sasuke!" Sakura melepaskan ciumannya singkat lalu menyerang bibir Sasuke lagi. Sasuke hanya bisa berdiam diri, menahan pundak Sakura. Sasuke mati-matian menahan untuk tidak membalas ciuman Sakura dan –hell yeah—mati-matian menahan sesuatu di antara selangkangannya untuk bangun di saat yang tidak tepat.

"HAH! Sudah!" pekik Sasuke tertahan sambil mendorong Sakura. Mata gadis itu tetap berkilat.

"Kau benar-benar sialan!" umpat Sakura sambil mengusap bibirnya lalu secepat kilat berbalik mencengkeram pagar pembatas balkon dan menelungkupkan kepala di antara tangannya. Sasuke terkesiap dan juga mengusap sisa lip gloss tipis Sakura yang tersebar rata di bibirnya. Demi stetoskop Fugaku, Sasuke sedang berperang melawan dirinya sendiri untuk menjaga monster kecil-nya tidak bangun.

"Tenang, Sauce. Tenangkan dirimu." gumam Sasuke menenangkan dirinya sendiri. Telinga Sasuke mendengar suara isakan kecil dari gadis berambut buntalan permen kapas di depannya itu.

Sasuke terdiam.

"Sakura?"

Sasuke menyentuh kepala Sakura ketika melihat pundak gadis itu bergetar. Sasuke menghela nafas.

"Menangislah sampai kau puas hingga rasa sedihmu hilang. Aku akan tetap disini." kata Sasuke pelan.

"Aku tidak sedang sedih." kata Sakura sambil mendongakkan kepalanya. "Aku sedang bahagia."

Sasuke terpana sejenak. Lalu tersenyum tipis dan mengetuk kepala Sakura lagi.

Sakura geregetan. Dengan gemas, ditariknya kedua pipi Sasuke sampai pemuda itu meringis kesakitan.

"Uchiha Sasuke kau benar-benar sialan, anjay, bazeng, kampret, jengger ayam, upil kera, tai penyu, bolot singa!" ujar Sakura mencak-mencak.

"Iya, Sakura…" Sasuke hanya bisa tediam pasrah membiarkan pipinya molor kemana-mana seperti kue mochi.

"Aku sangat membencimu, dasar kau jeruk busuk!"

"Aku juga mencintaimu, Sakura…"

"Haish!" Sakura mengeratkan cubitannya di pipi Sasuke. Membuat Sasuke meringis kesakitan. Sakura melepaskan tangannya, membuat bekas kemerahan di pipi Sasuke. Sasuke mengaduh pelan lalu mengelus-elus pipinya yang tidak berdosa dan menjadi sasaran amukan Sakura yang mengerikan.

"Sudah?" tanya Sasuke melihat Sakura sedikit tenang.

"Sudah!" bentak Sakura kasar.

"Sekarang giliranku."

"Eh?"

Belum sempat Sakura menanyakan motif perkataan Sasuke, pemuda Uchiha itu sudah merengkuh dagu Sakura, kemudian membingkai wajah cantik Sakura yang terbelalak kaget. Mata elang Sasuke menatap lurus ke mata hijau zamrud Sakura yang terlihat indah karena memantulkan cahaya lampu balkon yang berkelip-kelip itu. Sasuke tersenyum tulus lalu mencium dahi Sakura dengan segenap perasaannya. Begitu lembut. Begitu dalam. Begitu tulus.

Sakura hanya mengerjap-ngerjapkan matanya –speechless.

"Kau masih lapar?" pertanyaan Sasuke benar-benar tidak sinkron dengan tindakannya barusan.

"Eh?" Sakura cengo.

"Perutku belum kenyang dengan makanan ala Eropa yang hanya seperdelapanbelas dari lebar piring itu. Aku ingin makan nasi dengan lauk seperti biasanya."

"Eh?"

"Mau ikut denganku?" tanya Sasuke.

"Eh? Tapi orang tua kita?" tanya Sakura gagu.

"Tidak apa-apa. Toh kita kabur berdua kali ini."

"Tapi makan dimana?" tanya Sakura.

"Aku tahu tempat yang bagus, dengan koki yang sangat handal." Sasuke tersenyum penuh arti.

Sasuke menarik tangan Sakura untuk turun dari tangga sebelah balkon. Namun kemudian pemuda itu berhenti mendadak.

"Mungkin kita harus mampir ke toko buku dulu."

Sakura menaikkan alisnya. Lalu tubuhnya bergerak maju mengikuti tarikan tangan Sasuke.

Hening.

Mereka tidak tahu kalau tadi ada dua orang bapak greget mengintip interaksi mereka di balik kaca balkon. Satu bapak dengan mata obsidian membiarkan mulutnya menganga kemudian menutup wajahnya malu-malu, sedangkan bapak yang lain menahan leleran nosebleed di hidungnya.

"Anak muda memang greget…" gumam mereka.

.

.

.

"Setelah makan nanti jangan lupa di cuci sampai bersih!"

"Hoi, Naruto! Jatah udang goreng tiap orang hanya tiga biji!"

"Makan juga sayurannya!"

"Shikamaru, jangan menguap di depan makanan!"

"Ino! Berhenti memindahkan sisa nasimu ke piring Hinata!"

"Sudahlah, Sai! Cepat makan! Berhenti memotret!"

Kepala Kakashi rasanya puyeng merasakan rentetan cobaan yang berasal dari kelakuan absurd anak orang penghuni rumahnya. Pria berusia 27 tahun dengan kadar ke-tamvan-an di atas rata-rata itu hanya bisa meringkik di pojokan sambil memakan makan malamnya –kali ini dia memasak tempura—sambil sesekali menjerit-jerit seperti wasit bulutangkis jika melihat salah satu dari penghuni rumahnya berkelakuan macam-macam.

"Waduh." Naruto menyabet remote TV. "Ada anime kesukaanku sekarang, Tukang Bubur Naik Haji!" katanya sumringah.

Ino gondok karena saluran TV mendadak diganti. "Anime Ganteng Ganteng Serigala lebih bagus!" bentaknya sambil mengambil kembali remote.

Sai merebut remote juga. "Coba cerita Cinta di Musim Cherry!"

"Tendangan si Madun lebih bagus." Shikamaru menengahi. Hinata geleng-geleng kepala.

"Argh, pokoknya Tukang Bubur Naik Haji!" semprot Naruto.

"GGS!"

"Tidak bisa!"

"Kembalikan remote-nya, Sai!"

"Tidak mau!"

"Aaaak!"

Lagi-lagi Kakashi hanya bisa meratapi nasib di pojokan karena sudah menerima anak-anak ajaib itu untuk tinggal di rumahnya. Dekan Fakultas Ilmu Sastra itu sama sekali tidak memiliki kewibawaan saat tinggal dan berinteraksi di rumahnya sendiri.

Mendadak, mata Kakashi melotot kala melihat dua sosok penghuni rumahnya tiba-tiba muncul dari balik pintu depan dan berjalan mendekat lalu langsung nimbrung melingkari meja makan.

"SASUKE-TEME?!" teriak Naruto heboh. "SAKURA-CHAN?!"

"SAKURAAA!" Ino berteriak.

"Sakura-san…" Hinata tidak jadi mengunyah makanannya.

"SASUKE?!" Sai dan Shikamaru mengalihkan fokus mereka dari TV.

"Halo." Sasuke melambai sekilas dan langsung duduk di antara Sai dan Naruto.

"Selamat malam, semua." Sakura duduk diantara Hinata dan Shikamaru.

"What the hell you doing here?!" semprot Kakashi.

"Ini ada oleh-oleh untuk Kakashi-san." Sakura menyerahkan bungkusan besar berlogo toko buku terkenal kepada Kakashi. Kakashi menahan lidahnya untuk melancarkan kata-kata tempur selanjutnya dan memandang Sakura heran. Pria itu menerima bungkusan dari Sakura dan merobek kertasnya.

"Naniiiii?!" Kakashi menganga dan melebarkan matanya. "Icha Icha Paradise Deluxe Volume Lengkap! Terus—aaaak!—poster official Live action-nya! Dan—whaaaat?!—DVD anime dan live action-nyaaa!" pekik Kakashi kegirangan.

Sekarang seluruh penghuni rumah yang memandang Kakashi sweatdrop.

"Maafkan aku yang sudah membasahi koleksi buku Kakashi-san." Sakura membungkuk. "Sasuke yang membelikannya."

"TERIMA KASIH!" Air mata bahagia Kakashi meluncur jatuh satu persatu.

"Hn." gumam Sasuke.

"Kalian bisa menghancurkan rumahku lagi kapanpun kalian mau." kata Kakashi menghapus air matanya.

Lagi-lagi mereka semua sweatdrop.

"Kalian dari mana?" tanya Naruto keheranan dengan pakaian Sasuke dan Sakura yang terkesan formal itu.

"Kita habis makan malam dengan keluarga." jawab Sasuke mencomot udang goreng dari piring Naruto.

"HMMMMMMMM…!" mereka semua menyoraki Sasuke, membuat wajah Sakura memerah sempurna.

"Sebentar lagi kita akan menjadi tamu undangan di pernikahan mereka." celetuk Ino.

"Ki…kita hanya makan malam biasa!" ralat Sakura.

"Tapi aku masih lapar." kata Sasuke. "Kakashi, aku dan Sakura minta semangkuk nasi dan lauk."

"Siap!" Kakashi dengan cekatan mengambil nasi dan lauk gorengan tempura untuk Sasuke dan Sakura. Kedua sejoli itu menerima sepenuh hati dan langsung memakannya dengan lahap. Ugh~ masakan Kakashi memang luar biasa.

"Lega rasanya semua bisa berkumpul." kata Sai sambil tersenyum lalu mengambil kameranya untuk kembali memotret momen-momen manis di rumah Kakashi.

"Sudah kubilang, letakkan kameramu!" semprot Kakashi.

"Aaaak! Aku ingin lihat Tukang Bubur Naik Haji!" teriak Naruto.

"GGS!" Ino tidak mau kalah.

"DIAM…!" Kakashi menggebrak meja. Membuat Shikamaru yang sudah setengah tidur menjadi melek kembali.

.

.

.

Malam-malam di depan rumah Kakashi, seseorang berjaket biru dongker sedang berkutat dengan sebuah kuas cat. Pemuda yang sudah berganti pakaian itu menutup kepalanya dengan tudung jaket dan menyapukan kuat cat berwarna hitam di sebuah pagar besi yang baru dibangun. Pemuda berambut raven itu mengajukan diri untuk mengecat kerangka pagar besi yang baru dipasang oleh pemilik rumah, Hatake Kakashi. Pemuda itu merasa bertanggung jawab dengan hancurnya pagar besi saat melarikan diri bersama…ah, sudahlah

Sasuke menghentikan pekerjaannya saat melihat seorang gadis berambut merah muda memakai setelan piyama itu turun dari tangga teras dan berjalan ke arahnya.

"Hei, babe." sapa Sasuke mencoba romantis.

"Don't you 'babe' me!" semprot Sakura ketus.

Sasuke tersenyum samar, sedangkan Sakura mengambil sebuah kuas cat lain yang tergeletak di depan Sasuke.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Sasuke.

"Mau menelan kuas ini, menurutmu?!" kata Sakura gemas.

"Tidak usah membantuku." tolak Sasuke.

"Kenapa?"

"Karena aku sepenuhnya yang salah." kata Sasuke tetap mengecat deretan pagar yang sudah 50% persen berwarna hitam itu.

Sakura terdiam beberapa saat.

"Kau serius tidak sih denganku?" tanya Sakura dingin.

"Apa maksudmu?" tanya Sasuke heran.

"Kau selalu mencoba menghalangiku untuk masuk ke kehidupanmu lebih dalam!" kata Sakura.

"Aku tidak mengerti apa maksudmu." kata Sasuke.

Sakura mendengus. "Ingat saat kau membohongiku dan meninggalkanku di rumah Naruto? Sekarang pun kau melakukan hal yang sama."

"Kenapa kau masih membahas masalah itu?"

"Ini bukan tentang masalah itu saja, Sasuke." Sakura mencoba bersabar. "Kau selalu menyimpan semuanya sendirian. Kau tidak mau jujur dan membicarakan semuanya. Ingat saat aku menyusulmu ke klub dan mabuk? Itu semua gara-gara kau selalu diam dan tidak mau berbicara terus terang hingga ku terpaksa menyusulmu kesana."

Sasuke terbelalak. Sakura meneruskan protesnya. "Barusan kau hanya menyalahkan dirimu sendiri gara-gara pagar ini. Walaupun bukan itu yang membuatku marah, tapi kau terkesan menjauhkanku dengan masalah yang melibatkan kita berdua. Selalu."

Sasuke masih terdiam. Sakura mencelupkan kuas itu ke cat dan mengoleskan cairan hitam kental ke permukaan pagar. "Cinta takkan berhasil kalau hanya satu pihak saja yang berusaha, Sasuke." kata Sakura pelan. "Apapun masalah yang terjadi pada kita berdua, cobalah berbagi denganku. Jangan menyimpannya sendirian."

Sasuke masih diam tidak berkutik mendengar perkataan Sakura barusan. Pemuda itu menghela nafas berat. "Maaf, aku tidak menyadarinya." kata Sasuke pelan. "Aku tidak pernah memiliki hubungan dengan seorang gadis sebelumnya. Aku tidak tahu hal-hal semacam ini. Aku hanya tidak ingin menyusahkan dan membebani dirimu. Tapi…Maaf…"

Sakura menatap manik mata Sasuke yang tersembunyi diantara helaian surai raven-nya. Mata Sasuke juga menatap mata Sakura penuh arti.

"Well, welcome to the complicated lovehood." kata Sakura sambil meneruskan pengecatan pagar Kakashi.

Sasuke tersenyum tipis.

"Aku akan berangkat ke Otogakure empat hari lagi." kata Sasuke yang sukses membuat Sakura terbelalak kaget.

"APA?! Bukannya kau tidak jadi berangkat?!" tanya Sakura berapi-api.

"Kata siapa? Aku jadi berangkat kok. Hanya waktunya saja yang aku tunda."

"Kenapa tidak magang di kantor Papaku saja?!"

"Yang benar saja, aku masih junior dan belum berpengalaman magang di kantor televisi sebesar itu!"

"Kau kan calon menantunya?!"

"Kau ingin aku kena bully karena diperlakukan istimewa?!"

"Ck! Kau selalu memberitahuku dengan mendadak!"

"Katamu ingin aku selalu jujur? Ya sudah, ini aku sedang mempraktikannya!"

"Dasar tolol!" Sakura mengoleskan cat hitam di jaket Sasuke.

"YAAAK!" Sasuke berteriak horor. "Apa yang kau lakukan!"

"Mengecat 'pagar'!" kata Sakura tidak peduli.

"Matamu jereng atau apa, hah?!" Sasuke mengoleskan cat juga ke piyama ungu Sakura.

"Dasar kau pantat ayam!" Sakura mengoleskan cat kembali ke jaket Sasuke.

"Kau dahi lebar!" Sasuke membubuhkan kembali cat ke piyama Sakura.

"AAAARGH!"

"YAAAAAAK!"

Good news-nya, malam itu pagar rumah Kakashi berhasil dicat seluruhnya oleh Sasuke dan Sakura –begitu pun dengan baju mereka. Di pagi hari Kakashi hanya mengernyit heran mengapa warna cairan busa di dalam mesin cucinya berubah menjadi hitam legam seperti oli bekas dengan bau menyengat khas cat acrylic.

"Ya ampun, sepertinya aku harus membeli mesin cuci baru." keluhnya.

.

.

.

Empat hari kemudian…

Bandara Konoha. Jam 10.00 waktu Konoha.

Sasuke sedang berusaha melepaskan diri dari kungkungan sang calon mertua yang memeluknya dengan erat sehingga dirasa hampir meretakkan seluruh tulang punggungnya.

"Jaga dirimu baik-baik, Sasukeeee." kata Kizashi sambil menepuk-nepuk punggung calon mantunya itu, membuat Sasuke terbatuk-batuk.

"Papa, kau akan membunuhnya!" teriak Mebuki sambil melepaskan badan Kizashi yang membelenggu Sasuke. Mikoto tertawa kecil.

"Kabari kami jika kau sudah sampai." kata Fugaku sambil menepuk pundak Sasuke.

Sasuke mengangguk.

Hari ini adalah hari keberangkatannya ke Otogakure. Tadi pagi dia sudah berpamitan pada Kakashi dan penghuni rumah yang lain. Setelah beberapa jepretan foto perpisahan oleh Sai dan tangisan haru selama 10 menit, Sasuke berangkat ke bandara. Dengan diantar oleh Ayah Ibunya dan calon mertuanya yang greget, Kizashi dan Mebuki juga mengantarnya ke bandara. Dan…jangan lupakan calon istrinya yang sedang berusaha membendung air matanya agar tidak menangis mengantar kepergian Sasuke.

Sakura sedang berusaha tersenyum saat Sasuke menghampirinya.

"Hei…" sapa Sasuke.

"Hei…" balas Sakura.

"Sampai jumpa dua tahun lagi." kata Sasuke pelan.

"Katakan 24 bulan saja, itu akan membuatnya terdengar singkat." ralat Sakura.

Sasuke tersenyum. Sakura berusaha maksimal untuk tersenyum.

"Sampai jumpa 24 bulan lagi." Sasuke mengangkat jemarinya dan mengarahkan ke dahi lebar Sakura. Dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengahnya secara bersamaan, Sasuke mengetuk dahi gadis di depannya itu. "Mata kondo na."

Oke, sekarang Sakura merona dan menangis secara bersamaan. Dia hanya bisa mengangguk dan menatap punggung Sasuke yang berbalik dan menjauhi dirinya. Punggung kokoh berbalut jaket hitam itu perlahan memasuki gate C4 dan menghilang di balik punggung orang-orang asing yang menutupinya. Sakura masih berdiri gamang dan masih bisa merasakan ketukan Sasuke di dahinya. Sakura menghapus air matanya dan menyentuh dahi lebarnya sekali lagi. Masih tertinggal rasa Sasuke disana, entah mengapa membuat hatinya terasa hangat.

Sejak saat itu, Sakura tidak pernah bertemu dengan Sasuke. Pemuda itu mengganti nomornya karena biaya roaming yang luar biasa besar. Sakura hanya bisa mengiriminya e-mail yang akan Sasuke balas 2-3 hari kemudian. Menurut Sasuke, dia sangat menikmati kuliah dan magangnya. Sakura sangat bersyukur karena lelakinya itu bisa menemukan tempatnya yang cocok.

Sesekali Sakura pergi berbelanja dengan Mikoto. Tak jarang mereka keluar bertiga bersama tunangan Itachi, Yugao, yang ternyata sangat menyenangkan. Sakura merasa beruntung memiliki calon keluarga ipar seperti mereka. Saat Sakura sudah menginjak semester yang mengharuskan dia untuk praktik magang di rumah sakit, Fugaku dan Itachi dengan senang hati dan bersemangat menawari Sakura untuk magang di rumah sakit Uchiha. Tentu saja Sakura menerimanya dengan suka cita. Bisa bekerja dengan calon mertua dan calon kakak ipar yang ketjeh-ketjeh membuat Sakura lupa kalau dia sedang magang.

Kizashi masih tidak berubah, masih greget as usual. Sesekali dia menghubungi Sasuke untuk berkonsultasi mengenai ide-ide grafis tertentu yang entahlah Sakura tidak mau tahu. Kalau diperhatikan, Sasuke memang lebih sering menghubungi calon mertuanya daripada Sakura.

Sakura sendiri masih aktif di kampus dan klub. Terkadang dia bergabung dengan kegiatan amal dan donor darah oleh Akatsuki. Gosip miring tentang keluarga Sasuke dan Akatsuki perlahan menghilang. Anggota SasOkay Fandom juga menurun drastis karena sang pujaan telah kabur ke Otogakure. Sekarang mereka punya fandom idol baru yang mengidolakan seorang dekan Fakultas Ilmu Sastra tamvan dan masih jomblo bernama Kakaddict Fandom. Sakura juga masih aktif dengan klub pecinta alam. Terakhir kalinya, Sakura dan anggota lain melakukan pendakian gunung saat musim panas. Koordinator utama telah berganti, yaitu Rock Lee yang gregetnya melebihi Guy-sensei, mengingat punggung Guy-sensei sudah beberapa kali cedera dan tidak kapok-kapoknya retak atau patah gara-gara terjatuh saat mendaki.

Ada perubahan di rumah Kakashi. Sakura memutuskan tidak mau pulang dan tetap tinggal di rumah Kakashi. Gadis itu berpindah kamar menempati kamar bekas Sasuke, setelah berhasil meyakinkan Kakashi dan akhirnya Kakashi menyetujuinya dengan memasang pintu geser ber-password sidik jari dan teralis besi yang memisahkan kamar bekas Sasuke itu dari kamar Sai, Shikamaru, dan Naruto –terlebih Naruto—yang sekarang sedang dekat dengan Hinata karena sering mengerjakan tugas bareng-bareng. Sai masih sering bertengkar dengan Ino. Namun Sakura yakin mereka saling mencintai.

Loteng Sakura ditempati oleh Ino, sedangkan kamar Ino disewakan oleh Kakashi pada seorang gadis Universitas Tsuyoshi Jurusan Geografi yang berasal dari Sunagakure, Sabaku Temari. Pertama mengenal Temari, Sakura merasa gadis itu sangat cuek dan menyebalkan. Namun seiring waktu, ternyata Temari adalah gadis yang enak diajak gaul dan ngobrol karena pemikirannya yang dewasa. Dan dialah satu-satunya gadis yang mampu memberi Shikamaru alasan untuk begadang selain membuat program software. Haha.

Semuanya baik-baik saja dan berjalan semestinya. Masakan Kakashi masih selalu enak. Bahkan terkadang seluruh penghuni rumah Kakashi piknik bersama. Hanya saja, saat melihat Sai dan Ino, lalu Naruto dan Hinata, juga pasangan baru Shikamaru dan Temari, Sakura merasa senang dan sedih di saat bersamaan karena mengingat seseorang.

Terlepas dari ruang dan waktu yang berselisih selama 720 hari, 17.280 jam, kira-kira selama itulah Sakura merindukan seseorang.

Seperti sekarang ini. Sakura sedang menyalin dokumen-dokumen daftar vaksin yang masuk ke rumah sakit Uchiha. Sakura sudah mengerjakan dokumen itu selama tiga jam nonstop melebihi jam kantor membuat leher Sakura berasa patah.

"Kau bisa mengerjakannya besok." kata Itachi memperingatkan calon adik iparnya.

"Sebentar lagi selesai, nii-san." kata Sakura.

"Aku ada tugas jaga malam ini. Kalau kau perlu apa-apa katakan saja padaku." tawar Itachi.

"Iya, terima kasih, nii-san." jawab Sakura. "Sebentar lagi selesai dan aku langsung pulang saja."

"Kuantar ya?" tanya Itachi.

"Tidak usah." tolak Sakura. "Aku naik bus saja."

"Baiklah. Aku mengecek pasien dulu. Hati-hati pulangnya!"

"Iya…" jawab Sakura.

Dokumen-dokumen yang panjang dan bertulisan rapat seperti artefak Cina itu berhasil membuat kepala Sakura berat sebelah. Gadis itu sampai harus menyandarkan kepalanya saat di dalam bus dan berjalan lambat-lambat mencapai rumah Kakashi.

Sakura menggeser pintu kaca dan sekat berteralis sebelum memasuki kamarnya. Sakura tidak mau repot-repot menata sepatu, mencuci muka, bahkan sekadar menyalakan lampu. Dia sudah terlalu capek dan lunglai untuk semua itu. Sakura berjalan terseok-seok mencapai kasurnya yang nyaman sambil melepaskan jas dan kemejanya. Tubuh mungil Sakura terhempas di kasur yang hangat dan nyaman. Kakinya memeluk guling hangat besar dan batinnya bersorak kegirangan saat mencium aroma citrus dan kayu manis di kasurnya.

Sakura bingung kenapa ada aroma itu di kamarnya dan anehnya lagi, dia kan tidak memiliki guling?

"BAJIRUT! ANJRIT!" teriak Sakura nyaring memekakkan telinga. Guling itu hidup!

"KYAAAAHH!" Sakura menarik dirinya hingga oleng dan jatuh ke sisi dipan. Tangannya ditarik oleh sosok yang berada di tempat tidurnya, namun sosok itu juga tidak memiliki kuda-kuda yang kuat hingga terjatuh menyusul Sakura.

Kepala mereka terhempas di lantai –berkarpet.

Sakura hendak menjerit lagi namun mulutnya ditutup oleh telapak tangan orang itu. Otomatis, Sakura langsung menggigitnya.

"Aaaak!" pekik orang itu kesakitan. "Ini aku!"

Sakura berhenti mengunyah telapak tangan orang itu. Suara bariton yang sangat ia kenal. Secepat kilat Sakura berdiri dan menyalakan lampu. Mulutnya menganga.

Uchiha Sasuke ada di kamarnya! Pemuda raven –rambutnya sedikit panjang, bertubuh lebih tegap, dan sedang memakai training hitam serta kaus putih tanpa lengan sedang memanjang jijik telapak tangannya yang basah oleh liur Sakura.

"Kau sudah gila hah?!" bentak Sasuke.

Sakura terkesiap. "Kau yang gila! Menyelinap malam-malam di kamar seorang gadis!"

"Aku tidak bermaksud menyelinap! Salah sendiri kau membiarkan kunci jendela terbuka!"

"Dasar pervert!" Sakura menampol dahi Sasuke dengan bongkahan kapur barus.

"Aduh! Aku tidak bermaksud seperti itu! Niatku ingin menunggumu pulang, tapi kau lama sekali hingga aku ketiduran!"

"ALASAN!"

"Itu memang benar! Aku sangat capek setelah terbang dari Otogakure!"

Alarm di kepala Sakura berbunyi. Ini Sasuke yang dua tahun lalu terbang ke Otogakure. Pemuda yang selalu dirindukannya. Sekarang tiba-tiba ada di hadapannya, berada satu ruangan dengan dirinya. Sakura mendengus kecewa. Setiap malam sebelum tidur dia selalu membayangkan pertemuannya dengan Sasuke yang romantis bertabur bunga dan burung merpati beterbangan dimana-mana. Bukan dalam keadaan kacrut seperti ini.

Sakura mengambil beberapa helai tisu di atas meja belajarnya lalu menggapai tangan Sasuke yang basah karena liurnya dan mengeringkannya.

"Okaeri."

"Hn. Tadaima."

Mereka berdua saling berdiam diri sampai Sakura selesai mengelap tangan Sasuke.

"Um… Sakura?" tanya Sasuke.

"Apa?"

"Bisa tidak kau memakai sesuatu untuk menutupi tank top-mu selama aku disini?"

Sakura tergelak. Diraihnya blazer krem yang ada di gantungan lemari.

"Mesum!" bentak Sakura sambil melempar gantungan kunci.

"Aduh, kau ini kasar sekali!" bentak Sasuke.

Sakura melemparkan bantal.

"Dan juga bodoh!"

Sebuah hanger baju mendarat di kepala Sasuke.

"Ceroboh!"

Selop mendarat di pipi Sasuke.

Pemuda itu berhenti dan mengelus wajahnya yang mendadak babak belur.

Hening sejenak.

"Tapi aku cinta." bisik Sasuke.

Kali ini ciuman Sakura yang mendarat di bibir Sasuke.

.

.

.

-tamat-

magnifiken

Fiuh…

Akhirnya kelar juga nih ff gaje. Mwuahahahahaha! Mau ngucapin salam perpisahan sekaligus gratitude aja dewh. Karena ff ini terinspirasi dari kisah nyata (yang sedikit dihiperbola sama author), jadi author mo ngucapin buat para penyumbang inspirasi greget tsb, yakni:

Big thanks to penghuni wisma Garuda, kingdom cewek lantai atas dan kingdom cowok lantai bawah yang terpisahkan pintu kokoh berpassword 18 digit –yang dikepalai dosen sastra Jepang, 27 tahun, masih jomblo, dan masakannya enax bingit. My best fren si Eet seorang master Need for Speed, pemuda nista yang mengenalkan aku pada dunia keras penuh permisuhan (baca : 1-cak, DotA, dan CoC) *jgn gonta ganti pacar lagi ye, tong? Si Yola, cewek syuper cantik kawan SD yang mulutnya beracun bgt kek comberan. Si Adin, si mamah Dedeh penghafal UU KUHP yg slalu membawa kami kmbali ke jalan yg benar. Jessica, konsultan cinta dan fashion yang greget abis. Si Ichi, yang cuma bisa nerjemahin kode 0 sama 1 di program software. Si Dodot, tukang ngoleksi batu akik kamera bejibun tapi pelit bet klo disuruh motret. Dan penghuni yang lain-lain jugaaa. :*

And… the special thanks for my asdfghjkl, Bang Toyib, mantan member kingdom lantai bawah wisma Garuda yg sekarang hengkang pergi melaksanakan tugas negara sbg mahasiswa magang di Universal Studio Amerika. Makasih udah mau nolongin waktu daku keselek. Makasih bang udah neriakin aku pas malem2 aku salah masuk tenda cowok waktu camping ospek, makasih udah mau nolong waktu dikejar orgil di Bromo, makasih udah mau nyusul dan beliin celdam pas kita lagi seminar di Surabaya. Dan makasih-makasih yg lain krn aku ceroboh. Maklum, kadang akal sehatku lagi traveling kalo deket2 Abang #disambitsemvak. Cepet pulang ye, Bang.

DAN TERIMA KASIH BUAT KALIAN! PARA READERS GREGET SUMVAH! GREGETNYA NAMPOL SAMPE KE PLANET NAMEC!

Aku masih punya utang ke readers supaya ngebuat SasuSaku kawin. MUehehehe… Lain kali yak? Ripiunya dong lontong. Enaknya SasuSaku dikawinin di cerita ini (buat sekuel pendek) ato di cerita laen?

Muehehehe… Your ripiu makes me happier.

Udah itu aja, kezel ini ngetiknya. #ditampolkapurbarus

SANG KYUUUU…!

JANGAN LUPA BAHAGIAAAA!

KISS KISS :*